Anda di halaman 1dari 110

Universitas Kristen Krida Wacana

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe


2 pada Pasien Poliklinik Penyakit Tidak Menular di Pusat Kesehatan
Masyarakat Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat Periode
November 2015
Oleh:
Wira Santoso
Ken Sanden
Hana Christyanti
Marco

Tugas Akhir Pendidikan Dokter


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, November 2015

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes


Melitus Tipe 2 pada Pasien Poliklinik Penyakit Tidak Menular di
Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Grogol Petamburan,
Jakarta Barat Periode November 2015

Oleh:
Wira Santoso

11-2013-088

Ken Sanden

11-2013-240

Hana Christyanti

11-2013-209

Marco

11-2013-245

Tugas Akhir Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, November 2015

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes


Melitus Tipe 2 pada Pasien Poliklinik Penyakit Tidak Menular di
Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Grogol Petamburan,
Jakarta Barat Periode November 2015

Lembar Persetujuan

Jakarta, November 2015

Dosen Pembimbing

(dr. Diana L. Tumilisar, MKes)

Dosen Penguji I

(Dr. dr. A. Aris Susanto, MS, Sp.Ok.)

Dosen Penguji II

(dr. Esther Suryawati, MKM)

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian ini.
Penelitian ini kami laksanakan dalam rangka menjalankan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, yang berlokasi di
Poliklinik Penyakit tidak Menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian Diabetes Melitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit tidak Menular Puskesmas Kecamatan
Grogol Petamburan, Jakarta Barat Periode November 2015.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala
bimbingan yang telah diberikan dalam penyelesaian penelitian ini kepada:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

dr. Djap Hadi Susanto, Mkes.


Dr. dr. A. Aris Susanto, MS, Sp.Ok.
dr. E. Irwandy Tirtawidjaja.
dr. Diana L. Tumilisar, MKes
dr. Melda Suryana, M.Epid.
dr. Ernawaty Tamba, MKM
dr. Esther Suryawati, MKM
Kepala Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan.
Seluruh responden serta semua pihak yang ikut memberikan dukungan dan bantuan
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini, oleh karena itu

kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga di masa mendatang dapat
ditingkatkan lebih baik lagi.
Jakarta, November 2015
Penyusun

Faktor faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe Dua di
Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat Periode
November 2015
Wira Santoso, Ken Sanden, Hana Christyanti, Marco.
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Abstrak
Diabetes Melitus Tipe 2 (DM tipe 2) merupakan penyakit kronis yang prevalensinya tinggi.
Biaya perawatan yang dibutuhkan di Indonesia mencapai Rp. 500 milyar per tahun, maka perlu
adanya upaya untuk pencegahan penyakit tersebut. Tujuan penelitian ini adalah membuktikan
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2. Desain penelitian ini adalah cross
sectional. Subjek penelitian sebanyak 82 responden dengan teknik consecutive sampling.
Variabel tergantung berupa angka kejadian DM tipe 2 dan variabel bebas meliputi jenis kelamin,
usia, riwayat diabetes melitus pada keluarga, merokok, obesitas, hipertensi, dan tingkat
pendidikan. Analisis yang digunakan adalah uji Chi Square dengan taraf signifikansi 0.05%
dengan tingkat kepercayaan 90% menggunakan program SPSS v20. Hasil penelitian
menunjukkan usia, riwayat diabetes melitus pada keluarga dan hipertensi berhubungan dengan
kejadian Diabetes Melitus tipe 2. Uji statistik menunjukkan ada hubungan bermakna antara
angka kejadian Diabetes Melitus tipe 2 dalam usia (p=0,008), riwayat diabetes (p=0,040), dan
hipertensi (p=0,014).
Kata kunci: faktor risiko, DM tipe-2

Factors Related to Type Two Diabetes Mellitus incident in Puskesmas Kecamatan


Grogol Petamburan, West Jakarta, Period November 2015
Wira Santoso, Ken Sanden, Hana Christyanti, Marco.
Faculty of Medicine, Krida Wacana Christian University
Abstract
Type 2 diabetes mellitus is a chronic disease whose prevalence is high. The cost of care for
efforts to prevent the disease is needed in Indonesia reached Rp. 500 billion per year. The
purpose of this study is to prove the factors associated with the incidence of type 2 diabetes
mellitus. The design of this study was cross sectional. Subjects of research are 82 respondents
with consecutive sampling technique. Depending variable is the incidence of type 2 diabetes
mellitus and independent variables include sex, age, family history of diabetes mellitus, smoking,
obesity, hypertension, and education level. The analysis is Chi Square test with a level of 0.05%
with a confidence level of 90% using SPSS v20. The results showed age, family history of
diabetes mellitus and hypertension associated with the incidence of Type 2 Diabetes Mellitus.
Statistical analysis showed significant correlation between the incidence of type 2 diabetes
mellitus in age (p = 0.008), history of diabetes (p = 0.040), and hypertension (p = 0.014)
Keywords: risk factors, type 2 DM

Daftar Isi
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Abstrak ..i
DAFTAR ISI . ii
DAFTAR TABEL.. v
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang. 1
1.2 Rumusan Masalah....2
1.3 Tujuan.. 3
1.3.1. Tujuan Umum ... 3
1.3.2. Tujuan Khusus... 3
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................................4
1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti.... 4
1.4.2. Manfaat Bagi Perguruan Tinggi.4
1.4.3. Manfaat Bagi Masyarakat.. 4
Bab II. Tinjauan Pustaka
2.1. Dasar Teori..5
2.1.1. Diabetes Melitus.... 5
2.1.2. Klasifikasi Diabetes Melitus.. 5
2.1.3. Epidemiologi Diabetes Melitus..6
2.1.4. Faktor Resiko. 7
2.1.4.1. Usia... 7
2.1.4.2. Jenis Kelamin8
2.1.4.3.Riwayat Keluarga...9
2.1.4.4. Merokok10
2.1.4.5. Dislipidemia......11
2.1.4.6. Aktivitas Fisik... 12

ii

2.1.4.7. Hipertensi..13
2.1.4.8. Tingkat Pendidikan... 14
2.1.4.9. Obesitas.15
2.1.4.10. Pola Makan. 16
2.2. Kerangka Teori

... 18

2.3. Kerangka Konsep19


Bab III. Metodologi Penelitian
3.1. Desain Penelitian ... 20
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian. 20
3.3.

Sumber

Data

22
3.4. Populasi dan Sampel .. 20
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi.. 21
3.5.1. Kriteria Inklusi ... 21
3.5.2. Kriteria Eksklusi.. 21
3.6.

Sampel.

21
3.6.1. Besar Sampel... 21
3.6.2. Teknik Pengambilan Sampel... 22
3.7. Identifikasi Variabel 22
3.8. Cara Kerja... 22
3.9. Definisi Operasional....... 23
3.10. Manajemen Data dan Analisis Data..29
3.10.1. Pengumpulan Data. 29
3.10.2. Pengolahan Data.... 29
3.10.3. Penyajian Data... 29
3.10.4. Analisis Data.. 29
3.10.5. Interpretasi Data.29
3.10.6. Pelaporan Data .. ... 29
3.11. Etika Penelitian ... 30
3.12. Sarana Penelitian...30
iii

Bab IV. Hasil Penelitian.... 31


Bab V. Pembahasan

... 34

iii

5.1. Pembahasan Tabel.. 34


5.2. Keterbatasan Penelitian.......................................................................................40
Bab VI. Kesimpulan dan Saran..41
6.1. Kesimpulan. 41
6.2. Saran... 42
Daftar Pustaka... 43

iv

Daftar Tabel
Tabel 3.9.2.1 Definisi Operasional Kategori Jenis Kelamin............. 23
Tabel 3.9.3.1 Definisi Operasional Kategori Usia. 24
Tabel 3.9.4.1 Definisi Operasional Kategori Riwayat Diabetes Melitus Keluarga... 24
Tabel 3.9.5.1 Skor Frekuensi Merokok. 25
Tabel 3.9.5.2 Skor Jumlah Rokok.. 25
Tabel 3.9.5.3 Definisi Operasional Kategori Merokok..25
Tabel 3.9.6.1 Definisi Operasional Kategori Obesitas.. 26
Tabel 3.9.7.1 Definisi Operasional Kategori Hipertensi27
Tabel 3.9.8.1 Definisi Operasional Kategori Tingkat Pendidikan. 28
Tabel 4.1. Sebaran Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien Poliklinik
Penyakit tidak Menular di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta
Barat Periode November 2015...........................................................31
Tabel 4.2 Sebaran Jenis Kelamin, Usia, Riwayat Diabetes Keluarga, Merokok,
Obesitas, Hipertensi, dan Tingkat Pendidikan pada Pasien Poliklinik Penyakit
tidak Menular di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat
Periode
November
2015
.................................................................................................................................
32
Tabel 4.3 Hubungan antara Jenis Kelamin, Usia, Riwayat Diabetes Keluarga,
Merokok, Obesitas, Hipertensi, dan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian
Diabetes Melitus pada Pasien Poliklinik Penyakit tidak Menular di Puskesmas
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat Periode November 2015
.................................................................................................................................
33

Bab I
Pendahuluan
1

Latar Belakang
Penyakit Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan

hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak dapat
memproduksi insulin secara adekuat atau karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi secara efektif atau kedua-duanya.1
Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung,
dan pembuluh darah.1,2
Hampir sebagian besar Diabetes Melitus yang ada merupakan Diabetes Melitus tipe 2
dimana penyakit ini adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau gangguan fungsi insulin (resistensi
insulin). 2,3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada
tahun 2011 terhadap populasi di Indonesia, diprediksi kenaikan jumlah penyandang Diabetes
Melitus yang tadinya pada tahun 2000 terdapat sekitar 8,4 juta jiwa akan meningkat menjadi
sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India,
Cina, dan Amerika dalam prevalensi Diabetes Melitus. Data ini menunjukkan bahwa angka
kejadian Diabetes Melitus tidak hanya tinggi di negara maju tetapi juga di negara berkembang,
seperti Indonesia. 4
Berdasar penelitian Federasi Diabetes Internasional (IDF) pada tahun 2011, dinyatakan
Diabetes Melitus sudah mencapai jumlah penderita sebanyak 366 juta jiwa, dan telah menjadi
penyebab kematian dari 4,6 juta jiwa di seluruh dunia. Pengeluaran biaya kesehatannya
mencapai 465 miliar USD. Kini sebanyak 183 juta orang masih tidak menyadari bahwa dirinya
mengidap Diabetes Melitus. Sebesar 80 % orang dengan Diabetes Melitus tinggal di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Jumlah penderita Diabetes Melitus terbesar berada pada
kisaran usia 40-59 tahun.5

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan Republik Indonesia


terbaru pada tahun 2013 mendapatkan bahwa proporsi Diabetes Melitus meningkat hampir dua
kali lipat dibandingkan tahun 2007. 3
Berdasarkan data dari Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat periode
Januari hingga Agustus tahun 2015, didapatkan bahwa terjadi peningkatan kunjungan pasien
diabetes melitus yang signifikan antara bulan Mei hingga Agustus, dengan jumlah kunjungan
pada bulan Mei sebanyak 46 kunjungan, dilanjutkan bulan Juni 227 kunjungan, bulan Juli 273
kunjungan, dan bulan Agustus meningkat menjadi 500 kunjungan pasien diabetes. Berdasarkan
data dari Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat didapatkan pasien terbanyak
pengidap Diabetes Melitus pada usia 45-54 tahun dengan jumlah 18 penderita diantaranya 3 lakilaki dan 15 perempuan.3
Tingginya prevalensi Diabetes Melitus yang sebagian besar tergolong dalam Diabetes
Melitus tipe 2 disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan
terhadap lingkungan. Di antaranya adalah makin meningkatnya populasi penduduk yang
menderita obesitas, dimana hal ini akan mempermudah timbulnya Diabetes Melitus tipe 2. Pada
orang dewasa dengan obesitas akan memiliki risiko timbulnya Diabetes Melitus tipe 2 empat kali
lebih besar dibandingkan dengan orang dengan status gizi normal.1
Selain gizi lebih pada obesitas, kebiasaan merokok dan hipertensi merupakan suatu hal
yang cukup sering terjadi pada pasien-pasien yang berobat. Hal inilah yang mendorong peneliti
untuk turut menelitinya dalam pencarian faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya
Diabetes Melitus tipe 2. 1
Mengingat tingginya kejadian Diabetes Melitus tipe 2 di dunia dan khususnya di
Indonesia, serta tingginya biaya perawatan untuk penderita Diabetes Melitus, maka diperlukan
penelitian yang diharapkan dapat turut berkontribusi untuk memberi solusi dalam menurunkan
angka kejadian Diabetes Melitus tipe 2. Oleh karena itu, dipilihlah suatu penelitian untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2.
2
1

Rumusan Masalah
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada
tahun 2011 terhadap populasi di Indonesia, diprediksi kenaikan jumlah penyandang
Diabetes Melitus yang tadinya pada tahun 2000 terdapat sekitar 8,4 juta jiwa akan

meningkat menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 dan berada pada peringkat
2

empat dunia.
Berdasar penelitian Federasi Diabetes Internasional (IDF) pada tahun 2011, dinyatakan
Diabetes Melitus sudah mencapai jumlah penderita sebanyak 366 juta jiwa, dan telah

menjadi penyebab kematian dari 4,6 juta jiwa di seluruh dunia.


Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan
Republik Indonesia terbaru pada tahun 2013 mendapatkan bahwa proporsi Diabetes

Melitus meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007.


Berdasarkan data dari Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat periode
Januari hingga Agustus tahun 2015, didapatkan bahwa terjadi peningkatan kunjungan
pasien Diabetes Melitus yang signifikan antara bulan Mei hingga Agustus, dengan jumlah
kunjungan pada bulan Mei sebanyak 46 kunjungan, dilanjutkan bulan Juni 227
kunjungan, bulan Juli 273 kunjungan, dan bulan Agustus meningkat menjadi 500
kunjungan pasien Diabetes Melitus.

3
1
1

Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2
pada pasien poliklinik penyakit tidak menular di Puskesmas Kecamatan Grogol

2
1

Petamburan, Jakarta Barat periode November 2015.


Tujuan Khusus
Diketahuinya sebaran kejadian Diabetes Melitus tipe 2 pada pasien poliklinik penyakit
tidak menular di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode

November 2015.
Diketahuinya sebaran jenis kelamin, usia, riwayat diabetes keluarga, merokok, obesitas,
hipertensi, dan tingkat pendidikan pada pasien poliklinik penyakit tidak menular di

Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode November 2015.


Diketahuinya hubungan jenis kelamin, usia, riwayat diabetes keluarga, merokok,
obesitas, hipertensi, dan tingkat pendidikan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 pada
pasien poliklinik penyakit tidak menular di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan,
Jakarta Barat periode November 2015.

4
1
1
2

Manfaat Penelitian
Manfaat bagi Peneliti
Menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah dipelajari saat kuliah.
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus di

wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan.


Mengetahui serta memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan

4
5
6
2
1

penelitian.
Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan masyarakat.
Mengembangkan daya nalar nalar, minat, dan kemampuan dalam bidang penelitian
Manfaat bagi Perguruan Tinggi
Mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi atau tugas
perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan

pengabdian bagi masyarakat.


Mewujudkan kampus sebagai masyarakat ilmiah dalam peran sertanya di bidang

kesehatan.
Meningkatkan rasa saling pengertian dan kerja sama antara dan mahasiswa dan staf
pengajar.

4
3
1

Manfaat bagi Masyarakat


Sebagai masukan untuk bahan informasi dalam upaya peningkatan derajat kesehatan dan
penelitian selanjutnya mengenai mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian Diabetes Melitus tipe 2.


Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian Diabetes Melitus tipe 2.

Bab II
Tinjauan Pustaka
3

4
6
7

2.1
2.1.1
8

5
Dasar Teori
Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) mengacu pada sekelompok gangguan umum metabolisme

yang berbagi fenotipe sebagai hiperglikemia. Beberapa jenis DM yang berbeda


disebabkan oleh interaksi yang kompleks dari faktor genetik dan lingkungan. Tergantung
pada etiologi DM, faktor yang berkontribusi terhadap hiperglikemia termasuk
berkurangnya sekresi insulin, penurunan penggunaan glukosa, dan peningkatan produksi
glukosa. Ketidak regulasian metabolik yang berhubungan dengan DM pada seseorang
menyebabkan perubahan patofisiologi sekunder di beberapa sistem organ yang
memberikan beban luar biasa pada individu dan pada petugas kesehatan.1
9
Menurut American Diabetes Association Diabetes Melitus (DM) merupakan salah
satu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan
sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai

11
12

organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.


10
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
DM diklasifikasikan atas dasar proses patogen yang menyebabkan hiperglikemia. Dua
kategori besar DM yang ditunjuk tipe 1 dan tipe 2. Kedua jenis diabetes yang didahului
oleh fase homeostasis glukosa abnormal sebagai proses perjalanan patogen.1
Diabetes Melitus tipe 1
13
DM tipe 1 adalah hasil dari defisiensi insulin lengkap atau nyaris total diakibatkan
tubuh tidak memproduksi insulin. DM tipe 1 biasanya didiagnosis pada anak-anak dan
dewasa muda, dan sebelumnya dikenal sebagai diabetes anak-anak. Hanya 5% dari
penderita diabetes memiliki bentuk diabetes tipe 1. Dengan bantuan terapi insulin dan
perawatan lainnya, bahkan anak-anak dapat belajar untuk mengelola kondisi mereka,
hidup sehat dan hidup lama.1,2

Diabetes Melitus tipe 2


14
DM tipe 2 adalah gangguan kelompok heterogen yang ditandai
dengan derajat variabel resistensi insulin, sekresi insulin terganggu, dan produksi
glukosa meningkat yang mengakibatkan ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin
dengan baik. Pada awalnya, pankreas membuat insulin ekstra untuk mengkompensasi
keadaan tersebut. Namun, seiring waktu insulin yang dihasilkan tidak mampu
mengimbangi dan pankreas tidak dapat membuat cukup insulin untuk menjaga glukosa
darah pada tingkat normal.1,2
Diabetes gestasional
15
Intoleransi glukosa berkembang selama kehamilan diklasifikasikan
sebagai diabetes gestasional. Resistensi insulin berkaitan dengan perubahan
metabolisme dan kebutuhan insulin yang meningkat dapat menyebabkan intoleransi
glukosa terganggu atau diabetes.
16
Terjadi selama kehamilan berusia sekitar 24 minggu atau mendekati
akhir masa kehamilan oleh sebab itu penting untuk mengontrol tingkat glukosa darah
saat anda sedang merencanakan kehamilan, sehingga pasien dan bayi tetap sehat.
17
Diabetes gestasional terjadi pada 7% (kisaran 2-10%) dari kehamilan
di Amerika Serikat. Diagnosis diabetes gestasional tidak berarti pasien memiliki
riwayat diabetes sebelum hamil, atau bahwa akan memiliki diabetes setelah
melahirkan, kebanyakan wanita kembali normal setelah melahirkan tetapi memiliki
risiko yang besar (35-60%) berkembang menjadi Diabetes Melitus dalam 10-20 tahun
ke depan.1,2
Diabetes tipe spesifik lainnya
18
Diabetes tipe spesifik lainnya merupakan Diabetes Melitus yang
berhubungan dengan keadaan sindroma tertentu, yaitu diantaranya ialah penyakit
pankreas, penyakit hormonal, keadaan yang disebabkan obat maupun bahan kimia,
kelainan reseptor insulin, sindroma genetik tertentu, sirosis hepatis dan lain-lainnya.
19
20

2.1.3
21

Epidemiologi Diabetes Melitus


Diabetes Melitus telah dikategorikan sebagai penyakit global oleh Organisasi

Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO). Jumlah penderita DM ini
meningkat di setiap negara. Berdasarkan data dari WHO (2006), diperkirakan terdapat
171 juta orang

22

dunia menderita diabetes pada tahun 2000 dan diprediksi akan meningkat menjadi

366 juta penderita pada tahun 2030.


23
Sekitar 4,8 juta orang di dunia telah meninggal akibat DM. Setengah dari
penderita DM ini tidak terdiagnosis. Sepuluh besar negara dengan prevalensi DM
tertinggi di dunia pada tahun 2000 adalah India, Cina, Amerika, Indonesia, Jepang,
Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan Bangladesh. Pada tahun 2030 India, Cina, dan
Amerika diprediksikan tetap menduduki posisi tiga teratas negara dengan prevalensi DM
tertinggi. Sementara, Indonesia diprediksikan akan tetap berada dalam sepuluh besar
negara dengan prevalensi DM tertinggi pada tahun 2030.3
24
Indonesia menduduki posisi keempat dunia setelah India, Cina, dan Amerika
dalam prevalensi DM. Pada tahun 2000 masyarakat Indonesia yang menderita DM adalah
sebesar 8,4 juta jiwa dan diprediksi akan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta
jiwa. Data ini menunjukkan bahwa angka kejadian DM tidak hanya tinggi di negara maju
tetapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 menunjukkan bahwa secara nasional, prevalensi
DM berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan adanya gejala adalah sebesar 1,1%.
Sedangkan prevalensi berdasarkan hasil pengukuran kadar gula darah pada penduduk
usia lebih dari lima belas tahun di daerah perkotaan adalah sebesar 5,7% (Depkes, 2008).
Pada riset kesehatan dasar (RISKESDAS) terbaru pada tahun 2013 didapatkan bahwa
proporsi Diabetes Melitus meningkat hamper dua kali lipat dibandingkan tahun 2007

26
27

yaitu mencapai 2,1%.3,4


25
2.1.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2
2.1.4.1 . Usia
28
Diabetes Melitus seringkali ditemukan pada masyarakat dengan usia tua karena
pada usia tersebut, fungsi tubuh secara fisiologis menurun dan terjadi penurunan sekresi
atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendallian glukosa
darah yang tinggi kurang optimal.
29
Penelitian dengan desain kros seksional oleh Shara Kurnia Trisnawati dan
Seodijono Setyorogo di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat pada tahun
2012, dari 50 orang responden didapatkan 18 orang berusia < 45 tahun dan 32 orang
berusia 45

30

tahun. Dari 18 orang yang berusia < 45 tahun, didapatkan 7 orang (38,9%) yang

memiliki penyakit Diabetes Melitus dan sisanya sebanyak 11 orang (61,1%) tidak
memiliki penyakit Diabetes Melitus. Dari 32 orang yang berusia 45 tahun ditemukan 24
orang (75,0%) memiliki penyakit riwayat Diabetes Melitus dan sisanya sebanyak 8 orang
(25,0%) tidak memiliki riwayat penyakit Diabetes Melitus. Dapat disimpulkan memiliki
hubungan bermakna antara kejadian Diabetes Melitus dengan usia ( p value 0,026 , odd
ratio 0,212, dan 95% CI 0,61-,0733 )5
31
Dari hasil penelitian kasus kontrol oleh I Gusti Made Geria Jelantik dan Hj. Erna
Haryati di Puskesmas Mataram pada bulan Oktober tahun 2013, didapatkan kelompok
kasus sebagian besar mempunyai usia 40 tahun yaitu sebanyak 45 orang (90,0%)
dengan usia paling tinggi 82 tahun dan yang berusia 40 tahun sebanyak 5 orang
(10,0%) dengan usia paling rendah 24 tahun, sedangkan pada kelompok kontrol sebagian
besar memiliki usia 40 tahun sebanyak 28 orang (56,0%) dengan usia paling tinggi 80
tahun dan yang berusia 40 tahun berjumlah 22 orang (44,0%) dengan usia paling
rendah 17 tahun. Berdasakran hasil penelitian disimpulkan hubungan faktor riskio usia
dengan kejadian Diabetes Melitus tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Mataram tahun

33

2012 didapat bahwa sebagaian besar responden mempunyai usia 40 tahun.6


32
2.1.4.2. Jenis Kelamin
34
Jenis kelamin adalah perbedaan seks yang di dapat sejak lahir yang dibedakan
antara laki-laki dan perempuan.Baik pria maupun wanita memiliki risiko yang sama
besar untuk mengidap diabetes sampai usia dewasa awal. Setelah usia 30 tahun,
wanita memiliki risiko yang lebih tinggi dibanding pria.7
35
Menurut Damayanti wanita lebih berisiko mengidap

diabetes karena

secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih
besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca-menopouse yang
membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal
tersebut sehingga wanita berisiko menderita Diabetes Melitus tipe 2. Proporsi DM lebih
tinggi pada wanita sebesar 53.2% dibanding laki-laki sebesar 6.8%.7
36
Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi diabetes melitus tipe 2 pada laki-laki
sebesar 4,9% sedangkan pada permpuan 6,4% (Balitbangkes, 2008).Penelitian yang
dilakukan

37

oleh Rumiyanti tahun 2008, mendapatkan sebanyak 67,0% wanita menderita

Diabetes Melitus sedangkan laki-laki 33,0% namun tidak ditemukan hubungan yang
signifikan. Sedangkan penelitian lain yang dilakukanoleh Hermita (2006), berhasil
menemukan hubungan yang signifikan kejadian diabetes melitus dengan jenis kelamin
dengan OR 1,35, artinya perempuan lebih mudah untuk menderita Diabetes Melitus 1,35

39

kali dibanding laki-laki.8


38
2.1.4.3. Riwayat Diabetes Melitus pada Keluarga
40
Diabetes Melitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Adanya riwayat
Diabetes Melitus dalam keluarga terutama orang tua dan saudara kandung memiliki risiko
lebih besar terkena penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak
menderita diabetes. Ahli menyebutkan bahwa Diabetes Melitus merupakan penyakit yang
terpaut kromosom seks atau kelamin. Umumnya laki-laki menjadi penderita
sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang membawa gen untuk
diwariskan kepada anak-anaknya.
41
Dari hasil penelitian kross seksional menurut Shara Kurnia Trisnawati dan
Soedijono Setyorogo antara riwayat kesehatan dengan kejadian penyakit Diabetes
Melitus tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat pada tahun 2012
bahwa ada hubungan yang signifikan ( p value 0,038, , OR 4,19; 95%, CI 1,246-14,08).
Sebagian besar responden memiliki riwayat Diabetes Melitus keluarga. Terdapat 22
(75,9%) responden dengan riwayat Diabetes Melitus keluarga, sebagian besar hubungan
responden adalah dengan orang tua. Responden yang memiliki keluarga dengan Diabetes
Melitus harus waspada. Risiko menderita Diabetes Melitus bila salah satu orang tuanya
menderita Diabetes Melitus adalah sebesar 15%.5
42
Jika kedua orang tua memiliki DM maka risiko untuk menderita DM adalah 75%
(Diabates UK, 2010). Risiko untuk mendapatkan Diabetes Melitus dari ibu lebih besar
10-30% dari pada ayah dengan diabetes melitus. Hal ini dikarenakan penurunan gen
sewaktu dalam kandungan lebih besar dari ibu. Jika saudara kandung menderita diabetes
melitus DM maka risiko untuk menderita DM adalah 10% dan 90% jika yang menderita
adalah saudara kembar identik (Diabetes UK, 2010). Bagi masyarakat yang memiliki
keluarga yang menderita DM, harus segera memeriksa kadar gula darahnya karena risiko

43

menderita DM besar. Dari hasil penelitian oleh Zahtamal, Fifia Chandra, Suyanto,

dan Tuti Restuastuti dengan menggunakan desain kasus kontrol di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau didapatkan, analisis data dengan menggunakan uji korelasi spearmans rho
diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna secara statistik antara riwayat keluarga
menderita Diabetes Melitus dengan kejadian Diabetes Melitus (p = 0,001). Pendugaan
faktor risiko riwayat keluarga dengan Diabetes Melitus didapatkan OR sebesar 3,75
(probabilitas untuk terjadinyad Diabetes Melitus pada orang dengan tidak ada riwayat
keluarga menderita Diabetes Melitus dan ada riwayat keluarga adalah lebih kurang 1
banding 4. Selanjutnya PAR diperoleh nilai sebesar 0,73 (sekitar 73% kasus Diabetes
Melitus dapat dicegah dengan memperhatikan faktor risiko adanya riwayat keluarga

45

menderita Diabetes Melitus).9


44
2.1.4.4. Merokok
46
Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit DM Tipe 2. Asap
rokok dapat meningkatkan kadar gula darah, dan nikotin dapat merangsang kelenjar
adrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa. Merokok juga merupakan faktor risiko
terjadinya DM tipe 2. Merokok dapat menurunkan aksi insulin atau menyebabkan
resistensi insulin. Menghentikan merokok akan menyebabkan peningkatan berat badan
dan kemungkinan terjadi obesitas, dimana obesitas ini merupakan faktor risiko untuk
terjadinya DM tipe 2. Walaupun menghentikan rokok mengakibatkan terjadinya
peningkatan berat badan tetapi rasio lingkar pinggang dan pinggul menurun dibandingkan
waktu merokok.10
47
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, yang dilakukan oleh kementerian kesehatan
didapatkan 24,3% penduduk Indonesia yang masih merokok setiap hati. Nikotin yang
dikenal sebagai bahan aktif utama pada rokok bertanggung jawab sebagai penyebab dari
asap rokok terhadap perkembangan DM tipe 2, diikuti oleh peran nicotinic acetylcholine
receptors (nAChRs) dan mekanisme mekanisme potensial kompleks lainnya. Pengaruh
nikotin terhadap insulin yaitu penurunan pelepasan insulin, pengaruh negatif pada kerja
insulin, gangguan sel pankreas dan perkembangan resistensi insulin 3
48
Setelah bertahuntahun, pengumpulan data penelitian menunjukkan bahwa
perokok yang merokok dalam waktu yang lama mempunyai risiko yang lebih tinggi juga
untuk mengalami resistensi insulin. Pada pasien diabetes, diketahui merokok
memperburuk
10

49

kontrol metabolik. Dapat dibuktikan bahwa untuk kontrol metabolik pada pasien

yang merokok membutuhkan dosis insulin yang lebih besar dibanding pasien diabetes
yang bukan perokok.10
50
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Radio Putro Wicaksono terhadap faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 pada pasien di rumah sakit Kariadi
pada tahun 2011 didapatkan hasil p = 0,08 dengan odd ratio 2,9 yang berarti bahwa orang
yang memiliki kebiasaan merokok memiliki risiko 3 kali terjadinya DM tipe 2
dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki kebiasaan merokok meskipun secara
statistik tidak bermakna. 11
51
Berdasarkan penelitian kross seksional yang dilakukan Anugrah dan kawankawan terhadap hubungan obesitas, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok dengan
penyakit Diabetes Melitus tipe 2 pada pasien rawat jalan rumah sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makasar pada tahun 2013 didapatkan tidak adanya hubungan bermakna

53

antara jumlah rokok dan lama merokok dengan Diabetes Melitus tipe 2.12
52
2.1.4.5. Dislipidemia
54
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serta penurunan
kadar kolesterol HDL. Kadar kolestrol yang tinggi berisiko terhadap penyakit DM Tipe 2.
Kadar kolestrol tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas sehingga terjadi
lipotoksisitas. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel beta pankreas yang
akhirnya mengakibatkan DM Tipe 2 Berdasarkan Riskesdas 2013 didapatkan persentasi
dislipidemia untuk penduduk Indonesia dengan populasi berusia 15 tahun keatas ialah
35,9% dengan hiperkolesterol, 22,9% dengan HDL rendah, 15,9% dengan LDL tinggi,
11,9% dengan trigliserida tinggi.12
55
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Radio Putro Wicoksono mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 pada pasien di rumah sakit Kariadi
pada tahun 2011 didapatkan hasil analisis odds ratio (OR) sebesar 1,71 dan nilai p=0,371.
Hal ini menunjukan bahwa orang yang memiliki riwayat dislipidemia mempunyai risiko
2 kali terjadi DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat

11

56

dislipidemia meskipun secara statistik tidak bermakna.11 Berdasarkan penelitian

kross seksional yang dilakukan Anugrah dan kawan-kawan terhadap hubungan obesitas,
aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok dengan penyakit Diabetes Melitus tipe 2 pada
pasien rawat jalan rumah sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar pada tahun 2013
didapatkan nilai p = 0,038 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara kadar
kolestrol dengan kejadian DM tipe 2. Hal ini sesuai pula dengan penelitian yang
dilakukan Andi dan kawan-kawan di Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makasar pada tahun 2007 dimana hasil penelitian menunjukan bahwa kolestrol tinggi
memiliki hubungan dengan kejadian DM tipe 2. Orang dengan kolestrol tinggi memiliki
risiko 13,45 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan yang kadar kolestrolnya
normal.12
57
58

2.1.4.6 Aktivitas Fisik


59
Seperti yang telah diketahui aktivitas adalah kegiatan yang dilakukan setiap orang
atau individu dalam kegiatan sehari-hari. Aktivitas fisik yang dilakukan oleh masyarakat
dapat bervariasi mulai dari aktifitas ringan hingga berat baik pada aktivitas sebagai
pekerjaan ataupun tambahan dan kesenangan seperti olahraga. Aktivitas fisik telah
banyak dikaitkan dengan kebugaran jasmani, namun tidak seluruh masyarakat yang
melakukan aktivitas fisik yang cukup. Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah.
Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik
mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan
berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh
tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak
mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM Menurut riset
Riskesdas 2013 didapatkan 21,6% penduduk Indonesia pada populasi diatas 10 tahun
memiliki aktivitas fisik yang kurang.12
60
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Radio Putro Wicoksono mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 pada pasien di rumah sakit Kariadi
pada tahun 2011 didapatkan nilai p = 0,038 dan odd ratio 3,00 yang berarti adanya
hubungan bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian DM yaitu bahwa orang yang
kurang olahraga memiliki risiko 3 kali terjadi DM tipe 2 dibandingkan dengan orang
yang cukup
12

61

olahraga.11 Berdasarkan penelitian cross sectional yang dilakukan Anugrah dan

kawan-kawan terhadap hubungan obesitas, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok dengan
penyakit Diabetes Melitus tipe 2 pada pasien rawat jalan rumah sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makasar pada tahun 2013 didapatkan nilai p = 0,08 yang berarti ada
hubungan antara aktivitas fisik dengan diabetes melitus tipe 2.12
62
Berdasarkan penelitian cross sectional yang dilakukan Shara Kurnia Trisnawati dan
Soedijono Setyorogo faktor risiko kejadian diabetes melitus tipe II di puskesmas

Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat tahun 2012 didapatkan nilai p = 0,038 yang berarti
ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM Tipe 2. Orang
yang aktivitas fisik sehari-harinya berat memiliki risiko lebih rendah untuk menderita

64

DM Tipe 2 dibandingkan dengan orang yang aktifitas fisik sehari-harinya ringan.5


63
2.1.4.7 Hipertensi
65
Mutmainah, Karanganyar (2013) meneliti bahwa terdapat hubungan antara
hipertensi dengan Diabetes Melitus tipe 2 dengan nilai p=0,015 ( 0,05). Hipertensi
merupakan faktor risiko terjadinya Diabetes Melitus dimana hipertensi mampu membuat
sel tidak sensitif terhadap insulin yang juga disebut sebagai resistensi insulin. Padahal
insulin berperan meningkatkan ambilan glukosa di banyak sel dan dengan cara ini juga
mengatur metabolisme karbohidrat, sehingga jika terjadi resistensi insulin oleh sel, maka
kadar gula di dalam darah juga mengalami gangguan. Pada pasien DM tipe 2,
hiperglikemia yang tejadi sering dikaitkan dengan hiperinsulinemia. Kadar insulin
berlebih tersebut menimbulkan peningkatan retensi natrium oleh tubulus ginjal yang
dapat menyebabkan hipertensi.13
66
Shara dkk, Jakarta Barat (2012) menilai pada penelitiannya bahwa ada hubungan
yang bermakna antara hipertensi dengan diabetes melitus tipe 2, yaitu orang yang
memang sudah menderita hipertensi memiliki risiko 1,5 kali lebih besar untuk mengalami
diabetes dibanding yang tidak. Beberapa literatur juga mengatakan bahwa hipertensi
terkait dengan resistensi insulin dalam hal penebalan pembuluh darah arteri yang
menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit. Hal ini kemudian
menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam darah menjadi terganggu.5 Pada
penelitian Putro, Semarang (2011) ditemukan bahwa hubungan yang ada kurang
bermakna secara statistik

13

67

antara hipertensi dengan diabetes melitus tipe 2. Hipertensi tersebut muncul

bersamaan atau mungkin malah mendahului munculnya diabetes. Hal ini disebabkan
pada penderita hipertensi sering ditemukan adanya sekumpulan kelainan lainnya seperti
obesitas sentral, dislipidemia, hiperurisemia, dan resistensi insulin yang disebut sebagai
sindroma metabolik. Sehingga dari penelitian Putro (2011) disimpulkan bahwa pada
hipertensi esensial terdapat suatu keadaan resistensi insulin.11
68
Trisnawati dkk, Denpasar (2013) menemukan dalam penelitiannya suatu kondisi
dimana hipertensi tidak terbukti meningkatkan faktor risiko DM tipe 2. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh penderita hipertensi sudah mendapatkan pengobatan. Pada
penelitiannya ditemukan responden mengkonsumsi kaptopril, dimana menurut penelitian
Hasson terdapat efek penurunan risiko terjadinya diabetes pada pasien hipertensi yang
mengkonsumsi kaptopril.14
69
Pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2 sering dijumpai pula hipertensi saat
pemeriksaan. Ada pula yang memang sudah menderita hipertensi lalu diketahui
menderita diabetes kemudian. Ada beberapa literatur yang membahas tentang hubungan
keduanya. Ada hasil penelitian yang mendukung adanya hubungan signifikan, namun ada
pula yang berpendapat dari hasil penelitiannya bahwa hubungan yang terjadi kurang
signifikan.
70
Hipertensi sendiri adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari atau sama
dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolic lebih dari atau sama dengan 90 mmHg
dalam 2 kali pengukuran dengan jarak minimal 10 menit. Tekanan sistolik berkaitan
dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi, sedangkan tekanan darah
diastolik berkaitan dengan tekanan arteri pada saat jantung relaksasi diantara dua denyut
jantung. Dari hasil pengukuran tekanan sistolik memiliki nilai lebih besar dari tekanan

72

diastolik.13
71
2.1.4.8 Tingkat Pendidikan
73
Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kecepatan seseorang secara
intelektual dan emosional kearah dalam sesama manusia. Pendidikan juga diartikan
sebagai suatu usaha sendiri untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam
dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan seseorang merupakan
salah satu proses

14

74

perubahan tingkah laku,semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam

memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin diperhitungkan.


75
Menurut azwar (1983), pendidikan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berprilaku baik,
sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.
76
Dengan pendidikan yang tinggi seseorang diharapkan dapat berprilaku sehat yaitu
mencegah penyakit diabetes melitus pada dirinya dan menghindari faktor-faktor risiko
diabetes melitus. Orang yang memiliki pendidikan tinggi mempunyai hubungan yang
signifikan untuk tidak mengalami kejadian diabetes melitus dibanding orang yang
berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena orang yang berpendidikan tinggi lebih
mengetahui faktor-faktor risiko diabetes sehingga dapat berjaga-jaga untuk tidak terkena
diabetes melitus.7
77
Berdasarkan data Riskesdas 2007, menyatakan bahwa prevalensi diabetes melitus
bervariasi pada setiap tingkat pendidikan, pada kelompok tidak sekolah prevalensi
diabetes sangat besar yaitu 8,9%, tidak tamat SD sebesar 8,0%, tamat SD sebesar 5,5%,
tamat SMP sebesar 4,4%, tamat SMA sebesar 4,9%, dan tamat perguruan tinggi (PT)

79

sebesar 5,6% (Balitbangkes, 2008).8


78
2.1.4.9 Obesitas
80
Trisnawati dkk, Denpasar (2013) mengatakan dalam penelitiannya bahwa pasien
dengan obesitas berdasarkan lingkar pinggang berkontribusi menentukan beratnya risiko
seseorang menderita diabetes melitus tipe 2. Pada penelitian ini ditinjau obesitas melalui
indeks massa tubuh (IMT) dan melalui lingkar pinggang. Dikatakan obesitas bila lingkar
pinggang pada wanita lebih atau sama dengan 80 cm dan 90 cm pada laki-laki. Obesitas
berdasar IMT menggunakan batasan obesitas dan tidak obesitas pada nilai 25 kg/m2.
81
Melalui pengukuran obesitas berdasar pengukuran lingkar pinggang dapat
dijelaskan tentang obesitas sentral khususnya di perut dimana pada pengukuran ini lebih
sensitif dalam memprediksi gangguan akibat resistensi insulin pada diabetes melitus tipe
2.
82

Sedangkan pada pengukuran obesitas berdasar IMT pada penelitian Trisnawati

dkk, Denpasar (2013) menjadi agak rancu karena mayoritas responden adalah usia lanjut
sehingga pengukuran bentuk dan proporsi tubuh tidak bisa menggambarkan kondisi

15

83

obesitas yang sebenarnya. Hal ini juga terjadi pada atlet yang memiliki massa otot

lebih dibanding orang normal. Trisnawati dkk, Denpasar (2013) berpendapat bahwa
obesitas berhubungan dengan munculnya kejadian diabetes melitus tipe 2. Oleh karena
itu kejadian obesitas di masyarakat perlu diturunkan dengan memperbaiki gaya hidup dan
pola makan sehari-hari.14
84
Shara dkk, Jakarta Barat (2012) melalui penelitian kros seksionalnya pada
Puskesmas Kecamatan Cengkareng berpendapat bahwa diabetes melitus merupakan
masalah kesehatan yang besar dan menemukan bahwa IMT (indeks massa tubuh)
merupakan variabel yang sangat memiliki hubungan dengan kejadian diabetes melitus
tipe 2 dengan p value 0,006, OR 0,14%. Juga didapatkan bahwa orang yang memiliki
obesitas lebih berisiko 7,14 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan orang
yang tidak obesitas yang memiliki IMT normal.5
85
Sunjaya dkk, Tabanan (2009) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa individu
yang mengalami obesitas mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk terkena diabetes
melitus dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami obesitas.15
86
Menurut Irawan dkk, Jakarta (2010) sebesar 22,6% kasus DM tipe 2 di populasi
dapat dicegah jika obesitas sentral diintervensi.16
87
Teixeria-Lemos dkk, USA (2011) meneliti bahwa adanya pengaruh indeks massa
tubuh terhadap diabetes melitus disebabkan oleh meningkatnya asam lemak atau free
fatty acid (FFA) dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menurunkan translokasi transporter
glukosa ke membrane plasma, dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada
jaringan otot dan adiposa.17
88
Wicaksono RP, Semarang (2011) juga menunjukkan adanya hubungan obesitas
dengan kadar gula darah dimana tingginya prevalensi toleransi glukosa terganggu pada

90

anak dan remaja yang mengalami obesitas, tanpa tergantung kelompok etnisnya.11
89
2.1.4.10 Pola Makan
91
Menurut penelitian Sartika dkk, Manado (2013) penyakit diabetes melitus yang
merupakan penyakit degeneratif adalah penyakit yang tingkat kejadiannya sangat terkait
dengan pola makan, dimana pola makan sendiri merupakan gambaran mengenai macam,
jumlah, dan komposisi makanan yang dikonsumsi seseorang. Sartika dkk, Manado (2013)

16

92

dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat hubungan antara pola makan

dengan kejadian diabetes melitus tipe 2 dengan nilai p 0,00 ( 0,05). Penelitian tersebut
menerangkan bahwa gaya hidup modern kini yang menyediakan banyak pilihan menu
makanan tinggi gula, tinggi garam, dan tinggi lemak dapat meningkatkan kadar gula
darah seseorang. Gaya hidup perkotaan modern lain adalah seringnya menghadiri resepsi
atau pesta yang membuat seseorang cenderung mengkonsumsi makanan dengan porsi
secara berlebihan yang diketahui sebelumnya bahwa makanan porsi besar dapat
meningkatkan kadar gula darah secara mendadak. Hal-hal ini bisa ditangani antara lain
dengan mengatur jadwal makan yang teratur baik makan pagi, makan siang, dan makan
malam, dimana makanan dalam porsi kecil dalam waktu tertentu akan membantu
mengontrol gula darah. Tentunya dengan memperhatikan jenis makanannya juga.18
93
Menurut penelitian Rahmawati dkk, Makassar (2011), pola makan pada
perempuan cenderung lebih berisiko dalam menyebabkan timbulnya diabetes melitus tipe
2 dibanding pria. Hal ini terjadi karena jenis makanan yang suka dikonsumsi perempuan
biasanya cenderung meliputi makanan mengandung cokelat, gula, dan jajanan-jajanan
siap saji.19
94
Nurrahmani, Yogyakarta (2012) mengungkapkan bahwa makanan memegang
peranan dalam peningkatan kadar gula darah dimana pada proses makan, makanan
dicerna dalam saluran cerna dan kemudian akan diubah menjadi suatu bentuk gula yang
disebut glukosa. Maka pola makan dan nutrisi tidak baik yang terus menerus terjadi dapat
memperbesar risiko timbulnya diabetes melitus tipe 2. Pola makan yang tidak baik
tersebut perlu ditinjau dari pola yang tidak ideal pada jenis makanan, frekuensi makan,
kebiasaan makan tidak tepat waktu, dan makan dengan porsi yang tidak terkontrol.20
95
Putro, Semarang (2011) menemukan perbedaan pada penelitiannya bahwa
menurut teori seringnya mengkonsumsi makanan atau minuman manis dapat
meningkatkan risiko terkena diabetes melitus tipe 2 dibandingkan yang jarang, namun
pada hasil penelitiannya terdapat hubungan yang secara statistik kurang bermakna.11

17

96

2.2 Kerangka Teori

18

97

19

98
99

Usia

100
101
102
103
104
105
106
107
108

Tingkat
Pendidikan

Jenis Kelamin
Riwayat
Diabetes
Keluarga

Diabetes Melitus
Tipe 2

Obesitas

109
110

Merokok

111

112
113

Hipertensi

19

114 Bab III


115 Metodologi Penelitian
116
117

3.1. Desain Penelitian


118

Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif dengan pendekatan

cross-sectional terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diabetes Melitus


tipe 2 pada pasien poliklinik penyakit tidak menular di Puskesmas Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat periode November 2015.
119
120

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


121

Penelitian ini dilaksanakan di poliklinik penyakit tidak menular Puskesmas

Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode November 2015.


122
123

3.3. Sumber Data dan Instrumen Penelitian

124

3.3.1. Data Primer


125

Data primer didapatkan dengan memakai bantuan kuesioner, yang diberikan

kepada pasien poliklinik penyakit tidak menular di Puskesmas Kecamatan Grogol


Petamburan, Jakarta Barat periode November 2015.
126

3.3.2. Data Sekunder


127

Data sekunder didapatkan dengan mengobservasi rekam medis pada saat

pemeriksaan oleh dokter di poliklinik penyakit tidak menular Puskesmas Kecamatan


Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode November 2015.
128
129

3.4. Populasi

130

3.4.1. Populasi Target

Pasien yang berobat.

131
132

3.4.2. Populasi Terjangkau

Pasien yang berobat pada poliklinik penyakit tidak menular Puskesmas Kecamatan
Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode November 2015.

20

133

3.5. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

134

3.5.1. Kriteria Inklusi

Pasien dewasa berusia 18 tahun yang berobat di poliklinik penyakit tidak menular
Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode November 2015.

135
136

3.5.2. Kriteria eksklusi

Pasien yang tidak bersedia menjadi responden penelitian.

Pasien yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.

Pasien seorang wanita yang sedang hamil.

Pasien dengan komplikasi atau penyakit berat lainnya.

137
138

3.6. Sampel

139

3.6.1. Perhitungan Besar Sampel


140

Besar Sampel

141

Perhitungan besar sampel berdasarkan rumus:


N = (Z)2pq

142
143

144

L2

Keterangan:
145

N1 = Jumlah sampel minimal


N2

Jumlah sampel ditambah substitusi 10 % (substitusi adalah

persen responden yang dieksklusikan).


146

147
148

Tingkat batas kemaknaan, dengan = 5 %.


Didapatkan Z pada kurva normal = 1,96.

149

Proporsi penyakit/masalah yang diteliti dari kepustakaan.


Bersumber dari Pusat Data dan Informasi Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan :

Proporsi pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan hipertensi sebesar

25,8%
Proporsi pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan kebiasaan merokok

sebesar 24,3%.
150Bersumber dari Pusat Data dan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007
menunjukan :
21

Proporsi pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan usia 45-54 tahun


sebesar 14,7%.

151

152

L = Presisi 10%

153

(1-p)

Berdasarkan rumus terhadap proporsi pasien Diabetes Melitus tipe 2

dengan hipertensi didapatkan angka :


154

N1= (1,96)2. 0,258. 0,742= 73,54


155

(0,10)2 0,01

156

N =73,54

157

N2= 73,54 + ( 10% . 73,54 ) = 80,89 = 81

158

Berdasarkan rumus terhadap proporsi pasien Diabetes Melitus tipe 2

dengan kebiasaan merokok didapatkan angka :


159

N1= (1,96)2. 0,243. 0,757= 70,66


160

(0,10)2 0,01

161

N =70,66

162

N2= 70,66 + ( 10% . 70,66 ) = 77,72 = 78

163

Berdasarkan rumus terhadap proporsi pasien Diabetes Melitus tipe 2

dengan usia 45-54 tahun didapatkan angka :


164

N1= (1,96)2. 0,147. 0,853= 48,17


165

168

(0,10)2 0,01

166

N =48,17

167

N2= 48,17 + ( 10% . 48,17 ) = 52,98 = 53

Jadi untuk mendapatkan data yang maksimal dan menjaga kemungkinan adanya

subjek penelitian yang drop out maka diambil jumlah sampel terbanyak yaitu 81 orang.
169
170

3.6.2. Teknik Pengambilan Sampel


171

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik

consecutive sampling.
172

3.7. Cara Kerja


a

Peneliti mengumpulkan bahan ilmiah dan merencanakan desain penelitian.

Peneliti membuat kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data.

22

Peneliti melapor, meminta ijin dan persetujuan dari kepala puskesmas untuk melakukan
penelitian terhadap pasien Poliklinik Penyakit tidak Menular Puskesmas Kecamatan
Grogol Petamburan Jakarta Barat.

Peneliti melakukan pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian


berupa kuesioner yang telah diuji coba dan rekam medis. Kuesioner digunakan untuk
mengukur variabel bebas. Rekam medik digunakan untuk melihat informasi diagnosa
dokter atas responden.

Peneliti melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data.

Penulisan laporan penelitian.

Pelaporan penelitian
h
i
j

3.8. Identifikasi Variabel

k Dalam penelitian ini digunakan variabel tergantung (dependen) dan variabel bebas
(independen). Variabel tergantung berupa kejadian Diabetes Melitus tipe 2. Variabel bebas
berupa jenis kelamin, usia, riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga, merokok, obesitas,
hipertensi, dan tingkat pendidikan.
l
m 3.9. Definisi Operasional
n 3.9.1 Subjek Penelitian
o Semua pasien yang berobat pada Poliklinik Penyakit tidak Menular Puskesmas
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, periode November 2015.
p
q 3.9.2. Jenis Kelamin
r

Definisi

: Perbedaan alat kelamin yang didapat sejak lahir

yang dibedakan antara laki-laki dan perempuan. (Sri Wahyuni,


2010)
s

Cara pengukuran

: Dilakukan pengumpulan data menggunakan kuesioner

berdasar
t

data identitas pasien yang didapat dari KTP (kartu tanda

pengenal)

23

pasien.

Alat ukur

: Kuesioner

Skala ukur

: Nominal

23

Tabel 3.9.2.1 Definisi Operasional Kategori Jenis Kelamin


y Kategori Jenis Kelamin
aa Perempuan

z Koding
ac 1

ab Laki-laki
ae
ag 3.9.3. Usia
ah

ad 0
af

Definisi

: Usia adalah satuan waktu yang mengukur lamanya

hidup
ai

seseorang sejak orang tersebut dilahirkan sampai saat

penelitian dilakukan, dihitung dari tanggal, bulan, dan tahun


penelitian dikurangi tanggal, bulan, dan tahun lahir yang tertera di
KTP. Bila terdapat kelebihan usia kurang dari 6 bulan dibulatkan
kebawah, dan bila terdapat kelebihan usia lebih atau sama dengan
6 bulan dibulatkan keatas. (Chaniago, 2002)
aj

Cara pengukuran

: Dilakukan pengumpulan data menggunakan kuesioner

ak

berdasar data identitas tanggal lahir pasien yang didapat

dari KTP (kartu tanda pengenal) pasien.


al

Alat ukur

: Kuesioner

am

Skala ukur

: Nominal

an
ao

Tabel 3.9.3.1 Definisi Operasional Kategori Usia


ap Kategori Usia
ar 40 tahun

aq Koding
at 1

as <40 tahun
av
ax 3.9.4. Riwayat Diabetes Keluarga
ay

Definisi

au 0
aw

: Riwayat memiliki Diabetes Melitus yang berasal

dari satu garis


az

keturunan langsung yang terdiri dari tiga generasi.

(Kuncoro, 1990)
ba

Cara pengukuran

Dilakukan

pengumpulan

data

menggunakan kuesioner terhadap pasien mengenai riwayat


anggota

keluarga

seperti

kakek,

nenek,

ayah,

ibu,

dan

24

saudara/saudari kandung pasien yang menderita penyakit Diabetes


Melitus.

24

bb

Alat ukur

bc

: Kuesioner

Skala ukur

: Nominal

bd
be

Tabel 3.9.4.1 Definisi Operasional Kategori Riwayat

Diabetes Melitus Keluarga


bf Kategori Riwayat Diabetes Keluarga
bh Tidak ada

bg Koding
bj 0

bi Ada

bk 1

bl
bm 3.9.5. Merokok
bn

Definisi

: Merupakan sebuah kegiatan yang sering dilakukan

dalam
bo

kehidupan masyarakat berupa menghisap rokok atau

menghisap

gulungan

tembakau

yang

dibungkus

dengan

menggunakan daun nipah ataupun kertas. (Bustan MN, 2000)


bp

Cara pengukuran

Dilakukan

menggunakan kuesioner mengenai

pengumpulan

data

banyaknya konsumsi dan

frekuensi merokok pada pasien.


bq

Konsumsi pasien terhadap rokok diberikan skoring sebagai berikut :

br

Tabel 3.9.5.1 Skor Frekuensi Merokok


bs Frekuensi Merokok

bt Skor

bu Tidak pernah

bv 0

bw Jarang

bx 1

by 3 kali seminggu

bz 2

ca Sering

cb 3

cc
cd

Tabel 3.9.5.2 Skor Jumlah Rokok


ce Jumlah Rokok

cf Skor

cg <10

ch 1

ci 10-20

cj 2

ck >20

cl 3

cm
25

cn
co

Alat ukur
Skala ukur

: Kuesioner

: Ordinal

25

cp

Tabel 3.9.5.3 Definisi Operasional Kategori Merokok


cq Kategori

cr Skor

cs Koding

Merokok
ct Tidak merokok
cw Merokok ringan
cz Merokok

cu 0
cx 2
da 3-4

cv 0
cy 1
db 2

sedang
dc Merokok berat

dd 5-6

de 3

df
dg 3.9.6 Obesitas
dh

Definisi
di

: Kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan


trigliserida yang berlebihan dalam jaringan lemak di bawah

kulit dan dalam organ tubuh. (Misnadiarly, 2007)


dj
-

Cara pengukuran

Mengukur berat badan : pasien menaiki timbangan tanpa menggunakan alas kaki,
jaket, topi, maupun membawa barang. Pasien tidak berpegangan pada apapun
disekitarnya. Peneliti melihat angka yang ditunjukkan oleh jarum pada timbangan
berat badan lalu mencatatnya.

Mengukur tinggi badan : pasien berdiri membelakangi tembok dengan bahu, pinggul,
dan tumit menempel pada tembok. Kepala pasien tegak dengan pandangan lurus
kedepan. Lalu peneliti menarik microtoise hingga menyentuh titik tertinggi pada
kepala. Peneliti melihat angka nilai pada microtoise sejajar dengan matanya.

Mengukur indeks massa tubuh : pengukuran menggunakan kalkulator dengan rumus


berat badan dibagi tinggi badan kuadrat (tinggi badan dihitung dalam satuan meter)

dk

Alat ukur

o stadiometer untuk mengukur berat badan


o microtoise untuk mengukur tinggi badan
o tabel klasifikasi IMT menurut WHO untuk regional Asia Pasifik tahun 2011
o kalkulator
dl

Skala ukur

: Ordinal

26

dm

Tabel 3.9.6.1 Definisi Operasional Kategori Obesitas


dn Kategori

do Nilai

dp Kode

Obesitas
dq Kurang
dt Normal

IMT
dr <18,5
du 18,5-

ds 0
dv 1

dw Pre obesitas

22,9
dx 23-

dy 2

dz Obesitas 1

24,9
ea 25-

eb 3

ec Obesitas 2

29,9
ed 30

ee 4

ef
eg 3.9.7 Hipertensi
eh

Definisi

: Peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari atau

sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari
atau sama dengan 90 mmHg. (The 7th report of the Joint National
Committee, 2003)
Cara pengukuran

ei

:Mengukur tekanan darah dengan memasang

manset sfignomamometer pada lengan kiri atas pasien dan


memompa manset. Stetoskop dipasang pada lipatan lengan kiri
untuk mendengarkan denyut nadi pertama yang muncul hingga
denyut nadi yang terakhir. Pemeriksa mendengar denyut sambil
melihat garis pengukuran pada sfignomamometer sejajar dengan
mata pemeriksa.
ej

Alat ukur

o sfignomamometer dan stetoskop


o tabel klasifikasi tekanan darah menurut JNC-7 tahun 2003
ek

Skala ukur

el

Tabel 3.9.7.1 Definisi Operasional Kategori Hipertensi


em Ka

en T

teg

: Ordinal
eo

ep T

eq K

ori

sis

di

Hi

tol

as

pe

(m

to

n
27

rte

nsi

Hg

m
H
er No

es <1

rm

20

al
ew Pre

ex 12

hip

0-

ert

13

ens

i
fb Hi

fc 14

per

0-

ten

15

si

et
Da
ey
Ata

g)
eu <

ev 0

80
ez 80

fa 1

89

fd
Ata

fe 90

ff 2

99

sta
ge
1
fg Hi

fh 1

per

60

fi
Ata

fj 1

fk 3

00

ten
si
sta
ge
2

27

fl 3.9.8 Tingkat Pendidikan


fm

Definisi

: Tingkat pendidikan formal terakhir yang telah

dijalani ataupun
fn

ditamatkan responden dari suatu institusi tertentu meliputi

tidak sekolah, SD, SMP, SMA, diploma, dan perguruan tinggi.


Data didapatkan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Hasil
ukur dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.
(Qurratuaeni, 2009)
fo

Cara pengukuran

: wawancara mengenai tingkat pendidikan

terakhir yang telah dijalani dan yang telah diselesaikan.


fp

Alat ukur

: Kuesioner

fq

Skala ukur

: Ordinal

fr

Tabel 3.9.8.1 Definisi Operasional Kategori Tingkat

Pendidikan
fs Kategori

ft Tingkat

Tingkat

Pendidikan

Pendidikan

fu K
o
d
i
n

fv Rendah

fw Tidak bersekolah

g
fx 2

fy Sedang
gb Tinggi

tamat SMP
fz Tamat SMA
gc Tamat perguruan

ga 1
gd 0

tinggi
ge
gf 3.9.9 Diabetes Melitus
gg

Definisi operasional : penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena

gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. (Harrisons principles of internal
medicine, 2012)
gh

Cara pengukuran : berdasarkan observasi rekam medis didapatkan pasien telah


gi

terdiagnosis menderita Diabetes Melitus tipe 2

28

gj

Alat ukur : rekam medis

gk

Skala ukur : nominal


gl Diagnosa Diabetes
gn Tidak DM

gm Koding
gp 0

go DM

gq 1

28

gs 3.10. Manajemen Data dan Analisis Data


gt 3.10.1. Pengumpulan Data
o Data primer diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh pasien yang berobat pada
poliklinik penyakit tidak menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan,
Jakarta Barat periode November 2015.
o Data sekunder didapatkan dengan mengobservasi rekam medis pasien yang berobat
di poliklinik penyakit tidak menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan,
Jakarta Barat periode November 2015.
gu
gv 3.10.2. Pengolahan Data
gw

Data-data yang telah dikumpulkan diolah melalui proses editing, verifikasi dan

coding, kemudian data diolah dengan menggunakan program komputer yaitu program
SPSS.
gx
gy 3.10.3. Penyajian Data
gz

Data yang didapat disajikan secara tekstular dan tabular.

ha
4

Analisis Data
hb

Terhadap data yang telah diolah dilakukan analisis data sesuai dengan cara uji

statistik menggunakan uji Chi-square.


hc
5

Interpretasi Data
hd

Data diinterpretasi antara variabel-variabel yang telah ditentukan.

he
6

Pelaporan Data
hf

Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan

dipresentasikan di hadapan staf pengajar Program Pendidikan Ilmu Kedokteran


Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana pada bulan November
2015 dalam Forum Pendidikan Ilmu Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana.

29

11

Etika Penelitian
hg

Pada penelitian ini, subjek penelitian diberikan jaminan bahwa data-data yang

mereka berikan, dijamin kerahasiaannya dan berhak menolak menjadi sampel.


hh
hi 3.12. Sarana Penelitian
hj 3.12.1. Tenaga
hk

Penelitian dilakukan oleh 4 orang mahasiswa kepaniteraan ilmu kedokteran

masyarakat, dengan dibantu oleh satu orang pembimbing yaitu dosen IKM.
hl 3.12.2. Fasilitas
hm

Fasilitas yang tersedia berupa ruang perpustakaan, ruang diskusi, lembar

kuesioner, komputer, printer, program SPSS, internet, dan alat tulis.

30

hn Bab IV
ho Hasil Penelitian
hp
hq

Berdasarkan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian Diabetes Melitus tipe 2 yang dilakukan di poliklinik penyakit tidak menular Puskesmas
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode 16 - 20 November 2015, dengan jumlah
sampel adalah 82 responden diperoleh hasil sebagai berikut:
hr
hs Tabel 4.1. Sebaran Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien yang
Berobat di Poliklinik Penyakit tidak Menular Puskesmas Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat Periode 16-20 November 2015
ht Kejadian

hu Frekuensi

Diabetes

hv Persentasi
(%)

Melitus Tipe
2
hw Tidak

hx 50

hy 61

Diabetes
hz Diabetes
ic Total
if

ia 32
id 82

ib 39
ie 100

ig
ih
ii
ij
ik
il
im
in
io
ip
iq

31

ir

31

is Tabel 4.2 Sebaran Jenis Kelamin, Usia, Riwayat Diabetes Keluarga,


Merokok, Obesitas, Hipertensi dan Tingkat Pendidikan di Poliklinik
Penyakit tidak Menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta
Barat Periode 16-20 November 2015
it Variabel
iw Jenis Kelamin
iz Laki-laki
jc Perempuan
jf Usia
ji <40 Tahun
jl
40 tahun
jo Riwayat
Diabetes
Keluarga
jr Tidak Ada
ju Ada
jx Merokok
ka Tidak Merokok
kd Perokok Ringan
kg Perokok Sedang
kj Perokok Berat
km Obesitas
kp Kurang
ks Normal
kv Preobesitas
ky Obesitas 1
lb Obesitas 2
le Hipertensi
lh Normal
lk Prehipertensi
ln Hipertensi Grade 1
lq Hipertensi Grade 2
lt Tingkat
Pendidikian
lw Rendah
lz Sedang
mc
Tinggi
mf

iu Frekuensi
ix
ja 29
jd 53
jg
jj 19
jm 63
jp

iv Persentasi
(%)
iy
jb 35.4
je 64.6
jh
jk 23.2
jn 76.8
jq

js 58
jv 24
jy
kb 65
ke 4
kh 7
kk 6
kn
kq 11
kt 13
kw 18
kz 25
lc 15
lf
li 18
ll 34
lo 21
lr 9
lu

jt 70.7
jw 29.3
jz
kc 79.3
kf 4.9
ki 8.5
kl 7.3
ko
kr 13.4
ku 15.9
kx 22.0
la 30.5
ld 18.3
lg
lj 22.0
lm 41.5
lp 25.6
ls 11.0
lv

lx 51
ma 21
md 10

ly 62.2
mb 25.6
me 12.2

mg
mh
mi

32

mj Tabel 4.3 Hubungan antara Jenis Kelamin, Usia, Riwayat Diabetes pada
Keluarga, Merokok, Obesitas, Hipertensi, Tingkat Pendidikan dengan
Kejadian Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit tidak Menular Puskesmas
Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode 16 - 20 November
2015
mk Vari
abel
mq

mx Jenis
kela
min
ng Laki- laki

nn Perempuan

Usia
nz <40 tahun

ml Kejadian
DM tipe
2
mr
ms
T
D

mm
Tot

my

na

mz

nh
2

ni
9

nj

no
3

np
2

nq

oa
1

ob
2

oc
19

oh
3

oi
3

oj
63

op
4

oq
1

or
58

ow
1

ox
1

oy
24

pe
4

pf
2

pg
65

mn
U

mo

nb

nd

mp

nc
U

ne
nf
G

nu

og

40

on

ov Ada

pd Tidak
Merokok

nx
ny
D

nw
U

tahun
Riwayat DM Keluarga

oo Tidak ada

pc

nv

ot
os
U

ou
D

Merokok
ph
U

pi
0,0

pj
G

33

pk Perokok
Ringan
pr Perokok
Sedang
py Perokok
Berat
Obesitas
qf
qg Kurang

pl
2
ps
6
pz
1

pm
2
pt
1
qa
5

pn
4
pu
7
qb
6

qh
8
qo
8
qv
1

qi
3
qp
5
qw
5

qj
11
qq
13
qx
18

rb Obesitas 1

rc
1

rd
1

re
25

ri

rj
6

rk
9

rl
15

rr
1

rs
2

rt
18

rx Pre
Hipertensi

ry
2

rz
1

sa
34

se Hipertensi
St. 1

sf
1

sg
1

sh
21

sn
6

so
9

sv
2
tc
9

sw
10
td
21

tj
2

tk
51

qn Normal
qu Pre obesitas

Obesitas 2

Hipertensi
rp
rq Normal

sl
St. 2
st
ta
g
th

Hipertensi

sm
3
Tingkat Pendidikan
ss
Tinggi
su
8
Sedan
tb
1
Renda

ti
3

qk
U

ql
0,3

qm
G

ru
U

rv
0,0

rw
D

sx
U

sy
0,3

sz
G

to

33

tp Bab V
tq Pembahasan
tr
ts 5.1.1 Analisis Univariat Sebaran Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada
Pasien Poliklinik Penyakit tidak Menular Puskesmas Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat Periode 16-20 November 2015.
tt

Pada sampel yang diambil dalam penelitian ini sejumlah 82 orang didapatkan

penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan jumlah yang lebih sedikit dibanding keseluruhan
pasien. Terdapat 32 orang yang menderita Diabetes Melitus tipe 2.
tu
tv 5.1.2 Analisis Univariat Sebaran Jenis Kelamin pada Pasien Poliklinik
Penyakit tidak Menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta
Barat Periode 16-20 November 2015
tw

Pada sebaran riwayat Diabetes Melitus Tipe 2 pada keluarga, didapatkan dari 58

responden yang tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus Tipe 2 pada keluarga, sebanyak 40
responden tidak memiliki penyakit Diabetes Melitus Tipe 2. Dan dari 24 responden yang
memiliki riwayat Diabetes Melitus Tipe 2 pada keluarga, ditemukan sebanyak 14 responden
memiliki riwayat Diabetes Melitus Tipe 2.
tx

Berdasarakan tabel penyajian data hubungan jenis kelamin dengan


kejadian Diabetes Melitus Tipe 2, jumlah responden terbanyak pada jenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 53 responden sedangkan responden laki-laki sejumlah
29 responden. Dari 53 responden perempuan, terdapat 23 responden yang
memiliki penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 dan dari 29 responden laki-laki hanya
9 responden yang memiliki penyakit Diabetes Melitus Tipe 2.

ty
tz 5.1.3 Analisis Univariat Sebaran Usia pada Pasien Poliklinik Penyakit tidak
Menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat Periode
16-20 November 2015
ua

Dari 82 responden yang berobat di Poliklinik Penyakit tidak Menular


Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, menunjukkan responden berusia < 40

34

tahun sebanyak 19 responden dan sisanya sebanyak 63 responden berusia 40


tahun. Dari 19 responden yang berusia < 40 tahun terdapat 17 responden yang
tidak memiliki penyakit Diabetes Melitus Tipe 2,

34

ub sedangkan sisanya yaitu 2 responden memiliki penyakit Diabetes Melitus Tipe 2.


Dari 82 responden yang berusia > 40 tahun terdapat 33 responden yang tidak
memiliki penyakit Diabetes Melitus Tipe 2, sisanya sebanyak 30 responden
memiliki penyakit Diabetes Melitus tipe 2.
uc
ud 5.1.4 Analisis Univariat Sebaran Riwayat Diabetes Keluarga pada Pasien
Poliklinik

Penyakit

tidak

Menular

Puskesmas

Kecamatan

Grogol

Petamburan, Jakarta Barat Periode 16-20 November 2015


ue

Pada sebaran riwayat diabetes keluarga, didapatkan dari 58 responden


yang tidak memiliki riwayat diabetes keluarga, sebanyak 40 responden tidak
memiliki penyakit Diabetes Melitus Tipe 2. Dan dari 24 responden yang memiliki
riwayat diabetes keluarga, ditemukan sebanyak 14 responden memiliki Diabetes
Melitus Tipe 2.

uf
ug 5.1.5 Analisis Univariat Sebaran Merokok pada Pasien Poliklinik Penyakit
tidak Menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat
Periode 16-20 November 2015.
uh

Pada tabel 4.6, berdasarkan tabel hubungan merokok dengan kejadian Diabetes

Melitus didapatkan distribusi pasien tidak merokok berjumlah responden 65 orang dengan
presentase 79,3%, distribusi pasien perokok ringan berjumlah responden 4 orang dengan
persentase 4,9%, distribusi perokok sedang berjumlah responden 7 orang dengan persentasi 8,5%
dan perokok berat berjumlah responden 6 orang dengan persentasi 7,3%.
ui
uj 5.1.6 Analisis Univariat Sebaran Obesitas pada Pasien Poliklinik Penyakit
tidak Menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat
Periode 16-20 November 2015.
uk

Pada penyajian data penderita obesitas berikut menggunakan pengklasifikasian

obesitas berdasarkan nilai IMT (indeks massa tubuh) Asia Pasifik yang terdiri dari lima
tingkatan, yaitu : kurang, normal, pre obesitas, obesitas stage 1 dan obesitas stage 2. Jumlah
pasien terbanyak terletak pada tingkatan obesitas 1 dengan jumlah 25 pasien. Namun yang
mengidap Diabetes Melitus Tipe 2 hanya 10 diantaranya. Tingkatan obesitas terberat yaitu

35

obesitas stage 2 diisi oleh 15 pasien dimana 9 diantaranya merupakan penderita Diabetes Melitus
Tipe 2.

35

ul 5.1.7 Analisis Univariat Sebaran Hipertensi pada Pasien Poliklinik Penyakit


tidak Menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat
Periode 16-20 November 2015.
um

Untuk penyajian data penderita hipertensi pada tabel didasarkan pada konsensus

JNC-7 (Joint national Committee-7) dimana terdiri dari empat tingkatan, yaitu : normal, pre
hipertensi, hipertensi stage 1 dan hipertensi stage 2. Jumlah pasien terbanyak terletak pada
tingkatan pre hipertensi dimana pasien dengan tekanan darah sistol diatas dan sama dengan 120
serta tekanan diastol diatas dan sama dengan 80 sudah terhitung masuk dalam kategori ini.
Tingkatan hipertensi terberat yaitu hipertensi stage 2 diisi oleh 9 pasien dimana 6 diantaranya
merupakan penderita Diabetes Melitus Tipe 2.
un
uo 5.1.8 Analisis Univariat Sebaran Tingkat Pendidikan pada Pasien Poliklinik
Penyakit tidak Menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta
Barat Periode 16-20 November 2015
up

Berdasarkan pada tabel penyajian data mengenai tingkat pendidikan


pasien sampel penelitian, didapatkan 51 responden menempati posisi tingkat
pendidikan rendah yaitu antara tidak bersekolah hingga tamat SMP. Dari 51
responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah didapatkan 21 responden
yang merupakan pengidap Diabetes Melitus tipe 2. Tingkat pendidikan sedang
merupakan perwakilan dari responden yang menamatkan pendidikannya hingga
SMA. Terdapat 21 responden yang berpendidikan sedang dan 9 diantaranya
mengidap Diabetes Melitus. Responden dengan tingkat pendidikan yang tinggi
menunjukkan sebagian besar diantaranya tidak mengidap Diabetes Melitus tipe 2.
Hal ini bisa saja dikarenakan tingkat pendidikan yang makin baik berbanding
lurus dengan kesehatannya.

uq
ur 5.1.9 Analisis Bivariat Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Kejadian
Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien Poliklinik Penyakit tidak Menular
Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat Periode 16-20
November 2015

36

us

Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.3, hubungan antara jenis kelamin dengan

angka kejadian diabetes melitus pada Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan periode
November 2015 melalui uji Chi Square, didapatkan p = 0,390, karena p >0,05 maka Ho diterima.
Artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan angka kejadian
Diabetes Melitus pada Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan periode November 2015. Hal
ini sejalan

36

ut dengan analisis penelitian dari Rumiyati tahun 2008. Menurut analisis Rumiyati,
hasil analisis hubungan jenis kelamin dengan angka kejadian diabetes melitus dan
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan angka kejadian diabetes melitus.
Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Hermita (2006), berhasil
menemukan hubungan yang signifikan antara kejadian Diabetes Melitus dengan
jenis kelamin dengan OR 1,35, artinya perempuan lebih mudah untuk menderita
Diabetes Melitus 1,35 kali dibanding laki-laki.
uu
uv 5.1.10 Analisis Bivariat Hubungan Antara Usia dengan Kejadian Diabetes
Melitus Tipe 2 pada Pasien Poliklinik Penyakit tidak Menular Puskesmas
Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat Periode 16-20 November
2015
uw

Hubungan antara variabel > 40 tahun dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2,

berdasarkan tabel dihitung dengan uji chi square didapatkan x2 = 0,008 dengan p < 0,005 yang
berarti usia > 40 tahun mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian Diabetes Melitus
Tipe 2. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh I Gusti Made Geria Jelantik dan Hj. Erna Haryati
di Puskesmas Mataram pada bulan Oktober tahun 2013 dimana ada hubungan yang bermakna
antara usia > 40 tahun dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2.
ux
uy 5.1.11 Analisis Bivariat Hubungan Antara Riwayat Diabetes Melitus Tipe 2
dalam Keluarga dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien
Poliklinik

Penyakit

tidak

Menular

Puskesmas

Kecamatan

Grogol

Petamburan Jakarta Barat Periode 16-20 November 2015


uz

Hubungan antara variabel riwayat Diabetes Melitus Tipe 2 pada keluarga dengan

kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 berdasarkan tabel dihitung dengan uji chi square didapatkan x2
= didapatkan x2 = 0,040 dengan p < 0,005 yang berarti riwayat Diabetes Melitus Tipe 2 pada
keluarga mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. Hasil
ini sesuai dengan penelitian oleh Shara Kurnia Trisnawati dan Soedijono Setyorogo di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng pada tahun 2012 dimana ada hubungan yang signinifkan
antara riwayat kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada keluarga dengan kejadian Diabetes Melitus
Tipe 2.

37

va 5.1.12 Analisis Bivariat Hubungan Antara Merokok dengan Kejadian


Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien Poliklinik Penyakit tidak Menular
Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat Periode 16-20
November 2015
vb Bedasarkan tabel hubungan merokok dengan kejadian Diabetes Melitus
didapatkan pada pasien tidak merokok sebanyak 41 orang yang tidak menderita
Diabetes dan 24 orang yang menderita Diabetes. Pada pasien perokok ringan
didapatkan sebanyak 2 orang yang tidak menderita Diabetes dan 2 orang yang
menderita Diabetes. Pada pasien perokok sedang didapatkan sebanyak 6 orang
tidak menderita Diabetes dan 1 orang yang menderita Diabetes. Pada perokok
berat didapatkan 1 orang tidak menderita Diabetes dan 5 orang menderita
Diabetes.
vc

Pada uji statistik Chi-square variabel merokok terhadap variabel kejadian

Diabetes didapatkan nilai p = 0,061 dengan p > 0.05, maka Ho diterima yang artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara merokok terhadap kejadian Diabetes Melitus tipe 2. Hal ini
menunjukkan bahwa pada pasien yang tidak merokok maupun merokok sama-sama memiliki
resiko menderita Diabetes Melitus. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Radio Putro
Wicoksono terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 pada pasien di
rumah sakit Kariadi pada tahun 2011 didapatkan hasil p = 0,08 bahwa orang yang memiliki
kebiasaan merokok dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki kebiasaan merokok secara
statistik tidak bermakna.
vd

Pasien perokok dapat menderita Diabetes Melitus diakarenakan


kandungan rokok yaitu nikotin dapat menyebabkan penurunan kerja insulin dan
gangguan sel pankreas. Sedangkan pada pasien yang tidak merokok masih dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya seperti pola konsumsi makanan yang
tidak sehat, aktivitas fisik yang kurang dan lainnya. Sehingga baik pada perokok
maupun pasien tidak merokok sama-sama memiliki resiko menderita Diabetes
Melitus.

ve
vf 5.1.13 Analisis Bivariat Hubungan Antara Obesitas dengan Kejadian
Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien Poliklinik Penyakit tidak Menular

38

Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat Periode 16-20


November 2015.
vg

Berdasar hasil penelitian yang tercantum pada tabel 4.3 mengenai hubungan

antara obesitas dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 pada pasien Poliklinik Penyakit tidak
Menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode 16-20 november
2015, maka

38

vh didapatkan hasil berupa nilai p sebesar 0,359 dan hipotesis 0 diterima. Hal ini
menunjukkan perbedaan dengan penelitian serupa yang pernah dilakukan pada
Puskesmas Kecamatan Cengkareng.
vi

Pada penelitian Shara dkk, Jakarta Barat (2012) melalui penelitian kros

seksionalnya pada Puskesmas Kecamatan Cengkareng berpendapat bahwa diabetes melitus


merupakan masalah kesehatan yang besar dan menemukan bahwa IMT (indeks massa tubuh)
merupakan variabel yang sangat memiliki hubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2
dengan p value 0,006, OR 0,14%. Juga didapatkan bahwa orang yang memiliki obesitas lebih
berisiko 7,14 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas
yang memiliki IMT normal. Namun dalam penelitian ini didapat hasil yang menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara obesitas yang ditentukan berdasarkan IMT dengan kejadian
Diabetes Melitus Tipe 2. Hal ini bisa saja disebabkan masih kurangnya jumlah sampel pada
penelitian ini.
vj
vk 5.1.14 Analisis Bivariat Hubungan Antara Hipertensi dengan Kejadian
Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien Poliklinik Penyakit tidak Menular
Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat Periode 16-20
November 2015.
vl

Berdasar hasil penelitian yang tercantum pada tabel 4.7 mengenai hubungan

antara hipertensi dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2 pada pasien Poliklinik Penyakit tidak
Menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat periode 16-20 november
2015, maka didapatkan hasil berupa nilai p sebesar 0,014 dan hipotesis 0 ditolak. Hal ini
menunjukkan kesamaan dengan dua penelitian serupa yang pernah dilakukan di Kabupaten
Karanganyar dan kotamadya Jakarta Barat.
vm

Mutmainah, Karanganyar (2013) meneliti bahwa terdapat hubungan antara

hipertensi dengan diabetes melitus tipe 2 dengan nilai p=0,015 ( 0,05). Hipertensi merupakan
faktor risiko terjadinya diabetes melitus dimana hipertensi mampu membuat sel tidak sensitif
terhadap insulin yang juga disebut sebagai resistensi insulin. Padahal insulin berperan
meningkatkan ambilan glukosa di banyak sel dan dengan cara ini juga mengatur metabolisme
karbohidrat, sehingga jika terjadi resistensi insulin oleh sel, maka kadar gula di dalam darah juga
mengalami gangguan. Pada pasien DM tipe 2, hiperglikemia yang tejadi sering dikaitkan dengan

39

hiperinsulinemia. Kadar insulin berlebih tersebut menimbulkan peningkatan retensi natrium oleh
tubulus ginjal yang dapat menyebabkan hipertensi.

39

vn

Shara dkk, Jakarta Barat (2012) menilai pada penelitiannya bahwa ada hubungan

yang bermakna antara hipertensi dengan diabetes melitus tipe 2, yaitu orang yang memang sudah
menderita hipertensi memiliki risiko 1,5 kali lebih besar untuk mengalami diabetes dibanding
yang tidak. Beberapa literatur juga mengatakan bahwa hipertensi terkait dengan resistensi insulin
dalam hal penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah
menjadi menyempit. Hal ini kemudian menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam
darah menjadi terganggu. Sejalan dengan kedua penelitian tersebut, penelitian ini juga mendapat
hasil dimana ada suatu hubungan kemaknaan antara hipertensi dengan munculnya kejadian
Diabetes Melitus tipe 2. Hal itu bisa saja dikarenakan kesamaan karakteristik responden dan
kebenaran bahwa memang adanya sebuah hubungan yang benar-benar terjadi pada pasien
Diabetes Melitus tipe 2.
vo
vp 5.1.15 Analisis Bivariat Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan
Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien Poliklinik Penyakit tidak
Menular Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat Periode
16-20 November 2015
vq

Berdasarkan hasil penelitian tabel 4. , hubungan antara tingkat pendidikan dengan

angka kejadian diabetes melitus pada Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan periode
November 2015 melalui uji Chi Square, didapatkan p = 0,387, karena p >0,05 maka Ho diterima.
Artinya tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan angka kejadian
diabetes melitus pada Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan periode November 2015. Hal
ini berbeda

dengan analisis penelitian dari Sri Wahyuni. Menurut analisis Sri Wahyuni,

pendidikan tertinggi memiliki hubungan yang signifikan untuk tidak mengalami kejadian
diabetes melitus untuk dibanding orang berpendidikan rendah.
vr
vs 5.2.

Keterbatasan Penelitian

vt 5.2.1. Keterbatasan Sampel dan Waktu Penelitian


vu

Waktu yang ada sudah seoptimal mungkin untuk dapat diadakan penelitian.

Namun diharapkan apabila terdapat lebih banyak waktu, maka ketelitian akan lebih baik
dikarenakan bisa mendapatkan lebih banyak lagi sampel.

40

vv
vw
vx 6.1

Bab VI

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

o Dari hasil penelitian mengenai faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian
Diabetes Melitus tipe 2 pada Poliklinik Penyakit tidak Menular Puskesmas
Kecamatan Grogol Petamburan Periode 16-20 November 2015 dapat diambil
kesimpulan yaitu sebaran pasien Diabetes Melitus tipe 2 sebanyak 32 pasien (39
%) dan 50 pasien (61 %) tidak Diabetes Melitus tipe 2.
o Dari total 82 orang responden di Poliklinik Penyakit tidak Menular Puskesmas
Kecamatan Grogol Petamburan Jakarta Barat Periode 16-20 November 2015
didapatkan sebaran jenis kelamin didapatkan jumlah terbanyak pada perempuan
yaitu 53 pasien (64,6%), pada sebaran usia jumlah usia didapatkan jumlah
terbanyak pada usia 40 tahun yaitu 63 pasien (76,8%), pada sebaran riwayat
Diabetes Melitus keluarga didapatkan jumlah terbanyak yaitu pada pasien yang
tidak memiliki Diabetes Melitus dalam keluarga yaitu sebanyak 58 pasien
(70,7%), pada sebaran merokok didapatkan jumlah terbanyak pada pasien tidak
merokok yaitu 65 pasien (79,3%), pada sebaran obesitas didapatkan jumlah
terbanyak pada pasien yang memiliki obesitas 1 yaitu 25 pasien (30,5%), pada
sebaran hipertensi didapatkan jumlah terbanyak pada pasien dengan hipertensi
grade 1 yaitu sebanyak 21 pasien (25,6%), pada sebaran tingkat pendidikan
didapatkan jumlah terbanyak pada tingkat pendidikan rendah yaitu 51 orang
( 62,2%).
o Terdapat hubungan bermakna antara usia, riwayat Diabetes Melitus dalam
keluarga, dan hipertensi dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2. Tidak terdapat
hubungan bermakna antara jenis kelamin, merokok, obesitas, dan tingkat
pendidikan dengan kejadian Diabetes Melitus tipe 2.

41

o 6.2
Saran
o
Saran ditujukan kepada kepala Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan.
Diharapkan kepala puskesmas akan lebih menggiatkan program posbindu dengan cara :
o Memperbanyak cakupan posbindu di wilayah kerjanya.
o Memberikan penyuluhan kepada warga mengenai Diabetes Melitus beserta
faktor-faktor risikonya yang meliputi riwayat diabetes pada keluarga, usia diatas
40 tahun, dan hipertensi.
o Melakukan pengukuran tekanan darah secara berkala pada warganya.
o Menambahkan jumlah tenaga kesehatan yang menjalankan program posbindu.
o Setiap bulan memantau dan mendata warganya yang berisiko mengalami Diabetes
Melitus.

42

o Daftar Pustaka
1. Longo, Fauci, Kasper Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrisons principles of internal
medicine Ed.18. United State: McGraw-Hill Companies; 2012. p. 344-47
2. Diabetis classification. American Diabetes Association. United State: Citied 5 November
2015. Available from; http://www.diabetes.org/diabetes-basics/
3. RISKESDAS. Situasi dan analisi diabetes. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2014. H.16
4. Zahtamal dkk. Faktor-faktor risiko pasien diabetes mellitus. Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat Kedokteran Komunitas: Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2007. h.1436
5. Shara K.T., Soedijono S. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Fakultas Kesehatan Masyarakat MH
Thamrin: Jakarta; 2013. h. 8-10
6. I Gusti Made G.J. Hj. Erna Haryati. Hubungan faktor resiko umur, jenis kelamin,
kegemukan dan hipertensi dengan kejadian diabetes mellitus tipe ii di wilyah kerja
puskesmas mataram. Media Bina Ilmiah: Mataram; 2014. h. 3-6
7. Sri Wahyuni. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus (DM)
daerah perkotaan di Indonesia tahun 2007. Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Negeri; Jakarta; 2010. h.3-7
8. Deddy Irawan. Prevalensi dan faktor risiko kejadian diabetes mellitus tipe 2 di daerah
urban Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta; 2010. h.2-6
9. Zahtmal, Fifia C., Suyanto, Tuti R. Faktor-faktor risiko pasien diabetes mellitus. Bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Riau: Riau; 2007. h.144-6
10. M. Dwi Ario.Pengaruh Nikotin dalam Rokok pada Diabetes Mellitus Tipe 2. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung: Lampung; 2014h.77-9
11. Radio Putra W. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diabetes melitus tipe 2.
Studi Kasusu di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr. Kariadi; Semarang; 2011.
h.11

43

12. Anugrah, Suriyanti H., Suarnianti. Hubungan obesitas, aktivitas fisik, dan kebiasaan
merokok dengan penyakit diabetes melitus tipe 2 pada pasien rawat jalan rumah sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makasar: Makasar; 2013. h.5
13. Mutmainah I. Hubungan kadar gula darah dengan hipertensi pada pasien diabetes melitus
tipe 2 di rumah sakit umum daerah Karanganyar. Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Surakarta. 2013
14. Trisnawati S., Widarsa T., Suastika K. Faktor risiko diabetes melitus tipe 2 pasien rawat
jalan di Puskesmas wilayah kecamatan Denpasar Selatan. Public Health and Preventive
Medicine Archive. Vol.1. No.1. Citied 4 November 2015. Available from;
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=82714&val=4933
15. Sunjaya, I Nyoman. Pola konsumsi makanan tradisional Bali sebagai faktor risiko
diabetes melitus tipe 2 di Tabanan. Jurnal Skala Husada Volume 6 No.1 hal. 75-81.
Tabanan. 2009
16. Irawan, Dedi. Prevalensi dan faktor risiko kejadian diabetes melitus tipe 2 di daerah
urban Indonesia. Universitas Indonesia. Jakarta. 2010.
17. Teixeria-Lemos. Regular physical exercise training assists in preventing type 2 diabetes
development : focus on its antioxidant and anti-inflammatory properties. Biomed central
cardiovascular diabetology volume 10. Hal 1-15. USA. 2011
18. Sumangkut S., Supit W., Onibala F. Hubungan pola makan dengan kejadian penyakit
diabetes melitus tipe 2 di poli interna BLU RSUP Prof RD Kandou Manado. Universitas
Sam Ratulangi. Manado. 2013
19. Rahmawati. Pola makan dan aktivitas fisik dengan kadar glukosa darah penderita
diabetes melitus di RSUP Wahidin Sudirohusodo Makasar. Diunduh dari :
journal.unhas.ac.id/index.php/mgmi/article/download/420/362.
20. Nurrahmani, Ulfa. Stop diabetes. Penerbit familia. Yogyakarta. 2012.

44

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o Lampiran
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o Lampiran 1

o Lembar Kuesioner Penelitian


o Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes
Melitus Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan,
Jakarta Barat Periode November 2015
o
o
o
o

Diisi oleh pewawancara


Nomor kuesioner
:
Tempat / tanggal pengisian :
Jawaban pada kuesioner ini akan dirahasiakan. Tidak ada jawaban benar ataupun
salah. Mohon dijawab dengan sejujur-jujurnya.

1
2
3
4
5

1
2
3
4

o Petunjuk Pengisian
o 1. Isilah titik titik pada tempat yang telah disediakan.
o 2. Berilah tanda bulat (X) pada salah satu nomor yang menjadi pilihan anda.
o 3. Berilah tanda pada
yang telah tersedia
o
o Data umum responden
Nama
:
Tanggal Lahir
:
Usia:
Jenis Kelamin
:...
Alamat
:
No telepon/ Hp
:
o
o Data Khusus Responden
Tinggi badan.. cm (Di isi oleh peneliti)
Berat badan... kg (Di isi oleh peneliti)
Indeks massa tubuh....... kg/m2 (Di isi oleh peneliti)
Tekanan Darah ..mmHg (Di isi oleh peneliti)
o
o
o
Apakah pendidikan terakhir bapak/ibu ?
Coret yang tidak perlu
o
a. Tidak Sekolah
o
b. Taman Kanak-kanak
(Tidak Tamat / Tamat)
o
c. Sekolah Dasar (SD)
(Tidak Tamat / Tamat)
o
d. Sekolah Menengah Pertama (SMP)
(Tidak Tamat / Tamat)
o
e. Sekolah Menengah Atas (SMA)
(Tidak Tamat / Tamat)
o
f. Perguruan Tinggi
(Tidak Tamat / Tamat)
o
g. Pascasarjana
(Tidak Tamat / Tamat)
o
Apakah bapak/ibu merokok ?
o
o
o
o

a. Perokok aktif < 10 batang/hari atau < 1 bungkus/hari


b. Perokok aktif 10-20 batang/hari atau 1 bungkus/hari
c. Perokok aktif > 20 batang/hari atau > 1 bungkus/hari
d. Tidak Merokok

o
Seberapa seringkah bapak/ibu merokok ?
o
a. Setiap hari
o
b. Kadang-kadang 3 kali seminggu
o
c. Jarang 1 kali seminggu
o
d. tidak pernah merokok
o
Apakah ada anggota keluarga yang terkena diabetes/kencing manis ?
a

Ada

o Ayah

Ibu

Saudara Kandung
o
Saudara/saudari Ayah
o Kakek Dari Ayah
o
Kakek Dari Ibu
Tidak ada

Saudari Kandung
Saudara/saudari Ibu
Nenek Dari Ayah
Nenek Dari Ibu

o
o
o Lampiran 2
1

Sebaran Kejadian Diabetes Melitus


o
Kejadian DM

Va

Cu

61

61.

39

100

10

o
Sebaran Jenis Kelamin, Usia, Riwayat Diabetes Keluarga, Merokok, Obesitas,
Hipertensi dan Tingkat Pendidikan.
Jenis Kelamin

o
o

Fre

quency
o

Laki-

laki
o

Valid

mpuan
o

Pere

Total

Valid

ercent

29

53

82

Percent

35
.4

64
.6

10
0.0

35.4

64.6

100.0

Cumulat

ive Percent
o

35.4

100.0

Usia Pasien

o
o

Fre

quency
o
<40
o

Valid

>40
o
Total

Valid

ercent

19

63

82

Percent

23

.2
76

.8
10

ive Percent

23.2

76.8

23.2

100.0

100.0

0.0

Cumulat

o
Riwayat DM Keluarga

o
o

Fre

quency
Tidak Ada Riwayat

Keluarga
Ada Riwayat

Valid

Keluarga
Total

Valid

ercent

Percent

70

58

24

82

Perokok

.7
29

.3
10

ive Percent

70.7

29.3

70.7

100.0

100.0

0.0

Cumulat

o
o
o

Fre

quency

Tidak

Merokok

Perokok

Ringan

Valid

Sedang

Perokok

Perokok

Berat

o
o
o

Total

Valid

rcent
65

Pe

82

Percent
79
.3

4.
9

8.
5

7.
3

10
0.0

Cumulat
ive Percent

79.3

79.3

4.9

84.1

8.5

92.7

7.3

100.0

100.0

o
o
o
o
o
o
o
o

Obesitas Pasien
Fre

quency

Kuran

Norm

al

o
o

esitas

Valid

Preob

Obesit

as 1

Obesit

as 2

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o

Total

Pe

Valid

rcent

11

13

18

25

15

82

Percent
13
.4

15
.9

22
.0

30
.5

18
.3

10
0.0

Cumulat
ive Percent

13.4

13.4

15.9

29.3

22.0

51.2

30.5

81.7

18.3

100.0

100.0

o
o

Hipertensi

Fre
quency

Normal

Pre

Hipertensi

Valid

Stage 1

Hipertensi

Hipertensi

Stage 2

18

34

21

Valid

22

41
.5

25
.6

11
.0

82

Percent

.0

Total

rcent

Pe

10
0.0

Cumulat
ive Percent

22.0

22.0

41.5

63.4

25.6

89.0

11.0

100.0

100.0

o
o
o
o
o
o
o
o
o

Fre

quency

Ti

nggi

edang

Valid

endah

otal

Tingkat Pendidikan
Pe

Valid

rcent

10

21

51

82

Percent
12
.2

25
.6

62
.2

10
0.0

ive Percent

12.2

12.2

25.6

37.8

62.2

Cumulat

100.0

100.0

Melitus Tipe 2
o
o
o

Jenis Kelamin * Kejadian DM Crosstabulation


o

Kejadian DM

o
o
o
o
o
o
o
o
Hubungan Jenis
Kelamin dengan
Kejadian Diabetes

Tid

ak DM
o
o

Jenis

Laki-

laki

Kelamin
o

Pere

mpuan

Count

20

Expected

17. o

9 o

29

11 o

29

.3

.0

Count

30 o

23 o

53

Expected

32. o

20 o

53

.7

.0

Count

Total

tal

To

Count

Count

50 o

32 o

82

Expected

50. o

32 o

82

.0

.0

Count

o
Chi-Square Tests

o
o

Va o

df

lue
o

Pearson Chi-Square

Continuity

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Sig. (2-sided)
1.

204a
.

Correctionb

740
o

1.
222

.273

.390

.269

o
o

Association

Asymp.

1.
189

o
o

.276

Exact

Sig. (2-sided)

Sig. (1-sided)

.346

.195

N of Valid Cases

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.32.

b. Computed only for a 2x2 table

82

Exact

o
o
o
o

o
o
o
o
o
o
o
o
o
4

Hubungan Usia dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2

Usia Pasien * Kejadian DM Crosstabulation

Kejadi
an DM

C
o

n
t
o

E
x
p
e
c
t

7.

e
d

C
o
u
n
t
o

n
t
o

E
x
p
e
c
t
e
d

o
3

o
o

Chi-Square Tests

o
V

As

Ex

Ex

df
o

Pearson

Chi-

8.

Square
o

Continuity

Correctionb

6.

Likelihood

Ratio

9.

Fisher's

o
.

o
.

Exact Test

Linear-byLinear
Associatio

o
8.

n
o

N of Valid

Casesb

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.41.

b. Computed only for a


2x2 table

o
o
o
o

o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
5

Hubungan Riwayat Diabetes Melitus dalam Keluarga dengan Kejadian Diabetes

Riwayat DM Keluarga * Kejadian DM Crosstabulation

Kejadi
an DM

Riway

Tidak Ada

9.

at DM

Riwayat

Keluar

Keluarga

ga

n
t

E
x
p
e
c
t
e
d

o
3

C
o
u
n
t

Ada

Riwayat

Keluarga

n
t

E
x
p
e
c
t
e
d
C
o
u
n
t

Total

o
o
o

Chi-Square Tests

o
V

As

Ex

Ex

df

Pearson

Chi-

5.

Square

Continuity

Correctionb

4.

Likelihood

Ratio

5.

Fisher's

o
.

o
.

Exact Test

Linear-byLinear
Associatio

o
5.

N of Valid

Casesb

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.37.

b. Computed only for a


2x2 table

o
o
o
o

Perokok * Kejadian DM Crosstabulation

Kejadi
an DM

Pe

Ti

o
o
o
o
o o
o
o
o
o
o
6

P
e
ro
o

k
o

u
Chi-Square Tests
n
V

C
o

E
x

Pearson

Chi-

in

7.

Square

Likelihood

Ratio

7.

Linear

Associatio
n

u
n

Asy

o
o

o
.

o
.

1.

4.

o
o
o

o
o

t
P

o
o

df

C
o

Cases

1.

N of Valid

Linear-by-

Hubungan
Merokok
dengan
Kejadian
Diabetes
Melitus Tipe 2

e
o
a. 6 cells (75.0%)
have expected count
less than
o 5.
r
u
The minimum expected count is 1.56.
6

o
o
o
o
o
o
o

o
o
o
o

o
o
o
o
o
o
o
o
o
7

Hubungan Obesitas dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2


o

Obesitas Pasien * Kejadian DM Crosstabulation

Kejadi
an DM

o
u

si

ta

t
o

si

t
e
d

4.

C
o
u
n
t
o

C
o
u
n

t
o

E
x
p
e
c
t
e
d

5.

o
o

Chi-Square Tests
o
V

o
o

Asy

df
o

Pearson

Chi-

4.

o
.

Square
o

Likelihood

Ratio

4.

Linear-byLinear
Associatio

o
2.

o
.

o
.

n
o

N of Valid

Cases

a. 1 cells (10.0%) have expected count less than 5.


The minimum expected count is 4.29.

o
o
o
o

o
o
o
o
o
o
o
o
o
8

Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2

Hipertensi * Kejadian DM Crosstabulation

Kejadi
an DM

Nor

mal

C
o

n
t
o

E
x
p
e
c
t
e
d

7.

C
o
u
n
t
o

Pre

Hip

erte

nsi

n
t
o

E
x
p
e
c
t
e
d

o
2

o
o

Chi-Square Tests
o
V

o
o

Asy

df
o

Pearson

Chi-

9.

o
.

Square
o

Likelihood

Ratio

Linear-byLinear
Associatio

o
8.

o
.

o
.

n
o

N of Valid

Cases

a. 1 cells (12.5%) have expected count less than 5.


The minimum expected count is 3.51.

o
o
o
o

o
o
o
o
o
o
o
o
o
9

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2


o

Tingkat Pendidikan * Kejadian DM Crosstabulation

Kejadi
an DM

Ting

kat

Tin

C
o

Pen

didi

kan

t
o

E
x
p
e
c
t
e
d

3.

C
o
u
n
t
o

Se

C
o

n
t
o

E
x
p
e
c
t
e
d

8.

o
o

Chi-Square Tests
o
V

o
o

Asy

df
o

Pearson

Chi-

1.

o
.

Square
o

Likelihood

Ratio

1.

Linear-byLinear

o
.

o
.

Associatio
n
o

N of Valid

Cases

a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5.


The minimum expected count is 3.90.

o
o

o
o
o
o
o
o
o
o Lampiran 3
o Data Sampel Penelitian Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
Diabetes Melitus Tipe 2 di Balai Pengobatan Puskesmas Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat Periode 16-20 November 2015
o

o
N

o
Jeni

o
A

o
T

o
P

o
Me

o
Ri

o
K

o
R

o
L

o
K

o
1

o
T

o
Me

o
A

o
Ti

o
9

o
o

o
M

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
U

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Me

o
A

o
D

o
A

o
P

o
J

o
11

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
T

o
L

o
J

o
1

o
T

o
Me

o
Ti

o
Ti

o
W

o
P

o
G

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
R

o
P

o
K

o
1

o o
T

T
i
d
a
k

o
Ti

o
D

o
Ti

o
Ti

o
B

o
P

o
K

o
11

o
T

m
e
r
o
k
o
k
o
Tid

o
R

o
P

o
J

o
8

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
M

o
P

o
K

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
D

o
H

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
Ti

o
N

o
L

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
A

o
P

o
J

o
11

o
T

o
Tid

o
A

o
Ti

o
E

o
L

o
J

o
11

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
S

o
P

o
I

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
D

o
M

o
L

o
J

o
11

o
T

o
Me

o
Ti

o
Ti

o
H

o
L

o
K

o
11

o
T

o
Me

o
Ti

o
Ti

o
K

o
L

o
J

o
1

o
T

o
Me

o
Ti

o
Ti

o
o
o

o
N

o
L

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
D

o
S

o
L

o
B

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
o

o
R

o
P

o
I

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
Ti

o
G

o
P

o
G

o
11

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
U

o
L

o
K

o
1

o
T

o
Me

o
Ti

o
D

o
R

o
L

o
J

o
11

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
T

o
L

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
Ti

o
E

o
P

o
K

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
D

o
K

o
P

o
K

o
1

o
T

o
Me

o
A

o
D

o
E

o
P

o
G

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
Y

o
P

o
K

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
Ti

o
D

o
P

o
G

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
Ti

o
C

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
D

o
M

o
L

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
L

o
P

o
T

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
D

o
H

o
L

o
A

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

Me

Ti

o
K

o
P

o
A

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
L

o
P

o
K

o
11

o
T

o
Tid

o
A

o
D

o
T

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
D

o
R

o
P

o
J

o
11

o
T

o
Tid

o
A

o
Ti

o
o
o

o
R

o
L

o
S

o
1

o
T

o
Me

o
Ti

o
D

o
L

o
P

o
K

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
D

o
H

o
L

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
M

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
S

o
P

o
J

o
11

o
T

o
Tid

o
Ti

o
D

o
A

o
P

o
K

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

Tid

Ti

o
M

o
L

o
H

o
1

o
T

o
Me

o
A

o
Ti

o
A

o
L

o
K

o
11

o
T

o
Tid

o
Ti

o
D

o
M

o
P

o
J

o
9

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
S

o
P

o
G

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
D

o
S

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
D

o
D

o
P

o
J

o
11

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
R

o
P

o
J

o
11

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
R

o
L

o
J

o
11

o
T

o
Me

o
Ti

o
Ti

o
R

o
P

o
G

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
D

o
T

o
L

o
K

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
D

o
S

o
P

o
J

o
11

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
I

o
L

o
J

o
11

o
T

o
Me

o
Ti

o
Ti

o
S

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
P

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
D

o
N

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
E

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
T

o
L

o
B

o
1

o
T

o
Me

o
Ti

o
D

o
R

o
L

o
J

o
1

o
T

o
Me

o
Ti

o
Ti

o
A

o
P

o
K

o
11

o
T

o
Tid

o
A

o
Ti
o
o

o
K

o
P

o
K

o
11

o
T

o
Tid

o
Ti

o
D

o
K

o
P

o
K

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
D

o
S

o
P

o
S

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
O

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
D

o
E

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
N

o
P

o
J

o
11

o
T

o
Tid

o
A

o
D

o
A

o
L

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
T

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
J

o
P

o
E

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
H

o
P

o
A

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
K

o
P

o
K

o
1

o
T

o
Me

o
Ti

o
D

o
H

o
L

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
B

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
D

o
R

o
P

o
T

o
1

o
T

o
Tid

o
A

o
D

o
H

o
L

o
E

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
L

o
P

o
J

o
1

o
T

o
Tid

o
Ti

o
Ti

o
I

o
L

o
T

o
1

o
T

o
Me

o
A

o
D

o
o
o

Anda mungkin juga menyukai