KELOMPOK :
Willy Pratisna
1102120168
Debby Syavira A
1102120169
Naila Farhana
1102121267
1102124303
Shifa Khairunnisa
1102124305
TI-36-03
Define
PT. Progressio Indonesia (Pronesia) merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang
konveksi. Berdiri pada tahun 1999 di Jalan Binong No. 17, Bandung sebagai tempat produksi
pertama yang menghasilkan berbagai macam produk seperti t-shirt, jaket, polo shirt, kemeja,
celana, dll. Pelanggan tetap PT. Pronesia terdiri dari beberapa instansi besar di antaranya
Metro TV, Garuda Indonesia, Telkom Indonesia, Pertamina, dan
Perusahaan menjunjung tinggi kualitas yang tertuang dalam misi perusahaan. Demi
mewujudkan misi tersebut, perusahaan perlu menjaga kualitas produk agar sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan serta pengiriman produk yang tepat waktu. Masalah tersebut
diperkuat berdasarkan teori Vincent Gaspersz (2011, p.24), bahwa kualitas total (total quality)
yang mencakup pada kualitas produk (product quality) dan kualitas penyerahan tepat waktu
(delivery quality) merupakan kunci persaingan dalam pasar global agar perusahaan dapat
bersaing untuk mendapatkan konsumen.
Sistem produksi yang digunakan pada PT. Pronesia adalah make to order yaitu produksi
berdasarkan pesanan yang diterima. Dalam hal ini berarti pelanggan berhak menentukan
jumlah order, jenis dan desain produk yang akan diproduksi, serta bahan yang akan
digunakan. Pada periode Januari hingga September 2015 PT. Pronesia memproduksi beberapa
jenis produk pakaian di antaranya t-shirt, jaket, celana training, dan kemeja kantor. Akan
tetapi pada bulan September 2015 produksi yang sedang dijalankan oleh PT. Pronesia adalah
produk jenis kemeja, sehingga peneliti memfokuskan objek penelitian hanya pada produk
kemeja. Berikut merupakan gambar katalog untuk produk kemeja pada PT. Pronesia.
Berdasarkan Gambar I.1, dapat dilihat berbagai macam design kemeja yang ditawarkan oleh
PT. Pronesia. Konsumen juga dapat memesan kemeja sesuai dengan design yang dinginkan.
Di setiap bulan pada periode Januari hingga September 2015 selalu terdapat permintaan
produk jenis kemeja. Jumlah produksi kemeja pada periode Januari hingga September 2015
ditampilkan pada Tabel I.1.
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Target
Produksi
(pcs
kemeja)
Jumlah
Produksi
(pcs
kemeja)
715
2150
1375
638
6556
950
7250
3200
2318
787
2365
1513
702
7212
1045
7975
3520
2550
Pencapaian
Produksi
(%)
110%
110%
110%
110%
110%
110%
110%
110%
110%
Gambar I.2 Target dan Jumlah Produksi Kemeja Periode Januari September 2015
Sumber : Data PT. Pronesia
Berdasarkan Gambar I.2, dapat dilihat bahwa target produksi kemeja setiap bulannya dapat
tercapai. Hal ini disebabkan karena setiap pemesanan produk (order), perusahaan memberikan
allowance sebesar 1% dari target produksi yang bertujuan sebagai persediaan apabila terdapat
produk cacat yang tidak dapat diperbaiki sehingga target produksi setiap bulannya tetap dapat
tercapai. Meskipun target produksi setiap bulannya tercapai, namun tidak semua produk yang
dihasilkan sesuai dengan karakteristik yang diinginkan oleh pelanggan. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya masalah product quality di perusahaan. Untuk menciptakan product
quality yang dapat memenuhi requirement dari pelanggan, maka dilakukan penetapan CTQ
oleh perusahaan yang ditampilkan pada Tabel I.2.
Tabel I.2 CTQ Kemeja
No
.
1
2
CTQ
Kesempurnaan
Jahitan
Accessories
Lengkap
Ketepatan Size
Kebersihan
Keterangan
Seluruh bagian terjahit dengan rapi dan jahitan kencang (kuat)
Accessories lengkap sesuai dengan design produk
Size sesuai dengan pesanan (ukuran custom/ukuran default S, M,
L, XL)
Produk jadi (kemeja) dalam keadaan bersih
Sumber : Data PT. Pronesia
Selain itu, allowance sebesar 1 % juga mengakibatkan penumpukan work in process dan
penumpukan finished goods di gudang sehingga menimbulkan terjadinya masalah delivery
quality di perusahaan. Delivery quality yang dimaksud yaitu kualitas penyerahan tepat waktu
4
dalam pengiriman hasil produksi perusahaan. Kecepatan dalam pengiriman dapat menentukan
keberhasilan dari suatu produk. Penumpukan dapat diketahui dengan cara pembuatan Value
Stream Mapping. Penggambaran Value Stream Mapping dapat dilihat pada Lampiran A.
Berdasarkan Value Stream Mapping tersebut dapat diketahui bahwa terdapat masalah dalam
penumpukan atau inventory yang terjadi di setiap workstation pada proses penjahitan serta
penumpukan pada gudang. Hal tersebut menunjukkan adanya waste inventory di PT. Pronesia.
Selain itu, terdapat aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah sehingga meningkatkan
lead time pada proses produksi kemeja.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari perusahaan yaitu data target produksi, jumlah
produksi, pencapaian produksi, dan CTQ kemeja maka dapat diidentifikasi waste yang terjadi
pada proses produksi yaitu waste defect dan waste inventory. Untuk mengidentifikasi lebih
lanjut, digunakan waste finding checklist untuk mengetahui waste lain yang terdapat di PT.
Pronesia. Proses mengidentifikasi waste berdasarkan pada seven waste. Perhitungan seven
waste tersebut dapat dilihat pada Lampiran B. Berikut merupakan hasil survei awal dalam
mengidentifikasi seven waste dengan menggunakan kuisioner.
Tabel I.3 Identifikasi Seven Waste yang Mempengaruhi Product Quality dan Delivery Quality
Waste
Total
Magnitude
Waste
Persentase
Waste
Ranking
Defect
Inventory
Motion
Over Production
Waiting
Transportation
Over Processing
5,49
5,04
4,94
4,55
4,54
3,71
3,20
17.5%
16.0%
15.7%
14.5%
14.4%
11.8%
10.2%
1
2
3
4
5
6
7
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Kemeja
Jumlah
Defect (pcs
kemeja)
21
67
43
19
302
27
379
137
101
Jumlah
Produksi (pcs
kemeja)
787
2365
1513
702
7212
1045
7975
3520
2550
Rata-rata
6
Defect
Rate (%)
2.67%
2.83%
2.84%
2.71%
4.19%
2.58%
4.75%
3.89%
3.96%
3.38%
Penyebab Defect
Faktor
Operator
(Man)
1. Ketidaktelitian
operator saat
melakukan proses
penjahitan.
2. Pengetahuan
mengenai standar
kualitas jahit yang baik
yang tidak diketahui
oleh operator.
Faktor Mesin
(Machine)
No
Berdasarkan permasalahan waste defect yang terjadi pada lantai produksi, maka penelitian ini
mencoba untuk memberikan usulan perbaikan yang bertujuan untuk meminimasi defect pada
proses produksi kemeja.
Diagram SIPOC
Diagram SIPOC merupakan suatu diagram yang dibuat dengan tujuan untuk memetakan
aliran proses produksi kemeja dari supplier hingga sampai pada customer. Diagram SIPOC ini
mengidentifikasi supplier, input, process, output dan customer yang membantu menjelaskan
ruang lingkup dari penelitian. Diagram SIPOC produk kemeja mulai dari supplier hingga
customer dapat dilihat pada Gambar I.4.
Supplier
Input
dan aksesoris.
Process
kemeja.
Output
Customer
QC dan Packaging.
8
Proses produksi kemeja di PT. Pronesia meliputi 3 proses, yaitu proses persiapan, proses
pemotongan dan proses penjahitan.
1. Proses persiapan
Proses persiapan merupakan proses yang dilakukan untuk mempersiapkan bahan drill, bahan
pembantu, dan aksesoris sebagai bahan baku yang akan dibutuhkan untuk proses produksi,
serta dilakukan juga untuk membuat dan menyiapkan alat bantu yang akan digunakan dalam
proses operasi berikutnya. Proses persiapan bertujuan untuk memperhitungkan kebutuhan
bahan baku sebelum masuk ke lantai produksi perusahaan. Proses persiapan perlu dijaga
secara ketat selama proses berlangsung agar menghasilkan bahan baku proses pemotongan
yang berkualitas tanpa menghasilkan defect.
2. Proses pemotongan
Cutting adalah proses pemotongan bahan baku. Bahan baku yang akan dipotong adalah bahan
drill dan bahan pembantu. Bahan baku yang diproses pada pemotongan merupakan output
dari proses persiapan bahan, output dari pemotongan kemudian akan menjadi input dari
proses penjahitan di bagian sewing.
3. Proses penjahitan
Proses penjahitan adalah proses perakitan bahan baku/komponen-komponen penyusun kemeja
di antaranya yaitu bahan drill, bahan pembantu, dan aksesoris. Bahan baku yang diproses
pada penjahitan merupakan output dari proses pemotongan, output dari penjahitan kemudian
akan menjadi input dari proses pemeriksaan dan pengepakan di bagian QC dan packaging.
Pembuatan Value Stream Mapping
- Perhitungan Waktu Baku
Aktivitas dalam proses produksi kemeja di PT. Pronesia memiliki waktu yang
berbeda-beda tergantung pada aktivitas yang dilakukannya. Pengamatan waktu proses
produksi kemeja di PT. Pronesia dilakukan selama 30 kali pengamatan. Pengamatan
waktu dilakukan dengan menggunakan metode jam henti dengan bantuan stop watch.
Perhitungan waktu proses diambil dari rata-rata waktu pengamatan sebanyak 30 kali.
Rata-rata waktu proses dapat dilihat lebih jelas di Lampiran C. Cara perhitungan waktu
baku adalah sebagai berikut.
Dimana :
: rata-rata dari setiap subgroup ke-i
k : nilai banyaknya subgroup yang terbentuk
Waktu proses yang telah didapatkan melalui pengamatan, selanjutnya dilakukan uji
keseragaman dan kecukupan data untuk menghitung waktu baku masing-masing
proses.
-
No.
Aktivitas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Waktu
Proses
(Detik)
73.93
832
19.03
STDEV
BKA
BKB
Keterangan
4.14
0.00
2.48
86.34
832
26.49
61.53
832
11.58
SERAGAM
SERAGAM
SERAGAM
2.83
0.74
5.05
0.61
SERAGAM
8.17
0.97
11.07
5.26
SERAGAM
119.4
6.48
138.85
99.95
SERAGAM
8.53
1.07
11.76
5.31
SERAGAM
164.47
3.57
175.17
153.76
SERAGAM
94.97
2.58
102.71
87.23
SERAGAM
154.7
2.88
163.34
146.06
SERAGAM
220.2
2.47
227.61
212.79
SERAGAM
49.97
35.27
2.74
4.76
58.17
49.56
41.76
20.98
SERAGAM
SERAGAM
55
55
55
SERAGAM
418
418
418
SERAGAM
32.5
4.27
45.32
19.68
SERAGAM
45.53
205.37
6.06
17.71
63.72
258.51
27.35
152.23
SERAGAM
SERAGAM
10
Dimana :
N : jumlah pengamatan pendahuluan yangtelah dilakukan
: waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang telah
dilakukan.
b. Setelah itu hitung standar deviasi dari distribusi nilai rata-rata dengan rumus,
Dimana :
n : besarnya subgroup
c. Tentukan batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB) dengan rumus,
Dimana :
=+3=73.93+3(4.14)= 86.34
=3=73.93 - 3(4.14)= 61.53
Batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data.
Sekelompok data dikatakan seragam apabila berada diantara kedua batas kontrol. Bila
diluar batas-batas itu, disebut data yang tidak seragam. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa semua data berada dalam batas kontrol atas (BKA) dan batas
kontrol bawah (BKB), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua data seragam.
-
11
Berikut adalah contoh perhitungan aktivitas nomor 1 padaTabel IV.15 diatas, rumus
kecukupan data adalah sebagai berikut.
= 4.84
=30 4.84, maka dapat disimpulan bahwa semua data diambil sudah cukup.
-
Penggambaran VSM
Value stream Mapping menggambarkan proses produksi kemeja yang digunakan untuk
melihat lokasi terjadinya waste dalam proses produksi kemeja. Berdasarkan data yang
12
diperoleh, didapatkan data waktu siklus untuk proses produksi kemeja. Value stream
mapping ditampilkan pada Gambar I.5.
Gambar I.5
CTQ
Kesempurnaan
Jahitan
Accessories
Lengkap
Ketepatan Size
Kebersihan
Keterangan
Seluruh bagian terjahit dengan rapi dan jahitan
kencang (kuat)
Accessories lengkap sesuai dengan design produk
Size sesuai dengan pesanan (ukuran custom/ukuran
default S, M, L, XL)
Produk jadi (kemeja) dalam keadaan bersih
13
Berdasarkan keterangan CTQ pada Tabel I.6 diperoleh empat jenis CTQ yang harus
dipenuhi oleh PT. Pronesia. Dari empat CTQ tersebut, ditemukan 14 jenis defect pada
produksi kemeja yang diuraikan pada Tabel I.9 berikut ini.
Tabel I.9 Jenis Defect
No.
CTQ
1
2
Kesempurnaan
3
Jahitan
4
5
6
7
Accessories
Lengkap
8
9
10 Ketepatan Size
11
Kebersihan
12
Deskripsi
Pemasangan kancing tidak kencang
Pemasangan kancing terlalu naik
Label size tidak terpasang
Jahitan melenceng
Terdapat bagian yang tidak terjahit
Bordir logo tidak sesuai dengan design
Terdapat noda pada bordiran
Jumlah kancing tidak sesuai
Logo tidak terpasang
Size tidak sesuai dengan pesanan
Terdapat bekas tulisan penandaan
Terdapat noda
14
Tabel I.8 Defect Rate Produk Kemeja Periode Januari- September 2015
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Rata-rata
Jumlah
Jumlah
Produksi
(pcs kemeja)
(ni)
787
2365
1513
702
7212
1045
7975
3520
2550
3074.33
27669
Jumlah
Defect (pcs
kemeja) (Di)
Defect Rate
(pi)
21
67
43
19
302
27
379
137
101
121.78
1096
0.0267
0.0283
0.0284
0.0271
0.0419
0.0258
0.0434
0.0389
0.0396
0.0333
0.0267
Perhitungan proporsi, UCL, LCL dan CL produk kemeja yang diproduksi PT. Pronesia
untuk membuat peta kendali p tersaji dalam tabel berikut ini.
15
Tabel I.9 Pengukuran Nilai p, CL, LCL, dan UCL Produk Kemeja Periode JanuariSeptember 2015
i
1
2
3
4
5
6
7
8
9
P(i)
0.02668
0.02833
0.02842
0.02707
0.04187
0.02584
0.04752
0.03892
0.03961
CL
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961
LCL
0.018753
0.027579
0.024568
0.017527
0.032721
0.021510
0.033059
0.029749
0.028024
UCL
0.06047
0.05164
0.05465
0.0617
0.0465
0.05771
0.04616
0.04947
0.0512
Pada Tabel di atas dapat dilihat nilai proporsi defect tiap bulannya yang merupakan
hasil pembagian antara jumlah defect dan ukuran sampel yang diambil. Dalam tabel
tersebut dapat dilihat pula nilai perhitungan batas atas, bawah dan rata-rata untuk
membuat peta kendali p. Setelah mendapatkan nilai batas, maka langkah berikutnya
adalah membuat peta kendali p. Bila terdapat data proporsi defect yang berada di luar
batas kendali, maka diperlukan tindakan untuk mengetahui penyebabnya.
Berdasarkan peta kendali p yang ditunjukkan gambar di atas dapat dilihat bahwa
proses produksi yang terjadi di PT. Pronesia masih menghasilkan nilai defect yang
berada di luar batas kontrol yang ditunjukkan pada nilai defect bulan juli. Peta kendali
tersebut juga menunjukkan bahwa proses produksi pada PT. Pronesia masih sangat
tidak stabil, hal ini ditunjukkan dengan data defect yang setiap bulannya terlihat
fluktuatif.
Perhitungan Kapabilitas Sigma Proses (Sigma Level)
Kapabilitas proses ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan proses dalam
menghasilkan produk yang baik. Pada penelitian ini, kapabilitas proses diukur dengan
mengukur tingkat kegagalan proses dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan
spesifikasi. Kapabilitas proses pada dasarnya hanya dapat dihitung ketika proses telah
diketahui stabil. Namun pada penelitian ini, pengukuran terhadap kapabilitas proses
tetap dilakukan untuk mengetahui kemampuan proses dalam menghasilkan produk
standar. Kapabilitas proses produksi kemeja diukur dengan cara menghitung sigma
level yang dicapai oleh perusahaan. Perhitungan DPU, DPO, DPMO, sigma level
produk kemeja yang diproduksi PT. Pronesia untuk mengukur sigma level saat ini
tersaji dalam Tabel I.13.
Tabel I.13 Perhitungan DPU, DPO, DPMO, Sigma Level Produk Tas Periode
Januari-September 2015
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
DPU
0.0267
0.0283
0.0284
0.0271
0.0419
0.0258
0.0434
0.0389
0.0396
DPO
0.006675
0.007075
0.0071
0.006775
0.010475
0.00645
0.01085
0.009725
0.0099
DPMO
6675
7075
7100
6775
10475
6450
10850
9725
9900
Sigma Level
0.993325
0.992925
0.9929
0.993225
0.989525
0.99355
0.98915
0.990275
0.9901
CTQ
4
4
4
4
4
4
4
4
4
Perhitungan DPU, DPO, DPMO, sigma level produk tas yang ditampilkan pada Tabel
IV.25 dicontohkan untuk sampel pertama sebagai berikut,
- Pengukuran DPU (defect per unit) dihitung dengan rumus :
DPU
-
Setelah didapatkan nilau DPU, maka dapat dihitung nilai DPO (defect per unit
opportunity) dengan rumus:
17
DPO =
= 0.0000000000006
Setelah didapatkan nilai DPO, maka nilai DPMO dapat dihitung menggunakan
rumus:
DPMO = DPO x 1000000 = 66.709
Level atau tingkatan kualitas sigma dapat diwakili oleh nilai sigma. Nilai ini
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Nilai Sigma = NORMSINV =
= 0.99993
Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Me
i
Ju
n
Jul
Ag
ust
Se
p
Tot
al
Bor
dir
Terd log
apat
o
Jahita bagi tida
n
an
k
melen yang ses
ceng tidak uai
terja den
hit gan
des
ign
1
1
5
Pemas
angan
kancin
g tidak
kencan
g
Pemas
angan
kancin
g
terlalu
naik
Labe
l size
tidak
terpa
sang
15
Size
Jum
tida Terda
Terd lah
k
pat
apat kan Logo
sesu bekas Terd
noda cing tidak
ai
tulisa apat
pada tida terpa
den
n
noda
bord
k
sang
gan penan
iran sesu
pesa daan
ai
nan
1
11
20
23
30
40
35
24
14
60
13
25
32
33
30
26
23
45
27
25
26
50
27
35
15
25
10
30
15
14
23
68
64
70
76
78
155
88
80
67
201
64
85
b. Data jenis defect diurutkan berdasarkan jumlah defect dari yang terbesar hingga
terkecil. Kemudian hitung persentase defect rate beserta kumulatif persentase defect
rate (%) dari masing-masing jenis defect yang terjadi. Hasil perhitungan diatas, dapat
dilihat pad tabel berikut :
Tabel I.14 Persentase Defect Rate Diagram Pareto
Diagram
Pareto
Jenis Defect
Rangking
1
Size tidak sesuai dengan pesanan
Bordir logo tidak sesuai dengan
2
design
3
Terdapat noda pada bordiran
4
Terdapat noda
5
Jumlah kancing tidak sesuai
19
Jumlah
Defect
Defect
Rate
Kumulatif
201
18,3394161
18,3394
155
14,1423358
32,4818
88
85
80
8,02919708
7,75547445
7,29927007
40,5109
48,2664
55,5657
Diagram
Pareto
Rangking
6
7
8
9
10
11
12
Jenis Defect
Jumlah
Defect
Defect
Rate
Kumulatif
78
7,11678832
62,6825
76
70
6,93430657
6,38686131
69,6168
76,0036
68
6,20437956
82,208
67
64
6,11313869
5,83941606
88,3212
94,1606
64
5,83941606
100
1096
Size yang tidak sesuai dengan pesanan merupakan waste defect yang merupakan
waste dimana ukuran asli yang dilakukan oleh pelanggan tidak sesuai dengan ukuran
yang dipesan.
Selanjutnya dibuat fishbone diagram untuk menentukan penyebab waste size tidak
sesuai dengan pesanan,
21
Sub Cause
Why
Why
Why
Manusia
Operator tidak
memperhatikan
posisi bahan pada
saat penjahitan
Operator
merasa
kelelahan
operator sering
lembur
mengejar target
produksi
Lingkungan
Tempat kerja
berantakan
banyak
tumpukan
disekitar mesin
jahit
tidak tersedia
tempat untuk
menyimpan WIP
kurangnya lahan
penyimpanan
22
Gambar I.10 Fishbone Diagram Bordir Logo Tidak Sesuai dengan Design
Kondisi Bordir logo tidak sesuai dengan design tersebut disebabkan oleh:
1. Faktor Manusia
Faktor manusia yang mempengaruhi timbulnya Bordir logo tidak sesuai dengan
design yaitu :
a. Operator salah menginputkan design
Faktor manusia yang mempengaruhi bordir logo tidak sesuai dengan design
adalah operator salah menginputkan design. Hal ini disebabkan karena
operator merasa kelelahan.
2. Faktor Mesin
Faktor mesin yang mempengaruhi timbulnya Bordir logo tidak sesuai dengan
design yaitu:
a. Terdapat part mesin bordir (part as) yang rusak.
Faktor mesin yang mempengaruhi bordir logo tidak sesuai dengen design.
Hal ini disebabkan karena operator lupa melakukan pelumasan mesin.
Selanjutnya akan ditelusuri lebih lanjut akar penyebab Bordir logo tidak sesuai dengan design
yang telah dijelaskan diatas dengan menggunakan 5W. Analisis 5W untuk penyebab Bordir
logo tidak sesuai dengan design dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel I.16 Analisis 5W Penyebab Bordir Logo Tidak Sesuai Design
Cause
Sub cause
Why
23
Why
Why
Manusia
operator salah
meng input kan
design
Operator
kelelahan
operator sering
lembur
Mesin
terdapat part
mesin bordir (part
as) yang rusak
operator lupa
melakukan
pelumasan mesin
belum terdapat
jadwal untuk
pelumasan
untuk
mengejar
target
Analisis 5W Bordir
-
Faktor Manusia
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah pada manusia yaitu operator salah input
design. Salah input design disebabkan oleh operator yang kelelahan. Operator yang kelelahan
disebabkan oleh operator yang sering lembur. Operator yang sering lembur disebabkan oleh
pengejaran target produksi. Karena target produksi yang banyak maka perlu dilakukan
requirement pegawai.
Faktor Mesin
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah pada mesin yaitu terdapat part mesin border
(part as) yang rusak. Part mesin border (part as) yang rusak disebabkan oleh operator lupa
melakukan pelumasan mesin. Operator lupa melakukan pelumasan mesin disebabkan oleh
belum terdapat jadwal untuk pelumasan. Karena brlum terdapatnya jadwal untuk pelumasan
maka perlu dibuat jadwal untuk pelumasan.
Improve
Tahap improve menjelaskan mengenai ide-ide perbaikan maupun solusi-solusi yang mungkin
dilaksanakan untuk meminimasi waste defect dalam proses produksi kemeja di PT. Pronesia.
Pembuatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA merupakan alat yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah
penting. Masalah mana yang harus diprioritaskan untuk ditangani oleh perusahaan dapat
diketahui dari hasil perhitungan FMEA pada Tabel berikut.
Tabel I.17 FMEA Waste Defect Dominan
24
Faktor
Manusia
Mesin
Lingkungan
Potentia
l
Effect of
Failure
Potential
Failure
Mode
Size
tidak
sesuai
dengan
pesanan
Operator tidak
memperhatikan
posisi bahan
pada
saat penjahitan
Bordir
logo
tidak
sesuai
dengan
design
Bordir
logo
tidak
sesuai
dengan
design
Size
tidak
sesuai
dengan
pesanan
Severity
Occurrence
Detection
Operator salah
menginputkan
design
Terdapat part
mesin bordir
(part As) yang
rusak
Tempat kerja
berantakan
Sev
.
Potential
Cause
Occ.
Det
.
Current Control
RPN
Pengarahan dari
kepala produksi
mengenai
kesalahan operator
yang menyebabkan
defect
336
Pengarahan dari
kepala produksi
mengenai
kesalahan operator
yang menyebabkan
defect
392
252
120
Untuk
mengejar
target
produksi
Untuk
mengejar
target
produksi
Tidak
terdapat
jadwal
pelumasan
mesin
Perbaikan yang
dilakukan oleh
operator saat
terjadi kerusakan
Kurangnya
lahan
penyimpanan
WIP
Tabel I.14 memperlihatkan FMEA untuk setiap masalah yang muncul pada dua jenis defect
dominan yang terjadi pada proses produksi kemeja. Untuk jenis defect size tidak sesuai
dengan pesanan memiliki nilai severity sebesar 6, karena akibat yang ditimbulkan dari defect
ini membuat pelanggan merasakan penurunan penampilan produk namun masih dalam batas
toleransi. Untuk jenis defect bordir logo tidak sesuai dengan design memiliki nilai severity
sebesar 7, karena akibat yang ditimbulkan dari defect ini membuat pelanggan merasakan
penurunan penampilan produk yang berada di luar batas toleransi. Dari sisi pelanggan, bordir
logo merupakan hal yang harus dipenuhi karena bordir logo merupakan identitas penting bagi
pelanggan. Bila terdapat sedikit kecacatan pada logo, maka akan mengakibatkan pelanggan
menjadi sangat tidak puas.
25
Faktor-faktor penyebab defect berasal dari faktor mesin, manusia, dan lingkungan. Faktor
manusia memiliki nilai occurence sebesar 8, karena kemungkinan kegagalan yang muncul
dari faktor manusia sangat mungkin terjadi. Faktor mesin memiliki nilai occurence sebesar 6,
karena kemungkinan kegagalan yang muncul dari faktor mesin agak mungkin terjadi. Faktor
lingkungan memiliki nilai occurence sebesar 4, karena kemungkinan kegagalan yang muncul
dari faktor lingkungan jarang terjadi.
Faktor manusia memiliki nilai detection sebesar 7, karena metode pencegahan kurang efektif.
Faktor mesin memiliki nilai detection sebesar 6, karena metode pencegahan dapat membuat
penyebab defect muncul kembali. Faktor lingkungan memiliki nilai detection sebesar 5,
karena metode pencegahan dapat membuat penyebab defect muncul kembali.
Dari hasil perhitungan RPN , maka urutan faktor penyebab defect dapat dilihat dari RPN yang
memiliki nilai paling besar hingga paling kecil. Urutan faktor penyebab defect yang paling
berpengaruh adalah faktor manusia dengan nilai RPN 392 dan 336, faktor mesin dengan nilai
RPN 252, dan faktor lingkungan dengan nilai RPN 120.
Rancangan usulan perbaikan terhadap akar penyebab waste defect
Usulan perbaikan dilakukan untuk mengatasi akar penyebab dari waste defect. Usulan
perbaikan dirancang secara berurutan berdasarkan prioritas masalah yang harus diminimasi
berdasarkan hasil FMEA. Berikut ini adalah usulan perbaikan dari setiap permasalahan dan
akar penyebabnya.
1.
Faktor Manusia
Pada faktor manusia terdapat dua permasalahan yaitu size tidak sesuai dengan pesanan serta
bordir logo yang tidak sesuai design. Berdasarkan penelusuran akar penyebab kedua
permasalahan dengan menggunakan 5 why didapatkan bahwa permasalahan tersebut terjadi
akibat operator yang kelelahan dikarenakan lembur yang harus dilakukan. Dimana lembur ini
dilakukan untuk memenuhi target produksi. Maka berdasarkan hal tersebut usulan solusi yang
diberikan adalah:
a. Menambah operator jahit
Penambahan operator jahit dilakukan dengan maksud untuk mengurangi waktu lembur
operator yang harus bekerja untuk memenuhi target produksi. Maka dengan
mengurangi waktu lembur operator diharapkan kinerja operator menjadi lebih baik
dan dapat mengurangi defect.
Tabel I.18 5W 1H Menambah Operator Jahit
26
What
Where
Bagian penjahitan
When
Who
Manager produksi
Why
Where
Bagian penjahitan
When
Who
Manager produksi
Why
2.
Faktor Mesin
Pada faktor mesin usulan perbaikan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Permasalahan
Penyebab
Akar penyebab
: belum adanya jadwal pelumasan part mesin bordir
Usulan perbaikan
: menyusun jadwal pelumasan part mesin bordir
Usulan perbaikan yang dilakukan untuk faktor mesin adalah menyusun jadwal
pelumasan part pada mesin bordir. Hal ini dilakukan agar dapat menjaga performansi
mesin bordir sehingga dapat mengurangi defect yang dihasilkan.
Tabel I.20 5W 1H Bordir Tidak Sesuai Dengan Design
What
Where
Bagian border
When
Who
Manager Produksi
Why
Penyusunan jadwal pelumasan part pada mesin bordir dilakukan selama 2 minggu
sekali. Penentuan jadwal pelumasan berdasarkan pada ketentuan yang ada pada
mesin bahwa untuk part as dan part rotary perlu dilakukan pelumasan 2 minggu
sekali. Selain penentuan jadwal pelumasan, diberikan pula contoh kartu
pengendalian jadwal. Kartu ini dimaksudkan agar operator tidak lupa jadwal
pelumasan dan dapat terlihat kapan mesin telah dilakukan pelumasan.
Berikut ini merupakan contoh kartu pengendalian pelumasan untuk mesin bordir.
28
Faktor Lingkungan
Pada faktor lingkungan usulan perbaikan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Permasalahan
: size yang tidak sesuai dengan pesanan
Penyebab
: tempat kerja yang berantankan
Akar penyebab
: kurangnya lahan penyimpanan WIP
Usulan perbaikan
: memberikan tempat penyimpanan WIP
Tabel I.21 5W 1H Size yang Tidak Sesuai Dengan Pesanan
What
Where
Bagian penjahitan
When
Who
Manager Produksi
Why
kerja seperti container box yang bertujuan untuk menyimpan WIP agar tumpukan WIP
tersebut tidak mengganggu gerak operator. Container box tersebut ditempatkan disisi
kanan dan kiri operator yang diletakkan sejajar dengan meja kerja agar operator mudah
dalam mengambil dan meletakkan WIP. Berikut merupakan layout usulan penempatan
container box
WHER
E
WH
O
WHE
N
WH
Y
HO
W
PENANGGUNG
JAWAB
CONTROL
STATUS
2. Pembuatan form audit kinerja proses produksi, form ini dibuat untuk kebutuhan
perusahaan mengontrol kinerja proses dengan membuat peta kendali kinerja proses.
Peta kendali tersebut menggambarkan apakah jumlah defect yang terjadi pada
perusahaan masih berada dalam batas kontrol atau tidak setelah improvement
dilakukan. Oleh karena itu dibuat form pengendalian kinerja proses untuk kemudian
30
dilakukan pencatatan pada jumlah defect tersebut yang terjadi setiap harinya, melalui
pencatatan jumlah defect maka akan dapat digambarkan bagaimana kinerja proses
yang terjadi.
Tabel I.23 Form Defect
Hari
Ke-
Jumlah
Produksi
Jumlah
Defect
Defect
Rate
1
2
30
ACTUAL
KINERJA : (BAIK/TIDAK
BAIK)
31
LAMPIRAN A
Value Stream Mapping
LAMPIRAN B
Kuisioner Identifikasi Seven Waste
32
KUISIONER PENELITIAN
Kepada Yth :
Bapak/Ibu Responden
Dengan hormat,
Kami mengucapkan terimakasih atas kesediaan Anda menerima kuisioner
ini. Kami memahami sepenuhnya bahwa waktu Anda sangat terbatas dan
berharga. Namun demikian, saya sangat mengharapkan kesediaan Anda
dalam membantu penelitian saya, dengan mengisi secara lengkap
kuisioner ini. Kuisioner ini disusun dalam rangka penelitian Tugas Akhir
mengenai Lean Manufacturing
membuat rancangan perbaikan
proses produksi Kemeja di PT Pronesia. Kuisioner hanya digunakan
untuk keperluan ilmiah, sehingga seluruh jawaban dijamin kerahasiaannya.
Atas kesediaan dan kerjasama Anda, saya ucapkan terima kasih.
Bandung, Oktober 2015
Hormat saya,
Peneliti
Jabatan : ......................................
Pakar : ......................................
Tingkat keseringan
Tingkat pengaruh
33
n
o
Nil
ai
Arti
Nil
ai
4
3
Sangat sering
Sering
4
3
2
1
Kurang sering
Tidak sering
2
1
Waste
Defect ( D)
Overproduct
ion (O )
Transportati
on
(T)
Inventory (I)
Motion(M)
6
7
Overprocess
ing
(Pemrosesan
Berlebih )
Waiting
Time
(W)
Arti
Sangat
berpengaruh
berpengaruh
Kurang
berpengaruh
Tidak berpengaruh
Deskripsi
1.kecacatan produk karena kesalahan
operator dalam proses produksi
2.kecacatan produk karena belum adanya
prosedur
3.kecacatan produk karena material yang
kurang berkualitas
4.kecacatan produk karena mesin bermasalah
5.kecacatan produk karena kesalahan pada
penanganan/penanganan yang berlebihan
1.Produksi berlebih akibat produksi tidak
sesuai dengan jadwal produksi
2.Produksi berlebih akibat adanya target
jumlah persediaan
3.Produksi berlebihan karena kesalahan
instruksi
4.Produksi berlebihan karena adanya produk
cacat yang tidak dapat di revisi
1.Alur perpindahan material yang kurang baik
2.Jarak antar stasiun kerja yang jauh
3.Material handling masih manual
4.Terbatasnya material handling
1. Persediaan bahan baku yang menumpuk
2. Persedian produk jadi yang tidak perlu
akibat produk cacat yang tidak dapat direvisi
3. Penumpukan work-in-process
4. Penumpukan produk jadi akibat adanya
target jumlah persediaan
1. Gerakan tidak perlu akibat penyimpanan
tools yang kurang baik
2. Gerakan tidak perlu akibat rancangan
mesin yang kurang ergonomis
1. Adanya proses yang berlebihan
Tingkat
Keseringan
4 3 2 1
Tingkat
Pengaruh
4
3 2 1
Perhitunga
n Bobot
(Pembobot
an) Kode
Tk
Pengar
uh (a)
D1
D2
D3
D4
D5
O1
O2
O3
O4
T1
T2
T3
T4
2.8
2.8
3
2.2
2.4
2.4
2.4
2
3.6
2.2
1.4
1.6
1.4
Ratarata Tk.
Pengar
uh (b)
2.64
2.6
1.65
Tkt.
Kesering
an ( c )
2.4
1.8
2.2
1.8
2.2
2
2
1.4
1.6
1.8
1.4
2.8
3
35
Rata-rata
Tkt.
Kesering
an (d)
Weigh
t (b*d)
Rankin
g
2.08
5.491
2
1.75
4.55
2.25
3.712
5
Perhitunga
n Bobot
(Pembobot
an) Kode
Tk
Pengar
uh (a)
I1
I2
I3
I4
M1
M2
OP1
W1
W2
W3
W4
2.4
2.4
3.2
2.6
2.8
2.4
2
2.8
2.6
2.8
2.8
Diagram
Pareto
Ranking
1
2
3
4
5
6
7
Ratarata Tk.
Pengar
uh (b)
2.65
2.6
2
2.75
Waste
Defect
Overproduc
tion
Transportati
on
Inventory
Motion
Overproces
sing
Waiting
Time
TOTAL
Tkt.
Kesering
an ( c )
1.8
2
2.4
1.4
1.8
2
1.6
1.4
1.6
2
1.6
Rata-rata
Tkt.
Kesering
an (d)
Weigh
t (b*d)
Rankin
g
1.9
5.035
1.9
4.94
1.6
3.2
1.65
4.537
5
Weigh
t
Persenta
se (%)
Kumulat
if (%)
5.491
2
17.5%
17%
4.55
3.712
5
5.035
4.94
14.5%
32%
11.8%
16.0%
15.7%
44%
60%
75%
3.2
4.537
5
31.46
62
10.2%
86%
14.4%
100%
36
LAMPIRAN C
Perhitungan Waktu Siklus WS 1
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Waktu
masuk
0:00:00
0:01:15
0:02:43
0:03:56
0:05:13
0:06:25
0:07:44
0:09:07
0:10:22
0:11:45
0:13:06
0:14:27
0:15:47
0:17:07
0:18:19
0:19:27
0:20:49
0:22:09
0:23:24
0:24:50
0:24:17
0:25:39
0:26:04
0:27:29
0:28:51
0:30:07
0:31:26
0:32:48
0:34:07
0:35:22
Waktu
keluar
0:01:13
0:02:40
0:03:52
0:05:08
0:06:20
0:07:42
0:09:01
0:10:15
0:11:40
0:13:03
0:14:20
0:15:44
0:17:00
0:18:16
0:19:26
0:20:44
0:22:02
0:23:15
0:24:42
0:26:08
0:25:31
0:26:53
0:27:19
0:28:46
0:30:03
0:31:21
0:32:41
0:34:02
0:35:19
0:36:37
Rata-rata,
73
85
69
72
67
77
77
68
78
78
74
77
73
69
67
77
73
66
78
78
74
74
75
77
72
74
75
74
72
75
73.93333
Sampel
1
Waktu
masuk
0:00:00
Waktu
keluar
0:13:52
Rata-rata
832
832
Waktu
Waktu
masuk
keluar
0:00:00
0:00:16
0:00:18
0:00:39
0:00:40
0:00:57
0:01:01
0:01:21
0:01:23
0:01:42
0:01:43
0:01:59
0:02:03
0:02:20
0:02:23
0:02:40
0:02:44
0:03:02
0:03:06
0:03:26
0:03:30
0:03:48
0:03:51
0:04:10
0:04:13
0:04:34
0:04:39
0:04:57
0:05:00
0:05:19
0:05:24
0:05:44
0:05:46
0:06:03
0:06:06
0:06:32
0:06:37
0:06:59
0:07:03
0:07:28
0:07:31
0:07:51
0:07:54
0:08:16
0:08:18
0:08:43
0:08:45
0:09:02
0:09:05
0:09:22
0:09:25
0:09:43
0:09:45
0:10:04
0:10:10
0:10:28
0:10:33
0:10:49
0:10:53
0:11:10
Rata-rata
Waktu siklus
(detik)
0:00:16
16
0:00:21
21
0:00:17
17
0:00:20
20
0:00:19
19
0:00:16
16
0:00:17
17
0:00:17
17
0:00:18
18
0:00:20
20
0:00:18
18
0:00:19
19
0:00:21
21
0:00:18
18
0:00:19
19
0:00:20
20
0:00:17
17
0:00:26
26
0:00:22
22
0:00:25
25
0:00:20
20
0:00:22
22
0:00:25
21
0:00:17
17
0:00:17
17
0:00:18
18
0:00:19
19
0:00:18
18
0:00:16
16
0:00:17
17
19.033333
Waktu
masuk
Waktu
keluar
38
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
0:00:00
0:00:02
0:00:03
0:00:05
0:00:06
0:00:09
0:00:10
0:00:12
0:00:14
0:00:16
0:00:17
0:00:19
0:00:21
0:00:24
0:00:25
0:00:28
0:00:29
0:00:31
0:00:33
0:00:36
0:00:38
0:00:41
0:00:42
0:00:45
0:00:46
0:00:50
0:00:53
0:00:57
0:00:59
0:01:02
0:01:04
0:01:07
0:01:08
0:01:10
0:01:12
0:01:15
0:01:17
0:01:20
0:01:21
0:01:25
0:01:27
0:01:30
0:01:32
0:01:36
0:01:39
0:01:41
0:01:44
0:01:47
0:01:50
0:01:52
0:01:55
0:01:58
0:02:00
0:02:04
0:02:06
0:02:08
0:02:10
0:02:14
0:02:13
0:02:15
Rata-rata
39
0:00:02
0:00:02
0:00:03
0:00:02
0:00:02
0:00:02
0:00:03
0:00:03
0:00:02
0:00:03
0:00:03
0:00:03
0:00:04
0:00:04
0:00:03
0:00:03
0:00:02
0:00:03
0:00:03
0:00:04
0:00:03
0:00:04
0:00:02
0:00:03
0:00:02
0:00:03
0:00:04
0:00:02
0:00:04
0:00:02
2
2
3
2
2
2
3
3
2
3
3
3
4
4
3
3
2
3
3
4
3
4
2
3
2
2
4
2
2
2
2.833333333
LAMPIRAN D
PERTANYAAN DAN SARAN
1.
2.
Saran kelompok 1 mengenai perbaikan VSM untuk mengacu pada bahan utama kemeja
Hasil perbaikan VSM hanya berdasarkan pada bahan baku pembuatan kemeja. Berikut ini
merupakan hasil perbaikan VSM.
3.
Bahan kain yang dapat digunakan selama proses produksi merupakan bahan yang telah
disepakati oleh pelanggan dan perusahaan. Kesepakatan yang didapatkan pada pemilihan
bahan didasarkan pada keinginan pelanggan, kemampuan perusahaan mendapatkan
bahan, serta kemampuan bahan untuk dijahit dan diberi aksesoris. Hal ini mengakibatkan
aspek material pada fishbone tidak diperhatikan karena bahan yang digunakan telah
sesuai dengan keinginan pelanggan. Adapun cacat yang didapat dari material seperti
terdapat noda sudah terdefinisikan sebagai jenis defect terdapat noda dan bukan termasuk
jenis defect size tidak sesuai dengan pesanan ataupun bordir logo tidak sesuai dengan
design.
4.
41