Anda di halaman 1dari 41

TUGAS BESAR

MINIMASI WASTE DEFECT DI PT. PRONESIA


DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA

KELOMPOK :
Willy Pratisna

1102120168

Debby Syavira A

1102120169

Naila Farhana

1102121267

Dwi Intan Aprimuna

1102124303

Shifa Khairunnisa

1102124305
TI-36-03

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


FAKULTAS REKAYASA INDUSTRI
TELKOM UNIVERSITY
BANDUNG
2015

Define
PT. Progressio Indonesia (Pronesia) merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang
konveksi. Berdiri pada tahun 1999 di Jalan Binong No. 17, Bandung sebagai tempat produksi
pertama yang menghasilkan berbagai macam produk seperti t-shirt, jaket, polo shirt, kemeja,
celana, dll. Pelanggan tetap PT. Pronesia terdiri dari beberapa instansi besar di antaranya
Metro TV, Garuda Indonesia, Telkom Indonesia, Pertamina, dan

instansi besar lainnya.

Perusahaan menjunjung tinggi kualitas yang tertuang dalam misi perusahaan. Demi
mewujudkan misi tersebut, perusahaan perlu menjaga kualitas produk agar sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan serta pengiriman produk yang tepat waktu. Masalah tersebut
diperkuat berdasarkan teori Vincent Gaspersz (2011, p.24), bahwa kualitas total (total quality)
yang mencakup pada kualitas produk (product quality) dan kualitas penyerahan tepat waktu
(delivery quality) merupakan kunci persaingan dalam pasar global agar perusahaan dapat
bersaing untuk mendapatkan konsumen.
Sistem produksi yang digunakan pada PT. Pronesia adalah make to order yaitu produksi
berdasarkan pesanan yang diterima. Dalam hal ini berarti pelanggan berhak menentukan
jumlah order, jenis dan desain produk yang akan diproduksi, serta bahan yang akan
digunakan. Pada periode Januari hingga September 2015 PT. Pronesia memproduksi beberapa
jenis produk pakaian di antaranya t-shirt, jaket, celana training, dan kemeja kantor. Akan
tetapi pada bulan September 2015 produksi yang sedang dijalankan oleh PT. Pronesia adalah
produk jenis kemeja, sehingga peneliti memfokuskan objek penelitian hanya pada produk
kemeja. Berikut merupakan gambar katalog untuk produk kemeja pada PT. Pronesia.
Berdasarkan Gambar I.1, dapat dilihat berbagai macam design kemeja yang ditawarkan oleh
PT. Pronesia. Konsumen juga dapat memesan kemeja sesuai dengan design yang dinginkan.
Di setiap bulan pada periode Januari hingga September 2015 selalu terdapat permintaan
produk jenis kemeja. Jumlah produksi kemeja pada periode Januari hingga September 2015
ditampilkan pada Tabel I.1.

Gambar I.1 Katalog Produk Kemeja


Sumber : Data PT. Pronesia
Tabel I.1 Target, Jumlah, dan Pencapaian Produksi Kemeja Periode Januari September 2015
Kemeja
Bulan

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September

Target
Produksi
(pcs
kemeja)

Jumlah
Produksi
(pcs
kemeja)

715
2150
1375
638
6556
950
7250
3200
2318

787
2365
1513
702
7212
1045
7975
3520
2550

Sumber : Data PT. Pronesia

Pencapaian
Produksi
(%)
110%
110%
110%
110%
110%
110%
110%
110%
110%

Gambar I.2 Target dan Jumlah Produksi Kemeja Periode Januari September 2015
Sumber : Data PT. Pronesia
Berdasarkan Gambar I.2, dapat dilihat bahwa target produksi kemeja setiap bulannya dapat
tercapai. Hal ini disebabkan karena setiap pemesanan produk (order), perusahaan memberikan
allowance sebesar 1% dari target produksi yang bertujuan sebagai persediaan apabila terdapat
produk cacat yang tidak dapat diperbaiki sehingga target produksi setiap bulannya tetap dapat
tercapai. Meskipun target produksi setiap bulannya tercapai, namun tidak semua produk yang
dihasilkan sesuai dengan karakteristik yang diinginkan oleh pelanggan. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya masalah product quality di perusahaan. Untuk menciptakan product
quality yang dapat memenuhi requirement dari pelanggan, maka dilakukan penetapan CTQ
oleh perusahaan yang ditampilkan pada Tabel I.2.
Tabel I.2 CTQ Kemeja
No
.
1
2

CTQ
Kesempurnaan
Jahitan
Accessories
Lengkap

Ketepatan Size

Kebersihan

Keterangan
Seluruh bagian terjahit dengan rapi dan jahitan kencang (kuat)
Accessories lengkap sesuai dengan design produk
Size sesuai dengan pesanan (ukuran custom/ukuran default S, M,
L, XL)
Produk jadi (kemeja) dalam keadaan bersih
Sumber : Data PT. Pronesia

Selain itu, allowance sebesar 1 % juga mengakibatkan penumpukan work in process dan
penumpukan finished goods di gudang sehingga menimbulkan terjadinya masalah delivery
quality di perusahaan. Delivery quality yang dimaksud yaitu kualitas penyerahan tepat waktu
4

dalam pengiriman hasil produksi perusahaan. Kecepatan dalam pengiriman dapat menentukan
keberhasilan dari suatu produk. Penumpukan dapat diketahui dengan cara pembuatan Value
Stream Mapping. Penggambaran Value Stream Mapping dapat dilihat pada Lampiran A.
Berdasarkan Value Stream Mapping tersebut dapat diketahui bahwa terdapat masalah dalam
penumpukan atau inventory yang terjadi di setiap workstation pada proses penjahitan serta
penumpukan pada gudang. Hal tersebut menunjukkan adanya waste inventory di PT. Pronesia.
Selain itu, terdapat aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah sehingga meningkatkan
lead time pada proses produksi kemeja.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dari perusahaan yaitu data target produksi, jumlah
produksi, pencapaian produksi, dan CTQ kemeja maka dapat diidentifikasi waste yang terjadi
pada proses produksi yaitu waste defect dan waste inventory. Untuk mengidentifikasi lebih
lanjut, digunakan waste finding checklist untuk mengetahui waste lain yang terdapat di PT.
Pronesia. Proses mengidentifikasi waste berdasarkan pada seven waste. Perhitungan seven
waste tersebut dapat dilihat pada Lampiran B. Berikut merupakan hasil survei awal dalam
mengidentifikasi seven waste dengan menggunakan kuisioner.
Tabel I.3 Identifikasi Seven Waste yang Mempengaruhi Product Quality dan Delivery Quality

Waste

Total
Magnitude
Waste

Persentase
Waste

Ranking

Defect
Inventory
Motion
Over Production
Waiting
Transportation
Over Processing

5,49
5,04
4,94
4,55
4,54
3,71
3,20

17.5%
16.0%
15.7%
14.5%
14.4%
11.8%
10.2%

1
2
3
4
5
6
7

Sumber : Data Pengolahan Hasil Identifikasi Waste pada PT. Pronesia

Gambar I.3 Persentase Waste


Sumber : Data Pengolahan Hasil Identifikasi Waste pada PT. Pronesia
Hasil persentase setiap waste pada Gambar I.3 diperoleh dari tingkat keseringan dan tingkat
pengaruhnya terhadap product quality dan delivery quality. Dapat dilihat bahwa terdapat tiga
waste yang memiliki persentase tertinggi. Waste defect dengan persentase sebesar 17.5%,
waste inventory dengan persentase sebesar 16.0%, dan waste motion dengan persentase
sebesar 15.7%. Waste defect menyebabkan peningkatan defect rate sehingga menimbulkan
terjadinya masalah product quality di PT. Pronesia, sedangkan waste inventory dan motion
menyebabkan peningkatan cycle time sehingga menimbulkan terjadinya masalah delivery
quality di PT. Pronesia.
Menurut Gaspersz (2011, p.21), defect adalah pemborosan yang terjadi karena kecacatan dan
kegagalan produk. Defect produk merupakan salah satu pemborosan yang terjadi pada lantai
produksi yang mengakibatkan kerugian bagi pihak perusahaan. Berikut merupakan data
defect kemeja periode Januari hingga September 2015.
Tabel I.4 Data Defect Kemeja Periode Januari - September 2015

Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September

Kemeja
Jumlah
Defect (pcs
kemeja)
21
67
43
19
302
27
379
137
101

Jumlah
Produksi (pcs
kemeja)
787
2365
1513
702
7212
1045
7975
3520
2550
Rata-rata
6

Defect
Rate (%)
2.67%
2.83%
2.84%
2.71%
4.19%
2.58%
4.75%
3.89%
3.96%
3.38%

Sumber : Data PT. Pronesia


Berdasarkan Tabel I.4, defect rate kemeja periode Januari hingga September 2015 memiliki
rata-rata sebesar 3.38% dengan nilai tertinggi sebesar 4.75% pada bulan Juli dan nilai
terendah sebesar 2,58 % pada bulan Juni. Pada bulan Mei, Juli, Agustus, dan September
defect rate mencapai nilai di atas 3%, sedangkan batas toleransi defect rate per bulan yang
ditetapkan oleh PT. Pronesia pada tahun 2015 adalah di bawah 3%.
PT. Pronesia telah melakukan beberapa upaya untuk menekan jumlah defect. Unit Quality
Control menemukan dua faktor yang diduga menjadi penyebab defect. Tabel I.5 berikut
menjelaskan penyebab defect yang diterjadi di PT. Pronesia dan upaya yang telah dilakukan
oleh perusahaan.
Tabel I.5 Tindakan Corrective yang Telah Dilakukan PT. Pronesia
Faktor
Penyebab
Defect

Penyebab Defect

Tindakan Corrective yang Telah


Dilakukan Perusahaan

Faktor
Operator
(Man)

1. Ketidaktelitian
operator saat
melakukan proses
penjahitan.
2. Pengetahuan
mengenai standar
kualitas jahit yang baik
yang tidak diketahui
oleh operator.

1. Pemberian feedback secara


personal kepada operator untuk
membahas kesalahan yang
diduga menyebabkan kecacatan
produk.
2. Pemberian wawasan
mengenai standar kualitas jahit
yang baik.

Faktor Mesin
(Machine)

Kerusakan pada mesin


sewing dan mesin
bordir.

Penggantian part-part rusak


seperti rotary, jarum, fan belt
dan as yang dilakukan oleh
operator/mekanik.

No

Sumber : Data PT. Pronesia


Upaya yang telah dilakukan nampaknya belum optimal meskipun terjadi penurunan defect
rate pada bulan Januari, Februari, Maret, April, dan Juni. Penurunan defect pada bulan Juni
dikarenakan ukuran kemeja yang dipesan konsumen menggunakan ukuran defaut yaitu S, M,
L, XL, dan XXL. Akan tetapi, ketika bulan Juli ukuran kemeja yang dipesan konsumen
menggunakan ukuran custom yang mengakibatkan angka defect rate kembali mengalami
kenaikan dengan nilai di atas 3%.

Berdasarkan permasalahan waste defect yang terjadi pada lantai produksi, maka penelitian ini
mencoba untuk memberikan usulan perbaikan yang bertujuan untuk meminimasi defect pada
proses produksi kemeja.
Diagram SIPOC
Diagram SIPOC merupakan suatu diagram yang dibuat dengan tujuan untuk memetakan
aliran proses produksi kemeja dari supplier hingga sampai pada customer. Diagram SIPOC ini
mengidentifikasi supplier, input, process, output dan customer yang membantu menjelaskan
ruang lingkup dari penelitian. Diagram SIPOC produk kemeja mulai dari supplier hingga
customer dapat dilihat pada Gambar I.4.

Gambar I.4 Diagram SIPOC

Berikut ini merupakan penjelasan diagram SIPOC:

Supplier

: Supplier proses pembuatan kemeja pada PT. Pronesia adalah gudang

penyimpanan bahan baku.

Input

: Bahan baku pembuatan kemeja adalah bahan drill, bahan pembantu,

dan aksesoris.

Process

: Proses pembuatan kemeja adalah mengubah bahan baku menjadi

kemeja.

Output

: Output proses produksi adalah kemeja.

Customer

: Customer proses pembuatan kemeja pada PT. Pronesia adalah bagian

QC dan Packaging.
8

Proses produksi kemeja di PT. Pronesia meliputi 3 proses, yaitu proses persiapan, proses
pemotongan dan proses penjahitan.
1. Proses persiapan
Proses persiapan merupakan proses yang dilakukan untuk mempersiapkan bahan drill, bahan
pembantu, dan aksesoris sebagai bahan baku yang akan dibutuhkan untuk proses produksi,
serta dilakukan juga untuk membuat dan menyiapkan alat bantu yang akan digunakan dalam
proses operasi berikutnya. Proses persiapan bertujuan untuk memperhitungkan kebutuhan
bahan baku sebelum masuk ke lantai produksi perusahaan. Proses persiapan perlu dijaga
secara ketat selama proses berlangsung agar menghasilkan bahan baku proses pemotongan
yang berkualitas tanpa menghasilkan defect.
2. Proses pemotongan
Cutting adalah proses pemotongan bahan baku. Bahan baku yang akan dipotong adalah bahan
drill dan bahan pembantu. Bahan baku yang diproses pada pemotongan merupakan output
dari proses persiapan bahan, output dari pemotongan kemudian akan menjadi input dari
proses penjahitan di bagian sewing.
3. Proses penjahitan
Proses penjahitan adalah proses perakitan bahan baku/komponen-komponen penyusun kemeja
di antaranya yaitu bahan drill, bahan pembantu, dan aksesoris. Bahan baku yang diproses
pada penjahitan merupakan output dari proses pemotongan, output dari penjahitan kemudian
akan menjadi input dari proses pemeriksaan dan pengepakan di bagian QC dan packaging.
Pembuatan Value Stream Mapping
- Perhitungan Waktu Baku
Aktivitas dalam proses produksi kemeja di PT. Pronesia memiliki waktu yang
berbeda-beda tergantung pada aktivitas yang dilakukannya. Pengamatan waktu proses
produksi kemeja di PT. Pronesia dilakukan selama 30 kali pengamatan. Pengamatan
waktu dilakukan dengan menggunakan metode jam henti dengan bantuan stop watch.
Perhitungan waktu proses diambil dari rata-rata waktu pengamatan sebanyak 30 kali.
Rata-rata waktu proses dapat dilihat lebih jelas di Lampiran C. Cara perhitungan waktu
baku adalah sebagai berikut.

Dimana :
: rata-rata dari setiap subgroup ke-i
k : nilai banyaknya subgroup yang terbentuk
Waktu proses yang telah didapatkan melalui pengamatan, selanjutnya dilakukan uji
keseragaman dan kecukupan data untuk menghitung waktu baku masing-masing
proses.
-

Uji Keseragaman Data


Pengujian keseragaman data dilakukan agar dengan adanya keadaan sistem yang
selalu berubah, data dapat diterima, asalkan perubahannya memang sepantasnya
terjadi. Hasil Uji keseragaman data untuk waktu setiap aktivitas dalam proses produksi
kemeja ditampilkan pada Tabel I.6.
Tabel I.6 Hasil Uji Keseragaman Data

No.

Aktivitas

1
2
3

Membuka gulungan kain


Pemolaan kain
Cutting pola sesuai ukuran
Pemisahan kain sesuai
ukuran
Pembentukan lipatan saku
Penggabungan saku dan
bagian badan
Pemasangan lapisan kerah
Penyatuan saku dan bagian
badan
Jahit bagian atas bahu
Penyatuan bahu dengan
bagian badan
Jahit seluruh pinggiran
badan
Pelubangan lubang kancing
Pemasangan kancing
Pembordiran logo bagian
depan
Pembordiran logo bagian
samping
Pemasangan logo ke bagian
badan
Merapikan benang jahitan
Packaging

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Waktu
Proses
(Detik)
73.93
832
19.03

STDEV

BKA

BKB

Keterangan

4.14
0.00
2.48

86.34
832
26.49

61.53
832
11.58

SERAGAM
SERAGAM
SERAGAM

2.83

0.74

5.05

0.61

SERAGAM

8.17

0.97

11.07

5.26

SERAGAM

119.4

6.48

138.85

99.95

SERAGAM

8.53

1.07

11.76

5.31

SERAGAM

164.47

3.57

175.17

153.76

SERAGAM

94.97

2.58

102.71

87.23

SERAGAM

154.7

2.88

163.34

146.06

SERAGAM

220.2

2.47

227.61

212.79

SERAGAM

49.97
35.27

2.74
4.76

58.17
49.56

41.76
20.98

SERAGAM
SERAGAM

55

55

55

SERAGAM

418

418

418

SERAGAM

32.5

4.27

45.32

19.68

SERAGAM

45.53
205.37

6.06
17.71

63.72
258.51

27.35
152.23

SERAGAM
SERAGAM

10

Berikut adalah contoh perhitungan aktivitas nomor 1 padaTabel I.6 diatas,


a. perhitungan standar deviasi dapat menggunakan rumus :

Dimana :
N : jumlah pengamatan pendahuluan yangtelah dilakukan
: waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang telah
dilakukan.
b. Setelah itu hitung standar deviasi dari distribusi nilai rata-rata dengan rumus,

Dimana :
n : besarnya subgroup
c. Tentukan batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB) dengan rumus,

Dimana :
=+3=73.93+3(4.14)= 86.34
=3=73.93 - 3(4.14)= 61.53

Batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data.
Sekelompok data dikatakan seragam apabila berada diantara kedua batas kontrol. Bila
diluar batas-batas itu, disebut data yang tidak seragam. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa semua data berada dalam batas kontrol atas (BKA) dan batas
kontrol bawah (BKB), sehingga dapat disimpulkan bahwa semua data seragam.
-

Uji Kecukupan Data


Pengamatan waktu setiap aktivitas dilakukan sebanyak 30 kali, maka N=30. Uji
kecukupan yang dilakukan menggunakan tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan
95%. Hasil uji kecukupan data ditampilkan pada Tabel I.7.

11

Gambar I.7 Hasil Kecukupan Data

Berikut adalah contoh perhitungan aktivitas nomor 1 padaTabel IV.15 diatas, rumus
kecukupan data adalah sebagai berikut.

= 4.84
=30 4.84, maka dapat disimpulan bahwa semua data diambil sudah cukup.
-

Penggambaran VSM
Value stream Mapping menggambarkan proses produksi kemeja yang digunakan untuk
melihat lokasi terjadinya waste dalam proses produksi kemeja. Berdasarkan data yang
12

diperoleh, didapatkan data waktu siklus untuk proses produksi kemeja. Value stream
mapping ditampilkan pada Gambar I.5.

Gambar I.5

Value Stream Mapping


Dari pemetaan Value stream Mapping, diketahui bahwa value added time pada proses
produksi tas adalah sebesar 2501.96 detik. Value added time didapatkan dari waktu
siklus dari tiap workstation yang dapat dilihat pada lampiran C.
Measure
Tahap Measure dilakukan untuk mengetahui pengukuran kinerja proses saat ini pada saat
sebelum dilakukan perbaikan agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
Penentuan Critical to Quality (CTQ)
CTQ merupakan kunci karakteristik yang dapat diukur dari sebuah produk yang harus
mencapai performansi standar agar dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan
konsumen. Ketika CTQ dari produk kemeja tidak terpenuhi oleh perusahaan, maka
akan menjadi peluang defect pada kain produk kemeja. CTQ dari produk kemeja yang
ditetapkan oleh quality control sebagai customer internal perusahaan tampilkan pada
Tabel I.8.
Tabel I.8 CTQ Produk Kemeja
Sumber : PT. Pronesia
No.
1
2

CTQ
Kesempurnaan
Jahitan
Accessories
Lengkap

Ketepatan Size

Kebersihan

Keterangan
Seluruh bagian terjahit dengan rapi dan jahitan
kencang (kuat)
Accessories lengkap sesuai dengan design produk
Size sesuai dengan pesanan (ukuran custom/ukuran
default S, M, L, XL)
Produk jadi (kemeja) dalam keadaan bersih
13

Berdasarkan keterangan CTQ pada Tabel I.6 diperoleh empat jenis CTQ yang harus
dipenuhi oleh PT. Pronesia. Dari empat CTQ tersebut, ditemukan 14 jenis defect pada
produksi kemeja yang diuraikan pada Tabel I.9 berikut ini.
Tabel I.9 Jenis Defect
No.
CTQ
1
2
Kesempurnaan
3
Jahitan
4
5
6
7
Accessories
Lengkap
8
9
10 Ketepatan Size
11
Kebersihan
12

Deskripsi
Pemasangan kancing tidak kencang
Pemasangan kancing terlalu naik
Label size tidak terpasang
Jahitan melenceng
Terdapat bagian yang tidak terjahit
Bordir logo tidak sesuai dengan design
Terdapat noda pada bordiran
Jumlah kancing tidak sesuai
Logo tidak terpasang
Size tidak sesuai dengan pesanan
Terdapat bekas tulisan penandaan
Terdapat noda

Penentuan KPIs Waste Defect


Penentuan KPIs ini digunakan untuk menetapkan indikator kinerja kunci terjadinya
waste defect. KPIs ditentukan oleh pihak perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara
dengan quality control sebagai customer internal perusahaan, KPIs waste defect
adalah defect rate. Waste defect teridentifikasi dari defect rate yang melebihi target
maksimum yang diperbolehkan perusahaan. Defect rate merupakan rasio dari jumlah
ketidaksesuaian dengan spesifikasi atau jumlah defect dengan total item yang
diproduksi atau diinspeksi.
Perhitungan Stabilitas Proses
Stabilitas proses perlu dilakukan untuk mengetahui variansi pada proses produksi
kemeja. Stabilitas suatu proses dapat dilihat dari peta kendali. Peta kendali p
merupakan jenis petakendali atribut, yang digunakan untuk memetakan fraksi item
defect (nonconforming) dengan ukuran sampel yang bervariasi. Pada penelitian ini
ukuran sampel yang diambil bervariasi mengikuti jumlah permintaan pelanggan, yaitu
jumlah produksi kemeja setiap bulan pada bulan Januari-September 2015. Suatu
proses dapat dikatakan stabil apabila plot data hasil inspeksi tersebut berada dalam
batas-batas kendali, Tabel I.8 menyajikan defect rate pada produksi kemeja pada
tahun 2015.

14

Tabel I.8 Defect Rate Produk Kemeja Periode Januari- September 2015
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Rata-rata
Jumlah

Jumlah
Produksi
(pcs kemeja)
(ni)
787
2365
1513
702
7212
1045
7975
3520
2550
3074.33
27669

Jumlah
Defect (pcs
kemeja) (Di)

Defect Rate
(pi)

21
67
43
19
302
27
379
137
101
121.78
1096

0.0267
0.0283
0.0284
0.0271
0.0419
0.0258
0.0434
0.0389
0.0396
0.0333
0.0267

Perhitungan proporsi, UCL, LCL dan CL produk kemeja yang diproduksi PT. Pronesia
untuk membuat peta kendali p tersaji dalam tabel berikut ini.

15

Tabel I.9 Pengukuran Nilai p, CL, LCL, dan UCL Produk Kemeja Periode JanuariSeptember 2015
i
1
2
3
4
5
6
7
8
9

P(i)
0.02668
0.02833
0.02842
0.02707
0.04187
0.02584
0.04752
0.03892
0.03961

CL
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961
0.03961

LCL
0.018753
0.027579
0.024568
0.017527
0.032721
0.021510
0.033059
0.029749
0.028024

UCL
0.06047
0.05164
0.05465
0.0617
0.0465
0.05771
0.04616
0.04947
0.0512

Pada Tabel di atas dapat dilihat nilai proporsi defect tiap bulannya yang merupakan
hasil pembagian antara jumlah defect dan ukuran sampel yang diambil. Dalam tabel
tersebut dapat dilihat pula nilai perhitungan batas atas, bawah dan rata-rata untuk
membuat peta kendali p. Setelah mendapatkan nilai batas, maka langkah berikutnya
adalah membuat peta kendali p. Bila terdapat data proporsi defect yang berada di luar
batas kendali, maka diperlukan tindakan untuk mengetahui penyebabnya.

Gambar I.6 Peta Kendali p Produksi Kemeja PT. Pronesia


16

Berdasarkan peta kendali p yang ditunjukkan gambar di atas dapat dilihat bahwa
proses produksi yang terjadi di PT. Pronesia masih menghasilkan nilai defect yang
berada di luar batas kontrol yang ditunjukkan pada nilai defect bulan juli. Peta kendali
tersebut juga menunjukkan bahwa proses produksi pada PT. Pronesia masih sangat
tidak stabil, hal ini ditunjukkan dengan data defect yang setiap bulannya terlihat
fluktuatif.
Perhitungan Kapabilitas Sigma Proses (Sigma Level)
Kapabilitas proses ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan proses dalam
menghasilkan produk yang baik. Pada penelitian ini, kapabilitas proses diukur dengan
mengukur tingkat kegagalan proses dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan
spesifikasi. Kapabilitas proses pada dasarnya hanya dapat dihitung ketika proses telah
diketahui stabil. Namun pada penelitian ini, pengukuran terhadap kapabilitas proses
tetap dilakukan untuk mengetahui kemampuan proses dalam menghasilkan produk
standar. Kapabilitas proses produksi kemeja diukur dengan cara menghitung sigma
level yang dicapai oleh perusahaan. Perhitungan DPU, DPO, DPMO, sigma level
produk kemeja yang diproduksi PT. Pronesia untuk mengukur sigma level saat ini
tersaji dalam Tabel I.13.
Tabel I.13 Perhitungan DPU, DPO, DPMO, Sigma Level Produk Tas Periode
Januari-September 2015
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September

DPU
0.0267
0.0283
0.0284
0.0271
0.0419
0.0258
0.0434
0.0389
0.0396

DPO
0.006675
0.007075
0.0071
0.006775
0.010475
0.00645
0.01085
0.009725
0.0099

DPMO
6675
7075
7100
6775
10475
6450
10850
9725
9900

Sigma Level
0.993325
0.992925
0.9929
0.993225
0.989525
0.99355
0.98915
0.990275
0.9901

CTQ
4
4
4
4
4
4
4
4
4

Perhitungan DPU, DPO, DPMO, sigma level produk tas yang ditampilkan pada Tabel
IV.25 dicontohkan untuk sampel pertama sebagai berikut,
- Pengukuran DPU (defect per unit) dihitung dengan rumus :
DPU
-

= defect rate (pi) = 0.00027

Setelah didapatkan nilau DPU, maka dapat dihitung nilai DPO (defect per unit
opportunity) dengan rumus:
17

DPO =

= 0.0000000000006

Setelah didapatkan nilai DPO, maka nilai DPMO dapat dihitung menggunakan

rumus:
DPMO = DPO x 1000000 = 66.709
Level atau tingkatan kualitas sigma dapat diwakili oleh nilai sigma. Nilai ini
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Nilai Sigma = NORMSINV =

= 0.99993

Gambar I.6 Sigma Level Produksi Kemeja PT. Pronesia


Berdasarkan perhitungan sigma level pada Tabel I.10, Rata-rata sigma level kemeja
tahun 2015 sebesar 0.991663889 sigma. Peningkatan Sigma level yang paling tinggi
adalah pada bulan Juni yaitu sebesar 0.99355 sigma, sementara penurunan sigma level
yang paling kecil adalah pada bulan Juli yaitu sebesar 0.98915 sigma.
Analyze
Tahap analyze dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya waste defect yang terjadi.
Analisis penyebab terjadinya waste defect dalam proses produksi kemeja dilakukan dengan
mencari akar penyebab dari defect dominan yang terjadi melalui pembuatan pareto diagram
dan pembuatan fishbone dan 5 Why sebagai berikut,
1. Pembuatan Pareto Diagram
Pareto Diagram digunakan untuk mengetahui jenis defect mana yang paling dominan
terjadi pada proses produksi kemeja, sehingga menjadi prioritas utama untuk diperbaiki
dalam pembuatan pareto diagram ialah :
a. Semua data defect dikumpulkan berdasarkan jenis dan jumlah ketidaksesuaian yang
terjadi.
18

Jan
Fe
b
Ma
r
Ap
r
Me
i
Ju
n
Jul
Ag
ust
Se
p
Tot
al

Bor
dir
Terd log
apat
o
Jahita bagi tida
n
an
k
melen yang ses
ceng tidak uai
terja den
hit gan
des
ign
1
1
5

Pemas
angan
kancin
g tidak
kencan
g

Pemas
angan
kancin
g
terlalu
naik

Labe
l size
tidak
terpa
sang

15

Size
Jum
tida Terda
Terd lah
k
pat
apat kan Logo
sesu bekas Terd
noda cing tidak
ai
tulisa apat
pada tida terpa
den
n
noda
bord
k
sang
gan penan
iran sesu
pesa daan
ai
nan
1

11

20

23

30

40

35

24

14

60

13

25

32

33

30

26

23

45

27

25

26

50

27

35

15

25

10

30

15

14

23

68

64

70

76

78

155

88

80

67

201

64

85

b. Data jenis defect diurutkan berdasarkan jumlah defect dari yang terbesar hingga
terkecil. Kemudian hitung persentase defect rate beserta kumulatif persentase defect
rate (%) dari masing-masing jenis defect yang terjadi. Hasil perhitungan diatas, dapat
dilihat pad tabel berikut :
Tabel I.14 Persentase Defect Rate Diagram Pareto
Diagram
Pareto
Jenis Defect
Rangking
1
Size tidak sesuai dengan pesanan
Bordir logo tidak sesuai dengan
2
design
3
Terdapat noda pada bordiran
4
Terdapat noda
5
Jumlah kancing tidak sesuai
19

Jumlah
Defect

Defect
Rate

Kumulatif

201

18,3394161

18,3394

155

14,1423358

32,4818

88
85
80

8,02919708
7,75547445
7,29927007

40,5109
48,2664
55,5657

Diagram
Pareto
Rangking
6
7
8
9
10
11
12

Jenis Defect

Jumlah
Defect

Defect
Rate

Kumulatif

78

7,11678832

62,6825

76
70

6,93430657
6,38686131

69,6168
76,0036

68

6,20437956

82,208

67
64

6,11313869
5,83941606

88,3212
94,1606

64

5,83941606

100

Terdapat bagian yang tidak


terjahit
Jahitan melenceng
Label size tidak terpasang
Pemasangan kancing tidak
kencang
Logo tidak terpasang
Pemasangan kancing terlalu naik
Terdapat bekas tulisan
penandaan
Total

1096

c. Buat pareto diagram berdasarkan data di atas :

Gambar I.8 Persentase Defect Rate Diagram Pareto


Berdasarkan diagram pareto dapat diketahui bahwa waste defect terbesar terdapat
pada :
1. Size tidak sesuai dengan pesanan
(18 %)
2. Bordir logo tidak sesuai dengan design (14 %)
d. Melakukan tindakan perbaikan atas akar penyebab dari waste defect dominan pada
proses produksi pembuatan kemeja. Akar penyebab waste defect dominan dapat
diketahui melalui pembuatan fishbone diagram dan 5 Why.
2. Pembuatan Fishbone dan 5 Why
Waste defect dominan yang terjadi dalam proses produksi kemeja adalah Size tidak
sesuai dengan pesanan, Bordir logo tidak sesuai dengan design . Berikut adalah
analisis dari kedua jenis defect tersebut dalam mengetahui akar penyebab terjadinya
setiap defect,
a. Size tidak sesuai dengan pesanan.
20

Size yang tidak sesuai dengan pesanan merupakan waste defect yang merupakan
waste dimana ukuran asli yang dilakukan oleh pelanggan tidak sesuai dengan ukuran
yang dipesan.
Selanjutnya dibuat fishbone diagram untuk menentukan penyebab waste size tidak
sesuai dengan pesanan,

Gambar I.9 Fishbone Diagram Size Tidak Sesuai dengan Pesanan


Kondisi size tidak sesuai dengan pesanan tersebut disebabkan oleh :
1. Faktor Manusia
Faktor manusia yang mempengaruhi timbulnya size tidak sesuai dengan pesanan
yaitu :
a. Operator tidak memperhatikan posisi bahan saat penjahitan
Faktor manusia yang mempengaruhi timbulnya size tidak sesuai dengan
pesanan yaitu operator tidak memperhatikan posisi bahan saat penjahitan. Hal
ini disebabkan karena operator merasa kelelahan.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi timbulnya size tidak sesuai dengan
pesanan yaitu:
a. Tempat kerja yang berantakan. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya
tempat untuk meyimpan work in process.
Selanjutnya akan ditelusuri lebih lanjut akar penyebab size tidak sesuai dengan
pesanan yang telah dijelaskan diatas dengan menggunakan 5W. Analisis 5W untuk
penyebab size tidak sesuai dengan pesanan dapat dilihat pada tabel berikut :

21

Tabel I.15 Analisis 5W Penyebab Size Tidak Sesuai Pesanan


Cause

Sub Cause

Why

Why

Why

Manusia

Operator tidak
memperhatikan
posisi bahan pada
saat penjahitan

Operator
merasa
kelelahan

operator sering
lembur

mengejar target
produksi

Lingkungan

Tempat kerja
berantakan

banyak
tumpukan
disekitar mesin
jahit

tidak tersedia
tempat untuk
menyimpan WIP

kurangnya lahan
penyimpanan

Analisis 5W Size tidak sesuai dengan pesanan


- Faktor Manusia
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah pada operator yang tidak memperhatikan
posisi bahan pada saat penjahitan. operator yang tidak memperhatikan posisi bahan pada
saat penjahitan disebabkan oleh operator yang merasa kelelahan. Operator yang kelelahan
disebabkan oleh operator yang sering lembur. Operator yang sering lembur disebabkan oleh
pengejaran target produksi Karena target produksi yang banyak maka perlu dilakukan
requirement pegawai pada operator bagian penjahitan.
- Faktor Lingkungan
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah pada lingkungan yaitu tempat kerja yang
berantakan. Tempat kerja yang berantakan disebabkan oleh banyak tumpukan disekitar
mesin jahit. Banyak tuukan disekitar mesin jahit disebabkan oleh tidak tersedianya tempat
untuk menyimpan WIP. Tidak tersedianya tempat untuk menyimpan WIP disebabkan oleh
kurangnya lahan penyimpanan. Karena kurangnya lahan penyimpanan maka perlu dibuat
lahan khusus untuk penumpukan kain.
b. Bordir logo tidak sesuai dengan design
Bordir logo tidak sesuai dengan design merupakan waste defect yang merupakan
waste dimana bordir logo tidak sesuai dengan design yang telah dibuat.
Selanjutnya dibuat fishbone diagram untuk menenukan penyebab waste bordir logo
tidak sesuai dengan design sebagai berikut,

22

Gambar I.10 Fishbone Diagram Bordir Logo Tidak Sesuai dengan Design
Kondisi Bordir logo tidak sesuai dengan design tersebut disebabkan oleh:
1. Faktor Manusia
Faktor manusia yang mempengaruhi timbulnya Bordir logo tidak sesuai dengan
design yaitu :
a. Operator salah menginputkan design
Faktor manusia yang mempengaruhi bordir logo tidak sesuai dengan design
adalah operator salah menginputkan design. Hal ini disebabkan karena
operator merasa kelelahan.
2. Faktor Mesin
Faktor mesin yang mempengaruhi timbulnya Bordir logo tidak sesuai dengan
design yaitu:
a. Terdapat part mesin bordir (part as) yang rusak.
Faktor mesin yang mempengaruhi bordir logo tidak sesuai dengen design.
Hal ini disebabkan karena operator lupa melakukan pelumasan mesin.
Selanjutnya akan ditelusuri lebih lanjut akar penyebab Bordir logo tidak sesuai dengan design
yang telah dijelaskan diatas dengan menggunakan 5W. Analisis 5W untuk penyebab Bordir
logo tidak sesuai dengan design dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel I.16 Analisis 5W Penyebab Bordir Logo Tidak Sesuai Design
Cause

Sub cause

Why
23

Why

Why

Manusia

operator salah
meng input kan
design

Operator
kelelahan

operator sering
lembur

Mesin

terdapat part
mesin bordir (part
as) yang rusak

operator lupa
melakukan
pelumasan mesin

belum terdapat
jadwal untuk
pelumasan

untuk
mengejar
target

Analisis 5W Bordir
-

Faktor Manusia
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah pada manusia yaitu operator salah input
design. Salah input design disebabkan oleh operator yang kelelahan. Operator yang kelelahan
disebabkan oleh operator yang sering lembur. Operator yang sering lembur disebabkan oleh
pengejaran target produksi. Karena target produksi yang banyak maka perlu dilakukan

requirement pegawai.
Faktor Mesin
Faktor yang mempengaruhi timbulnya masalah pada mesin yaitu terdapat part mesin border
(part as) yang rusak. Part mesin border (part as) yang rusak disebabkan oleh operator lupa
melakukan pelumasan mesin. Operator lupa melakukan pelumasan mesin disebabkan oleh
belum terdapat jadwal untuk pelumasan. Karena brlum terdapatnya jadwal untuk pelumasan
maka perlu dibuat jadwal untuk pelumasan.

Improve
Tahap improve menjelaskan mengenai ide-ide perbaikan maupun solusi-solusi yang mungkin
dilaksanakan untuk meminimasi waste defect dalam proses produksi kemeja di PT. Pronesia.
Pembuatan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA merupakan alat yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan masalah
penting. Masalah mana yang harus diprioritaskan untuk ditangani oleh perusahaan dapat
diketahui dari hasil perhitungan FMEA pada Tabel berikut.
Tabel I.17 FMEA Waste Defect Dominan

24

Faktor

Manusia

Mesin

Lingkungan

Potentia
l
Effect of
Failure

Potential
Failure
Mode

Size
tidak
sesuai
dengan
pesanan

Operator tidak
memperhatikan
posisi bahan
pada
saat penjahitan

Bordir
logo
tidak
sesuai
dengan
design
Bordir
logo
tidak
sesuai
dengan
design
Size
tidak
sesuai
dengan
pesanan

Severity
Occurrence
Detection

Operator salah
menginputkan
design

Terdapat part
mesin bordir
(part As) yang
rusak

Tempat kerja
berantakan

Sev
.

Potential
Cause

Occ.

Det
.

Current Control

RPN

Pengarahan dari
kepala produksi
mengenai
kesalahan operator
yang menyebabkan
defect

336

Pengarahan dari
kepala produksi
mengenai
kesalahan operator
yang menyebabkan
defect

392

252

120

Untuk
mengejar
target
produksi

Untuk
mengejar
target
produksi

Tidak
terdapat
jadwal
pelumasan
mesin

Perbaikan yang
dilakukan oleh
operator saat
terjadi kerusakan

Kurangnya
lahan
penyimpanan
WIP

: seberapa serius akibat dari potential effect of failure


: kemungkinan failure mode terjadi akibat potential cause
: kemungkinan alat control mendeteksi failure mode

Tabel I.14 memperlihatkan FMEA untuk setiap masalah yang muncul pada dua jenis defect
dominan yang terjadi pada proses produksi kemeja. Untuk jenis defect size tidak sesuai
dengan pesanan memiliki nilai severity sebesar 6, karena akibat yang ditimbulkan dari defect
ini membuat pelanggan merasakan penurunan penampilan produk namun masih dalam batas
toleransi. Untuk jenis defect bordir logo tidak sesuai dengan design memiliki nilai severity
sebesar 7, karena akibat yang ditimbulkan dari defect ini membuat pelanggan merasakan
penurunan penampilan produk yang berada di luar batas toleransi. Dari sisi pelanggan, bordir
logo merupakan hal yang harus dipenuhi karena bordir logo merupakan identitas penting bagi
pelanggan. Bila terdapat sedikit kecacatan pada logo, maka akan mengakibatkan pelanggan
menjadi sangat tidak puas.

25

Faktor-faktor penyebab defect berasal dari faktor mesin, manusia, dan lingkungan. Faktor
manusia memiliki nilai occurence sebesar 8, karena kemungkinan kegagalan yang muncul
dari faktor manusia sangat mungkin terjadi. Faktor mesin memiliki nilai occurence sebesar 6,
karena kemungkinan kegagalan yang muncul dari faktor mesin agak mungkin terjadi. Faktor
lingkungan memiliki nilai occurence sebesar 4, karena kemungkinan kegagalan yang muncul
dari faktor lingkungan jarang terjadi.
Faktor manusia memiliki nilai detection sebesar 7, karena metode pencegahan kurang efektif.
Faktor mesin memiliki nilai detection sebesar 6, karena metode pencegahan dapat membuat
penyebab defect muncul kembali. Faktor lingkungan memiliki nilai detection sebesar 5,
karena metode pencegahan dapat membuat penyebab defect muncul kembali.
Dari hasil perhitungan RPN , maka urutan faktor penyebab defect dapat dilihat dari RPN yang
memiliki nilai paling besar hingga paling kecil. Urutan faktor penyebab defect yang paling
berpengaruh adalah faktor manusia dengan nilai RPN 392 dan 336, faktor mesin dengan nilai
RPN 252, dan faktor lingkungan dengan nilai RPN 120.
Rancangan usulan perbaikan terhadap akar penyebab waste defect
Usulan perbaikan dilakukan untuk mengatasi akar penyebab dari waste defect. Usulan
perbaikan dirancang secara berurutan berdasarkan prioritas masalah yang harus diminimasi
berdasarkan hasil FMEA. Berikut ini adalah usulan perbaikan dari setiap permasalahan dan
akar penyebabnya.
1.

Faktor Manusia

Pada faktor manusia terdapat dua permasalahan yaitu size tidak sesuai dengan pesanan serta
bordir logo yang tidak sesuai design. Berdasarkan penelusuran akar penyebab kedua
permasalahan dengan menggunakan 5 why didapatkan bahwa permasalahan tersebut terjadi
akibat operator yang kelelahan dikarenakan lembur yang harus dilakukan. Dimana lembur ini
dilakukan untuk memenuhi target produksi. Maka berdasarkan hal tersebut usulan solusi yang
diberikan adalah:
a. Menambah operator jahit
Penambahan operator jahit dilakukan dengan maksud untuk mengurangi waktu lembur
operator yang harus bekerja untuk memenuhi target produksi. Maka dengan
mengurangi waktu lembur operator diharapkan kinerja operator menjadi lebih baik
dan dapat mengurangi defect.
Tabel I.18 5W 1H Menambah Operator Jahit
26

What

Penambahan operator penjahit

Where

Bagian penjahitan

When

Saat usulan akan diimplementasikan

Who

Manager produksi

Why

Agar mengurangi waktu lembur operator penjahit


How

Penambahan operator penjahit dilakukan dengan:


1. Menyebarkan poster
2. Mencari tenaga kerja dari kenalan operator
Berikut ini merupakan contoh poster yang dapat digunakan PT. Pronesia dalam
mencari tenaga kerja tambahan.
l
Gambar I.11 Poster Rekruitasi Operator Produksi
b. Melakukan pelatihan untuk operator jahit
Pelatihan untuk operator jahit dimaksudkan untuk menambah kinerja operator
sehingga mempercepat waktu pembuatan satu buah produk. Dengan semakin cepat
waktu siklus yang dibutuhkan maka diharapkan target produksi dapat tercapai tanpa
perlu melakukan lembur.
Tabel I.19 5W 1H Pelatihan Untuk Operator Jahit
What

Pelatihan untuk operator jahit

Where

Bagian penjahitan

When

Saat usulan akan diimplementasikan

Who

Manager produksi

Why

Agar mengurangi waktu siklus operator jahit


How

Pelatihan diberikan untuk mengurangi waktu siklus yang dibutuhkan


operator dalam menyelesaikan satu buah produk. Pelatihan ini
memberikan pengetahuan kepada operator

2.

Faktor Mesin

Pada faktor mesin usulan perbaikan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Permasalahan
Penyebab

: bordir logo tidak sesuai dengan design.


: terdapat part mesin bordir (part as) yang rusak.
27

Akar penyebab
: belum adanya jadwal pelumasan part mesin bordir
Usulan perbaikan
: menyusun jadwal pelumasan part mesin bordir
Usulan perbaikan yang dilakukan untuk faktor mesin adalah menyusun jadwal
pelumasan part pada mesin bordir. Hal ini dilakukan agar dapat menjaga performansi
mesin bordir sehingga dapat mengurangi defect yang dihasilkan.
Tabel I.20 5W 1H Bordir Tidak Sesuai Dengan Design
What

Penyusunan jadwal pelumasan part mesin bordir

Where

Bagian border

When

Saat usulan akan diimplementasikan

Who

Manager Produksi

Why

Agar menjaga kinerja mesin bordir sehingga tidak mengalami


kerusakan
How

Penyusunan jadwal pelumasan part pada mesin bordir dilakukan selama 2 minggu
sekali. Penentuan jadwal pelumasan berdasarkan pada ketentuan yang ada pada
mesin bahwa untuk part as dan part rotary perlu dilakukan pelumasan 2 minggu
sekali. Selain penentuan jadwal pelumasan, diberikan pula contoh kartu
pengendalian jadwal. Kartu ini dimaksudkan agar operator tidak lupa jadwal
pelumasan dan dapat terlihat kapan mesin telah dilakukan pelumasan.
Berikut ini merupakan contoh kartu pengendalian pelumasan untuk mesin bordir.

28

Gambar I.12 Pengendalian Pelumasan Mesin Bordir


3.

Faktor Lingkungan

Pada faktor lingkungan usulan perbaikan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Permasalahan
: size yang tidak sesuai dengan pesanan
Penyebab
: tempat kerja yang berantankan
Akar penyebab
: kurangnya lahan penyimpanan WIP
Usulan perbaikan
: memberikan tempat penyimpanan WIP
Tabel I.21 5W 1H Size yang Tidak Sesuai Dengan Pesanan
What

Penambahan tempat penyimpanan WIP

Where

Bagian penjahitan

When

Saat usulan akan diimplementasikan

Who

Manager Produksi

Why

Agar menjaga kinerja operator sehingga tidak terganggu saat menjahit


How

Penambahan tempat penyimpanan dilakukan dengan memberikan tempat penyimpanan


pada workstation penjahitan. Dimana tempat penyimpanan ini diletakan pada setiap
mesin jahit yang digunakan dalam mengerjakan kemeja. Tempat penyimpanan yang
diberikan berupa container box dimana box ini digunakan untuk menyimpan WIP
Berikut ini merupakan desain tempat penyimpanan yang akan digunakan untuk
menyimpan WIP pada proses penjahitan.

Gambar I.13 Container Box Tempat Penyimpanan WIP


Berdasarkan hasil analisis kondisi eksisting lingkungan lantai produksi tersebut masih
belum mendukung pekerja dalam melaksanakan pekerjaanya, maka untuk mendukung
lingkungan untuk meningkatkan produktivitas pekerja dengan menambahkan peralatan
29

kerja seperti container box yang bertujuan untuk menyimpan WIP agar tumpukan WIP
tersebut tidak mengganggu gerak operator. Container box tersebut ditempatkan disisi
kanan dan kiri operator yang diletakkan sejajar dengan meja kerja agar operator mudah
dalam mengambil dan meletakkan WIP. Berikut merupakan layout usulan penempatan
container box

Gambar I.14 Layout Usulan Penempatan Container Box


Control
Tahap ini merupakan tahap rencana pengendalian terhadap usulan improvement yang telah
diberikan. Rencana pengendalian yang akan dilakukan berupa perancangan prosedur untuk
memudahkan perusahaan memonitor usulan perbaikan yang telah diberikan terhadap
perusahaan.
1. Pembuatan form audit untuk memastikan bahwa usulan yang diberikan benar
diimplementasikan atau tidak
Tabel I.22 Form Audit
CONTROL PLAN
USULAN PERBAIKAN
WHA
T

WHER
E

WH
O

WHE
N

WH
Y

HO
W

PENANGGUNG
JAWAB
CONTROL

STATUS

2. Pembuatan form audit kinerja proses produksi, form ini dibuat untuk kebutuhan
perusahaan mengontrol kinerja proses dengan membuat peta kendali kinerja proses.
Peta kendali tersebut menggambarkan apakah jumlah defect yang terjadi pada
perusahaan masih berada dalam batas kontrol atau tidak setelah improvement
dilakukan. Oleh karena itu dibuat form pengendalian kinerja proses untuk kemudian
30

dilakukan pencatatan pada jumlah defect tersebut yang terjadi setiap harinya, melalui
pencatatan jumlah defect maka akan dapat digambarkan bagaimana kinerja proses
yang terjadi.
Tabel I.23 Form Defect
Hari
Ke-

Jumlah
Produksi

Jumlah
Defect

Defect
Rate

1
2
30

3. Pembuatan visual control yang menampilkan target pencapaian, dan pencapaian


eksisting sebagai tindakan pengendalian. Pencapaian eksisting didapatkan melalui
hasil perhitungan defect dari pencatatan yang dilakukan pada form audit kinerja proses
kemudian dibandingkan dengan target pencapaian perusahaan.

DEFECT RATE (%)


Bulan :
TARGET

ACTUAL

Gambar I.14 Visual Control

KINERJA : (BAIK/TIDAK
BAIK)

31

LAMPIRAN A
Value Stream Mapping

LAMPIRAN B
Kuisioner Identifikasi Seven Waste
32

KUISIONER PENELITIAN
Kepada Yth :
Bapak/Ibu Responden
Dengan hormat,
Kami mengucapkan terimakasih atas kesediaan Anda menerima kuisioner
ini. Kami memahami sepenuhnya bahwa waktu Anda sangat terbatas dan
berharga. Namun demikian, saya sangat mengharapkan kesediaan Anda
dalam membantu penelitian saya, dengan mengisi secara lengkap
kuisioner ini. Kuisioner ini disusun dalam rangka penelitian Tugas Akhir
mengenai Lean Manufacturing
membuat rancangan perbaikan
proses produksi Kemeja di PT Pronesia. Kuisioner hanya digunakan
untuk keperluan ilmiah, sehingga seluruh jawaban dijamin kerahasiaannya.
Atas kesediaan dan kerjasama Anda, saya ucapkan terima kasih.
Bandung, Oktober 2015
Hormat saya,
Peneliti

Jabatan : ......................................
Pakar : ......................................

PETUNJUK UMUM PENGISIAN Bapak/Ibu diminta untuk melakukan


penilaian tingkat keseringan dan tingkat pengaruhnya terhadap
kualitas produk dan pengiriman yang tepat waktu berdasarkan
kepakaran dan pengalaman Bapak/Ibu. Nilai tingkat keseringan yang
diminta berdasarkan dari masing-masing variabel yang digunakan untuk
membantu dalam mengidentifikasi pemborosan yang terjadi. Pilihlah
jawaban yang sesuai dengan keadaan saat ini. Berilah tanda ( ) pada
kotak pilihan jawaban.

Tingkat keseringan

Tingkat pengaruh
33

n
o

Nil
ai

Arti

Nil
ai

4
3

Sangat sering
Sering

4
3

2
1

Kurang sering
Tidak sering

2
1

Waste

Defect ( D)

Overproduct
ion (O )

Transportati
on
(T)

Inventory (I)

Motion(M)

6
7

Overprocess
ing
(Pemrosesan
Berlebih )
Waiting
Time
(W)

Arti
Sangat
berpengaruh
berpengaruh
Kurang
berpengaruh
Tidak berpengaruh

Deskripsi
1.kecacatan produk karena kesalahan
operator dalam proses produksi
2.kecacatan produk karena belum adanya
prosedur
3.kecacatan produk karena material yang
kurang berkualitas
4.kecacatan produk karena mesin bermasalah
5.kecacatan produk karena kesalahan pada
penanganan/penanganan yang berlebihan
1.Produksi berlebih akibat produksi tidak
sesuai dengan jadwal produksi
2.Produksi berlebih akibat adanya target
jumlah persediaan
3.Produksi berlebihan karena kesalahan
instruksi
4.Produksi berlebihan karena adanya produk
cacat yang tidak dapat di revisi
1.Alur perpindahan material yang kurang baik
2.Jarak antar stasiun kerja yang jauh
3.Material handling masih manual
4.Terbatasnya material handling
1. Persediaan bahan baku yang menumpuk
2. Persedian produk jadi yang tidak perlu
akibat produk cacat yang tidak dapat direvisi
3. Penumpukan work-in-process
4. Penumpukan produk jadi akibat adanya
target jumlah persediaan
1. Gerakan tidak perlu akibat penyimpanan
tools yang kurang baik
2. Gerakan tidak perlu akibat rancangan
mesin yang kurang ergonomis
1. Adanya proses yang berlebihan

1. Waktu tunggu akibat waktu setup mesin


yang lama
2. Waktu menunggu operator
maintenance/peralatan/material/informasi/i
nstruksi
34

Tingkat
Keseringan
4 3 2 1

Tingkat
Pengaruh
4
3 2 1

3. Waktu tunggu perbaikan mesin


4. Waktu tunggu perbaikan defect/NC

Hasil Perhitungan Kuisioner Identifikasi Seven Waste


\\

Perhitunga
n Bobot
(Pembobot
an) Kode

Tk
Pengar
uh (a)

D1
D2
D3
D4
D5
O1
O2
O3
O4
T1
T2
T3
T4

2.8
2.8
3
2.2
2.4
2.4
2.4
2
3.6
2.2
1.4
1.6
1.4

Ratarata Tk.
Pengar
uh (b)

2.64

2.6

1.65

Tkt.
Kesering
an ( c )
2.4
1.8
2.2
1.8
2.2
2
2
1.4
1.6
1.8
1.4
2.8
3
35

Rata-rata
Tkt.
Kesering
an (d)

Weigh
t (b*d)

Rankin
g

2.08

5.491
2

1.75

4.55

2.25

3.712
5

Perhitunga
n Bobot
(Pembobot
an) Kode

Tk
Pengar
uh (a)

I1
I2
I3
I4
M1
M2
OP1
W1
W2
W3
W4

2.4
2.4
3.2
2.6
2.8
2.4
2
2.8
2.6
2.8
2.8

Diagram
Pareto
Ranking
1
2
3
4
5
6
7

Ratarata Tk.
Pengar
uh (b)

2.65

2.6
2
2.75

Waste

Defect
Overproduc
tion
Transportati
on
Inventory
Motion
Overproces
sing
Waiting
Time
TOTAL

Tkt.
Kesering
an ( c )
1.8
2
2.4
1.4
1.8
2
1.6
1.4
1.6
2
1.6

Rata-rata
Tkt.
Kesering
an (d)

Weigh
t (b*d)

Rankin
g

1.9

5.035

1.9

4.94

1.6

3.2

1.65

4.537
5

Weigh
t

Persenta
se (%)

Kumulat
if (%)

5.491
2

17.5%

17%

4.55
3.712
5
5.035
4.94

14.5%

32%

11.8%
16.0%
15.7%

44%
60%
75%

3.2
4.537
5
31.46
62

10.2%

86%

14.4%

100%

36

LAMPIRAN C
Perhitungan Waktu Siklus WS 1
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Waktu
masuk
0:00:00
0:01:15
0:02:43
0:03:56
0:05:13
0:06:25
0:07:44
0:09:07
0:10:22
0:11:45
0:13:06
0:14:27
0:15:47
0:17:07
0:18:19
0:19:27
0:20:49
0:22:09
0:23:24
0:24:50
0:24:17
0:25:39
0:26:04
0:27:29
0:28:51
0:30:07
0:31:26
0:32:48
0:34:07
0:35:22

Waktu
keluar
0:01:13
0:02:40
0:03:52
0:05:08
0:06:20
0:07:42
0:09:01
0:10:15
0:11:40
0:13:03
0:14:20
0:15:44
0:17:00
0:18:16
0:19:26
0:20:44
0:22:02
0:23:15
0:24:42
0:26:08
0:25:31
0:26:53
0:27:19
0:28:46
0:30:03
0:31:21
0:32:41
0:34:02
0:35:19
0:36:37
Rata-rata,

Perhitungan Waktu Siklus WS 2


37

Waktu siklus (detik)


0:01:13
0:01:25
0:01:09
0:01:12
0:01:07
0:01:17
0:01:17
0:01:08
0:01:18
0:01:18
0:01:14
0:01:17
0:01:13
0:01:09
0:01:07
0:01:17
0:01:13
0:01:06
0:01:18
0:01:18
0:01:14
0:01:14
0:01:15
0:01:17
0:01:12
0:01:14
0:01:15
0:01:14
0:01:12
0:01:15

73
85
69
72
67
77
77
68
78
78
74
77
73
69
67
77
73
66
78
78
74
74
75
77
72
74
75
74
72
75
73.93333

Sampel
1

Waktu
masuk
0:00:00

Waktu
keluar
0:13:52
Rata-rata

Waktu siklus (detik)


0:13:52

832
832

Perhitungan Waktu Siklus WS 3


Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Waktu
Waktu
masuk
keluar
0:00:00
0:00:16
0:00:18
0:00:39
0:00:40
0:00:57
0:01:01
0:01:21
0:01:23
0:01:42
0:01:43
0:01:59
0:02:03
0:02:20
0:02:23
0:02:40
0:02:44
0:03:02
0:03:06
0:03:26
0:03:30
0:03:48
0:03:51
0:04:10
0:04:13
0:04:34
0:04:39
0:04:57
0:05:00
0:05:19
0:05:24
0:05:44
0:05:46
0:06:03
0:06:06
0:06:32
0:06:37
0:06:59
0:07:03
0:07:28
0:07:31
0:07:51
0:07:54
0:08:16
0:08:18
0:08:43
0:08:45
0:09:02
0:09:05
0:09:22
0:09:25
0:09:43
0:09:45
0:10:04
0:10:10
0:10:28
0:10:33
0:10:49
0:10:53
0:11:10
Rata-rata

Waktu siklus
(detik)
0:00:16
16
0:00:21
21
0:00:17
17
0:00:20
20
0:00:19
19
0:00:16
16
0:00:17
17
0:00:17
17
0:00:18
18
0:00:20
20
0:00:18
18
0:00:19
19
0:00:21
21
0:00:18
18
0:00:19
19
0:00:20
20
0:00:17
17
0:00:26
26
0:00:22
22
0:00:25
25
0:00:20
20
0:00:22
22
0:00:25
21
0:00:17
17
0:00:17
17
0:00:18
18
0:00:19
19
0:00:18
18
0:00:16
16
0:00:17
17
19.033333

Perhitungan Waktu Siklus WS 4


Sampel

Waktu
masuk

Waktu
keluar
38

Waktu siklus (detik)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

0:00:00
0:00:02
0:00:03
0:00:05
0:00:06
0:00:09
0:00:10
0:00:12
0:00:14
0:00:16
0:00:17
0:00:19
0:00:21
0:00:24
0:00:25
0:00:28
0:00:29
0:00:31
0:00:33
0:00:36
0:00:38
0:00:41
0:00:42
0:00:45
0:00:46
0:00:50
0:00:53
0:00:57
0:00:59
0:01:02
0:01:04
0:01:07
0:01:08
0:01:10
0:01:12
0:01:15
0:01:17
0:01:20
0:01:21
0:01:25
0:01:27
0:01:30
0:01:32
0:01:36
0:01:39
0:01:41
0:01:44
0:01:47
0:01:50
0:01:52
0:01:55
0:01:58
0:02:00
0:02:04
0:02:06
0:02:08
0:02:10
0:02:14
0:02:13
0:02:15
Rata-rata

39

0:00:02
0:00:02
0:00:03
0:00:02
0:00:02
0:00:02
0:00:03
0:00:03
0:00:02
0:00:03
0:00:03
0:00:03
0:00:04
0:00:04
0:00:03
0:00:03
0:00:02
0:00:03
0:00:03
0:00:04
0:00:03
0:00:04
0:00:02
0:00:03
0:00:02
0:00:03
0:00:04
0:00:02
0:00:04
0:00:02

2
2
3
2
2
2
3
3
2
3
3
3
4
4
3
3
2
3
3
4
3
4
2
3
2
2
4
2
2
2
2.833333333

LAMPIRAN D
PERTANYAAN DAN SARAN
1.

Pertanyaan kelompok 6 dan kelompok 7 mengenai perbandingan biaya yang dibutuhkan


bila melakukan penambahan pekerja.
Pada penelitian ini tidak dapat dilakukan perbandingan biaya karena perusahaa tidak
dapat memberikan rincian gaji karyawan. Peneantuan gaji karyawan pada PT. Pronesia
tidak dihitung berdasarkan waktu bekerja, namun berdasarkan jumlah produk yang
dihasilkan setiap operator. Hal ini membuat sulitnya menentukan biaya yang dibutuhkan
untuk melakukan perbandingan biaya. Rencana proses rekruitasi dilakukan secara
informal dengan mengandalkan kenalan dari operator PT. Pronesia. Hal tersebut dapat
menghasilkan proses rekruitasi yang tidak memiliki beban biaya yang cukup besar.
Penambahan operator bagi PT. Pronesia tidak memberikan pengaruh yang cukup besar
dalam hal biaya karena sistem penentuan gaji hanya berdasarkan jumlah produk yang
dihasilkan setiap operator. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan hanya berdasarkan
pada banyaknya pesanan yang diselesaikan operator sehingga tidak terjadi peningkatan
biaya jika operator ditambah.

2.

Saran kelompok 1 mengenai perbaikan VSM untuk mengacu pada bahan utama kemeja
Hasil perbaikan VSM hanya berdasarkan pada bahan baku pembuatan kemeja. Berikut ini
merupakan hasil perbaikan VSM.

3.

Pertanyaan kelompok 3 mengenai analisis fishbone yang tidak memperhatikan aspek


material
Sistem produksi yang digunakan pada PT. Pronesia adalah make to order yaitu produksi
berdasarkan pesanan yang diterima. Sistem produksi ini memberikan hak kepada
pelanggan untuk dapat menentukan jumlah order, jenis dan desain produk yang akan
diproduksi, serta bahan yang akan digunakan. Pada saat melakukan order, pelanggan
telah berdiskusi dengan pihak perusahaan mengenai bahan kain yang akan digunakan.
40

Bahan kain yang dapat digunakan selama proses produksi merupakan bahan yang telah
disepakati oleh pelanggan dan perusahaan. Kesepakatan yang didapatkan pada pemilihan
bahan didasarkan pada keinginan pelanggan, kemampuan perusahaan mendapatkan
bahan, serta kemampuan bahan untuk dijahit dan diberi aksesoris. Hal ini mengakibatkan
aspek material pada fishbone tidak diperhatikan karena bahan yang digunakan telah
sesuai dengan keinginan pelanggan. Adapun cacat yang didapat dari material seperti
terdapat noda sudah terdefinisikan sebagai jenis defect terdapat noda dan bukan termasuk
jenis defect size tidak sesuai dengan pesanan ataupun bordir logo tidak sesuai dengan
design.
4.

Pertanyaan kelompok 8 mengenai pengelolaan waktu pelatihan operator


Pelaksanaan pelatihan direncanakan akan dilaksanaka tidak pada saat hari kerja, yaitu
pada hari sabtu dimana tidak akan menggaggu aktivitas produksi. Berdasrkan hasil
wawancara kepada manager produksi dikatakan bahwa waktu produksi dilakukan dari
senin hingga jumat, dan pada hari sabtu pekerja datang untuk mengambil gaji mereka
selama satu minggu kerja. Pemilihan waktu pelatihan dipilih hari sabtu agar tidak
mengganggu aktivitas produksi dan dapat dipastikan seluruh pekerja produksi menghadiri
pelatihan tersebut karena waktu pelaksanaannya bersamaan dengan pengambilan gaji
mereka

41

Anda mungkin juga menyukai