Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Anemia adalah salah satu penyakit yang sering diderita mayarakat,
baik anak-anak, remaja usia subur, ibu hamil ataupun orang tua.
Penyebabnya sangat beragam, dari yang karena pendarahan, kekurangan
zat besi, asam folat, vitamin B12, sampai kelainan hemolitik. Anemia
dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik maupun dengan pemeriksaan
laboratorium. Secara fisik penderita tampak pucat, lemah, dan secara
laboratorik didapatkan penurunan kadar Hemoglobin (HB) dalm darah
dari harga normal.

1.2

Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari RHD ?
2. Apa saja tanda dan gejala pada RHD ?
3. Apa saja etilogi dari RHD ?
4. Bagaimana patofisiologi dari RHD ?
5. Apa saja Manifestasi Klinis pada RHD ?
6. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik pada RHD ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis pada RHD ?

1.3

Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian anemia.
2. Untuk mengetahui etilogi atau penyebab anemia.
3. Untuk mengetahui patofisiologi anemia.
4. Untuk mengetahui klasifikasi anemia.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala anemia.
6. Untuk mengetahui cara pencegahan anemia.
7. Untuk mengetahui pengobatan anemia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian RHD

Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan


kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang
berulang kali. (kapita selekta, edisi 3, 2000).
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan
pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes,
1993). Penyakit jantung reumatik merupakan proses imun sistemik sebagai reaksi
terhadap infeksi streptokokus hemolitikus di faring (Brunner & Suddarth, 2001).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau
kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan
satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis,
Koreaminor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum (Lawrence M. Tierney,
2002).
2.2 Etiologi RHD
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat
berhubungan erat dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh
streptococcus hemolitik-b grup A yang pengobatannya tidak tuntas atau bahkan
tidak terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa RHD terjadi akibat adanya
reaksi imunologis antigen-antibodi dari tubuh. Antibodi yang melawan
streptococcus bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic Heart
Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.

Faktor dari Individu diantaranya yaitu :


1. Faktor genetik

Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam
rematikmenunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan
antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam
reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak
umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa
ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak
berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai
dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz
menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur
2-6 tahun.
3. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah
merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
4. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang
demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan
orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai
faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau
bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
5. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak
laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis
kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu
jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding
sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub ini
mungkin mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai


predisposisi untuk terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di
negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk
dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk,
rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian
untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan
yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam
reumatik.
2. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi
saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga
meningkat.
3. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak
didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih
tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya
angka kejadian demam rematik lebih tinggi daripada didataran rendah.
2.3 Tanda dan gejala dari RHD
Diagnosis RHD dibuat setelah memastikan adanya riwayat RF. RF didiagnosis
dengan memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 mayor dan 2 kriteria minor dari Kriteria
Jones. Setelah diagnosis RF dibuat, gejala yang konsisten dengan gagal jantung
seperti kesulitan bernapas, exercise intolerance, dan detak jantung yang cepat,
mungkin merupakan indikasi carditis dan RHD.
Gejala fisik yang ditemukan pada pasien RHD termasuk manifestasi cardiac
dan noncardiac RF akut. Beberapa pasien memiliki manifestasi cardiac dari kronik
RHD.
1. Manifestasi cardiac akut RF

Pancarditis adalah komplikasi paling serius dan kedua paling sering


dari RF (50%). Pada kasus yang parah, pasien mungkin mengeluh karena
dyspnea, edema, batuk, orthopnea, sakit dada pleuritik. Dengan pemeriksaan
fisik, carditis paling sering dideteksi dengan adalah murmur baru dan
takikardia. Manifestasi cardiac lain termasuk congestive heart failure dan
pericarditis.Murmur akut RF karena insufisiensi katup.
Congestive heart failure temuan fisik yang berasosiasi dengan gagal
jantung termasuk takipneu, orthopnea, distensi vena jugular, hepatomegaly,
gallop rhythm, bengkak perifer dan edema.
Pericarditis
2. Manifestasi noncardiac
Manifestasi noncardiac yang biasa terjadi dari akut RF termasuk
polyarthritis, chorea, erythema marginatum dan nodul subkutan.
3. Manifestasi cardiac dari kronik RHD
Deformitas katup, tromboemboli, cardiac hemolytic anemia, dan atrial
aritmia.
2.4 Patofisiologi RHD
Demam rematik adalah penyakit radang yang timbul setelah infeksi
streptococcus golongan beta hemolitik A. Penyakit ini menyebabkan lesi
patologik jantung, pembuluh darah, sendi dan jaringan sub kutan. Gejala demam
rematik bermanifestasi kira-kira1-5 minggu setelah terkena infeksi. Gejala awal,
seperti juga beratnya penyakit sangat bervariasi. Gejala awal yang paling sering
dijumpai (75%) adalah arthritis. Bentuk polyarthritis yang bermigrasi. Gejala
dapat digolongkan sebagai kardiak dan non kardiak dan dapat berkembang secara
bertahap.
Demam reumatik dapat menyerang semua bagian jantung. Meskipun
pengetahuan tentang penyakit ini serta penelitian terhadap kuman Beta
Streptococcus HemolyticusGrup A sudah berkembang pesat, namun mekanisme
terjadinya demam reumatik yangpasti belum diketahui.Pada umumnya para ahli
sependapat bahwa demam remautik termasuk dalam penyakit autoimun.
Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk
ekstrasel yang terpenting, diantaranya ialah streptolisin O, streptolisin S,
hialuronidase, streptokinase, difosforidin nukleotidase, deoksiribonuklease serta

streptococcal erytrogenic toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya


antibody.
Pada penderita yang sembuh dari infeksi streptococcus, terdapat kira-kira 20
sistem antigen-antibodi; beberapa diantaranya menetap lebih lama daripada yang
lain. Anti DNA-ase misalnya dapat menetap beberapa bulan dan berguna untuk
penelitian terhadap penderita yang menunjukkan gejala korea sebagai manifestasi
tunggal demam rematik, saat kadar antibody lainnya sudah normal kembali.
Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik,
suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A.
demam rematik mempengaruhi semua persendian, menyebabkan poliartritis.
Jantung merupakan organ sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya
paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan
tersebut tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism
tersebut, namun hal ini merupakan fenomena sensitivitas atau reaksi, yang terjadi
sebagai respon terhadap streptokokus hemolitikus. Leukosit darah akan
tertimbun pada jaringan yang terkena dan membentuk nodul, yang kemudian akan
diganti dengan jaringan parut. endokarditis rematik mengakibatkan efek
samping kecacatan permanen. Tepi bilah katup yang meradang menjadi lengket
satu sama lain, mengakibatkan stenosis katup, yaitu penyempitan lumen katup.
Stenosis mitral menyebabkan pengosongan atrium kiri tidak sempurna,
menaikkan tekanan vena pulmonalis, hipertensi pulmo dan hipertrofi ventrikel
kanan, dilatasi dan kegagalan.
Fibrilasi atrium sering merupakan komplikasi stenosis mitral akibat
valvulitis reumatik. Penyebab lain fibrilasi atrium ialah penyakit jantung iskemik,
tirotoksikosis dan pembedahan jantung, beberapa kasus idiopatik. Kontraksi
atrium yang tidak efektif akan menyebabkan stasis dan pembentukan trombus
dalam atrium, ini merupakan sumber yang potensial untuk terjadinya tromboemboli yang sistemik. Mitral stenosis murni terdapat pada kurang lebih 40% dari
semua penderita penyakit jantung reumatik. Terdapat periode laten antara 10-20
tahun, atau lebih, setelah suatu episode penyakit jantung rematik; dengan
demikian tidak akan terjadi onset dari gejala mitral stenosis sebelumnya.

Penyempitan dari katup mitral menyebabkan perubahan pada peredaran


darah, terutama di atas katup.Ventrikel kiri yang berada di bawah katup tidak
banyak mengalami perubahan kecuali pada mitral stenosis yang berat, ventrikel
kiri dan aorta dapat menjadi kecil.Luas normal orifisium katup mitral adalah 4-6
cm2. Ketika daerah orifisium ini berkurang hingga 2 cm 2 maka akan terjadi
peningkatan tekanan atrium kiri yang dibutuhkan agar aliran transmitral tetap
normal. Mitral stenosis yang parah terjadi ketika pembukaan berkurang hingga 1
cm2.Pada tahap ini dibutuhkan tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk
mempertahankan cardiac output yang normal.Mitral stenosis menghalangi aliran
darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolic ventrikel.Untuk
mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri
harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melampaui
katup yang menyempit.Karena itu, selisih tekanan atau gradient tekanan antara
kedua ruang tersebut meningkat.Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut
minimal.
Otot atrium kiri mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan
memompa darah.Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai
faktor pembantu pengisian ventrikel.Dilatasi atrium kiri terjadi oleh karena
volume

atrium

kiri

meningkat

karena

ketidakmampuan

atrium

untuk

mengosongkan diri secara normal.Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri


dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru.Tekanan dalam vena
pulmonalis dan kapiler meningkat, akibatnya terjadi kongesti paru-paru, mulai
dari kongesti vena yang ringan sampai edema interstitial yang kadang-kadang
disertai transudasi dalam alveoli.Pada akhirnya, tekanan arteria pulmonalis harus
meningkat sebagai akibat dari resistensi vena pulmonalis yang meninggi.
Respon ini memastikan gradient tekanan yang memadai untuk mendorong
darah

melalui

pembuluh

paru-paru.Akan

tetapi,

hipertensi

pulmonalis

meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria pulmonalis.


Ventrikel kanan memberi respons terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan
cara hipertrofi. Lama kelamaan hipertrofi ini akan dikuti oleh dilatasi ventrikel
kanan. Dilatasi ventrikel kanan ini nampak pada foto jantung pada posisi lateral
dan posisi PA. Pembesaran ventrikel kanan ini lama kelamaan mempengaruhi

fungsi katup trikuspidalis. Katup ini akan mengalami insufisiensi. Kalau ventrikel
kanan mengalami kegagalan, maka darah yang mengalir ke paru berkurang.
Dilatasi ventrikel kanan akan bertambah, sehingga kemungkinan terjadinya
insufisisiensi katup trikuspid semakin besar pula.
Dari hal diatas, dapat disimpilkan bahwa sytenosis mitral menghalangi
aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel.
Untuk mengisi ventrikel denan adekuat dan mempertahankan curah jantun, atrium
kiri harus menhasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah
melampaui katub yang menyempit. Karena itu selisih tekanan atau gradien
tekanan antara dua ruangan tersebut meningkat.Dalam keadaan normal selisih
kedua tekanan itu minimal.
2.5 Manifestasi Klinis
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dapat
dibagi dalam 4 stadium :
1. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A.Keluhan: Demam, batuk, rasa sakit waktu menelan,
muntah, diare, peradangan padatonsil yang disertai eksudat.
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
streptococcus denganpermulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini
berlangsung 1-3 minggu,kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau
bahkan berbulan-bulan kemudian.
3. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik,
saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik/penyakit
jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala
peradangan umum danmenifesrasi spesifik demam reumatik/penyakit jantung
reumatik. Gejala peradangan umum: Demam yang tinggi, lesu, anoreksia,
lekas tersinggung, berat badan menurun, kelihatan pucat, epistaksis, athralgia,
rasa sakit disekitar sendi, sakit perut.
4. Stadium IV
8

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung/penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa
katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan
katupjantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.
Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung
reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO,
peningkatan laju endap darah (LED),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi
penurunan hemoglobin.
b. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada
jantung.
c. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
e. Hapusan tenggorokan :ditemukan streptococcus hemolitikus grup A.
2.7 Penatalaksanaan Medis
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
2. Pemberantasan infeksi streptococcus:
Pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan dosis :

Berat badan lebih dari 30 kg : 1,2 juta unit

Berat badan kurang dari 30 kg : 600.000 - 900.000 unit

Untuk pasien yang alergi terhadap penisilin diberikan eritromisin

dengandosis 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis pemberian selama


kurang lebih10 hari.
3. Anti inflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan

ditambah kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis


tinggi dapat menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea.
Untuk pasien dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat
diberikan 100 mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis
selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6
minggu kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali.
Obat terpilih adalah prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi
dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan
metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu
secara berkala pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara
bersamaan, salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama
6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk menghindari efek
rebound atau infeksi streptokokus baru.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANEMIA
3.1 Pengkajian
A. Anamnesa
Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1. Keadaan sebelum sakit
Pasien tidak mau ke sekolah karena merasa sakit pada sendi lutut kiri.
10

2. Riwayat penyakit sekarang


Keluhan utama
Nyeri sendi
Riwayat keluhan utama
2 hari yang lalu pasien merasakan nyeri pada siku kanan. Ayah pasien mengatakan
bahwa pasien demam sejak 2 minggu yang lalu dan nyeri menelan. Akhirnya,
pasien dibawa ke puskesmas dan diperiksa oleh dokter.
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Ada riwayat jantung rematik pada ayah pasien.
5. Pola nutrisi dan metabolik
Pasien tampak mual. Anoreksia dan nyeri pada abdomen.
6. Pola aktivitas dan latihan
Pasien lemas dan sesak napas. Akral dingin dan pasien palpitasi.
7. Pola Eliminasi
Haluaran urin tidak adekuat, terjadi oligiria.
8. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Pasien tampak gelisah dan takut karena tindakan medis yang diberikan kepadanya.
B. ROS (Review of System)
B1 (Breath) : Sesak/ RR meningkat, nada rendah di apeks dengan menggunakan
bell dengan posisi miring ke kiri, sesak nafas dan fatigue, batuk, pada kongesti
vena ada orthopnea.
B2 ( Blood ) : peningkatan vena jugularis, odema tungkai, aritmia atrial berupa
fibrilasi atrium ( denyut jantung cepat dan tidak teratur ), hemoptisis, emboli dan
thrombus, kekuatan nadi melemah, takikardi, edema perifer (mulai terjadi gagal
jantung kanan), BJ 1 keras murmur sistolik, palpitasi, apical diastolic murmur
B4 ( Bladder) : Ketidakseimbangan cairan ke ginjal, oliguri
B5 (Bowel)

: Disfagia, mual, muntah, tidak nafsu makan

B6 (Bone)

: kelemahan, keringat dingin, cepat lelah.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1) Penurunan curah jantung b/d gangguan volume sekuncup.
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/dgangguan aliran arteri
3) Pola nafas, ketidakefektifan b/d hiperventilasi
4) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
5) Hipertermia b/d penyakit atau infeksi

11

6) Nyeri akut b/d agen-agens penyebab cedera


7) Intoleransi aktivitas b.d. ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
3.3 Intervensi dan Rasional Asuhan Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b/d gangguan volume sekuncup.
Tujuan: setelah diberikan perawatan dalam waktu 2-3 hari masalah yang berkaitan
dengan penurunan curah jantung dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
a.
b.
c.
d.

pasien tidak mengalami dispnea


TD 120/80 mmHg
Nadi 80-100 x/mnt
RR 16-24x/m

Intervensi dan Rasional:

Intervensi
Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer

Rasional
Indikator klinis dari keadekuatan curah
jantung. Pemantauan memungkinkan
deteksi dini/tindakan terhadap

Pantau irama jantung sesuai indikasi

dekompensasi.
Disritmia atrium paling umum,
berkenaan dengan peningkatan tekanan
dan volume atrium sehingga

abnormalitas konduksi dapat terjadi.


Dorong tirah baring dalam posisi semi Menurunkan beban kerja jantung,

Fowler
memaksimalkan curah jantung
Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi

Melakukan kembali aktivitas secara


(mis. Berjalan) bila pasien mampu bertahap mencegah pemaksaan terhadap

turun dari tempat tidur


cadangan jantung.
Dorong penggunaan teknik manajemen

Perilaku yang
12

bermanfaat

untuk

stres, mis., bimbingan imajinasi, latihan mengontrol


pernapasan

relaksasi,

ansietas,

meningkatkan

menurunkan

beban

kerja

jantung.
Berikan oksigen suplemen sesuai

Memberikan oksigen untuk ambilan


indikasi

miokard

dalam

upaya

untuk

mengkompensasi peningkatan kebutuhan

Berikan obat-obatan sesuai indikasi,

mis,

antidisritmia,

obat

oksigen.
Pengobatan

disritmia

atrial

dan

inotropik, ventrikular khususnya mendasari kondisi

vasidilator, diuretik

dan simptomatologi tetapi ditujukan pada


berlangsungnya

atau

meningkatnya

efisiensi atau curah jantung. Vasodilator


digunakan untuk menurunkan hipertensi
dengan menurunkan tahanan vaskular
sistemik atau afterload. Penurunan ini
mengembalikan

dan

menghilangkan

tahanan. Diuretik menurunkan volume


sirkulasi atau reload yang menurunkan
tekanan darah lewat katup yang tidak
berfungsi, meskipun memperbaiki fungsi

jantung dan menurunkan kongesti vena.


Siapkan untuk intervensi bedah sesuai

Penanganan atau perbaikan katup


indikasi

mungkin

perlu

untuk

meningkatkan

curah jantung atau mengontrol atau


mengatasi dekompensasi jantung.

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d gangguan aliran arteri.


Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 hari perfusi jaringan
perifer adekuat.
Kriteria hasil:
a. Tanda vital stabil
b. Intake output seimbang, akral teraba hangat, sianosis (-),
c. Nadi perifer kuat

13

d. Pasien sadar/terorientasi
Intervensi dan Rasional:
Evaluasi

Intervensi
status mental.

Rasional
Perhatikan Indikator ynag menunjukkan embolisasi

terjadinya hemiparalasis, afasia, kejang, sistemik pada otak


muntah, peningkatan TD
Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba yang Emboli arteri. Mempengaruhi jantung
disertai dengan takipnea, nyeri pleuritik dan/ atau organ vital lain. Dapat terjadi
dan sianosis pucat

sebagai

akibat

dari

penyakit

katup,

dan/atau disritmia kronis. Kongesti/statis


vena dapat menimbulkan pembentukan
trombus di vena dalam dan embolisasi
Observasi

ekstremitas

paru.
terhadap Ketidakaktifan/tirah

baring

lama

pembengkakan, eritema, perhatikan nyeri mencetuskan statis vena, meningkatkan


tekan/nyeri, tanda Homan positif
resiko pembentukan trombosis vena.
Observasi hematuria, disertai dengan Menandakan emboli ginjal.
nyeri punggung/pinggang, oliguria
Perhatikan keluhan nyeri pada abdomen Dapat menandakan emboli splenik.
kiri atas yang menyebar ke bahu kiri,
nyeri tekan lokal, kekakuan abdominal.
Tingkatkan tirah baring dengan tepat

Dapat memabntu mencegah pembentukan


atau migrasi emboli pada pasien dengan
endokarditis. Tirah baring lama (sering
diperlukan

untuk

pasien

dengan

endokarditis dan miokarditis), namun,


membawa
Dorong

latihan

aktif/bantu

resikonya

sendiri

tentang

terjadinya fenomena tromboemboli.


dengan Meningkatkan sirkulasi perifer daan aliran

rentang gerak sesuai toleransi


Berikan/lepaskan stoking antiembolisme
sesuai indikasi

balik

kerananya

menurunkan

resiko

pembentukan trombus.
Penggunaan kontroversial, tetapi dapat
meningkatkan sirkulasi vena dan
menurunkan risiko pembentukan trombus

14

vena superfisial/dalam
Berikan antikoagulan, contoh heparin,
warfarin (Coumadin)

Heparin dapat digunakan secara


profilaksis bila pasien memrlukan tirah
baring lama,mengalami spesis atau GJK,
dan/atau sebelum/sesudah bedah
penggantian katup.
Catatan: Heparin kontraindikasi pada
perikarditis dan temponade jantung.
Coumadin adalah obat pilihan untuk
terapi setelah penggantian katup jangka
panjang, atau adanya trombus perifer.

3. Pola nafas, ketidakefektifan b/d hiperventilasi


Tujuan: pola nafas kembali efektif dalam 3x24 jam.
Kriteria Hasil:
a. Pasien akan mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal.
b. Frekuensi pernapasan 16-24x/menit
Intervensi dan Rasional:
Intervensi
Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea
dan

ekspansi

dada.

Catat

upaya dan terjadi peningkatan kerja napas (pada

pernapasan.

awal atau hanya tanda embolisme paru


subakut).

Kedalaman

pernapasan

bervariasi tergantung derajat gagal napas.


Tinggikan kepala dan bantu mengubah Duduk tinggi memungkinkan ekspansi
posisi. Bangunkan pasien turun tempat paru
tidur dan ambulasi sesegera mungkin.

dan

memudahkan

Penguabahan

posisi

pernapasan.

dan

mabulasi

meningkatkan pengisian udara segmen


paru

berbeda

sehingga

memperbaiki

difusi gas.
Observasi pola batuk dan karakter Kongesti alveolar mengakibatkan batuk
sekret

kering/iritasi. Sputum berdarah dapat


diakibatkan
(infark

15

oleh

paru)

kerusakan
atau

jaringan

antikoagulan

Dorong/bantu

berlebihan.
pasien dalam napas Dapat menigkatkan/banyaknya sputum

dalam dan latihan batuk. Penghisapan dimana gangguan ventilasi dan ditambah
per oral nasotrakeal bila diindikasikan. ketidaknyamanan upaya bernapas.
Kolaborasikan pemberian oksigen Mamksimalkan bernapas dan menurunkan
tambahan.
kerja napas
Bantu fisioterapi dada (mis,. Drainase Memudahkan upaya pernapasan dalam
postural dan perkusi area yang tak meningkatkan
sakit, tiupan botol/spirometri insentif)

drainase

sekret

dari

segmen paru dalam bronkus, di mana


dapat lebih mempercepat pembuangan

Kolaborasikan

persiapan

dengan batuk/penghisapan
bantu Kadang-kadang
berguna

bronkoskopi.

membuang

bekuan

untuk

darah

dan

membersihkan jalan napas.


4. Hipertermia b/d penyakit atau infeksi
Tujuan: hipertermia dapat teratasi dalam waktu 2-3 hari.
Kriteri Hasil:
a. Suhu tubuh normal (36 37 C)
Intervensi
Rasional
0
Pantau suhu pasien (derajat dan Suhu 38,9 C-410C menunjukan proses
pola);

perhatikan

menggigil/ penyakit infeksius akut. Menggigil

diaforesis
sering mendahului puncak suhu.
Pantau denyut nadi dan frekuensi hipertermia karena proses infeksi dapat
pernapasan

disertai

denyut

nadi

dan

frekuensi

pernapasan meningkat

Berikan kompres mandi hangat Dapat


hindari penggunaan alkohol

membantu

mengurangi

demam,catatan; penggunaan air es


alkohol

mungkin

menyebabkan

kedinginan, penignktan secara aktual


Digunakan untuk mengurangi demam

Gunakan selimut dingin

umumnya lebih besar dari 38,90C-

16

Ajarkan
dalam

pasien

atau

mengukur

400C
keluarga Pasien

suhu

perlu

memahami

cara

untuk mengukur suhu tubuh secara mandiri

mencegah dan mengenali secara


dini hipertermia
Kolaborasikan pemberian

obat Digunakan untuk mengurangi demam

antipiretik

dengan

aksi

sentralnya

hipotalamus,meskipun
mungkin

dapat

pada
demam

berguna

dalam

membatasi pertumbuhan organisme


dan meningkatkan autodestruksi dari
sel-sel yang terinfeksi
5. Nyeri akutb/d agen-agens penyebab cedera.
Tujuan : Dalam waktu 3-4 hari nyeri pada sendi berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil:
a. Pasien akan mempertahankan tingkat nyeri pada skala 3 atau kurang pada
daerah sendi
b. Pasien memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
c. Pasien akan melaporkan pola tidur yang baik.
Intervensi dan Rasional:
Intervensi
Rasional
Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan Membantu dalam menentukan kebutuhan
intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor manjemen

nyeri

dan

keefektifan

dan

yang mempercepat dan tanda-tanda rasa keefektifan program.


sakit nonverbal
Berikan matras/kasur keras, bantal kecil.
Matras yang lembut atau empuk, bantal yang
Tinggikan

linen

tempat

tidur

sesuai besar

kebutuhan

akan

mencegah

pemeliharaan

kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan


stres pada sendi ynag sakit. Peninggian linen

17

tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi


yang terinflamasi/nyeri
Biarkan pasien mengambil posisi yang Pada penyakit berat/eksaserbasi, tirah baring
nyaman pada waktu tidur atau duduk di mungkin diperlukan (perbaikan objektif dan
kursi.

subjektif didapat) untuk membatasi nyeri

atau cedera sendi


Tempatkan atau pantau penggunaan bantal mempertahankan posisi netral. Catatan:
karung pasir gulungan trokhanter, bebat, pengguanaan Mengistirahatkan sendi-sendi
brace

yang sakit dan brace dapat menurunkan


nyeri

dan

mungkin

dapat

mengurangi

kerusakan pada sendi. Meskipun demikian,


ketidakaktifan lama dapat mengakibatkan
Berikan masase yang lembut

Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai

untuk situasi individu


Berikan obat-obatan sesuai petunjuk:
Asetilsalisilat (aspirin)

hilangnya mobilitas atau fungsi sendi.


Meningkatkan
relaksasi/mengurangi
tegangan otot
Memfokuskan

kembali

perhatian,

memberikan stimulasi, dan meningkatkan

rasa percaya diri dan perasaan sehat.


Memberikan efek farmakologi

untuk

mengatasi nyeri.

6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan muntah
Tujuan : dalam waktu 2-3 hari masalah ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi.
Kriteria Hasil:
a. pasien mampu menghabiskan makanan yang telah disediakan.
b. Pasien tidak mual dan muntah
c. Melaporkan tingkat energi yang adekuat
Intervensi dan Rasional:
Intervensi
Kaji faktor-faktor penyebab

Rasional
faktor penyebab,

Penentuan
menentukan

Jelaskan pentingnya nutrisi yang cukup

intervensi/

akan

tindakan

selanjutnya
Meningkatkan pengetahuan klien dan
keluarga

sehingga

klien

termotivasi

untuk mengkonsumsi makanan


Anjurkan klien untuk makan dalam Menghindari mual dan muntah dan
18

porsi kecil dan sering, jika tidak distensi perut yang berlebihan
muntah teruskan
Lakukan perawatan mulut yang baik Bau
setelah muntah
Ukur BB setiap hari

yang

tidak

enak

pada

mulut

meningkatkan kemungkinan muntah


BB merupakan indikator terpenuhi

tidaknya kebutuhan nutrisi


Catat jumlah porsi yang dihabiskan Mengetahui jumlah asupan / pemenuhan

klien

nutrisi klien

Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim Metode makan dan kebutuhan kalori
untuk

memberikan

mudah

dicerna,

makanan
secara

yang didasarkan
nutrisi individu

seimbang, misalnya nutrisi tambahan maksimal


oral/selang, nutrisi parenteral.

pada
untuk

situasi/kebutuhan
memberikan

dengan

upaya

nutrisi
minimal

pasien/penggunaan energi.

7. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.


Tujuan

: dalam waktu 3x24 jam aktivitas klien sehari-hari terpenuhi dan

meningkatnya kemampuan beraktivitas.


Kriteria hasil:
a. Klien menunjukkan peningkatan kemampuan beraktivitas/mobilisasi di
tempat tidur.
b. Frekuensi pernapasan dalam batas normal 16-24x/menit
c. TD 120/80 mmHg
d. Nadi 80-100x/menit
Intervensi dan rasional :
1.

Intervensi
Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas

Rasional
Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien te

menggunakan parameter berikut: frekuensi derajat pengaruh kelebihan kerja jantung


nadi 20 per menit diatas frekuensi
istirahat; catat peningkatan TD, dispnea
atau nyeri dada;kelelahan berat dan
kelemahan;berkeringat;pusing;atau
2.

pingsan
Kaji kesiapan untuk meningkatkan Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk mema
aktivitas

contoh

penurunan

19

kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi
nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas

dan perawatan diri


3.
Anjurkan menghindari peningkatan Mengejan mengakibatkan kontraksi otot dan vaso

tekanan abdomen seperti mengejan saat preload, tahanan vaskuler sistemis, dam beban jantung
4.

defekasi
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, m
tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi, aktivitas berlebihan.
bila tidak ada nyeri, ambulasi, dan

5.

istirahat selama 1 jam setelah makan.


Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan Teknik penghematan energi menurunkan pengguna
anjurkan

penggunaan

kursi

mandi, keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

menyikat gigi/rambut dengan duduk dan


6.

sebagainya.
Tingkatkan klien duduk di kursi dan Untuk meningkatkan aliran balik vena.

7.

tinggikan kaki klien.


Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap

8.

memilih periode aktivitas.


kelemahan
Berikan waktu istirahat diantara waktu Mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tid

9.

aktivitas.
Pertahankan penambahan oksigen sesuai Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan.
instruksi.

3.4
1.
a.
b.
c.

Implementasi
Evaluasi kesiapan untuk pulang. Faktor yang dikaji adalah sebagai berikut:
Kebutuhan obat yang stabil (memenuhi kebutuhan obat dengan stabil).
Masukan nutrisi dan pertumbuhan yang adekuat.
Rencana pengobatan medis yang realistik untuk di rumah

d. Orang tua dan pemberian asuhan lain dapat memberi perawatan di rumah,
(memberi pembelajaran kepada keluarga tentang cara menangani masalah jika di
rumah dan merawat pasien di rumah).
e. Sarana di rumah (menyediakan obat-obat yang perlu).
f. Istirahat yang pelu (dapat memenuhi pola istirahat dengan baik).

2. beri instruksi pemulangan kepada keluarga yaitu:


a. penjelasan tentang penyakit, (menjelaskan masalah penyakit pasien pada
keluarga).

20

b. Kebutuhan makan (membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan makannya).


c. Kapan harus memanggil dokter, (menjelaskan kepada keluarga jika pasien merasa
sakit yang luar biasa untuk segera menghubungi dokter).
3.
Lakukan program tindakan lanjut untuk memantau kebuthan nutrisi,
a.

perkembangan, dan kebutuhan khusus yang lainnya terus-menerus.


Bantu keluarga untuk membuat janji kunjungan pemeriksaan tindakan lanjut yang

pertama, beri catatan tertulis tentang kapan janji itu kapan harus dilaksanakan.
b. Buat rujukan untuk kunjungan keprluan di rumah sesuai yang dibutuhkan pasien
dan keluarga.

BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan
yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian,
jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b
grup A. Demam reumatik adalah suatu sindroma penyakit radang yang
biasanya timbul setelah suatu infeksi tenggorok oleh steptokokus beta
hemolitikus golongan A, mempunyai kecenderungan untuk kambuh dan
dapat menyebabkan gejala sisa pada jantung khususnya katub.

21

Demam reumatik akut biasanya didahului oleh radang saluran


nafas bagian atas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus betahemolitikus golongan A, sehingga kuman termasuk dianggap sebagai
penyebab demam reumatik akut. Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa
berat, sedang, ringan, atau asimtomatik, diikuti fase laten (asimtomatik)
selama 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala demam
reumatik akut.
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani
secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit
jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus
group A yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana
diawali terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan
penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan
racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah dan
mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup
mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan
mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi
kebocoran.

1.2 Saran
Seseorang yag terinfeksi kuman streptococcus hemoliticus dan
mengalami demam reumatik, harus diberikan terapi yang maksimal
dengan antibiotika, hal ini untuk menghindari kemungkinanserangan
kedua kalinya bahkan menyebabkan penyakit jantung reumatik. Karena
kesehatan adalah nikmat yang paling berharga yang diberikan oleh Tuhan
Maha Esa, maka dari itu kesehatan perlu di pelihara, dan dipertahankan.
Sebelum mengobati lebih baik mencegah.

22

DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall.2007.Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta:ECG.
Muftaqqin,Arif.2012.Askep Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi.Jakarta:Salemba Medika.
Doenges,Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.1999.Jakarta:ECG.
Wilkinson,Judith M dkk.2011.Diagnosis Keperawatan Edisi 9.Jakarta:ECG.

23

24

Anda mungkin juga menyukai