Anda di halaman 1dari 4

PROFIL HERMAWAN KARTAJAYA

Hermawan Kartajaya lahir di Surabaya, 18 November 1947 dari keluarga Tionghoa


miskin. Keluarga Hermawan tinggal di sebuah daerah pecinan di ibukota provinsi Jawa
Timur itu, tepatnya di Kapasan Gang IV. Ayahnya bekerja sebagai kasir salah satu BUMN.
Meski hidup pas-pasan, Hermawan mengenang sang ayah sebagai pribadi yang jujur, bahkan
terlalu jujur. Kesulitan hidup sama sekali tak menggodanya untuk mengambil yang bukan
haknya.
Selain menanamkan kejujuran, sang ayah juga melarang anak-anaknya masuk sekolah
Tionghoa. Tujuannya agar semua buah hatinya memiliki rasa nasionalisme yang tinggi meski
mereka terlahir sebagai warga keturunan.
Walau tumbuh di tengah kondisi perekonomian keluarga yang sulit, Hermawan tak
patah arang. Beruntung, meski berasal dari keluarga tak mampu, Hermawan dikenal sebagai
anak yang cerdas. Kelebihannya itu dimanfaatkannya untuk membantu kedua orangtuanya
mencari nafkah. Sejak remaja, ia kerap memberi les privat. "Sebagai anak pegawai negeri
yang miskin, saya harus memiliki penghasilan tambahan, lagi pula saya terlanjur menyukai
profesi sebagai pengajar," ungkapnya seperti dikutip dari situs its.ac.id.
Setelah lulus SMA, Hermawan mengumpulkan rupiah demi rupiah hasil kerja
kerasnya untuk membiayai kuliahnya di ITS (Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya)

jurusan Teknik Elektro. Belakangan, Hermawan yang merupakan teman kuliah seangkatan
Mendiknas Muhammad Nuh ini, merasa kurang sreg. Mata kuliah yang diajarkan lewat
begitu saja lantaran ia mengaku tidak berbakat di bidang teknik. Oleh karena itu, ia pasrah
saja saat harus drop out dari ITS.
Gagal menyandang gelar sarjana, berbekal penguasaannya pada matematika dan fisika
yang luar biasa, Hermawan menyalurkan kemampuannya dengan menjadi seorang pengajar
di SMAK St Louis, Surabaya. Kehadiran Hermawan di sekolah bergengsi itu rupanya mampu
membuat para siswa gandrung pada pelajaran yang kerap dipandang sulit itu. Hermawan
Kartajaya pun tampil sebagai sosok guru favorit.
Tentu saja itu bukan tanpa alasan. Menurut Hermawan, setiap kali mengajar, ia selalu
berusaha menyederhanakan materi-materi yang rumit dengan menggunakan contoh-contoh
yang konkrit. Kenyataan itu sebenarnya membuktikan bahwa ia bisa tampil sebagai guru
yang cakap dalam mengajar. Namun, pemerintah Orde Baru saat itu menuntut setiap guru
SMA wajib menyandang titel sarjana.
Agar dapat bertahan sebagai pengajar, sambil tetap mengajar, Hermawan melanjutkan
pendidikannya ke Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Semua pelajaran di bangku kuliah
dilahap habis olehnya. Saking pintarnya, para dosen bahkan kerap meminta masukan darinya.
Menurut Hermawan, apa yang diajarkan di bangku kuliah sudah ia baca semua, bahkan sudah
ketinggalan zaman. Tak heran, jika kemudian Hermawan berhasil menyelesaikan kuliahnya
dan menyabet gelar sarjana ekonomi dalam waktu yang relatif singkat.
Setelah sempat bekerja di beberapa perusahaan, Hermawan direkrut perusahaan besar
sekelas PT HM Sampoerna untuk mengelola PT Panggung. Penghasilannya sebagai
profesional tentu jauh lebih menjanjikan ketimbang saat masih menjadi guru SMA. Namun
apa daya, ia tak dapat melawan rasa jenuh yang menderanya. Alasannya, karena jiwanya
sebagai pendidik. Hermawan memang selalu menyebut dirinya "terlahir sebagai guru". Born
to be a teacher!
"Teaching iku kan giving inspiration kepada orang lain supaya wong-wong iku iso change
himself, supaya uripe lebih ciamik," jelas pakar marketing dalam gaya bahasa khas gadogadonya: Indonesia campur Jawa, Inggris, dan Hokian.
Setelah selama beberapa tahun mengabdi di HM Sampoerna, pada tahun 1990,
Hermawan memutuskan keluar dari salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia itu dan

mulai mencari tantangan baru. Selain itu, pengalaman kerjanya selama dua dekade sebagai
guru, membuatnya tidak betah bekerja menjadi karyawan. Maka dibuatlah sebuah perusahaan
konsultan dengan nama MarkPlus di kota kelahirannya, Surabaya. Lembaga ini melakukan
riset di bidang marketing dan memberikan saran strategis bagi organisasi bisnis.
Semenjak itu pula, ia rajin mengikuti kuliah singkat maupun kursus bertemakan
marketing di luar negeri. Tak cukup puas, Hermawan kemudian melanjutkan pendidikan
master di University of Strahclyde, Glasgow dan mendapat gelar MSc pada tahun 1995. Ia
juga mengikuti program pendidikan eksekutif di sekolah bisnis terkemuka di Amerika, mulai
dari Harvard, Wharton, Kellog hingga University of Michigan.
Pilihannya berbisnis namun tetap dapat menyalurkan hasratnya sebagai guru tak
meleset. Perusahaannya mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan dan namanya pun
mulai dikenal karena media massa di Surabaya, khususnya Jawa Pos dan Surabaya Post
sangat membantu mensosialisasikan ide-idenya.
Pemikirannya di bidang marketing dikenal sudah jauh ke depan, salah satunya bahwa
marketing akan menjadi unsur penting dalam manajemen modern. Ia juga selalu mengatakan,
jika ingin membangun brand yang kuat, perusahaan tidak boleh hanya mengandalkan iklan.
Perusahaan harus melakukan sesuatu yang mengena di benak konsumen, tidak sekadar
menjual tetapi memiliki implikasi jangka panjang.
Di awal kemunculannya dimana profesi konsultan belum banyak dikenal di Surabaya
bahkan di Indonesia umumnya, Hermawan kerap mendapat cibiran karena dianggap hanya
menjual omongan, hanya mampu bicara, tapi belum tentu mampu mengelola perusahaan.
Satu-satunya konsultan perbankan syariah nonmuslim yang direkrut Bank Indonesia
ini mengatakan sangat bahagia dengan keberhasilan yang telah dicapainya. Menurut
Hermawan, pekerjaan itu digolongkan menjadi tiga macam: job, profession, calling. Kalau
sudah tahap panggilan (calling), maka manusia akan menikmati kebahagiaan dalam
pekerjaannya. Kerja dinikmati selama 24 jam, tidak lagi terikat jam kerja, atau pertimbanganpertimbangan lain. Hidupnya yang saat ini diabdikan untuk marketing, karena itulah callingnya.
Saat ini, perusahaan yang didirikannya, MarkPlus, Inc. telah merambah ke berbagai
negara di Asia hingga Amerika. Namanya berhasil dinobatkan sebagai salah satu dari 50
Gurus Who Have Shaped The Future of Marketing oleh The Chartered Institute of Marketing

yang bertempat di Inggris (CIM-UK). Ia bahkan diangkat menjadi Presiden WMA, World
Marketing Association pada tahun 2002. Pada tahun 2010, ITS Surabaya menganugerahkan
Doctor Honoris Causa, pertama sepanjang sejarah, kepada Hermawan Kartajaya untuk
pencapaian ilmu pemasaran dunia.
Di sela kesibukannya memberikan konsultasi kepada sejumlah perusahaan terkemuka di
Indonesia, ia masih aktif menulis buku-buku seputar dunia bisnis dan pemasaran Indonesia
maupun internasional diantaranya Repositioning Asia: From Bubble to Sustainable
Economy ; Rethinking Marketing: Sustainable Marketing Enterprise in Asia ; Hermawan
Kartajaya on Market-ing, The 18 Guiding Principles of marketing in Venus ; MarkPlus on
Strategy, dan masih banyak lagi. Hermawan juga merupakan kolumnis tetap Majalah SWA,
GATRA, dan Harian Bisnis Indonesia.
Selain menulis, ada tiga kegiatan lain yang sangat mendorong kreativitasnya: travelling,
joking, dan showering. Ketika jalan-jalan, bercanda, mandi, selalu saja muncul ide-ide
marketing untuk disampaikan kepada masyarakat. Tak heran bila ia banyak menulis buku
tentang marketing karena kreativitasnya senantiasa mengalir dari tiga kegiatan sederhana
tadi. Di samping produktif lewat tulisan-tulisannya, pria yang kerap digandeng pakar
manajemen terkemuka, Philip Kotler ini juga kerap diundang sebagai pembicara di berbagai
seminar dan workshop di dalam dan di luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai