Pembimbing :
dr. Christofel Panggabean, Sp.OG
Penyusun :
Alse kepermunanda
George tirtadihatmo
Karlina Isabella
Ria darmawi
Kata Pengantar.....i
Daftar Isi..ii
BAB I
Pendahuluan.....1
BAB II Kasus................................3
BAB III Tinjauan Kepustakaan............15
BAB IV Analisa Kasus.33
BAB V Penutup...35
- Kesimpulan...................35
- Saran.35
Daftar Pustaka37
BAB I
PENDAHULUAN
2
Setiap tahunnya diperkirakan terjadi 7,6 juta kematian perinatal di seluruh dunia dimana
57% diantaranya merupakan kematian fetal atau intrauterine fetal death (IUFD). Sekitar 98%
dari kematian perinatal ini terjadi di negara yang berkembang.
1,2
antepartum atau intrapartum dan merupakan komplikasi yang paling berbahaya dalam
kehamilan. Insiden kematian janin ini bervariasi diantara negara. Hingga saat ini, IUFD masih
menjadi masalah utama dalam praktek obstretrik. 3,4,5
WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist menyatakan Intra
Uterine Fetal Death ( IUFD ) adalah kematian pada fetus dengan berat lahir 500 gram atau lebih.
3
Menurut United States National Center for Health Statistic, kematian janin atau fetal death
dibagi menjadi Early Fetal Death, kematian janin yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari
20 minggu, Intermediate Fetal Death, kematian janin yang berlangsung antara usia kehamilan
20-28 minggu dan Late Fetal Death, kematian janin yang berlangsung pada usia lebih dari 28
minggu.
Angka kematian janin termasuk dalam angka kematian perinatal yang digunakan sebagai
ukuran dalam menilai kualitas pengawasan antenatal. Angka kematian perinatal di Indonesia
tidak diketahui dengan pasti karena belum ada survei yang menyeluruh. Angka yang ada ialah
angka kematian perinatal dari rumah sakit besar yang pada umumnya merupakan referral
hospital, sehingga belum dapat menggambarkan angka kematian perinatal secara keseluruhan.
Penyebab kematian janin bersifat multifaktorial baik dari faktor fetal, maternal, plasenta
maupun iatrogenik dengan 25 35 % kasus tidak diketahui penyebabnya. Untuk dapat
menentukan penyebab pasti harus dilakukan pemeriksaan autopsi.
Diagnosis dini dalam kasus kematian janin adalah melalui pemantauan kesejahteraan
janin serta pemeriksaan kehamilan ( antenatal care ) yang teratur. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat menegakkan diagnosis kematian janin intra
uterin.
Penatalaksanaan kematian janin intra uterin ialah melakukan terminasi kehamilan yang
dapat dilakukan melalui penanganan ekspektatif dan penanganan aktif. Ada beberapa metode
terminasi kehamilan pada kematian janin intra uterin, yaitu dengan induksi persalinan per
vaginam dan persalinan per abdominam ( Sectio Caesaria ).
Pemeriksaan kehamilan ( antenatal care ) sangat berperan penting dalam upaya
pencegahan kematian janin dan secara tidak langsung dapat menurunkan angka kematian janin.
Dalam referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai IUFD dari faktor risiko, etiologi
hingga upaya penatalaksanaannya.
BAB II
KASUS
I. IDENTITAS
Istri
Suami
Nama
Ny. S
Tn. R
Umur
34 thn
39 th
Suku / Bangsa
Sunda
Sunda
Agama
Islam
Islam
Pendidikan
SMP
SMA
Pekerjaan
Pedagang
Buruh
RT 07 RW 03
RT 07 RW 03
Alamat
Kampung Cibening
Bintara
Bekasi Barat
Masuk RSUD
3 Februari 2013
Rekam Medik
03 34 10 65
Kampung Cibening
Bintara
Bekasi Barat
-
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan tanggal 3 Februari 2013 jam 16.45 WIB
A. Keluhan Utama :
Mules-mules sejak 10 jam yang lalu
B. Keluhan tambahan :
Tensi tinggi sejak trisemester ketiga
5
Menarche
: 13 tahun
Siklus
Lama haid
Banyak
Dismenorrhea
: (-)
HPHT
: 03 / 05 / 2012
TP
: 28 hari
: 7 hari
: 10 / 02 / 2013
G. Riwayat Perkawinan :
Menikah satu kali, usia perkawinan 12 tahun, status masih menikah
6
H. Riwayat Persalinan :
1. Perempuan, usia 11 tahun, spontan, bidan, 3200 gr
2. Hamil ini
I. Riwayat KB
:-
J. Riwayat Operasi
K. Riwayat ANC :
Kontrol ke bidan 2x selama kehamilan, tidak rutin.
Hamil saat ini mual (-), muntah (-), perdarahan (-), riwayat trauma (-), riwayat infeksi
(-)
L. Kebiasaan Hidup :
Merokok (-), Alkohol (-), minum obat obatan & jamu (-)
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
: TD
: 80 x / menit
RR
: 20 x / menit
Suhu : 36 C
Kepala
Mata
THT
Leher
Thorax
Pulmo
Cor
Abdomen
B. STATUS OBSTETRIKUS
Inspeksi
Palpasi
Leopold I
Leopold II
Leopold III
Leopold IV
His
: (-)
Kesan
ANOGENITAL
Inspeksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 3 Februari 2013
Hematologi
Pemeriksaaan Hasil
Hb
12,0g/dL
Ht
36,9 %
Leukosit
19,4 ribu/uL
Trombosit
296.000/ uL
PT
13,5
Control: 17,3
GDS
APTT
21,4
Control: 36,5
103 mg/dl
IV. RESUME
9
Pasien, ibu hamil, 34 tahun, G2P1A0 Hamil 39 minggu, perut mules-mules sejak 10 jam
SMRS, gerak janin (+) , DJJ (+), ANC tidak teratur di bidan , USG (+)
HPHT
: 03 / 05 / 2012
TP
STATUS GENERALIS
: 10 / 02 / 2013
Keadaan umum
: sakit ringan
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
: TD
: 80 x / menit
RR
: 20 x / menit
Suhu : 36 C
STATUS OBSTETRIK
Kesan : TFU 31 cm tidak sesuai dengan hamil 39 minggu, letak memanjang,
presentasi kepala, pu-ka, DJJ (-), Janin intrauterine, tunggal, mati
ANOGENITAL
Inspeksi
Vaginal Tousche
19,4 ribu/uL
10
V. DIAGNOSIS
Ibu
: Dubia ad Bonam
Janin : malam
VII. PENATALAKSANAAN
Rencana Terminasi
Follow up
Tanggal
O
Ku / Kes : TTS / CM
A
G4P3A0
P
- Observasi TTV
11
7.00
perut bagian
bawah
gerak janin (-)
St. Generalis :
H. 24 minggu,
dengan plasenta
letak rendah
dengan IUFD
T : 140 / 80
mmHg
N : 100 x/mnt
- Hb Vit 1x1
S : 36,7
- Misoprostol
P : 24 x/mnt
(2x)
4/1/2012
Nyeri perut
bagian bawah
(+)
08.00
- Pro partus
Perut tampak
buncit, TFU 16
cm, letak
sungsang.
DJJ : (-)
His : (-)
Pervaginam
Ku / kes : TSS / CM
P4A0
St. Generalis :
Post partus
pervaginam dengan
IUFD
T : 150 / 90
N : 96 x/mnt
S : 36,2 C
P : 22 x/mnt
- Palentine 625mg,
3x1
St. Obstetri :
Tanggal
- Observasi TTI
P
- Palentine
625mg, 3x1
- Hb Vit 1x1
- Metronidazole
3x500mg
- Asam
mefenamat
3x500mg
St. Puerperalis :
Abdo:
Genital: fluksus
(+) 2x ganti
pembalut
Tanggal
5/1/2012
08.00
S
Keluhan (-)
Ku / kes : TSS / CM
P4A0
St. Generalis :
Post partus
pervaginam dengan
IUFD
T : 130/80
N : 80 x/mnt
S : 36,2 C
P : 22 x/mnt
St. Puerperalis :
Abdo:
P
- Palentine
625mg, 3x1
- Hb Vit 1x1
- Metronidazole
3x500mg
- Asam
mefenamat
3x500mg
- Pasien boleh
pulang
Genital: fluksus
(+) 2x ganti
13
pembalut
BAB III
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
INTRAUTERINE FETAL DEATH (IUFD)
2.1. Definisi
Intrauterine fetal death (IUFD) menurut ICD 10 International Statistical
Classification of Disease and Related Health Problems adalah kematian fetal atau janin pada
14
usia gestasional 22 minggu. 2. WHO dan American College of Obstetricians and Gynecologist
(1995) menyatakan Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ialah janin yang mati dalam rahim dengan
berat badan 500 gram atau lebih tau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau
lebih. 2,3 The US National Center for Health Statistics menyatakan bahwa Intrauterine fetal death
adalah kematian pada fetus dengan berat badan 350 gram atau lebih dengan usia kehamilan 20
minggu atau lebih.
2.2. Faktor Risiko
Beberapa studi yang dilakukan pada akhir-akhir ini melaporkan sejumlah faktor risiko
kematian fetal, khususnya IUFD. Peningkatan usia maternal juga akan meningkatkan risiko
IUFD. Wanita diatas usia 35 tahun memiliki risiko 40-50% lebih tinggi akan terjadinya IUFD
dibandingkan dengan wanita pada usia 20-29 tahun. Risiko terkait usia ini cenderung lebih berat
pada pasien primipara dibanding multipara. Alasan yang mungkin dapat menjelaskan sebagian
risiko terkait usia ini adalah insiden yang lebih tinggi akan terjadinya kehamilan multiple,
diabetes gestasional, hipertensi, preeklampsia dan malformasi fetal pada wanita yang lebih tua.
Merokok selama kehamilan berhubungan dengan sejumlah risiko kematian fetal.
Sejumlah hubungan kausatif juga telah dideskripsikan. Merokok meningkatkan risiko retardasi
pertumbuhan intrauterine dan solusio plasenta. Merokok menjadi faktor kausatif utama stillbirth
khususnya pada kehamilan prematur.
Berat maternal pada kunjungan antenatal care juga mempengaruhi risiko IUFD.
Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dan IUFD telah dilaporkan oleh Little dan
Cnattingius. Stephansson dkk dalam studi kasus kontrol terhadap 700 primipara dengan IUFD
dan 700 kontrol melaporkan bahwa primipara yang mengalami kelebihan berat badan(IMT 2529,9) ternyata memiliki risiko dua kali lipat akan terjadinya IUFD dibandingkan wanita dengan
IMT 19,9. Risiko ini akan jauh berlipat pada primipara obesitas (IMT 30). Kenaikan berat
badan yang terjadi selama kehamilan tampaknya tidak memperngaruhi risiko IUFD. 2
Faktor sosial seperti status sosioekonomi dan edukasi juga mempengaruhi risiko
terjadinya IUFD. Mereka yang berada dalam status sosioekonomi rendah ternyata memiliki
risiko dua kali lipat menderita IUFD.2
15
2.3. Etiologi
Pengetahuan akan etiologi stillbirth menjadi penting untuk mencapai penurunan angka
mortalitas perinatal. Pemahaman kausa IUFD yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk
perencanaan kesehatan yang adekuat dan penentuan prioritas dalam kesehatan perinatal. 2
Kematian ibu
Infeksi
Hipertensi
Pre-eklampsia
Eklampsia
Hemoglobinopati
Penyakit rhesus
Ruptura uteri
Antiphospholipid sindrom
Faktor fetal
Kehamilan ganda
Intrauterine
growth
restriction
Kelainan kongenital
Anomali kromosom
16
listeria)
Faktor Plasenta
Abruptio
Plasenta
(lepasnya
plasenta)
Insufisiensi plasenta
Vasa previa
Perdarahan Feto-maternal
Sebagian besar informasi kausa yang mendasari terjadinya IUFD diperoleh dari audit
perinatal. Beberapa studi melaporkan kausa spesifik IUFD sebagai berikut :
1. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
Hubungan berat badan kelahiran rendah dan kematian perinatal juga telah
ditegaskan. Janin IUFD juga rata-rata memiliki berat badan yang kurang dibanding janin
normal pada tingkat usia gestasional yang sama. Hal ini disebabkan karena proses
restriksi pertumbuhan yang mungkin berbagi kausa yang sama dengan insufisiensi
plasenta. 2
IUGR adalah penyebab penting IUFD. IUGR diketahui berhubungan dengan
kehamilan multipel, malformasi kongenital, kelainan kromosom fetal dan preeklampsia.
Dalam studi Gardosi dkk, dilaporkan bahwa 41% kasus IUFD adalah janin yang kecil
untuk usia gestasional dan kelompok ini juga sangat berisiko memicu terjadinya
persalinan prematur. Pada kehamilan postterm, atau usia gestasi lebih dari 41 minggu,
risiko IUFD juga semakin meningkat. 2
2. Penyakit Medis Maternal
Diabetes melitus tipe 1 dan 2 dapat meningkatkan risiko IUFD. Risiko IUFD pada
wanita diabetes tipe 1 dilaporkan 4-5 kali lebih tinggi dibandingkan populasi non
diabetik. Sebagian besar IUFD terkait diabetes terjadi akibat kendali glikemi yang tidak
baik dan komplikasi makrosomia, polihidramnion, restriksi pertumbuhan janin
intrauterine dan pre-eklampsia. Faktor maternal (pada ibu) yang berkaitan dengan
peningkatan angka kejadian makrosomia adalah obesitas, hiperglikemia, usia tua, dan
17
multiparitas (jumlah kehamilan >4). Makrosomia memiliki risiko kematian janin saat
dilahirkan karena ketika melahirkan, bahu janin dapat nyangkut. 2
Penyakit hipertensif (hipertensi gestasional, preeklampsia, hipertensi kronis dan
superimposed pre-eklampsia) merupakan komplikasi medis yang sering dijumpai pada
kehamilan dan memicu morbiditas dan mortalitas yang bermakna. 2
Peningkatan IUFD juga dilaporkan pada waniita dengan defisiensi antitrombin
herediter, resistensi protein C teraktivasi dan defisiensi protein C dan protein S. Sindrom
antibodi fosfolipid dengan antibodi fosfolipid didapat juga berhubungan erat dan IUFD
terkait dengan gangguan implantasi, trombosis dan infark pada plasenta. Sindrom
fosfolipid ini dapat terjadi dalam hubungannya dengan penyakit lain misalnya SLE.
Hipotiroidism dan hipertiroidism juga dilaporkan sebagai faktor kausatif pada
IUFD.
Kolestasis intrahepatik pada kehamilan dengan pruritus dan peningkatan kadar
asam empedu juga berhubungan erat dengan risiko mortalitas janin. Hingga saat ini,
masih diperdebatkan apakah outcome perinatal dapat ditingkatkan dengan intervensi aktif
atau tatalaksana. 2
3. Kelainan kromosom dan Kelainan Kongenital Janin
Aberasi kromosom meningkatkan risiko terjadinya IUFD. Kuleshov dkk
melaporkan bahwa sekitar 14% IUFD terjadi akibat kelainan kariotipe. Sejumlah
kelainan yang paling sering dijumpai memicu IUFD ialah trisomi autosom 21, 18 dan 13
sedangkan kelainan kariotipe yang paling sering ialah 45x. 2
Peningkatan outcome kehamilan yang buruk baik IUFD maupun restriksi
pertumbuhan intra uterine, persalinan prematur ternyata berhubungan dengan confined
placental mosaicism (CPM), yang ditandai oleh adanya ketidaksesuaian antara kariotipe
janin dan plasenta. Trisomi kromosom spesifik lebih sering dijumpai pada CPM daripada
kasus lainnya dengan trisomi 7,16 dan 18 yang makin banyak terjadi. 2
Walaupun aberasi kromosom mendominasi, sejumlah janin dapat meninggal
akibat malformasi atau sindrom dari etiologi lainnya. Sebagian besar janin dengan
18
malformasi lethal mengalami IUFD akibat defek jantung kongenital, hipoplasia paru, dan
penyakit genetik lethal seperti sindrom Potter, anensefali dan hernia diafragmatika. 2
4. Komplikasi Plasenta dan Tali pusat
Penyebab kematian janin terkait dengan adanya abnormalitas pada plasenta, tali
pusat dan membran plasenta.
1.
Plasenta ; Pada kehamilan, janin yang normal mendapatkan sirkulasi dari pembuluh
darah umbilikal dengan jumlah 350 400 ml/menit. 8
2.
Tali Pusat ; terdiri dari 2 arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis allantois dan
mesoderm primer. Panjang tali pusat N ialah 50 60 cm dengan diameter 12 mm.
Hal ini berkaitan dengan aktivitas janin di dalam dua trimeter pertama.
Tali pusat abnormal :
Lilitan tali pusat juga pernah dilaporkan sebagai salah satu penyebab kematian
pada janin. Gambar di bawah ini menunjukkan perubahan warna pada tubuh janin yang
19
20
Abruptio Plasenta. 9
5. Infeksi
Plasenta dan janin dapat terinfeksi baik melalui transmisi transplasental
(hematogen) maupun melalui ascending infection dari vagina. Proporsi IUFD terkait
infeksi dilaporkan berkisar 6-15 % dari seluruh kasus IUFD.
Beberapa agen dipertimbangkan berperan penting terhadap kematian janin.
Infeksi virus kongenital oleh parvovirus B19 dan cytomegalovirus (CMV) juga sering
dilaporkan sebagai pemicu kematian janin. Infeksi beberapa enterovirus juga dilaporkan
berhubungan dengan IUFD walaupun lebih jarang.
Rubela maternal pada awal kehamilan juga dapat memicu IUFD. Pada kasus yang
jarang, IUFD juga dapat disebabkan oleh infeksi intrauterine dari herpes simpleks.
Infeksi maternal primer oleh Toxoplasma gondii juga dapat ditransmisikan menuju janin
dan memicu toksoplasmosis kongenital bahkan kematian janin. Beberapa agen bakterial
yang berhubungan dengan mortalitas perinatal ialah Streptococcus grup B, Escherichia
21
menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, meningkatkan risiko sindrom
kematian bayi mendadak atau sudden infant death syndrome, serta mengakibatkan bibir
sumbing, kelainan jantung dan gangguan lainnya. Primipara dan riwayat IUFD
sebelumnya tidak berhubungan dengan IUFD ini dalam studi tersebut. Huang dkk
melaporkan dari 196 studi IUFD dari tahun 1961-1974 dan 1978-1996 bahwa faktor
independen yang terkait dengan IUFD yang tidak dapat dijelaskan meliputi berat pra
kehamilan lebih dari 68 kg, rasio berat kelahiran 0,75 dan 0,85 atau lebih dari 1,15,
kunjungan antenatal yang lebih jarang, primiparitas, paritas lebih dari tiga, status
sosioekonomi rendah dan usia maternal lebih dari 40 tahun. 2
2.4 Klasifikasi
Menurut United States National Center for Health Statistic Kematian janin dapat dibagi
menjadi 4 golongan, yaitu: 3,8
1. Golongan I : kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20 minggu penuh (early fetal
death)
2. Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu (intermediate fetal death)
3. Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu (late fetal death)
4. Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan- perubahan
sebagai berikut : 3,8
1. Rigor mortis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Maserasi grade 0 (durasi < 8 jam) :
kulit kemerahan setengah matang
3. Maserasi grade I (durasi > 8 jam) :
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi kemudian menjadi
merah dan mulai mengelupas.
4. Maserasi grade II (durasi 2-7 hari) : kulit mengelupas luas, efusi cairan serosa di rongga
toraks dan abdomen. Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah
coklat.
23
1) Anamnesis :
Pasien mengaku tidak lagi merasakan gerakan janinnya.
Perut tidak bertambah besar, bahkan mungkin mengecil (kehamilan tidak seperti
biasanya )
Perut sering menjadi keras dan merasakan sakit seperti ingin melahirkan
Penurunan berat badan
2) Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
merupakan
yaitu tumpang tindih (overlapping) secara ireguler tulang tengkorak, yang terjadi
akibat likuefaksi massa otak dan melemahnya struktur ligamentosa yang
membentuk tengkorak. Biasanya tanda ini muncul 7 hari setelah
kematian.
Namun ciri-ciri yang sama dapat ditemukan pada kehamilan ekstrauterin dengan
janin hidup.
25
Spaldings sign. 11
26
4)
TORCH.
malformasi
bercak/ noda
derajat maserasi
2. Tali pusat
prolaps
3. Cairan Amnion
konsistensi
volume
4. Plasenta
berat plasenta
5. Membran amnion
bercak/noda
ketebalan
28
Kemungkinan
Diagnosis
terdengar
Solusio Plasenta
menetap, perdarahan
pervaginam sesudah hamil
22 minggu
Gerakan janin dan DJJ
Ruptur Uteri
mekonium
Gawat Janin
(<100/mnt/>180/mnt)
Gerakan janin/DJJ hilang
Tanda-tanda kehamilan
IUFD
2.6. Komplikasi 3
29
Komplikasi yang dapat terjadi ialah trauma psikis ibu ataupun keluarga, apalagi bila
waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama. Bila terjadi ketuban pecah dapat
terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari 2 minggu.
10. Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan mudah pecah, waspada
koagulopati
11. Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk melihat dan melakukan kegiatan
ritual bagi janin yang meninggal tersebut.
12. Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan adanya patologi plasenta dan
infeksi .
31
Partus Spontan
dalam 2 minggu
diindikasikan
(80%)
Psikologis
Infeksi
Penurunan kadar fibrinogen
Retensi janin lebih dari 2 minggu
Servik matang
Infus Oksitosin
Prostaglandin gel
Diulang setelah 6-8 jam
Gagal
gagal
Ditambah Prostaglandin/vaginam
32
METODE-METODE TERMINASI
1. Terminasi harus selalu dilakukan dengan induksi, yaitu :
Infus Oksitosin
Cara ini sering dilakukan dan efektif pada kasus-kasus dimana telah terjadi pematangan
serviks. Pemberian dimulai dengan 5-10 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5%
melalui tetesan infus intravena. Dua botol infus dapat diberikan dalam waktu yang bersamaan.
Pada kasus yang induksinya gagal, pemberian dilakukan dengan dosis oksitosin dinaikkan pada
hari berikutnya. Infus dimulai dengan 20 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Dextrose 5%
dengan kecepatan 30 tetes per menit.
Bila tidak terjadi kontraksi setelah botol infus pertama, dosis dinaikkan menjadi 40 unit.
Resiko efek antidiuretik pada dosis oksitosin yang tinggi harus dipikirkan, oleh karena itu tidak
boleh diberikan lebih dari dua botol pada waktu yang sama.
Pemberian larutan ringer laktat dalam volume yang kecil dapat menurunkan resiko tersebut.
Apabila uterus masih refrakter, langkah yang dapat diulang setelah pemberian prostaglandin per
vaginam. Kemungkinan terdapat kehamilan sekunder harus disingkirkan bila upaya berulang
tetap gagal menginduksi persalinan.
Prostaglandin
Pemberian gel prostaglandin (PGE2) per vaginam di daerah forniks posterior sangat efektif
untuk induksi pada keadaan dimana serviks belum matang. Pemberian dapat diulang setelah 6-8
jam. Langkah induksi ini dapat ditambah dengan pemberian oksitosin.
33
2.8. Pencegahan 3, 8
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah
bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gemelli dengan
T+T (twin to twin transfusion) percegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.
Resiko kematian janin dapat sepenuhnya dihindari dengan antenatal care yang baik. Ibu
menjauhkan diri dari penyakit infeksi, merokok, minuman beralkohol atau penggunaan obatobatan.
Tes-tes antepartum misalnya USG, tes darah alfa-fetoprotein, dan non-stress test fetal
elektronik dapat digunakan untuk mengevaluasi kegawatan janin sebelum terjadi kematian dan
terminasi kehamilan dapat segera dilakukan bila terjadi gawat janin.
BAB IV
34
ANALISA KASUS
Pada kasus ini wanita, 48 tahun dengan diagnosa kematian janin intra uterin. Dalam
kasus ini, diagnosis Intra Uterine Fetal Death ( IUFD ) ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang disesuaikan dengan literatur.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien dengan G4P3A0 Hidup 3. Hamil 24 minggu
datang ke IGD RSUD Bekasi karena perut terasa tegang sejak 2 hari SMRS. Ibu tidak merasakan
gerakan bayi selama 3 minggu dan perut tidak bertambah besar. Keadaan ini sesuai dengan salah
satu dasar diagnosis IUFD yang bersifat subjektif. Selain itu ibu merasa perut bagian bawahnya
terasa mules yang hilang timbul dan tidak teratur sejak 10 jam SMRS. Pasien juga merasakan
keluar air dan lendir dari kemaluannya. Pemeriksaan kehamilan (antenatal care) tidak teratur 3x
selama kehamilan. Pemeriksaan USG tidak pernah dilakukan.
Pada pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi dalam kehamilannya ini.
Pasien juga mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol, merokok, dan minum obat- obatan
lama. Pasien juga tidak memiliki binatang peliharaan.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan obstetri, inspeksi menjelaskan tanda- tanda
kehamilan pada pasien ini tidak sesuai dengan masa kehamilan. Ukuran tinggi fundus uteri yang
berkurang dari usia kehamilan ditemukan dalam kasus ini mengingat kematian janin
berlangsung 3 minggu sebelum ke rumah sakit. Pada palpasi, gerak janin (-), dan pada auskultasi
dengan pemeriksaan Doppler tidak terdengar bunyi jantung janin, hal ini turut membuktikan
adanya kematian janin intra uterin. Pada pemeriksaan laboratorium, hanya didapatkan
pemeriksaan darah rutin dalam batas normal pada wanita dengan kehamilan. Seharusnya
dilakukan pemeriksaan darah yang lebih lengkap
tidaknya permasalahan pada faktor pembekuan darah dari faktor janin terhadap maternal. Pada
pemeriksaan USG, ditemukan Janin Tunggal, Intra uterine, letak sungsang dengan plasenta letak
rendah. IUFD dengan plasenta letak rendah. Didapatkan kesan janin IUFD disertai dengan
deskripsi yang menjadi dasar diagnosis IUFD, seperti tidak adanya gerakan janin dan DJJ ( - ),
Spaldings Sign ( + ) sehingga dapat ditegakkan diagnosis IUFD dengan pasti.
Penyebab IUFD bisa karena faktor maternal, fetal dan plasental. Berdasarkan anamnesis,
pasien ini tidak ada riwayat trauma, infeksi, dan alergi dalam kehamilannya ini. Pasien juga
35
mengaku tidak punya kebiasaan minum alkohol, merokok, dan minum obat- obatan lama.
Namun melihat usia ibu 48 tahun, dapat merupakan faktor ibu yang terlalu tua saat kehamilan.
Faktor fetal belum dapat kita singkirkan karena sebaiknya dilakukan pemeriksaan
autopsi apakah terdapat kelainan kongenital mayor pada janin. Pasien tidak memiliki binatang
peliharaan, makan daging setengah matang, yang menurut literatur dapat menyebabkan infeksi
toksoplasmosis pada janin. Anomali kromosom biasanya terjadi pada ibu dengan usia diatas 40
tahun, dan dibutuhkan analisa kromosom. Inkompatibilitas Rhesus juga sangat kecil
kemungkinannya mengingat pasien dan suaminya dari suku yang sama.
13. Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan literatur, yaitu dilakukan dengan penanganan
aktif. Terminasi kehamilan segera pada pasien ini dipilih melalui induksi persalinan
pervaginam dengan mempertimbangkan kehamilan aterm dan mengurangi gangguan
psikologis pada ibu dan keluarganya. Penanganan secara aktif pada pasien ini juga sudah
sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Pada kasus ini persalinan spontan tidak terjadi
dalam 2 minggu, sehingga perlu pematangkan serviks dengan misoprostol. Komplikasi IUFD
lebih dari 6 minggu akan mengakibatkan gangguan pembekuan darah, infeksi dan berbagai
komplikasi yang membahayakan nyawa ibu
Penyebab kematian pada janin dalam kasus ini, kemungkinan besar akibat dari faktor
maternal,dimana usia ibu yang terlalu tua (>40 tahun)
Edukasi pada pasien ini ialah penjelasan mengenai program KB dan memotivasi ibu
untuk mengikutinya, mengingat sudah memiliki anak 3 dan usia ibu yang sudah tua.
Mengedukasi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi mengenai kehamilan pada usia ibu yang
tua. Memberikan dukungan psikologis agar pasien tidak terganggu akibat kematian janin yang
dialaminya saat ini, dan menyarankan kepada keluarga pasien untuk memberikan dukungan yang
besar untuk ibu.
BAB V
PENUTUP
36
KESIMPULAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kematian janin intra uterin (IUFD)
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Ante Natal Care yang teratur dan efektif
sangat dibutuhkan untuk mengetahui kesejahteraan janin untuk mendeteksi
penurunan kesejahteraan janin dan komplikasi pada ibu dapat dihindari.
Dukungan moril / psikologis dari pihak dokter dan keluarga sangat berperan
penting pada kasus IUFD.
Pada kasus ini, kemungkinan penyebab IUFD ialah faktor maternal, yaitu faktor
usia ibu yang terlalu tua. Namun, penyebab pasti hanya dapat ditegakkan bila
pada bayi yang dilahirkan dilakukan autopsi.
SARAN
Penyuluhan bagi para ibu dengan kehamilan untuk melakukan Ante Natal Care
secara teratur di RS atau Bidan.
Penyuluhan pada para ibu dengan kehamilan untuk dapat melakukan pemantauan
kesejahteraan janinnya sendiri dengan cara yang sederhana, misalnya menghitung
gerakan janin dengan cara Cardif count, sehingga bila terjadi penurunan
kesejahteraan janin dapat di deteksi dini.
37
Pada kasus kematian janin intra uterin dapat ditentukan sebab kematian dengan
pemeriksaan autopsi, dengan syarat persetujuan dari pihak keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
38
1. Agudelo AC, Beliza JM, Rossello LD. Epidemiology of Fetal Death in Latin America.
Acta Obstet Gynecol Scand 2000; 79: 3718
2. Petersson K. Diagnostic Evaluation of Fetal Death with Special Reference to Intrauterine
Infection. Thesis dari Departement of Clinical Science, Divison of Obstetrics and
Gynecology, Karolinska Institutet, Huddinge University Hospital, Stockholm, Sweden
2002.
3. Winknjosastro H. Ilmu Kebidanan Edisi III,cetakan enam. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2008. 732-35.
4. Patel PK. Profile of Fetal Deaths in Dhahira Region, Oman. Oman Medical Journal
2008, ;23(1)
5. Mu J, Kanzaki T, Si X, Tomimatsu T, Fukuda H, Shioji M. Apoptosis and Related
Proteins in Placenta of Intrauterine Fetal Death in Prostaglandin F Receptor Deficient
Mice. Biology or Reproduction 2003;68:1968-74
6. Ezechi OC, Kalu Bke, Ndububa VI, Nwokoro CA. Induction of Labour by Vaginal
Misoprostol for Intrauterine Fetal Death. J Obstet Gynecol Ind 2004;54(6):561-3
7. James L Lindsey, MD. Evaluation of Fetal Death. Stanford School of Medicine,
Department of Obstetrics and Gynecology, Santa Clara Valley Medical Center. 2008
8. Cuningham FG., Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth, JC., Wenstrom KD.
Williams Obstetrics Edisi ke 21. New York : McGraw-Hill 2001
9. Nucleus Medical Art Inc. Kennesaw, Georgia 30144, 1999 2009
10. Sarah D. McDonald, MD . Risk of Fetal Death Associated With Maternal Drug
Dependence and Placental Abruption A Population-Based Study. 1Department of
Obstetrics and Gynecology, McMaster University, Hamilton ON. 2007
11. Dr. Joe Antony, MD, 265, Girinagar, Cochin- 20, India. 2007. diakses dari
www.ultrasound-images.com
12. Weeks A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. International Journal of Gynecology
and Obstetrics 2007 99 : S156S159
13. Gibbs RS, Roberts DJ. Case 27-2007: A 30-Year-Old Pregnant Woman with Intrauterine
Fetal Death. N Engl J Med 2007;357:918-25.
39