buat harian apa tidak motornya tidak masalah, waktu itu saya merasa kurang jika melihat motor
dalam kondisi standar. Hari- hari saya saya habiskan dibengkel untuk seting motor hingga lupa
waktu pulang. dan sejauh ini saya juga belum kenal sama sekali apa lagi tertarik dengan yang
namanya seni rupa kecuali tattoo di masa ini saya mulai belajar tattoo dengan mentatto tubbuh
saya sendiri dan teman-teman dekat saya. Saya belajar secara otodidak, merangkai alat sendiri
dan hasilnya sangat mengecewakan kata teman-teman saya terlebih bagi bapak dan ibu saya.
Justru kesadaran seni saya hadir ketika saya kuliah dijurusan ekonomi pada saat itu saya
sangat jarang kuliah karena jurusan kuliah di jurusan ekonomi bukan pilihan saya sendiri, jadi
waktu kuliah saya habiskan untuk menggambar tokoh-tokoh yang saya sukai. Saya berusaha
menggambarkanya semirip mungkin, hingga banyak teman- teman kuliah meminta saya untuk
menggambarkan wajah baik secara on the spot atau dari foto dengan imbalan sebungkus rokok/
makan gratis. Hampir 4 smester kuliah diekonomi saya habiskan untuk menggambar dan
mengumpulkan barang bekas (rombeng) untuk di jual, hingga kamar kost saya berisi penuh
gambar- gambar yang saya buat dan barang- barang rongsokan yang membuat ibu kost marah.
Pada periode ini saya disarankan oleh teman untuk masuk ke sekolah seni mendalami seni rupa
dan saya mengiyakanya hingga saya tercatat sebagai mahasiswa jurusan seni rupa di STKW .
Dari uraian diatas tampaknya saya tidak punya rencana sama sekali untuk masuk dalam
dunia seni rupa semuanya berjalan begitu saja tanpa saya rencanakan, saya persiapkan, bahkan
saya sama sekali tidak punya modal bakat, teknik, pengetahuan tentang seni rupa saat masuk di
sekolah seni rupa. Di sini saya sadar bahwa apa yang telah kita rencanakan belum tentu akan
terwujud dan apa yang tidak direncanakan akan menjadi lebih indah, menenangkan batin. target
saya dalam belajar seni rupa pada saat itu adalah bisa melukis semirip, sedetail mungkin. setelah
mencoba beberapa kali belajar melukis dengan teknik yang sudah saya kuasai sebelumnya yaitu
meliukis realis dan bertambahnya wawasan tentang seni rupa, saya justru tidak mersa nyaman
menyiksa batin. Kadang saya puas dengan hasilnya tapi saya tersiksa dengan prosesnya atau
lebih parah lagi saya tidak bisa jujur dalam menggngkapkan isi hati, warna, garis, bentuk yang
dibuat- buat tidak dapat sama sekali menikmati baik proses ataupun hasilnya.
Saya yakin penglaman apapun baik pengalaman masa kanak- kanak, masa remaja, tempat
tinggal (sejarah) kita punya pengaruh besar terhadap karya- karya saya saat ini. Semua
pengalaman itu mengendap dan akan keluar dengan sendirinya disaat saat tertentu dan hal itu
akan menjadi sumber ide yang penting dalam karya. Dari apa yang sudah tertuliskan sebelumnya
saya seperti hidup di dua alam yang sangat berbeda bertolak belakang, kehidupan didesa yang
alami, tenang, damai, ramah, media informasi yang terbatas, tradisi yang kental, dan kehidupan
di kota yang ramai, macet, acuh, polusi, dan semua serba instan, media informasi yang tidak
terbatas menjadi sebuah gejolak dalam batin dan membentuk pemahaman dalam diri saya dalam
berkarya.
Gagasan yang muncul pada pikiran saya timbul dari pengalaman yang telah saya lewati
dan keseharian saya dari hal tersebut membentuk sebuah pengalaman batin sebagai bahan dasar
untuk berkarya.
Sudarmaji; seni adalah segala manifestasi batin dan pengalaman estetis dengan
menggunakan media bidang, garis, warna, tekstur, volume dan gelap terang
Jadi karya seni yang terwujud/ tervisualisasi merupakan gambaran dari pengalaman
batin saya, seorang dari desa yang hidup dikota yang kebetulan menimba ilmu di sekolah seni
rupa. Dari sini saya sadar bahwa pengalaman- pengalaman yang saya tuliskan panjang diatas
merupakan sebuah pengalaman estetis. Pengalaman yang sangat berharga, bekal untuk berolah
seni
Pemilihan potret diri sebagai visual dalam karya bukan tanpa alasan karena ketika
kuliah di ekonomi saya mendalami lukisan potret, melukis potret pesanan demi sebungkus
rokok/ sepiring nasi.
potret adalah sebuah lukisan, foto, patung atau representasi seni dari seseorang yang
mana wajah atau ekspresinya adalah hal yang utama dimaksudkan untuk menampilkan
personalitas dan juga kadang perasaan seseorang.
Bentuk Perwujudan
Sering kali saya mengawali melukis tanpa ide samasekali, karena terkadang ide justru membatasi
ruang gerak ekspresi dan yang terjadi adalah pencitraan yang beraasal dari pikiran/. Bukan tanpa
alassan untuk melukis tanpa ide terlebih dahulu, Sebuah pengalaman yang telah dilewati, dan apa
saja yang telah terekam; terlihat, terdengar, terraba, terasa, baik disadari maupun tidak disadari
disini pengalaman apapun itu akan sangat mempengaruhi suasana batin seseorang dan dapat
menjadi
sumber
ide.
Ide
tersebut
tidak
selalu
didapat
di
awal
atau
sebelum
Bagaimanapun juga melukis adalah mencurahkan atau mencitrakan suasana batin dengan
meminjam bentuk-bentuk di alam maupun di dalam. (Ugo untoro, The sound of silence and
Colors of the Wind Between the Tip of a Cigarrette and Fire of the Lighter)
Seni memiliki unsur kejutan (seperti) misalkan kita memancing. Kita nggak tau akan
dapat ikan apa. Setiap kali kita terkejut. Setiap kita melihat terbitnya matahari. Kecenderungan
sekarang melupakan itu. Seniman kan bukan pemberi pelajaran atau nasihat untuk orang lain.
Bukan mengabarkan sesuatu. Ugo untoro, The sound of silence and Colors of the Wind Between
the Tip of a Cigarrette and Fire of the Lighter. hal 349