Anda di halaman 1dari 182

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan


Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karunia-Nya kita
dapat melaksanakan tugas-tugas yang diamanatkan di bidang
pengawasan obat dan makanan.

Disadari bahwa tugas dan tanggung jawab pengawasan yang harus dilakukan oleh Badan
POM semakin luas, kompleks dengan perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis
serta tidak dapat diprediksikan. Dalam melakukan pengawasan dengan lingkup yang luas
dan kompleks tersebut, Badan POM tidak mungkin berperan sendiri. Kerjasama dan
koordinasi yang efektif dan dinamis dengan berbagai pihak harus senantiasa dijalin, dibina
dan dikembangkan agar memberikan kontribusi positif bagi terlaksananya tugas dan
tanggung jawab Badan POM. Badan POM menyadari bahwa keberhasilan pengawasan obat
dan makanan tergantung pula pada networking dengan instansi lain, karena itu diperlukan
kerjasama yang lebih efektif dan terus menerus dengan seluruh komponen bangsa ini.

Selain itu peran masyarakat sebagai pengguna produk sangatlah besar. Masyarakat adalah
penentu akhir apakah suatu produk akan dikonsumsinya atau tidak. Pengawasan oleh
masyarakat merupakan salah satu pilar dari 3 pilar pengawasan. Oleh karena itu
pemberdayaan masyarakat juga sangat diprioritaskan oleh Badan POM. Masyarakat yang
cerdas akan mampu melindungi dirinya sendiri dan memilih produk yang memenuhi syarat
dan sesuai dengan kebutuhannya.

Peningkatan beban kerja serta kompleksnya permasalahan pengawasan obat dan makanan
di era globalisasi ini perlu diimbangi dengan perkuatan institusi terutama sumber daya
manusia yang profesional, revitalisasi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan, serta
dukungan sarana dan prasarana yang memadai.

Dalam Laporan Tahunan 2011 ini disampaikan hasil pengawasan obat dan makanan yang
dilakukan Badan POM selama tahun 2011, yang mencakup evaluasi pre-market dalam
i

rangka pemberian persetujuan izin edar, pengawasan post-market setelah produk beredar
dengan cara pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk obat dan makanan
yang beredar, inspeksi cara produksi, distribusi dalam rangka pengawasan implementasi
Cara-cara Produksi dan Cara-cara Distribusi yang baik, serta investigasi awal dan
penyidikan berbagai kasus tindak pidana bidang obat dan makanan. Selama tahun 2011,
Badan POM telah melakukan evaluasi pre-market terhadap 45.763 produk obat, obat
tradisional, kosmetik, suplemen makanan, dan makanan.

Pada tahun 2011, pengawasan post-market dilakukan dengan cara pengambilan sampel dan
pengujian laboratorium terhadap 88.291 sampel produk obat dan makanan. Selain itu,
Badan POM juga melakukan pengujian sampel barang bukti kasus NAPZA dari Kepolisian
sebanyak 2.489 sampel. Di tingkat produksi dan distribusi, telah dilakukan inspeksi cara
produksi dan distribusi terhadap 39.553 sarana. Terhadap berbagai pelanggaran peraturan
di bidang Obat dan Makanan, pada tahun 2011 telah pula dilakukan penyidikan sebanyak
651 kasus, dimana 239 di antaranya ditindaklanjuti dengan projustisia dan 412 kasus lainnya
ditindaklanjuti dengan sanksi administratif.

Sejalan dengan telah diberlakukannya notifikasi kosmetik pada Januari 2011, Badan POM
mengeluarkan peraturan terkait pengawasan kosmetik yaitu: Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.04.11.03724 tahun 2011
tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetika; Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia No.HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 tentang Persyaratan
Teknis Bahan Kosmetika; Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No.HK.03.1.23.12.11.10052 tahun 2011 tentang Pengawasan Produksi dan
Peredaran Kosmetika.

Perkuatan jejaring kerja dengan instansi terkait dan pemerintah daerah provinsi maupun
kabupaten/kota melalui MoU terus ditingkatkan dalam rangka pengawasan obat dan
makanan. Di samping itu, pemberdayaan masyarakat / konsumen terus dilakukan melalui
berbagai cara, seperti membuka akses langsung melalui Unit Layanan Pengaduan
Konsumen (ULPK) dan Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM), mengeluarkan
Peringatan Publik, penyuluhan langsung ke berbagai lapisan masyarakat, serta berbagai
tulisan di media cetak.

Dalam rangka memberantas dan menertibkan peredaran produk obat dan makanan illegal
dan palsu serta obat keras di sarana yang tidak berhak, Badan POM telah melakukan
ii

penyidikan kasus tindak pidana di bidang obat dan makanan, serta secara khusus
menindaklanjuti kasus pelanggaran di bidang obat dan makanan yang dilakukan penegak
hukum lain. Selain itu, setiap tahun Badan POM juga melakukan operasi gebrak kejut
gabungan nasional (Opgabnas) dan operasi gabungan daerah (opgabda) dengan melibatkan
pihak terkait. Pada pelaksanaan Opgabnas tahun 2011, dari 385 sarana produksi dan
distribusi yang diperiksa di seluruh Indonesia, terdapat 225 sarana yang Tidak Memenuhi
Ketentuan (TMK) karena melakukan perbuatan melanggar hukum di bidang obat dan
makanan. Sanksi dan hukuman maksimal bagi pelanggar peraturan/perundang-undangan di
bidang obat dan makanan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang sebenarnya
cukup berat. Namun pada kenyataannya, pelaku tindak pidana di bidang obat dan makanan
dituntut dan divonis dengan hukuman yang sangat ringan di pengadilan. Hal ini
menyebabkan belum adanya efek jera bagi pelaku tindak pidana di bidang obat dan
makanan.

Dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari obat dan makanan yang
berisiko terhadap kesehatan, Badan POM tidak dapat bekerja sendiri dalam melakukan
pengawasan obat dan makanan. Keberhasilan Badan POM dalam melakukan pengawasan
obat dan makanan merupakan keberhasilan seluruh pemangku kepentingan; instansi terkait,
pemerintah daerah, termasuk masyarakat/konsumen dari berbagai kelompok dan lapisan,
serta dunia usaha dan industri lain yang terkait.

Kami bersyukur atas hasil-hasil yang dicapai selama tahun 2011 ini, dan kami akan terus
berupaya agar kinerja Badan POM dapat terus ditingkatkan pada masa mendatang, dalam
upaya melindungi masyarakat terhadap peredaran obat dan makanan yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, manfaat/khasiat dan mutu.

Wassalamu alaikum wr.wb.


Jakarta, April 2012

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN


KEPALA

Dra. Lucky S.Slamet,M.Sc.


NIP. 19530612 198003 2 001
iii

Sambutan Kepala Badan POM RI ........................................................................................ i


Daftar Isi .............................................................................................................................. iv
Daftar Gambar...................................................................................................................... v
Daftar Tabel....................................................................................................................... viii
Daftar Lampiran .................................................................................................................. ix
I. Highlights 2011 ................................................................................................................. 1
II. Pendahuluan .................................................................................................................. 13
III. Keadaan Umum dan Tantangan Lingkungan.............................................................. 24
IV. Hasil Kegiatan Pengawasan Obat dan Makanan Tahun 2011 ................................... 44
1. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Terapetik/Obat ............... 44
2. Hasil Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif ...................... 57
3. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat Tradisional......................... 62
4. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Suplemen Makanan ....... 69
5. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Kosmetik ........................ 74
6. Hasil Pengawasan Keamanan dan Mutu Produk Pangan ......................................... 82
7. Hasil Operasi Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Tindak Pidana Di Bidang Obat
dan Makanan ......................................................................................................... 106
8. Hasil Pengawasan Iklan ......................................................................................... 115
9. Hasil Pengawasan Penandaan dan Label .............................................................. 117
10. Standardisasi ........................................................................................................ 119
11. Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) ...................................................... 128
12. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) ............................................................. 129
13. Pengembangan Obat Asli Indonesia..................................................................... 138
14. Riset di Bidang Obat dan Makanan ...................................................................... 141
15. Pengujian di Bidang Obat dan Makanan ............................................................... 144
16. Perkuatan Infrastruktur ......................................................................................... 153
V. Pengelolaan Anggaran................................................................................................ 159
iv

Gambar 1. Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan................................. 22


Gambar 2. Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 ........ 26
Gambar 3. Komposisi Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia Tahun 2011 ....................... 29
Gambar 4. Profil Hasil Evaluasi Produk Terapetik/Obat Tahun 2011 ................................... 46
Gambar 5. Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Terapetik/Obat
Tahun 2011 ........................................................................................................ 48
Gambar 6. Profil Rincian Tindak Lanjut Hasil Inspeksi Rutin Industri Farmasi Tahun 2011.. 49
Gambar 7. Profil Hasil Sertifikasi Industri farmasi Tahun 2011 ............................................ 50
Gambar 8. Profil Hasil Pemeriksaan PBF (Produk Terapetik) Tahun 2011 .......................... 51
Gambar 9. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2011 ................ 53
Gambar 10. Profil hasil Pemeriksaan Sarana Produksi (Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor) Tahun 2011 .................................................................................... 58
Gambar 11. Profil hasil Pemeriksaan Sarana PBF (Narkotika dan Psikotropika)
Tahun 2011 ......................................................................................................................... 58
Gambar 12. Profil hasil Pemeriksaan Sarana Pelayanan Kesehatan Tahun 2011 ............... 59
Gambar 13. Profil Rincian Hasil Pengujian Laboratorium Barang Bukti Kasus Narkotika
dan Psikotropika dari POLRI Tahun 2011 ........................................................ 60
Gambar 14. Profil Hasil Evaluasi Pengawasan Iklan Rokok Post-Audit Tahun 2011............ 61
Gambar 15. Profil Hasil Pengawasan Label Rokok Tahun 2011 .......................................... 62
Gambar 16. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2011 .................... 63
Gambar 17. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Obat Tradisional Tahun 2005 - 2011 ......... 64
Gambar 18. Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Impor Tahun
2011 ................................................................................................................ 65
Gambar 19. Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Obat Tradisional Lokal Tahun
2011 ................................................................................................................ 66
Gambar 20. Profil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat Tradisional Tahun 2011 ................. 67
Gambar 21. Profil Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat Tradisional Tahun 2011 ................ 68
Gambar 22. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Suplemen Makanan Tahun 2011............... 69
Gambar 23. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Suplemen Makanan Tahun 2005-2011...... 70
v

Gambar 24. Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Suplemen
Makanan Tahun 2011 ...................................................................................... 72
Gambar 25. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Suplemen Makanan Tahun 2011 .. 72
Gambar 26. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Kosmetika Tahun 2011.............................. 75
Gambar 27. Profil Persetujuan nomor Izin Edar Kosmetika Tahun 2005 - 2011................... 75
Gambar 28. Profil Hasil Sampling dan Pengujian Laboratorium Kosmetika Tahun 2011 ..... 77
Gambar 29. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Kosmetika Tahun 2011 .................. 78
Gambar 30. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Kosmetika Tahun 2011 ................. 78
Gambar 31. Alasan Pelaporan Penarikan Kosmetika Tahun 2011....................................... 80
Gambar 32. Alasan Pelaporan Penarikan Obat Tradisional dan suplemen Makanan
Tahun 2011...................................................................................................... 81
Gambar 33. Profil Persetujuan nomor Pendaftaran Produk Pangan Tahun 2011 ................ 82
Gambar 34. Profil Sampling dan Pengujian Laboratorium Produk Pangan Tahun 2011 ...... 84
Gambar 35. Profil Hasil Pengujian Sampel Pangan Jajanan Anak Sekolah tahun 2011 ...... 85
Gambar 36. Profil Hasil Analisis Parameter Uji Bahan Tambahan yang Dilarang dan
Kadar BTP Makanan Jajanan Anak Sekolah Tahun 2011 ................................ 86
Gambar 37. Profil Hasil Analisis Parameter Uji Cemaran Mikroba Pada Makanan Jajanan
Anak Sekolah Tahun 2011 ............................................................................... 87
Gambar 38. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Industri Pangan Tahun 2011 ........................ 89
Gambar 39. Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi Produk Pangan Tahun 2011 ......... 90
Gambar 40. Profil Tenaga Penyuluhan Keamanan Pangan dan Distric Food Inspector
sampai dengan Tahun 2011 ............................................................................ 92
Gambar 41. IRTP yang Mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan sampai dengan
Tahun 2011...................................................................................................... 92
Gambar 42. Profil Hasil Intensifikasi Pengawasan Sarana Distribusi Pangan Menjelang
Idul Fitri 2011, natal 2011, dan Tahun Baru 2012 ............................................ 94
Gambar 43. Profil Kejadian dan kasus KLB Keracunan Pangan tahun 2011 ....................... 96
Gambar 44. Profil Penyebab KLB Keracunan Pangan Tahun 2011 ..................................... 97
Gambar 45. Profil Asal Pangan Penyebab KLB Keracunan Pangan tahun 2011 ................. 98
Gambar 46. Profil Pengujian Sampel Bahan Berbahaya pada Pangan Tahun 2011 .......... 104
Gambar 47. Profil Penyidikan Berdasarkan Jenis Komoditas Tahun 2011......................... 107
Gambar 48. Profil Penyidikan Obat dan makanan Berdasarkan Jenis Sarana tahun 2011 107
Gambar 49. Sebaran Pelanggaran Berdasarkan Sarana pada Operasi Gabungan
Nasional Tahun 2011 ..................................................................................... 110
Gambar 50. Tindak lanjut Temuan OPGABNAS Tahun 2011 ............................................ 111
Gambar 51. Profil Temuan OPGABNAS Berdasarkan Jenis Komoditi Tahun 2011 ........... 112
Gambar 52. Profil Temuan OPGABDA Bedasarkan Jenis Komoditi Tahun 2011............... 113
Gambar 53. Hasil Penilaian Iklan Sebelum Beredar Tahun 2011....................................... 116
vi

Gambar 54. Profil Tampilan Software Aplikasi Database Kemasan Pangan yang
Beredar di Indonesia Tahun 2011 .................................................................. 128
Gambar 55. Profil Jumlah Pengaduan/Permintaan Informasi Berdasarkan Komoditi
Tahun 2011.................................................................................................... 130
Gambar 56. Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK Tahun 2011 ............ 130
Gambar 57. Profil Masyarakat/Konsumen yang Menghubungi ULPK Berdasarkan Jenis
Sarana yang Digunakan Tahun 2011 ............................................................. 131
Gambar 58. Profil Masyarakat yang Menghubungi PIONas Tahun 2011 ........................... 134
Gambar 59. Profil Masyarakat yang Menghubungi Siker Tahun 2011................................ 134
Gambar 60. Kasus Keracunan yang Dilaporkan ke Rumah Sakit Tahun 2011................... 135
Gambar 61. Rekapitulasi Distribusi Baku Pembanding Total Tahun 2011 ......................... 150
Gambar 62. Distribusi Baku pembanding ke Balai Besar/Balai Pom Tahun 2011 .............. 150
Gambar 63. Proporsi Anggaran Badan POM Pusat dan Balai Tahun 2011 ....................... 159
Gambar 64. Proporsi Alokasi dan Realisasi Anggaran Tahun 2011 ................................... 160

vii

Tabel 1. Profil Pegawai Badan POM Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 ........... 25
Tabel 2. Jumlah Pegawai Badan POM Berdasarkan Usia Tahun 2011 ............................... 27
Tabel 3. Daftar 11 Alat Laboratorium Utama yang Paling Sering Digunakan di Masingmasing BB/BPOM Tahun 2011 .............................................................................. 30
Tabel 4. Kondisi Wilayah Kerja Balai Besar/Balai POM Tahun 2011 ................................... 32
Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Propinsi Tahun 1990 - 2010 ........................................ 37
Tabel 6. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Propinsi Tahun 2010 - 2011 ............................. 38
Tabel 7. Cakupan Pemeriksaan Industri Farmasi Pada Balai Besar/Balai POM Tahun
2011....................................................................................................................... 50
Tabel 8. Cakupan Pemeriksaan Sarana Distribusi Obat dan Sarana Pelayanan
Kesehatan Pada Balai Besar/Balai POM Tahun 2011 ............................................ 53
Tabel 9. Profil Hasil Penilaian Terhadap Klaim Obat Tradisional Tahun 2011...................... 64
Tabel 10. Profil Hasil Penilaian Terhadap Klaim Suplemen Makanan Tahun 2011 .............. 71
Tabel 11. Profil Hasil Penilaian Terhadap Kategori Kosmetika Tahun 2011......................... 76
Tabel 12. Profil Alasan Pelaporan Penarikan Kosmetika ..................................................... 80
Tabel 13. Profil Alasan Pelaporan Penarikan Obat Tradisional dan suplemen Makanan
Tahun 2011 ......................................................................................................... 81
Tabel 14. Distribusi Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan (PKP) dan District Food
Inspector (DFI) per Propinsi Tahun 2003 - 2011 .................................................. 91
Tabel 15. Profil Agent Etiology KLB Keracunan Pangan Tahun 2011 .................................. 97
Tabel 16. Frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan Berdasarkan
Laporan Balai Besar/Balai POM Tahun 2011 ....................................................... 99
Tabel 17. Frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan Berdasarkan Bulan
Kejadian Tahun 2011......................................................................................... 100
Tabel 18. Lokasi/Tempat Kejadian KLB Keracunan Pangan Tahun 2011 .......................... 100
Tabel 19. Profil Proporsi Angka Kesakitan dan Angka Kematian Pada Kasus KLB
Keracunan Pangan Tahun 2011 ........................................................................ 102
Tabel 20. Produksi/Pengadaan Hewan Percobaan Tahun 2011 ........................................ 151
viii

Lampiran 1. Standar dan Kriteria Laboratorium Rujukan dan Unggulan ............................. 161
Lampiran 2. Pengadaan Bahan Baku Tahun 2011 ............................................................. 163
Lampiran 3. Pengadaan Baku Primer Tahun 2011 ............................................................ 165
Lampiran 4. Persediaan Akhir Baku Pembanding Tahun 2011 ........................................... 167
Lampiran 5. Daftar Judul MA Tahun 2011 ......................................................................... 171

ix

JANUARI 2011
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mengundang menteri dan
pimpinan LPNK untuk memberikan pemaparan mengenai pencapaian kinerja tahun 2010
dan program prioritas tahun 2011. Pada tanggal 4 Januari 2011, Badan POM
menyampaikan Siaran Pers Fokus Prioritas Pengawasan Obat dan Makanan Tahun
2011 kepada media massa yang hadir dalam acara tersebut.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi IX DPR RI dengan Badan POM
diselenggarakan pada tanggal 27 Januari 2011. Dalam paparannya, Kepala Badan POM
menyampaikan materi mengenai isu aktual terkait bidang tugas pengawasan obat dan
makanan. Kesimpulan yang dihasilkan pada kesempatan tersebut antara lain adalah
a). Komisi IX DPR RI meminta badan POM RI agar melakukan penguatan infrastruktur
sistem pengawasan, peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM), serta
melakukan penguatan kerjasama lintas sektor terkait dalam rangka meningkatkan fungsi
pengawasan obat dan makanan; b). Komisi IX DPR RI meminta badan POM RI untuk
memberikan Grand Design pengawasan obat dan makanan di Indonesia serta
rancangan kinerja menyangkut fungsi, tugas pokok, kewenangan dan sarana prasarana,
SDM Badan POM di Indonesia paling lambat bulan Februari minggu kedua tahun 2011
dalam rangka penguatan terhadap pembahasan RUU tentang pengawasan Obat dan
makanan serta pemanfaatan Obat Asli Indonesia; c). Komisi IX DPR RI mendesak badan
POM RI untuk meningkatkan penerapan e-registration dan e-notifikasi kosmetik dalam
rangka harmonisasi ASEAN serta melakukan sosialisasi untuk memaksimalkan
pengetahuan masyarakat dan pembinaan pemenuhan standar untuk industri kecil dan
menengah; d). Komisi IX DPR RI akan menjadwalkan kunjungan lapangan ke badan
POM RI pada masa persidangan III Tahun Sidang 2010 - 2011.
Wakil Presiden RI Prof. Dr. Boediono mencanangkan Gerakan Menuju Pangan
Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi dan Satuan Tugas
Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal di Istana Wakil Presiden pada Senin 31
Januari 2011. Acara pencanangan ini merupakan kegiatan utama dalam rangkaian
peringatan Hari Ulang Tahun Badan POM ke-10 tahun 2011. Selain Wakil Presiden,
1

acara ini juga dihadiri oleh Menteri Kesehatan, Menteri Pemberdayagunaan Perempuan
dan Perlindungan Anak, Wakil Jaksa Agung, Perwakilan Komisi IX DPR RI, Pimpinan
Asosiasi serta undangan lainnya. Dari Badan POM turut hadir pula pejabat Eselon I, II
dan III serta mantan Direktur Jenderal POM, Drs. Sunarto Prawiro dan Mantan Sekretaris
Utama, Dra. Mawarwati Djamaludin.
FEBRUARI 2011
Pada tanggal 4 Februari 2011, Kepala
Badan POM saat itu, Dra. Kustantinah,
Apt,

M.App.Sc,

meresmikan

gedung

Laboratorium Biomolekuler Balai Besar


POM

di

Mataram.

Pembangunan

Laboratorium Biomolekuler ini merupakan


salah satu wujud semangat BBPOM
di Mataram untuk

terus memberikan

pelayanan terbaik kepada masyarakat NTB. Laboratorium biomolekuler ini dilengkapi


dengan peralatan terbaru alat PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk pengujian DNA.
Alat ini digunakan untuk menguji kehalalan suatu produk. Dengan adanya Alat PCR ini
maka BBPOM di Mataram menjadi laboratorium unggulan dan rujukan pengujian DNA
dari beberapa BBPOM/BPOM seperti Denpasar, Pontianak, Banjarmasin dan Surabaya
karena belum semua provinsi memiliki alat PCR.
Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH. melakukan
kunjungan

ke

kantor

Badan

POM.

Dalam

kunjungannya,

Menteri

Kesehatan

berkesempatan meninjau kantor Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Obat dan


Makanan Ilegal, Notifikasi Kosmetik Online dan Registrasi Online Badan POM lainnya.

Menteri Kesehatan, Kepala Badan POM, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) dan Kepala Kantor Hukum dan Organisasi IPB hadir dalam konferensi pers yang
dilaksanakan di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada
tanggal 10 Februari 2011. Konferensi pers ini dilaksanakan sehubungan dengan adanya
Putusan Kasasi Mahkamah Agung

(MA)

RI nomor 2975 K/Pdt/2009 tanggal 29 April


2010 berkaitan dengan gugatan hasil
penelitian
Kedokteran

yang
Hewan

dilakukan
IPB

Fakultas

terhadap

22

sampel susu formula bayi dalam kurun


waktu April - Juni 2006.
2

Kamis, 17 Februari 2011 dilaksanakan Rapat Koordinasi Tingkat Menteri di lingkungan


Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat yang membahas mengenai RPP
Tembakau dan Permasalahan Hasil Penelitian Susu Formula Berbakteri. Hadir dalam
kesempatan tersebut antara lain adalah Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat, Menteri Kesehatan, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
Wakil Menteri Pendidikan Nasional, Kepala Badan POM, perwakilan Kementerian
Lingkungan Hidup dan lainnya.
Komisi IX DPR RI mengundang Rapat Dengar Pendapat (RDP) Kementerian Kesehatan,
Badan POM, IPB dan YLKI pada tanggal 17 dan 23 Februari 2011 untuk memberikan
penjelasan terkait Putusan Mahkamah Agung mengenai permasalahan susu formula
yang tercemar bakteri.
Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas melakukan Launching
Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2011-2015 pada tanggal 28 Februari
2011. Pada kesempatan tersebut Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas juga
menyerahkan Buku RAN-PG 2011-2015 kepada Menteri Kesehatan, Kepala Badan
POM, Sekretaris Jenderal Menteri Pertanian, Direktur Jenderal Pemberdayaan
Masyarakat Desa (PMD)-Kementerian Dalam Negeri, UNICEF Representative for
Indonesia,

WFP Representative for Indonesia dan Ketua YLKI yang hadir sebagai

undangan dalam acara ini.

MARET 2011
Pada tanggal 2 Maret 2011 bertempat di kantor Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat dilaksanakan penandatanganan kesepakatan bersama antara
Badan POM dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
tentang pengarusutamaan gender dan pemenuhan hak anak di bidang obat dan
makanan. Pada kesempatan yang sama ditandatangani pula keputusan bersama antara
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Menteri Kesehatan dan Badan
Pengawas Obat dan Makanan terkait pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil dan
menengah melalui pembinaan dan pengawasan di bidang pangan, obat tradisional dan
kosmetik. Kesepakatan bersama ini merupakan bentuk tindak lanjut pencanangan
Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman, Bermutu dan Bergizi serta
upaya pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah.
Kepala Badan POM memenuhi undangan Kementerian Kesehatan untuk menjadi
narasumber dalam pertemuan dengan media yang diselenggarakan pada tanggal
4 Maret 2011 di Kantor Kementerian Kesehatan. Pada kesempatan tersebut Kepala
Badan POM menyampaikan materi mengenai Notifikasi Kosmetika secara Online.
3

Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (Tim TPBB) yang dibentuk Kementerian
Perdagangan beserta kementerian lain dan Badan POM melaksanakan Operasi Pasar di
Semarang pada tanggal 17 Maret 2011. Hasil operasi pengawasan terhadap produk
pangan ilegal tersebut ditemukan sebanyak 47 item (74 kemasan) dengan nilai ekonomi
sebesar Rp. 4.417.500,- (empat juta empat ratus tujuh belas ribu lima ratus rupiah).
Terhadap temuan tersebut dilakukan pengamanan dan pemusnahan produk.
Pada tanggal 18 Maret 2011, Badan POM mengeluarkan siaran pers tentang Penjelasan
Terkait Pengawasan Produk Pangan Olahan Impor Asal Jepang Pasca Gempa dan
Tsunami.
Badan POM menyelenggarakan Lokakarya Jejaring Keamanan Pangan Nasional 2011
tanggal 21 Maret 2011. Tahun ini lokakarya mengambil tema Meningkatkan Peran dan
Kerjasama Stakeholder dalam Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang
Aman, Bermutu dan Bergizi.

APRIL 2011
Pada tanggal 6 - 9 April 2011 Badan POM menyelenggarakan Rapat Koordinasi Tingkat
Pusat (Rakorpus) 2011 di Cikarang. Rakorpus ini membahas Kegiatan Prioritas dan
Program Lintas Eselon I serta Penyusunan Rencana Aksi Revitalisasi Sampling dan
Pengujian; Revitalisasi Pemberantasan Produk Obat dan Makanan Ilegal melalui Satuan
Tugas (Satgas) dan Perkuatan Post-Market Survelillance Kosmetik; Implementasi
Rencana Aksi Nasional PJAS menuju Pangan yang Aman, Bermutu dan Bergizi; serta
Revitalisasi peran dan fungsi Pusat dan Balai Besar/Balai POM.
Dalam rangka peningkatan kompetensi petugas layanan pengaduan konsumen, pada
tanggal 5 8 April 2011 Badan POM menyelenggarakan Workshop Pengembangan
Layanan Pengaduan Konsumen di Bogor dengan materi tentang teknik praktis
komunikasi dan substansi mengenai pengawasan obat dan makanan. Kegiatan ini diikuti
30 (tiga puluh) orang petugas ULPK (Unit Layanan Pengaduan Konsumen) dari Balai
Besar/Balai POM serta 17 (tujuh belas) orang peserta dari Badan POM.
Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (Tim TPBB) yang dibentuk Kementerian
Perdagangan beserta kementerian lain dan Badan POM melaksanakan Operasi Pasar di
Surabaya pada tanggal 15 April 2011. Operasi yang memfokuskan pada produk pangan
dan non pangan ini melibatkan Badan POM, BBPOM di Surabaya, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian serta Ditjen Bea Cukai. Hasil operasi pengawasan
terhadap produk pangan ilegal tersebut ditemukan sebanyak 7 item (16.864 kemasan)
dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 421.600.000,- (empat ratus dua puluh satu juta enam
4

ratus ribu rupiah). Terhadap temuan tersebut ditindaklanjuti dengan re-eksport 2


kontainer ke negara asal.
Pada tanggal 18-21 April 2011 Badan POM menyelenggarakan Rapat Konsultasi
Regional (Rakonreg) wilayah Timur yang merupakan salah satu kegiatan dalam
rangkaian siklus perencanaan Badan POM. Rakonreg ini diikuti oleh 15 BBPOM/BPOM
di wilayah timur Indonesia Dan bertujuan untuk sosialisasi dan diseminasi arah kebijakan
dan strategi Badan POM tahun 2012, arah kebijakan dan fokus prioritas kedeputian dan
kesektamaan tahun 2012 serta kegiatan prioritas eselon I tahun 2012.

MEI 2011
Kepala

Badan

POM

saat

itu,

Dra.

Kustantinah, Apt, M.App.Sc, meresmikan


gedung BBPOM di Pekanbaru pada
tanggal 10 - 11 Mei 2011.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan para pejabat eselon II di lingkungan


Badan

POM

penguasaan

dan

teknik

BBPOM

dalam

berkomunikasi

yang

efektif, efisien dan sistematis, pada tanggal


12

14

Mei

menyelenggarakan

2011

Badan

pelatihan

POM
Public

Speaking yang diikuti oleh pejabat eselon II


di lingkungan Badan POM serta Kepala
Balai Besar POM.
Pada tanggal 18 - 21 Mei 2011 Badan POM menyelenggarakan Rakonreg Wilayah Barat
di Pangkal Pinang, yang bertujuan untuk diseminasi dan sosialisasi Arah Kebijakan dan
Strategi Badan POM tahun 2012, Arah Kebijakan dan Fokus Prioritas Kedeputian dan
Kesestamaan tahun 2012, Revitalisasi Fungsi BB/BPOM serta new initiatives Badan
POM tahun 2012.
Pada tanggal 24 Mei 2011 Badan POM menyebarluaskan siaran pers mengenai Hasil
Pengujian Laboratorium Terhadap Air Dalam Kemasan yang Diberi Label Air Zam-zam,
yang diperjualbelikan di Indonesia.

Kepala Badan

POM menandatangani

Nota

Kesepahaman dengan

Universitas

Diponegoro pada tanggal 30 Mei 2011 di Semarang tentang Kerjasama di Bidang


Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat.
Pada tanggal 31 Mei 2011 Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (Tim TPBB)
kembali melaksanakan operasi pasar di Medan dan melibatkan Badan POM, BBPOM di
Medan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian,
Bareskrim Mabes POLRI, Kementerian Keuangan (Ditjen. Bea Cukai), Kementerian
Perindustrian serta Pemerintah Daerah setempat. Hasil operasi pengawasan terhadap
produk pangan ilegal tersebut ditemukan sebanyak 13 item (17.496 kemasan) dengan
nilai ekonomi sebesar Rp. 437.400.000,- (empat ratus tiga puluh tujuh juta empat ratus
ribu rupiah). Terhadap temuan tersebut ditindaklanjuti dengan pro-justisia.

JUNI 2011
Pada tanggal 6 Juni 2011, Deputi III Badan POM beserta Plt. Dirjen Pendidikan Dasar
Kementerian Pendidikan Nasional dan Arzeti Bilbina hadir sebagai narasumber dalam
talkshow Peduli Pangan Jajanan Anak Sekolah yang ditayangkan di stasiun Metro TV.
Badan POM mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk Laporan Keuangan Tahun 2010. Penyerahan Laporan
Hasil Pemeriksaan BPK tersebut dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2011 di kantor
Badan POM dan dihadiri oleh pejabat di lingkungan Badan POM, Kepala Balai
Besar/Balai POM serta undangan media.

JULI 2011
Menindaklanjuti RDP dengan Komisi IX DPR RI, Tim Nasional Survei Cemaran Mikroba
pada Formula Bayi yang Beredar di Indonesia yang terdiri dari Kementerian Kesehatan,
Badan POM dan IPB melakukan pengambilan dan pengujian sampel formula bayi. Hasil
survei yang menunjukkan semua formula bayi yang beredar di Indonesia memenuhi
syarat keamanan, manfaat dan mutu Badan POM disampaikan pada konferensi pers
yang dilaksanakan di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tanggal 8
Juli 2011. Hadir sebagai narasumber dalam konferensi pers ini adalah Menteri
Kesehatan, Kepala Badan POM, Rektor IPB, Kepala Badan Litbangkes Kemenkes dan
perwakilan Kejaksaan Agung sebagai kuasa hukum Kemenkes dan Badan POM. Menteri
Kominfo bertindak sebagai moderator.
Kepala Badan POM hadir sebagai narasumber Pertemuan Sosialisasi Program Kerja
Kesehatan Terkait Vaksin Tahun 2011. Pertemuan ini mengangkat tema "Penggunaan
6

Vaksin yang Berkualitas, Penanganan Sistem Cold Chain yang Tepat dan Monitoring
Evaluasi yang Baik Merupakan Kunci Keberhasilan Program Imunisasi.
Kepala Badan POM meresmikan gedung dan laboratorium BBPOM di Makassar pada
tanggal 12 Juli 2011. Pada kesempatan ini juga dilaksanakan Pemusnahan Barang Bukti
Hasil Temuan BBPOM di Makassar.
Badan POM berpatisipasi dengan mendirikan gerai yang memberikan informasi seputar
Badan POM dan kegiatan pengawasannya pada acara Festival Anak Indonesia 2011 di
Silang Monas Jakarta pada tanggal 16-17 Juli 2011. Acara ini merupakan rangkaian
kegiatan peringatan Hari Anak Nasional tahun 2011. Diselenggarakan oleh Kemenkes
dan mengambil tema "Anak Indonesia Sehat, Kreatif dan Berakhlak Mulia".
Pada tanggal 19 - 20 Juli 2011, Badan
POM melakukan kegiatan workshop
Satuan Tugas Pemberantasan Obat
dan Makanan Ilegal di Lippo Village,
Tangerang, Banten yang dihadiri oleh
50

orang

peserta.

Hadir

sebagai

narasumber Badan POM RI (Deputi I


Bidang Pengawasan Produk Terapetik
dan

NAPZA

serta

Kepala

Pusat

Penyidikan Obat dan Makanan Badan


POM), Ditjen Binfar Kementerian Kesehatan, Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri, NCBInterpol, Kejaksaan Agung. Forum tersebut menyepakati pencanangan Gerakan
Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal dengan melakukan penangkalan dan
pencegahan serta penegakan hukum.
Dalam rangka perlindungan konsumen, Tim TPBB kembali melaksanakan operasi pasar
di Pekanbaru pada tanggal 26 Juli 2011. Ikut dalam kegiatan ini antara lain Wakil
Mendag, Kepala Badan POM, Dirjen Standardisasi dan Perlindungan Konsumen serta
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri. Ini merupakan daerah pengawasan keempat setelah
Semarang, Surabaya dan Medan. Badan POM menemukan setidaknya 7 (tujuh)
minuman impor asal Thailand dan Malaysia. Hasil operasi pengawasan terhadap produk
pangan ilegal tersebut ditemukan sebanyak 22 item (8.821 kemasan) dengan nilai
ekonomi sebesar Rp. 35.978.500,- (tiga puluh lima juta sembilan ratus tujuh puluh
delapan ribu lima ratus rupiah). Terhadap temuan tersebut ditindaklanjuti dengan projustisia.
Dalam rangka mensosialisasikan kinerja Badan POM, pada tanggal 27 Juli 2011 Badan
POM melakukan media visit ke Harian Kompas, kompas.com dan Kompas TV.
7

AGUSTUS 2011
Pada tanggal 9 Agustus 2011 Tim TPBB yang terdiri dari Menteri Perdagangan, Kepala
Badan

POM,

Dirjen

Standardisasi

dan

Perlindungan

Konsumen

serta

Dirjen

Perdagangan Dalam Negeri kembali melaksanakan operasi pasar di Makassar. Hasil


operasi pengawasan terhadap produk pangan ilegal tersebut ditemukan sebanyak 1 item
(20 kemasan) dengan nilai ekonomi sebesar Rp. 240.000,- (dua ratus empat puluh ribu
rupiah). Terhadap temuan tersebut telah dilakukan pengamanan produk.
Pada tanggal 10 Agustus 2011 Badan POM melaksanakan konferensi pers untuk
menyampaikan hasil kinerja intensifikasi pengawasan produk pangan menjelang Idul Fitri
tahun 2011 yang dilakukan oleh Badan POM.
Pada tanggal 16 Agustus 2011, Badan POM menyelenggarakan promosi ULPK di
wilayah Jakarta, yaitu di SD Pela Mampang Jakarta Selatan yang melibatkan murid,
orang tua murid dan pengajar. Kegiatan yang dilaksanakan di sekolah ini dikemas dalam
bentuk tanya jawab seputar keamanan produk obat dan makanan serta simulasi tentang
hotline ULPK dengan orang tua murid dan guru. Sedangkan bagi siswa-siswi kelas 4 s/d
6 diadakan game pembuatan komik tentang obat dan makanan. Simulasi dan game ini
diharapkan dapat membuat para murid, orang tua murid serta guru dan tenaga di
sekolah mengingat nomor telepon hotline ULPK Badan POM, sehingga setiap ULPK
dapat menjadi rujukan mereka dalam mencari informasi tentang keamanan dan
kemanfaatan produk obat dan makanan.

SEPTEMBER 2011
Pada tanggal 14 - 16 September 2011 Badan POM menyelenggarakan Workshop
Penyusunan Masukan RUU Pengawasan Obat dan Makanan serta Pemanfaatan Obat
Asli Indonesia di Bali. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh pejabat eselon I dan pejabat
eselon II di lingkungan Badan POM, Tenaga Ahli Badan Legislatif (Baleg) DPR dan
beberapa orang Narasumber ahli.
Dalam rangka mensosialisasikan Jamu sebagai Brand Indonesia, pada tanggal 14
September 2011 Badan POM menyelenggarakan talkshow dengan tema Mari
Tingkatkan Minum Jamu Indonesia di Metro TV. Hadir sebagai narasumber adalah
Kepala Badan POM saat itu, Dra.Kustantinah, Apt., M.App.Sc dan Ketua GP Jamu
(Charles Saerang).
Pada tanggal 19 - 20 September 2011, Kementerian Keuangan Republik Indonesia
menyelenggarakan Rakernas Akuntansi 2011 dengan tema Peningkatan Kinerja
Pengelolaan

Keuangan

Pemerintah

dalam

Rangka

Mewujudkan

Laporan

Pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah yang Berkualitas. Pada acara tersebut,


8

Pemerintah Republik Indonesia memberi penghargaan kepada Badan POM atas


keberhasilannya menyusun dan menyajikan laporan keuangan tahun 2010 dengan
capaian standar tertinggi dalam akuntabilitas dan pelaporan keuangan.
Pada tanggal 22 September 2011 Badan POM mengadakan talkshow di Metro TV
dengan tema "Mari Lestarikan Budaya Minum Jamu". Hadir sebagai narasumber pada
kesempatan tersebut adalah Deputi II Badan POM (Drs. Ruslan Aspan, MM) dan
Pengusaha Obat Tradisional dan Kosmetika Indonesia (Putri Kusumawardhani).

OKTOBER 2011
Pada tanggal 5 Oktober 2011 Kepala Badan POM menyampaikan Siaran Pers "Operasi
Pangea IV Berantas Obat Ilegal Online" dan "Hasil Pengawasan Obat Tradisional
Mengandung Bahan Kimia Obat". Turut hadir sebagai narasumber pada kesempatan
tersebut antara lain adalah Deputi II, Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan,
Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Kasubdit Pengelolaan Opini Publik Kemenkominfo,
dan Ketua GP Jamu.
Dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, pada tanggal 8 Oktober
2011 Badan POM menyelenggarakan diskusi panel dengan tema "Peringatan Kesehatan
Bergambar Pada Label Rokok". Acara tersebut dibuka oleh Kepala Badan POM dan
diikuti oleh peserta dari beberapa Sekolah Menengah Umum dan Universitas di Jakarta.
Pada tanggal 20 Oktober 2011 Badan POM menyelenggarakan Penggalangan
Komitmen Badan POM untuk Melaksanakan Reformasi Birokrasi melalui Penerapan
QMS Badan POM melalui penyerahan dokumen QMS kepada seluruh unit kerja di
Badan POM. Acara ini dihadiri oleh pejabat eselon I dan II Badan POM, Kepala
BBPOM/BPOM serta Manajer Representatif di setiap unit kerja Badan POM.
Dalam rangka meninjau kesesuaian antara dokumen usulan RB Badan POM dengan
kenyataan yang ada di lapangan, pada tanggal 27 Oktober 2011 Tim Unit Pengelola
Reformasi Birokrasi Nasional melakukan verifikasi lapangan ke kantor Badan POM.

NOVEMBER 2011
Daerah Kelapa Gading dan Sunter Jakarta menjadi daerah keenam yang menjadi
sasaran operasi pasar Tim TPBB yang dilaksanakan tanggal 3 November 2011. Turut
serta dalam kegiatan tersebut antara lain Wakil Mendag, Kepala Badan POM, Dirjen
Standardisasi dan Perlindungan Konsumen serta Kepala BBPOM di Jakarta. Daerah ini
merupakan daerah pengawasan keenam setelah Semarang, Surabaya, Medan,
Pekanbaru dan Makassar. Hasil operasi pengawasan terhadap produk pangan ilegal
pada tanggal 4 Desember 2010, 12 Agustus 2011 dan 3 November 2011, telah
9

ditemukan sebanyak 1.043 item (39.611 kemasan) dengan nilai ekonomi sebesar Rp.
827.119.834.000,- (delapan ratus dua puluh tujuh milyar seratus sembilan belas juta
delapan ratus tiga puluh empat ribu rupiah). Terhadap temuan tersebut telah
ditindaklanjuti dengan pro-justisia.
Pada tanggal 11 November 2011
Badan POM melakukan Sosialisasi
Single

Sign

On

(SSO)

dan

Indonesia National Trade Repository


(INTR)

kepada

seluruh

importir

terdaftar di Badan POM dan dihadiri


oleh 100 importir kosmetik, 100
importir obat serta 150 importir
pangan.
Sekitar 2000 siswa tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Sekolah Menengah
Umum (SMU) di Jawa Barat dan DKI Jakarta bersama dengan Kepala Badan POM,
Deputi III Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung serta beberapa
undangan lainnya dalam acara Festival Sehat Jajanan Sekolahku membacakan Ikrar
Peduli PJAS di Lapangan Saparua Bandung pada tanggal 19 November 2011.
Pembacaan ikrar ini merupakan salah satu kegiatan dalam Festival Sehat Jajanan
Sekolahku yang diselenggarakan Badan POM bersama instansi terkait menjangkau
sasaran yang lebih luas dalam mewujudkan PJAS yang aman, bermutu dan bergizi.
Acara ini tercatat dalam Museum Rekor Indonesia sebagai Pemrakarsa Peduli Pangan
Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Pertama di Indonesia dan untuk itu diberikan Piagam
MURI kepada Badan POM.
Pada tanggal 20-23 November 2011 Badan POM menyelenggarakan Rapat Kerja
Nasional (Rakernas) Badan POM tahun 2011 dengan tema "Perkuatan Akuntabilitas
Pengadaan Barang dan Jasa serta Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan Untuk
Mendukung Implementasi Reformasi Birokrasi". Rakernas kali ini dilaksanakan di Serang
dan diikuti oleh perwakilan unit kerja di lingkungan Badan POM Pusat dan seluruh Balai
Besar/Balai POM.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi IX DPR RI dengan Badan POM
diselenggarakan pada tanggal 24 November 2011. Pada kesempatan ini, Kepala Badan
POM menyampaikan paparan mengenai Upaya Mewujudkan Kinerja Badan POM
Menjadi Lebih Efektif dan Efisien.

10

Kepala Badan POM menyampaikan hasil temuan Badan POM terkait kopi yang dicampur
dengan Bahan Kimia Obat pada konferensi pers yang dilaksanakan di Ruang Wartawan
Badan POM pada tanggal 25 November 2011.

DESEMBER 2011
Badan POM bekerjasama dengan UGM dalam melaksanakan Pelatihan Peningkatan
Kapasitas Kepemimpinan dan Manajerial dalam Pengawasan Obat dan Makanan di
Yogyakarta pada tanggal 2-3 Desember 2011. Pelatihan ini diikuti oleh jajaran Eselon II
Badan POM dan Kepala BBPOM/BPOM.
Tim PIC/S kembali mengunjungi Badan POM pada tanggal 5-9 Desember 2011 sebagai
tindak lanjut terhadap hasil assessment yang dilakukan pada Desember 2010 untuk
mengetahui perkembangan dan perbaikan yang telah dilakukan Badan POM terkait
proses dan cara kerja inspeksi dalam rangka pengajuan Badan POM sebagai anggota
PIC/S.
Badan POM melaksanakan kegiatan Pertemuan Jejaring Keamanan Pangan di Daerah
dengan tema "Peningkatan Koordinasi Lintas Sektor dalam rangka Intensifikasi
Pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah", kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal
11-13 Desember 2011 di Samarinda ini dihadiri oleh Deputi III Badan POM, Sekda Prov.
Kaltim dan Kepala BBPOM di Samarinda.
Kementerian Perdagangan dan Badan POM sebagai Tim TPBB menyelenggarakan
konferensi pada tanggal 12 Desember 2011 yang ditujukan untuk menyampaikan hasil
pengawasan Tim TPBB selama tahun 2011. Hadir sebagai narasumber pada
kesempatan tersebut adalah Wakil Mendag, Kepala Badan POM, dan perwakilan Pusat
Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman (PIPIMM).
Kepala Badan POM meresmikan gedung kantor BBPOM di Bandar Lampung pada
tanggal 21 Desember 2011. Acara peresmian dihadiri oleh perwakilan Pemerintah
Daerah, pelaku usaha dan undangan lainnya.
Dalam rangka memperingati Hari
Ibu

ke-83,

melaksanakan

Badan
upacara

POM
bendera

pada tanggal 22 Desember 2011.


Dalam

rangkaian

upacara

dilaksanakan penganugerahan dan


penyematan

Tanda

Kehormatan

Satya Lancana Karyasatya dan Pin


11

Purna Bakti. Selain itu dilakukan Penyerahan Piagam MURI oleh Jaya Suprana kepada
Kepala Badan POM untuk Kegiatan Ikrar PJAS di Bandung.
Menteri Keuangan selaku Ketua Tim Persiapan National Single Window (NSW) bersama
para menteri dan pejabat terkait meresmikan peluncuran sistim Single Sign On (SSO),
Indonesia National Trade Repository (INTR) dan Penerapan Buku Tarif Kepabeanan
Indonesia (BTKI) 2012 di kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada
tanggal 29 Desember 2011. Acara ini dihadiri oleh Menteri Keuangan, Menteri
Kesehatan,

Kepala

Badan

POM,

Wakil

Menteri

Perdagangan,

Wakil

Menteri

Perhubungan serta undangannya lainnya. Pada kesempatan tersebut juga disampaikan


press release mengenai peluncuran SSO ini.
Sebagai penutup tahun 2011, Badan POM menyelenggarakan konferensi pers untuk
menyampaikan Kinerja Badan POM selama tahun 2011 dan Fokus di tahun 2012. Pada
Tahun 2012, Badan POM akan memfokuskan pengawasan obat dan makanan pada
beberapa hal : peningkatan status gizi anak melalui rencana aksi nasional pangan
jajanan anak sekolah (PJAS), penapisan dan intensifikasi post-market kosmetika,
serta peningkatan daya

saing industri

farmasi

nasional.

Sementara

penguatan

pengawasan dilakukan melalui elektronisasi registrasi (e-registration), pengembangan


penerapan QMS, serta pengawasan produk ilegal dan palsu yang dipromosikan melalui
media online.

12

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai
Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005 Tentang
Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut, bahwa
dalam melaksanakan tugasnya Badan POM dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan,
khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya
serta penyelesaian permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan dimaksud.
Selanjutnya lingkup tugas dan fungsi lebih spesifik Badan POM tercakup dalam Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2001 Tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan
di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Mengacu pada model suatu lembaga regulasi yang efektif di tingkat internasional, maka
dalam melaksanakan tugas sebagaimana disebut di atas Badan Pengawas Obat dan
Makanan menyelenggarakan fungsinya yang mencakup pengawasan full spectrum, melalui
berbagai kegiatan sebagai berikut:
13

a. Penyusunan kebijakan, pedoman dan standar;


b. Lisensi dan sertifikasi industri di bidang Obat dan Makanan berdasarkan Cara-cara
Produksi yang Baik;
c. Penilaian produk sebelum beredar (pre market evaluation) terhadap persyaratan
keamanan terhadap tubuh manusia, manfaat bagi kesehatan, dan mutunya;
d. Pengamatan produk setelah beredar (Post marketing vigilance) melalui sampling dan
pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi/ritel;
e. Penilaian ( pre-review) dan pemantauan (pasca-audit) iklan dan promosi produk;
f.

Riset untuk mendukung kebijakan terkait pengawasan Obat dan Makanan;

g. Komunikasi, informasi dan edukasi masyarakat utamanya peringatan publik (public


warning).
h. Penyidikan dan penegakan hukum;

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta melihat dinamika lingkungan strategis yang
telah dilakukan analisis situasinya, maka segenap jajaran Badan POM bercita-cita
menjadikan Badan POM sebagai institusi sebagaimana yang dinyatakan dalam visi sebagai
berikut :

Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang inovatif, kredibel


dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat

Visi tersebut tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
Nomor HK.04.01.21.11.10.10509 tanggal 3 November 2010. Pernyataan visi Badan POM
tersebut disesuaikan dengan tuntutan yang berkembang di bidang pengawasan obat dan
makanan.

Untuk menjabarkan visi yang telah ditetapkan tersebut, Badan POM telah pula menetapkan
misi yang harus diembannya, dan dituangkan dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI Nomor HK.04.01.21.11.10.10509 tanggal 3 November 2010, yaitu :

14

1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market


berstandar internasional
2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten
3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di
berbagai lini
4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari
obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan
5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization)

Penyesuaian organisasi dan tata kerja Badan POM dilakukan berdasarkan Keputusan
Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4231 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala
Badan POM Nomor: 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Obat dan Makanan. Penyesuaian juga terjadi dengan terbitnya Keputusan Kepala Badan
POM Nomor HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagaimana tersebut di atas, dilakukan
oleh unit-unit Badan Pengawas Obat dan Makanan di pusat, maupun oleh Balai Besar/ Balai
POM yang ada di seluruh Indonesia.

Sesuai dengan struktur yang ada, secara garis besar unit-unit kerja Badan POM dapat
dikelompokkan sebagai berikut; Sekretariat, Deputi Bidang Pengawasan Teknis (I, II, dan III)
dan unit penunjang teknis (Pusat-Pusat) yang melaksanakan tugas sebagai berikut :

1. Sekretariat Utama.
Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan,
pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di lingkungan Badan
POM.

15

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi :


a. Pengkoordinasian,

sinkronisasi

dan

integrasi

perencanaan,

penganggaran,

penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan,


serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM;
b. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan perundangundangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan
bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas Badan POM;
c. Pembinaaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata
laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga;
d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unitunit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM;
e. Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas deputi di lingkungan Badan POM;
f. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.

2. Deputi I (Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika


dan Zat Adiktif).
Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk
terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif menyelenggarakan fungsi :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan
produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif;
b. Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif;
c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,
pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan
teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi;
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,
pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan
teknis di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah
tangga;
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,
pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan
16

teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan


rumah tangga;
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,
pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan
teknis di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan kesehatan
rumah tangga;
g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,
pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan
teknis di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif;
h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan
produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif;
i.

Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan narkotika,


psikotropika, dan zat adiktif;

j.

Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.

3. Deputi II (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk


Komplemen).
Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional,


Kosmetik dan Produk Komplemen menyelenggarakan fungsi :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan
obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
b. Penyusunan

rencana

pengawasan

obat

tradisional,

kosmetik

dan

produk

komplemen;
c. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,
pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di
bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik;
d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,
pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di
bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen;

17

e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,


pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di
bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
f. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,
pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di
bidang obat asli Indonesia;
g. Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
h. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen;
i.

Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan


produk komplemen;

j.

Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya.

4. Deputi III (Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya).
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai
tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan
dan bahan berbahaya.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan


dan Bahan Berbahaya menyelenggarakan fungsi :
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang
pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
b. Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
c.

Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,


pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di
bidang penilaian keamanan pangan;

d. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,


pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di
bidang standardisasi keamanan pangan;
e. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,
pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di
bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan;
f.

Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,


pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di
bidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan;
18

g. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur,


pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di
bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya;
h. Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya;
i.

Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan


keamanan pangan dan bahan berbahaya;

j.

Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan


berbahaya;

k.

Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugas.

5. Unit Pelaksana Teknis Badan POM di Daerah.


Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM terdiri atas:
a. 19 (sembilan belas) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) , dan
b. 12 (dua belas) Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan POM mempunyai tugas melaksanakan


kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif
lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan
berbahaya.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Unit Pelaksana Teknis menyelenggarakan fungsi :


a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;
b. Pelaksanaan pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika,
dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan
bahan berbahaya;
c.

Pelaksanaan

pengujian

laboratorium

dan

penilaian

mutu

produk

secara

mikrobiologi;
d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana
produksi dan distribusi;
e. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum;
f.

Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi;

g. Pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi konsumen;


h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
i.

Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan;

j.

Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang
tugasnya.
19

6. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN).


Mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat
tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu
Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, PPOMN menyelenggarakan fungsi :


a. Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan;
b. Pelaksanaan pengujian laboratorium, dan penilaian mutu produk terapetik,
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;
c.

Pembinaan mutu laboratorium PPOMN;

d. Pelaksanaan sistem rujukan laboratorium pengawasan obat dan makanan;


e. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian;
f.

Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan;

g. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;


h. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan Pusat.

7. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan.


Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap
perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk
sejenis lainnya.

Dalam

melaksanakan

tugas

tersebut,

Pusat

Penyidikan

Obat

dan

Makanan

menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan;
b. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan;
c.

Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat


dan makanan.

8. Pusat Riset Obat dan Makanan.


Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan
dan produk terapetik.
20

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Riset Obat dan Makanan mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan;
b. Pelaksanaan riset obat dan makanan;
c.

Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan.

9. Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM).


Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi
keamanan pangan, informasi keracunan dan teknologi informasi.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, PIOM mempunyai fungsi :


a.

Penyusunan rencana dan program pelayanan informasi obat dan makanan;

b.

Pelaksanaan pelayanan informasi obat;

c.

Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan;

d.

Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi;

e.

Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan


makanan;

f.

Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.

10. Inspektorat.
Mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Inspektorat mempunyai fungsi :


a. Penyiapan rumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan fungsional.
b. Pelaksanaan

pengawasan

fungsional

sesuai

dengan

ketentuan

peraturan

perundang-undangan yang berlaku.


c. Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang hambatan,
penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh
unsur atau unit di lingkungan Badan POM.
d. Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat.

21

Gambar 1
STRUKTUR ORGANISASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

KEPALA

1.
2.
3.
4.

INSPEKTORAT

Pusat
Pengujian
Obat dan
Makanan
Nasional

DEPUTI I
Bidang Pengawasan
Produk Terapetik dan
NAPZA
1. Dit. Penilaian Obat
dan Produk
Biologi
2. Dit. Standardisasi
Produk Terapetik
dan PKRT
3. Dit. Pengawasan
Produksi Produk
Terapetik dan
PKRT
4. Dit. Pengawasan
Distribusi Produk
Terapetik dan
PKRT
5. Dit. Pengawasan
NAPZA

SEKRETARIAT UTAMA
Biro Perencanaan dan Keuangan
Biro Kerja Sama Luar Negeri
Biro Hukum dan Humas
Biro Umum

Pusat
Penyidikan
Obat dan
Makanan

DEPUTI II
Bidang Pengawasan
Obat Tradisional
(OT), Kosmetik dan
Produk Komplemen
1. Dit. Penilaian OT,
Suplemen
Makanan dan
Kosmetik
2. Dit. Standardisasi
OT, Kosmetik
dan Produk
Komplemen
3. Dit. Inspeksi dan
Sertifikasi OT,
Kosmetik dan
Produk
Komplemen.
4. Dit. Obat Asli
Indonesia

Pusat
Riset
Obat dan
Makanan

Pusat
Informasi
Obat dan
Makanan

DEPUTI III
Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan
dan Bahan
Berbahaya
1. Dit. Penilaian
Keamanan
Pangan
2. Dit. Standardisasi
Produk Pangan
3. Dit. Inspeksi dan
Sertifikasi
Pangan
4. Dit. Surveilans
dan Penyuluhan
Keamanan
Pangan
5. Dit. Pengawasan
Produk dan
Bahan Berbahaya

BALAI dan BALAI


BESAR POM

22

Badan POM mempunyai posisi yang strategis berkaitan dengan tugas utama pemerintah
dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat di bidang Obat dan Makanan. Produkproduk di bawah pengawasan Badan POM merupakan kebutuhan dasar manusia tetapi
sekaligus juga berisiko memberi dampak buruk bagi kesehatan dan keselamatan
masyarakat apabila tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat, maupun mutu. Karena
itu perlu dilakukan pengaturan dan pengawasan yang baik (Good Regulatory Practices) agar
keamanan, manfaat dan mutu produk-produk tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan upaya yang strategis karena selain berdampak
pada perlindungan konsumen, juga merupakan unsur penting dalam meningkatkan daya
saing mutu produk di pasar lokal, regional maupun global. Peran ganda pengawasan ini
sejalan dengan Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Dalam agenda tersebut,
kebijakan pembangunan, antara lain diarahkan untuk menghormati, melindungi, dan
memenuhi hak-hak masyarakat atas makanan dan kesehatan, di samping hak-hak lainnya.
Menyadari bahwa Obat dan Makanan merupakan unsur penting dalam pencapaian derajat
kesehatan yang optimal, sementara konsumen masih dominan dalam penentuan belanja
kesehatan karena 70% dari total pembiayaan untuk kesehatan masih bersumber dari dana
masyarakat, maka upaya pengawasan Obat dan Makanan yang beredar di pasar memiliki
arti penting dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Peran perlindungan
konsumen terhadap berbagai risiko kesehatan dari produk Obat dan Makanan yang tidak
memenuhi ketentuan ini sejalan dengan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.

Pengawasan Obat dan Makanan juga memberi kontribusi dalam peningkatan devisa dan
perekonomian karena hanya produk yang memenuhi persyaratan yang dapat diterima untuk
diperdagangkan baik di tingkat lokal, regional maupun global.

23

A. UMUM

Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia yang merupakan bagian integral dari
pembangunan kesehatan secara umum harus dapat mengantisipasi perubahan
lingkungan strategis yang senantiasa berubah secara dinamik. Perubahan-perubahan
tersebut, baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada sistem
pengawasan Obat dan Makanan, harus dapat diantisipasi secara cepat dan tepat. Dalam
upaya meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat dari risiko produk Obat dan
Makanan yang tidak memenuhi syarat, palsu, substandar dan ilegal, Badan POM
berupaya memperkuat Sistem Pengawasan Obat dan Makanan yang komprehensif dan
menyeluruh.

Tugas kepemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan mempunyai lingkup


yang

luas dan kompleks, menyangkut kepentingan dan hajat hidup rakyat banyak

dengan sensitifitas publik yang tinggi serta berimplikasi luas pada keselamatan dan
kesehatan konsumen. Untuk itu pengawasan tidak dapat dilakukan secara parsial hanya
pada produk akhir yang beredar di masyarakat, tetapi harus dilakukan secara
komprehensif dan sistematik, mulai dari kualitas bahan yang digunakan, cara-cara
produksi, distribusi, penyimpanan, sampai produk tersebut siap dikonsumsi oleh
masyarakat. Sejalan dengan kebijakan pasar global, pengawasan harus dilakukan mulai
dari produk masuk di entry point sampai beredar di pasar. Pada seluruh mata rantai
tersebut harus ada sistem yang memiliki mekanisme yang dapat mendeteksi kualitas
produk sehingga secara dini dapat dilakukan pengamanan jika terjadi degradasi mutu,
produk sub standar, kontaminasi dan hal-hal lain yang dapat membahayakan kesehatan
masyarakat.

Untuk menyelenggarakan tugas kepemerintahan di bidang pengawasan Obat dan


Makanan tersebut diperlukan institusi dengan infrastruktur pengawasan yang kuat,
memiliki integritas dan kredibilitas profesional yang tinggi serta memiliki kewenangan
24

untuk melaksanakan penegakan hukum, maka pemerintah memberi mandat kepada


Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk melaksanakan tugas tersebut.

1. Internal
a) SDM
Jumlah SDM yang dimiliki Badan POM untuk melaksanakan tugas dan fungsi
pengawasan Obat dan Makanan pada tahun 2011 adalah sejumlah 3.650 orang,
yang tersebar di unit pusat dan Balai Besar / Balai POM di seluruh Indonesia.

S2

S1

NON

Jumlah

137

392

252

299

1.085

Balai Besar POM di Banda Aceh

29

11

30

79

Balai Besar POM di Medan

43

15

65

128

Balai Besar POM di Pekanbaru

32

53

97

Balai POM di Jambi

26

36

70

Balai Besar POM di Padang

29

12

51

100

Balai POM di Bengkulu

17

34

64

Balai Besar POM di Palembang

25

21

37

89

BalaiBesar POM di Bandar Lampung

37

12

51

103

10

Balai Besar POM di Jakarta

44

12

47

109

11

Balai Besar POM di Bandung

53

22

61

141

12

Balai Besar POM di Semarang

39

29

62

137

13

Balai Besar POM di Surabaya

59

46

36

142

14

Balai Besar POM di Yogyakarta

35

22

51

117

15

Balai Besar POM di Mataram

23

12

43

82

16

Balai POM di Kupang

20

14

22

62

17

Balai Besar POM di Denpasar

31

30

40

104

18

Balai POM di Ambon

15

31

55

19

Balai Besar POM di Samarinda

31

14

27

72

20

Balai Besar POM di Pontianak

26

13

32

73

No

Unit Kerja

Badan POM di Pusat

Profesi

S3

Apoteker/

Tabel 1
PROFIL PEGAWAI BADAN POM BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
TAHUN 2011

25

NON

Jumlah

25

14

40

82

22

Balai POM di Palangkaraya

23

31

65

23

Balai Besar POM di Makassar

11

52

19

42

124

24

Balai Besar POM di Manado

32

16

30

84

25

Balai POM di Kendari

19

14

26

64

26

Balai POM di Palu

22

10

24

58

27

BalaiBesar POM di Jayapura

26

15

33

75

28

Balai POM di Serang

19

12

18

49

29

Balai POM di Batam

17

19

43

30

Balai POM di Pangkal Pinang

17

17

41

31

Balai POM di Gorontalo

15

18

43

32

Balai POM Manokwari

13

1.282

702

1.409

3.650

S3

TOTAL

252

Profesi

S1

Apoteker/

Balai Besar POM di Banjarmasin

Unit Kerja

S2

21

No

Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa sekitar 38,60% pegawai Badan POM adalah
non sarjana. Tiga Balai Besar/Balai POM dengan persentase SDM non sarjana
terbesar berturut-turut adalah Balai POM di Ambon (56,36%), Balai Besar POM di
Pekanbaru (54,64%) dan Balai POM di Bengkulu (53,13%).

Gambar 2
PROFIL PEGAWAI BADAN POM
BERDASARKAN TINGKAT PENDIDIKAN
TAHUN 2011

38,60%

35,12%

40.00%
35.00%
30.00%

19,23%

25.00%
20.00%
15.00%
6,90%

10.00%
5.00%

0,14%

0.00%
S3

S2

Apoteker /
Profesi

S1

NON

26

Dengan tantangan yang semakin kompleks, Badan POM harus melakukan


peningkatan kompetensi SDM dan memprediksikan kebutuhan SDM untuk
menghadapi lingkungan strategis yang semakin dinamis.

Perkuatan dan peningkatan kapasitas SDM adalah salah satu cara menghadapi
perubahan lingkungan yang tidak dapat diprediksikan. Kebijakan pengembangan
SDM diarahkan untuk memenuhi kompetensi yang dibutuhkan oleh organisasi.
Kebijakan pengembangan SDM harus dilakukan secara komprehensif, terarah,
dan sistematis dalam kerangka Human Capital Management (HCM). HCM harus
mencakup pengadaan, pengembangan, dan pendayagunaan SDM sesuai
kebutuhan organisasi. Pengembangan kompetensi teknis dan manajerial harus
mendapat proporsi yang seimbang dengan kebutuhan organisasi. Pada RPJMN
2010 - 2014, Badan POM telah mengalokasikan anggaran untuk peningkatan
kompetensi SDM melalui tugas belajar maupun pelatihan teknis dan manajerial
dengan target 338 pegawai yang ditingkatkan pendidikannya pada akhir 2014.
Tabel 2
JUMLAH PEGAWAI BADAN POM BERDASARKAN USIA
TAHUN 2011
RentangUsia
30 - 34

35 - 39

40 - 44

45 - 49

50 - 54

> 55

Jumlah

Kerja/BB/BPOM

25 - 29

Unit
20 - 24

No

Pusat

14

221

281

78

80

141

176

94

1.085

Banda Aceh

17

16

10

13

79

Medan

18

16

12

15

17

37

11

128

Pekanbaru

15

12

20

17

16

10

97

Jambi

12

10

12

12

10

70

Padang

13

11

20

21

18

100

Bengkulu

11

11

15

10

64

Palembang

15

10

18

13

18

89

Bandar Lampung

11

10

10

21

21

21

103

10

Jakarta

10

25

10

10

21

19

12

109

11

Bandung

35

11

28

18

27

11

141

27

RentangUsia
30 - 34

35 - 39

40 - 44

45 - 49

50 - 54

> 55

Jumlah

25 - 29

Unit

15

35

24

22

26

10

137

12

24

11

18

39

28

142

Yogyakarta

34

24

12

19

13

117

15

Mataram

12

17

17

82

16

Kupang

19

15

62

17

Denpasar

10

22

15

19

19

13

104

18

Ambon

10

14

55

19

Samarinda

18

14

11

72

20

Pontianak

19

15

10

17

73

21

Banjarmasin

12

14

10

13

11

17

82

22

Palangkaraya

12

15

10

10

65

23

Makassar

14

21

27

35

17

124

24

Manado

22

16

10

12

10

10

84

25

Kendari

13

11

12

64

26

Palu

15

13

58

27

Jayapura

17

20

10

11

75

28

Serang

33

49

29

Batam

32

43

30

Pangkal Pinang

32

41

31

Gorontalo

27

32

Manokwari

705

755

328

Kerja/BB/BPOM

12

Semarang

13

Surabaya

14

Jumlah

20 - 24

No

60

435

43

538

581

13
248

3.650

Dari 3.560 orang pegawai Badan POM, 22,71% diantaranya berusia > 50 tahun
dan 20,96% berada pada usia < 30 tahun.

28

Gambar 3
KOMPOSISI PEGAWAI BADAN POM BERDASARKAN USIA
TAHUN 2011

900
705

800

755

700
538

600

581

435

500
328

400

248

300
200

60

100
0
20-24

25-29

30-34

35-39

40-44

45-49

50-54

50

Jika melihat komposisi pegawai Badan POM berdasarkan usia, Badan POM
harus mempunyai strategi pengembangan pegawai yang tepat agar tidak terjadi
kekosongan

kompetensi

SDM

di

posisi-posisi

strategis.

Mempersiapkan

pemimpin lapis ke dua (second layer leader), terutama di Balai Besar / Balai
POM, harus dimulai dari sekarang agar pada saat yang tepat telah siap untuk
memimpin organisasi. Peningkatan soft competency tidak kalah pentingnya
dengan peningkatan hard competency untuk menghasilkan SDM yang mampu
menjadikan Badan POM sebagai organisasi yang handal. Soft competency akan
membentuk pribadi-pribadi pemimpin yang matang dalam menghadapi dan
menyelesaikan masalah serta menjalin komunikasi dan koordinasi yang efektif,
baik secara internal maupun eksternal.

b) Peralatan laboratorium
Pengujian laboratorium merupakan back bone pengawasan yang dilaksanakan
oleh Badan POM. Laboratorium Badan POM yang tersebar di seluruh Indonesia
harus terus ditingkatkan kapasitasnya agar mampu mengawal kebijakan
pengawasan obat dan makanan. Untuk menunjang pengujian, saat ini
laboratorium Badan POM, baik di pusat maupun di Balai Besar / Balai POM telah
dilengkapi dengan peralatan laboratorium yang mempunyai tingkat akurasi yang
memadai agar dapat menghasilkan data hasil uji yang valid dan dapat dipercaya.
Berikut ini adalah data 11 alat laboratorium utama yang paling sering digunakan
di masing-masing Balai Besar/Balai POM.
29

1
1
1

7
9
4

6
5
4

14
15
11

4
4
2

7
1
3
5

15
7
7
12

6
6
1
5

3
6
13

3
5
3

9
14
17

1 -

1
1
2
1
1
1
1
1
1
2
1
2
2

6
2
7
5
3
5
3
3
4
1
4
4
1

7
4
7
5
5
6
6
6
6
5
7
8
5

8
7
6

8
6
6

1
1

6
4
2

7
7
6

1
4
2

1
1
1

3
2
3

4
0
3
3

6
2
3
5

1
1
1

2
2
1
1

3
3
4

3
3
4

4
6
4

2
1
2

1
1
1

2
3
2

1
4
4
1

2
2
1
1
1
3
2
2
1
3

Yogyakarta
Mataram
Kupang

16
17
18

Denpasar
Ambon
Samarinda

19
20
21
22

Pontianak
Banjarmasin
Palangkaraya
Makassar

23
24
25

Manado
Kendari
Palu

3
3

26
27
28

Jayapura
Serang
Batam

1
2
4

2
1

3
10
10

5
12
7

9
26
22

5
3
3

5
3
3

6
6
7

2
1
1

1
1
1

2
2
2

29
30

Pangkal Pinang
Gorontalo
Total

2
4
41

2
1
19

5
7
216

7
3
166

16
15
442

3
2
103

3
2
111

7
7
173

2
1
42

1
1
4 0 1 34

2
3
2 71

3
2

1
2

3 5

2
1
1

4
3
3
2
2
2
2
3
4
5
1

13
14
15

Dissolution Tester

6
7
5

1
1

PCR

15
19
12

GC-MS
AlatUjiKondom
Smoking Machine

5
6
5

LC-MSMS

10
10
7

1
1
2

1 1

GC

4
2
6
5
3
5
3
3
4

HPLC

22
8
18
17
18
14
14
14
20
6
18
21
19

Total

7
4
4
5
6
3
5
6
7
5
10
6
13

IR/FTIR

8
4
13
5
10
11
7
7
11
1
5
14
6

Vis

6
1

1
1
1

UV-Vis

Total

Top Loading

Standar Minimum
1
Banda Aceh
2
Medan
3
Pekanbaru
4
Jambi
5
Padang
6
Bengkulu
7
Palembang
8
B. Lampung
9
Jakarta
10
Bandung
11
Semarang
12
Surabaya

Spektrofotometer

Analitik

BBPOM/BPOM

Mikro + Meja

No

Semi Mikro

Timbangan

AAS

Tabel 3
DAFTAR 11 ALAT LABORATORIUM UTAMA
YANG PALING SERING DIGUNAKAN DI MASING-MASING BB/BPOM
TAHUN 2011

Sumber : LAPTAH Balai Besar/Balai POM Tahun 2011

30

3
3
2

Dari Tabel 3 dapat diketahui kondisi 11 alat laboratorium utama yang paling
sering digunakan pada masing-masing Balai Besar/Balai POM di seluruh
Indonesia. Dibandingkan terhadap Standar Minimum Laboratorium Balai POM,
masih terdapat gap yang signifikan pada alat laboratorium yang dimiliki Balai
Besar/Balai POM. Sesuai dengan Grand Strategy Badan POM 2010-2014,
terutama pilar ke 2, yaitu Mewujudkan laboratorium Badan POM yang handal,
maka strategi Badan POM untuk mewujudkan hal tersebut adalah memenuhi
Standar Minimum Laboratorium, baik SDM, bangunan, maupun peralatan
laboratorium agar memenuhi kaidah Good Laboratory Practices (GLP).

c) Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SISPOM) - Full Spectrum


Pengawasan Obat dan Makanan memiliki aspek permasalahan yang berdimensi
luas dan kompleks. Mengingat kompleksitas dan luasnya cakupan pengawasan
obat dan makanan maka harus dikembangkan Sistem Pengawasan Obat dan
Makanan (SISPOM) yang melibatkan peran dan tanggung jawab semua pihak
yang terkait dalam satu jaringan yang bersinergi semenjak awal proses suatu
produk hingga produk tersebut

beredar di masyarakat. SISPOM yang

dikembangkan mencakup 3 komponen yaitu :


1) Komponen

Pengawasan

oleh

Produsen/Pelaku

Usaha,

yaitu

sistem

pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara produksi yang


baik atau GMP dan pemantauan mutu produk yang telah diedarkan, karena
secara hukum produsen bertangggung jawab atas mutu dan keamanan
produk yang dihasilkannya;
2) Komponen

Pengawasan

oleh

Pemerintah,

yang

dilakukan

melalui

penyusunan peraturan dan standardisasi, penilaian keamanan, manfaat dan


mutu produk sebelum diedarkan, inspeksi, sertifikasi, pengambilan sampel
dan pengujian laboratorium terhadap produk yang telah ada di peredaran,
peringatan kepada publik (public warning) terhadap produk yang ditemukan
dapat memberi dampak buruk bagi kesehatan dan penegakan hukum serta
KIE kepada masyarakat;
3) Komponen Pengawasan oleh masyarakat, yang dilakukan terutama oleh
masyarakat konsumen

dengan

cara

meningkatkan

pengetahuan dan

kesadaran mengenai kualitas produk yang digunakannya, karena pada


akhirnya masyarakat sendirilah yang menentukan penggunaan suatu produk.
Masyarakat dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran yang tinggi akan
mampu membentengi dirinya sendiri dari penggunaan produk yang tidak
31

memenuhi syarat. Disamping itu masyarakat yang telah diberdayakan akan


mendorong produsen untuk lebih berhati-hati dalam menjaga kualitas
produknya (community empowerment induce voluntary compliance).

2. Eksternal
a) Coverage Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi
Pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Badan POM sangatlah
kompleks. Selain kompleksitas permasalahan di bidang komoditi yang diawasi,
jumlah sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan yang terus meningkat
menuntut perkuatan sistem pengawasan di bidang Obat dan Makanan. Kondisi
saat ini, dari total 64.144 sarana produksi serta 243.158 sarana distribusi Obat
dan Makanan yang tersebar di 30 propinsi, cakupan pengawasan yang dilakukan
oleh Badan POM pada tahun 2011 hanya sekitar 14,75%. Rendahnya cakupan
pengawasan ini dipengaruhi oleh beberapa hal, antara

lain adalah kondisi

geografis yang menyebabkan waktu perjalanan ke wilayah kerja semakin lama,


sehingga jumlah sarana yang dapat dijangkau semakin rendah. Dari 30 Balai
Besar /Balai POM yang tersebar di 30 ibukota propinsi, lama waktu perjalanan
terjauh ke wilayah kerja adalah 5 hari. Berikut ini adalah data kondisi wilayah
kerja Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Tabel 4
KONDISI WILAYAH KERJA BALAI BESAR/BALAI POM
TAHUN 2011

No

Balai Besar/
Balai POM

Luas
Wilayah

Jumlah
Kab/Kota

Kerja (km2)
Kab

Kota

Jumlah

Jumlah

Lama Waktu

Sarana

Sarana

Perjalanan ke

Produksi

Distribusi

Wilayah Kerja (Jam)

Obat dan

Obat dan

Makanan

Makanan

Terdekat

Terjauh

Banda Aceh

353.745,63

18

515

3.414

25

Medan

71.680,68

25

1.631

5.951

12

Pekanbaru

89.150,00

10

1.814

3.441

12

Jambi

53.435,00

1.508

3.221

30 menit

12

Padang

42.297,30

12

973

5.589

5 hari

Bengkulu

19.789,00

720

90.638

1,5

6
32

No

Balai Besar/
Balai POM

Luas
Wilayah

Jumlah
Kab/Kota

Kerja (km2)
Kab

Kota

Jumlah

Jumlah

Lama Waktu

Sarana

Sarana

Perjalanan ke

Produksi

Distribusi

Wilayah Kerja (Jam)

Obat dan

Obat dan

Makanan

Makanan

Terdekat

Terjauh

Palembang

87.017,42

11

171

890

B. Lampung

35.288,35

12

2.127

3.720

Jakarta

662,33

1.258

6.594

30 menit

2,5

10

Bandung

34.816,96

17

10.698

14.656

30 menit

11

Semarang

32.548,00

29

9.704

13.841

1,5

12

Surabaya

46.428,38

29

18.833

16.774

13

Yogyakarta

3.185,80

2.156

1.801

30 menit

14

Mataram

49.312,19

299

2.219

2 hari

15

Kupang

247.349,90

20

759

2.584

45 menit

16

Denpasar

5.636,66

875

3.481

30 menit

17

Ambon

712.479,69

154

1.708

24

18

Samarinda

244.908,17

10

1.427

3.719

27

19

Pontianak

146.807,00

12

739

3.122

45 menit

22

20

Banjarmasin

37.530,52

11

1.422

2.588

21

Palangkaraya

153.564,00

13

867

2.880

45 menit

20

22

Makassar

62.761,69

26

789

6.129

12

23

Manado

155.527,76

18

667

27.578

30 menit

36

24

Kendari

153.016,00

10

69

1.445

12

25

Palu

68.033,00

294

2.714

2 hari

26

Jayapura

317.062,00

38

684

5.462

2 hari

27

Serang

9.662,92

1.706

2.448

30 menit

28

Batam

252.601,00

429

1.943

20 menit

18

29

Pangkal Pinang

81.724,54

828

1.506

30

Gorontalo

11.967,64

28

1.102

3.559.989,53

398

98

64.144

243.158

34,08

571

Total

Sumber : LAPTAH Balai Besar/Balai POM Tahun 2011

33

b) Persebaran Produk Obat dan Makanan


Pada dasarnya seluruh produk obat dan makanan yang beredar harus terjamin
aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan. Dengan demikian,
maka tugas Badan POM adalah mengawasi bahwa produk obat dan makanan
yang beredar terjamin aman dan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.
Atas dasar tugas seperti ini, maka kinerja Badan POM dalam melakukan
pengawasan obat dan makanan dapat ditentukan dengan suatu indikator yaitu
persentase kenaikan obat dan makanan yang memenuhi standar. Agar data
persentase produk yang memenuhi standar ini dapat dibandingkan setiap
tahunnya, maka proporsi berbagai jenis produk obat dan makanan di dalam
seluruh produk yang diambil sampelnya (sampel yang mewakili seluruh produk)
harus konsisten. Dengan proporsi yang konsisten seperti ini maka perubahan
persentase produk yang memenuhi standar, apakah naik atau turun, setiap
tahunnya dapat dijadikan dasar untuk mengukur dampak kinerja Badan POM
dalam melaksanakan tugas pengawasan obat dan makanan. Akan tetapi hal ini
tidak mungkin dilakukan karena jumlah produk obat dan makanan yang beredar
tidak diketahui secara pasti.

Untuk menangani kendala ini, perlu ada pendekatan khusus sehingga sampel
yang diambil dapat mewakili produk obat dan makanan yang beredar dan
proporsinya konsisten, sehingga hasil pengawasan dapat dibandingkan setiap
periode atau setiap tahunnya. Dalam pendekatan khusus ini perlu asumsi-asumsi
yang tepat sehingga proporsi sampel yang diambil setiap tahun dapat
dipertahankan selalu konsisten.

Untuk dapat mengukur kinerja Badan POM, yaitu dengan cara membandingkan
persentase produk yang memenuhi persyaratan (MS) atau tidak memenuhi
persyaratan (TMS) setiap tahunnya, maka diperlukan cara sampling dengan
memperhatikan bahwa proporsi jenis produk yang selalu diambil pada setiap
pengambilan sampel harus konsisten. Selain itu, pengambilan sampel harus
berbasis risiko (risk-based sampling) agar produk yang berisiko lebih tinggi
sampelnya diambil lebih banyak daripada produk yang berisiko rendah.
Diharapkan penerapan risk-based sampling dalam memonitor produk-produk
Obat dan Makanan dapat lebih melindungi konsumen dari produk TMS serta hasil
pengawasannya berupa persentase produk MS atau TMS yang beredar dapat
dibandingkan secara konsisten setiap tahunnya.
34

Berikut adalah jumlah produk Obat dan Makanan yang teregistrasi di Badan POM
sampai dengan tanggal 23 April 2012 :
Komoditi

Jumlah

Obat

1.663

Obat Tradisional

10.526

Kosmetik

70.821

Produk Komplemen

29.223

Makanan

51.519

Total

163.752

Sumber : www.pom.go.id

B. TANTANGAN LINGKUNGAN
Dengan makin gencarnya globalisasi dan era pasar bebas, maka ke depan tugas
pengawasan obat dan makanan akan semakin luas dan kompleks. Seiring dengan itu
ekspektasi masyarakat juga terus meningkat untuk mendapat perlindungan yang
semakin baik terhadap risiko produk obat dan makanan yang tidak memenuhi
persyaratan.

1. Sisi permintaan :
a) Transisi demografi :
Penduduk telah mengalami perubahan struktur. Usia muda (0 - 14 tahun)
menurun dari 30,4% pada tahun 2000 menjadi 28,87% pada tahun 2010. Usia
produktif (15 - 64 tahun) dan usia lanjut (65 ke atas) meningkat, masing-masing
dari 65% menjadi 66,09% dan 4,5% menjadi 5,04% pada kurun waktu yang
sama. Tren peningkatan usia harapan hidup dari 70,4 tahun pada 2007 dan terus
meningkat menjadi 70,9 tahun pada 2010, mengakibatkan pergeseran usia ratarata penduduk ke arah yang lebih tua. Keadaan ini, mendorong terjadinya proses
perubahan pola penyakit sehingga prevalensi penyakit akibat usia tua, yang
sifatnya lebih long lasting, makin meningkat. Penyebab kematian tertinggi,
bergeser dari penyakit infeksi (SKRT 1995), ke arah penyakit sirkulasi (SKRT
2001). Perubahan ini menyebabkan peningkatan konsumsi masyarakat akan obat
untuk waktu yang relatif lama.

Selain itu, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern,


memungkinkan manusia untuk lebih mudah mengadakan perjalanan keliling
35

negara. Hal ini merupakan tantangan global terutama kaitannya dengan dampak
kesehatan. Munculnya new emerging diseases (SARS, H5N1 dan H1N1) dan
reemerging disease (HIV-AIDS, malaria, Tuberkulosis, dll) meningkatkan
permintaan obat-obatan dan vaksin. Berdasarkan data dari Kementerian
Kesehatan tahun 2010, persentase kasus baru tuberkulosis paru (BTA positif)
yang ditemukan mencapai 74,7%. Sedangkan angka penemuan kasus malaria
(annual parasit index/API) mencapai 1,96 per 1.000 penduduk. Hal ini menjadi
tantangan bagi Badan POM untuk dapat mengawal dari aspek keamanan,
kemanfaatan, dan mutu produk.

b) Persebaran penduduk :
Pulau Sumatera yang luasnya 25,2% dari luas seluruh wilayah Indonesia hanya
dihuni oleh 21,3% penduduk. Sedangkan pulau Jawa yang luasnya hanya 6,8%
dari seluruh wilayah Indonesia, dihuni oleh 57,5% penduduk (SP 2010). Hal ini
merupakan persoalan tersendiri. Persentase penduduk miskin di desa mencapai
angka 15,72% yang lebih besar dibandingkan dengan persentase penduduk
miskin di kota yaitu sebesar 9,23%. Kondisi ini, membawa konsekuensi
meningkatnya urbanisasi mengingat pertumbuhan lapangan kerja di pedesaan
yang terbatas.

Perekonomian Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% dibanding tahun
2010.

Adanya

pertumbuhan

ekonomi

merupakan

indikasi

keberhasilan

pembangunan ekonomi. Hal ini juga berimbas pada menurunnya persentase


penduduk miskin pada 2011 menjadi 12,49% dibandingkan tahun 2010 sebesar
13,33%. Menurunnya persentase penduduk miskin bukan berarti daya beli
masyarakat meningkat pula. Adanya inflasi tanpa kenaikan pendapatkan
mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat. Dengan daya beli yang relatif
rendah menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap produk obat dan
makanan yang murah dan kurang berkualitas, yang pada akhirnya meningkatkan
risiko terjadinya gangguan kesehatan.

36

Tabel 5
JUMLAH PENDUDUK MENURUT PROPINSI
TAHUN 1990 - 2010

Propinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kep. Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Kep. Bangka Belitung
Bengkulu
Lampung
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
JawaTimur
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Maluku
Papua
Papua Barat
Total

1990

2000

3.416.156
10.256.027
4.000.207
3.303.976
2.020.568
6.313.074
1.179.122
6.017.573
8.259.266
35.384.352
28.520.643
2.913.054
32.503.991
2.777.811
3.369.649
3.268.644
3.229.153
1.396.486
2.597.572
1.876.663
2.478.119
1.711.327
6.981.646
1.349.619
1.857.790
1.648.708
178.631.196

3.929.234
11.642.488
4.248.515
3.907.763
1.040.207
2.407.166
6.210.800
899.968
1.455.500
6.730.751
8.361.079
35.724.093
8.098.277
31.223.258
3.121.045
34.765.993
3.150.057
4.008.601
3.823.154
4.016.353
1.855.473
2.984.026
2.451.895
2.000.872
833.496
2.175.993
7.159.170
1.820.379
1.166.300
1.684.144
529.689
203.425.739

2010
4.486.570
12.985.075
4.845.998
5.543.031
1.685.698
3.088.618
7.446.401
1.223.048
1.713.393
7.596.115
9.588.198
43.021.826
10.644.030
32.380.687
3.452.390
37.476.011
3. 891.428
4.496.855
4.679.316
4.393.239
2.202.599
3.626.119
3.550.586
2.265.937
1.038.585
2.633.420
8.032.551
2.230.569
1.531.402
2.851.999
760.855
235.362.549

Sumber : Publikasi Sensus Penduduk 2010, BPS

Dari Tabel 5 dapat diketahui jumlah penduduk per propinsi, di mana terdapat
Balai Besar/Balai POM di masing-masing ibukota propinsi. Besarnya jumlah
penduduk

tersebut

merupakan

salah

satu

determinan

beratnya

tugas

pengawasan yang harus dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM, karena semakin

37

besar jumlah penduduk berarti semakin besar volume produk obat dan makanan
yang harus diawasi.

Tabel 6
JUMLAH PENDUDUK MISKIN MENURUT PROPINSI
TAHUN 2010 - 2011

Propinsi

Jumlah Penduduk Miskin

Persentase

(Jumlah dalam ribu)

Penduduk Miskin

2010
861,9

2011
894,8

2010
21,0

2011
19,6

Sumatera Utara

1.490,9

1.481,3

11,3

11,3

Sumatera Barat

430,0

442,1

9,5

9,0

Riau

500,3

482,0

8,7

8,5

Kep. Riau

129,7

129,6

8,1

7,4

Jambi

241,6

272,7

8,3

8,7

1.125,7

1.074,8

15,5

14,2

Kep. Bangka Belitung

67,8

72,1

6,5

5,8

Bengkulu

324,9

303,6

18,3

17,5

Lampung

1.479,9

1.298,7

18,9

16,9

DKI Jakarta

312,2

363,4

3,5

3,7

Jawa Barat

4.773,7

4.648,6

11,3

10,7

758,2

690,5

7,2

6,3

Jawa Tengah

5.369,2

5.107,4

16,6

15,8

DI Yogyakarta

577,3

560,9

16,8

16,1

5.529,3

5.356,2

15,3

14,2

174,9

166,2

4,9

4,2

Nusa Tenggara Barat

1.009,4

894,8

21,6

19,7

Nusa Tenggara Timur

1.014,1

1.012,9

23,0

21,2

Kalimantan Barat

428,8

380,1

9,0

8,6

Kalimantan Tengah

164,2

146,9

6,8

6,6

Kalimantan Selatan

182,0

194,6

5,2

5,3

Kalimantan Timur

243,0

247,9

7,7

6,8

Sulawesi Utara

206,7

194,9

9,1

8,5

Aceh

Sumatera Selatan

Banten

JawaTimur
Bali

38

Propinsi

Jumlah Penduduk Miskin

Persentase

(Jumlah dalam ribu)

Penduduk Miskin

Gorontalo

2010
209,9

2011
198,3

2010
23,2

2011
18,8

Sulawesi Tengah

475,0

423,6

18,1

15,8

Sulawesi Selatan

913,4

832,9

11,6

10,3

Sulawesi Tenggara

400,7

330,0

17,1

14,6

Maluku

378,6

360,3

27,7

23,0

Papua

761,6

944,8

36,8

32,0

Papua Barat

256,3

249,8

34,9

31,9

30.791,2

29.756,7

Total

Sumber : Publikasi Statistik Indonesia 2011, BPS

c) Transformasi sosio-budaya :
Pembangunan ekonomi bukanlah pembangunan ekonomi semata, akan tetapi
suatu penjelmaan dari perubahan sosial dan kebudayaan. Pembangunan tidak
mungkin berhasil tanpa perubahan sistem nilai yang mendukung pembangunan
yang kemudian diikuti oleh transformasi sosial untuk menjadi pondasi dalam
persiapan penerimaan teknologi baru. Teknologi informasi serta komunikasi tidak
dapat dipungkiri telah membuka wawasan masyarakat tentang pola hidup
modern, yang menyebabkan terjadinya pergeseran budaya bangsa kearah
kehidupan modern. Kehidupan modern juga memicu peningkatan aktifitas
masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya. Pengeluaran rata-rata per
kapita sebulan untuk makanan meningkat dari 50,62% pada tahun 2009 menjadi
51,43% pada tahun 2010 termasuk konsumsi makanan dan minuman olahan.
Transformasi budaya ini berakibat terjadinya perubahan perilaku sosial yang
mendorong pergeseran demand konsumen akan makanan kearah jenis makanan
yang siap saji (fast food). Selain itu, perubahan juga terlihat terhadap permintaan
akan berbagai suplemen makanan yang ditujukan untuk pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan, atau yang dipercaya dapat mencegah penyakit. Tren
perubahan demand ini semakin kuat, seiring dengan meningkatnya taraf hidup
masyarakat perkotaan. Hal ini jika tidak diantisipasi dengan pengawasan
keamanan, manfaat dan mutu produk tersebut akan meningkatkan potensi
gangguan kesehatan sebagai akibat mengkonsumsi makanan siap saji dan
penggunaan yang meluas berbagai produk suplemen makanan.
39

d) Daya beli konsumen :


Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di
suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Perekonomian
Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5 persen dibanding tahun 2010.
Komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga berlaku terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 sebesar Rp. 3.291,0 triliun
meningkat menjadi Rp. 4.053,4 triliun pada tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi
dalam negeri yang belum berdampak secara signifikan pada penyediaan
lapangan kerja, menyebabkan rata-rata daya beli masyarakat tidak menunjukkan
perbaikan yang bermakna. Proporsi masyarakat miskin menurun dari 13,33%
pada tahun 2010 menjadi 12,49% pada tahun 2011. Namun apabila ditinjau dari
pendapatan per kapita masyarakat, terjadi kenaikan yang signifikan pada tahun
2011 mencapai Rp. 30,8 juta (US$3.542,9) dengan laju peningkatan sebesar
13,8% dibandingkan pendapatan per kapita tahun 2010 yang sebesar
Rp. 27,1 juta (US$3.010,1).

Kenaikan pendapatan per kapita belum tentu mencerminkan perubahan dalam


daya beli masyarakat. Sebagian dari perubahan pendapatan selama empat tahun
itu karena kenaikan harga. Dengan kata lain, pendapatan per kapita naik dengan
cepat, tetapi disertai kenaikan biaya hidup yang cepat pula. Hal ini juga
menyebabkan lemahnya daya beli masyarakat. Akibatnya masyarakat tidak
mampu menjangkau produk-produk yang memenuhi standar mutu, dan
cenderung menggantinya dengan mengkonsumsi obat dan makanan yang murah
tetapi berisiko tinggi terhadap kesehatan. Permintaan akan barang murah ini,
pada gilirannya membuka peluang bagi produsen untuk menyediakan barang
murah melalui berbagai strategi bisnis, termasuk yang melanggar ketentuan, dan
tidak terjamin keamanan dan mutunya. Hal ini merupakan tantangan bagi Badan
POM, untuk di satu sisi meningkatkan kesadaran produsen melalui pembinaan
teknis agar tidak melakuan pelanggaran ketentuan di bidang obat dan makanan,
dan sisi lain meningkatkan pengetahuan konsumen agar mampu membentengi
diri dari produk yang berisiko terhadap kesehatan.

2. Sisi penyediaan :
a) Pertumbuhan usaha bidang obat dan makanan :
Pasar farmasi diperkirakan akan bertumbuh 13% tahun ini. Dimana pertumbuhan
pasar farmasi pada tahun lalu adalah Rp. 43,08 triliun. Kenaikan pasar farmasi
40

dipicu oleh peningkatan konsumsi produk farmasi yang selaras dengan proyeksi
pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Terkait dengan investasi pada sektor
farmasi, ditargetkan meningkat dari US$ 500 juta menjadi US$ 750 juta - US$ 800
juta, seiring dengan kebijakan pemerintah melonggarkan kepemilikan asing.
Investasi yang masuk akan memacu penambahan pasokan obat nasional,
dengan demikian masyarakat lebih mudah memperoleh obat yang dibutuhkan
dengan harga terjangkau. Namun masih terdapat masalah-masalah yang sering
menghambat industri farmasi antara lain adalah regulasi yang dikeluarkan oleh
pemerintah seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perdagangan tidak
terintegrasi dan masih bertolak belakang. Terkait bahan baku, saat ini masih
terkendala masalah teknologi, regulasi yang tidak jelas, dan standar kualitas.

Jumlah dan persentase penduduk miskin di Indonesia cenderung menurun


selama periode 1998 - 2011. Pada tahun 1998, persentase penduduk miskin
tercatat sebanyak 24,23%. Tingginya angka kemiskinan tersebut dikarenakan
krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan 1997 yang berakibat
pada meroketnya harga-harga kebutuhan dan berdampak parah pada penduduk
miskin. Pada tahun 2011, persentase penduduk miskin di Indonesia menurun
menjadi 12,49%. Walaupun terjadi penurunan, tingkat kemiskinan Indonesia
masih tergolong tinggi. Sebagian besar keluarga Indonesia masih hidup sedikit di
atas garis kemiskinan dan sangat rawan untuk berubah statusnya menjadi di
bawah garis kemiskinan. Dengan kondisi seperti ini, mendorong timbulnya
mekanisme survival di masyarakat dalam berbagai bentuk. Sebagai salah satu
wujud upaya masyarakat untuk bertahan hidup, terlihat pada kelompok industri
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pangan yang cenderung meningkat.
Di bidang pangan, industri kecil makanan dan industri rumah tangga pangan
(IRTP) tumbuh dari sekitar 60.000 dan 800.000 di tahun 2001, menjadi sekitar
81.000 dan 950.000 di tahun 2003. Pedagang kaki lima pangan bahkan tumbuh
dengan laju 60% selama tahun 1999 hingga 2003. Menjamurnya kelompok
industri ini, dapat membawa serta potensi risiko kesehatan karena modal dan
profesionalisme yang melandasi usaha ini sering tidak memadai untuk menjamin
keamanan dan mutu produknya. Selain itu, mengingat pangsa pasar yang dituju,
terutama adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah, dan
dengan meningkatnya jumlah urban poor dengan berbagai kompleksitas
perdagangan obat dan makanan sektor informal, maka meningkatnya jumlah
41

industri ini di daerah perkotaan, menjadi tantangan tersendiri bagi upaya


pengawasan obat dan makanan, sekaitan dengan luasnya persebaran risiko.

Gambaran tersebut menunjukan penanganan pangan memiliki tantangan dan


masalah yang luas dan kompleks. Analisis terhadap kondisi sarana produksi
pangan baik industri pangan besar, menengah dan kecil serta industri rumah
tangga tahun 2006 - 2010 masih membutuhkan perbaikan, terutama sarana
produksi industri rumah tangga (IRT). Khusus untuk peningkatan kondisi sarana
produksi IRT, partisipasi pemerintah propinsi, kabupaten dan kota sangat
diperlukan, karena industri pangan kategori ini sertifikasi produknya diberikan
oleh pemerintah daerah setempat. Berdasarkan hasil monitoring sarana
produksi, di daerah masih banyak ditemukan sarana produksi tidak terdaftar.
Memperhatikan hal tersebut diperlukan adanya pemberdayaan pemerintah
provinsi, kabupaten dan kota sehingga sarana produksi tersebut memperoleh
sertifikat PIRT melalui penyuluhan.

b) Kemajuan teknologi produksi :


Kemajuan teknologi di bidang produksi telah memungkinkan industri farmasi dan
makanan untuk memproduksi dalam skala besar dengan range produk yang luas.
Selain itu, dukungan kemajuan teknologi transportasi, memungkinkan persebaran
produk dalam waktu relatif singkat mencapai seluruh wilayah negeri ini hingga ke
pelosok-pelosoknya. Bagi pengawasan obat dan makanan, ini merupakan suatu
potential problem, karena bila terdapat produk yang substandar, peredarannya
dapat menjangkau areal yang luas dalam waktu yang relatif singkat.

Selain itu, tantangan yang signifikan adalah munculnya zat baru hasil inovasi
teknologi produksi bidang obat dan makanan. Keadaan ini menuntut peningkatan
kompetensi pengawas, utamanya pengetahuan dan teknologi laboratorium
pengujian Obat dan Makanan, di mana semua hasil pengawasan Badan POM
didasarkan pada bukti ilmiah (scientific based). Hasil pengujian laboratorium
memastikan bahwa ada risiko nyata yang dihadapi masyarakat dari produk obat
dan makanan yang tidak memenuhi syarat. Kapasitas dan kemampuan
laboratorium Badan POM yang terbatas memberi peluang tidak terawasinya
produk yang berisiko terhadap kesehatan.

42

c) Teknologi promosi :
Teknologi promosi telah terbukti sebagai sarana yang efektif memicu demand
masyarakat terhadap produk yang ditawarkan, bahkan seringkali tanpa disertai
pertimbangan yang rasional akan manfaatnya. Hal ini mengakibatkan semakin
meningkatnya penggunaan produk secara irasional. Selain itu, kecanggihan
teknologi promosi, dapat menutupi berbagai kelemahan produk, sehingga
kewaspadaan konsumen dapat menurun akibat dorongan permintaannya. Selain
itu, ada kecenderungan misleading information untuk meningkatkan demand.

d) Harmonisasi perdagangan dunia :


Dengan berlakunya era perdagangan global mengakibatkan menipisnya entry
barrier sistem perdagangan internasional sehingga semakin membuka peluang
produk luar negeri untuk mengisi pasar Indonesia. Dengan bantuan kecanggihan
sistem promosi sebagaimana tersebut di atas, pasar produk impor semakin luas,
bahkan mendorong munculnya port dentr ilegal di wilayah perbatasan.
Perkembangan sistem perdagangan dunia yang mengarah pada hilangnya
penapisan komoditi antar negara itu, selain memberi peluang bagi ekspor
komoditi

dalam

negeri,

juga

menjadi

tantangan

tersendiri

bagi

upaya

perlindungan konsumen, khususnya karena volume masuknya komoditi impor


serta persebarannya yang cepat ke seluruh wilayah negeri ini. Selain itu, upaya
pengawasan obat dan makanan juga ditujukan untuk mengamankan pasar dalam
negeri dari produk yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu, sistem dan teknologi
pengujian laboratorium harus diarahkan untuk mendukung pengawasan obat dan
makanan, sehingga menjamin obat dan makanan yang beredar di Indonesia
memenuhi syarat keamanan, manfaat/khasiat, dan mutu.

43

/..

1. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Terapetik/Obat


Evaluasi Pre-market
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sebelum obat diizinkan untuk diproduksi atau
diimpor dan diedarkan di Indonesia harus dilakukan evaluasi terlebih dahulu terhadap
keamanan, kemanfaatan dan mutunya. Dalam melaksanakan evaluasi tersebut,
Badan POM mengembangkan suatu mekanisme evaluasi yang obyektif melalui
pembentukan tim independen Komite Nasional Penilai Obat Jadi (KOMNAS POJ).
Komite tersebut terdiri dari pakar dan berasal dari berbagai universitas serta institusi
terkait. Pertemuan berkala dilakukan untuk membahas dan mengevaluasi keamanan,
kemanfaatan dan mutu obat berdasarkan data ilmiah yang diserahkan, berupa data
preklinik dan data klinik serta data penunjang lain. Evaluasi mutu dilakukan untuk
menjamin terpenuhinya spesifikasi dan standar untuk zat aktif, zat tambahan dan
produk obat jadi serta bahan kemasan. Untuk menjamin mutu produk, Badan POM
mensyaratkan bahwa setiap produk obat yang dihasilkan harus melalui proses
produksi sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).

Selain itu juga dilakukan evaluasi terhadap penandaan atau label pada kemasan
produk obat untuk memastikan agar konsumen mendapat informasi yang lengkap
dan obyektif, sehingga dapat menjamin penggunaan obat yang tepat dan aman.

Seluruh rangkaian evaluasi yang dilakukan tersebut merupakan langkah-langkah


pengawasan pre-market (pra-pemasaran).

Dalam rangka pelaksanaan registrasi dan evaluasi obat sebelum beredar serta
menyesuaikan

dengan

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat sebagaimana telah diubah


dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor 1120/Menkes/PER/XII/2008 dan


44

persyaratan teknis harmonisasi ASEAN, maka dilakukan penyempurnaan peraturan


tentang registrasi obat dengan diterbitkannya Peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan
Tata Laksana Registrasi Obat yang menggantikan peraturan yang diterbitkan tahun
2003.

Selama tahun 2011, Badan POM telah menyelesaikan 3.418 berkas permohonan
registrasi obat dan produk biologi yang terdiri dari 3.089 persetujuan obat dan
produk biologi (penerbitan Nomor Izin Edar dan finalisasi izin edar) dan 329
pembatalan/penolakan. Keputusan yang diterbitkan terdiri dari 330 keputusan untuk
obat inovasi baru dan produk biologi (241 persetujuan, 47 pembatalan dan 42
penolakan); 715 keputusan untuk registrasi obat copy/obat sejenis (531 persetujuan,
40 pembatalan dan 144 penolakan); 1.004 keputusan untuk registrasi variasi obat
inovasi baru dan produk biologi (989 persetujuan dan 15 penolakan); 465 keputusan
untuk registrasi variasi obat copy (424 persetujuan dan 41 pembatalan); serta 904
persetujuan registrasi ulang (renewal) obat dan produk biologi.

Total pemenuhan timeline registrasi obat dan produk biologi tahun 2011 sebesar
75,49% dari target yang ditetapkan sebesar 75%. Pemenuhan timeline registrasi obat
baru dan produk biologi tahun 2011 sebesar 82,73% meningkat 3,32% dibanding
tahun sebelumnya. Pemenuhan timeline registrasi obat copy tahun 2011 sebesar
76,08% menurun 3,92% dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan pemenuhan
timeline registrasi variasi tahun 2011 sebesar 73,11% menurun 2,89% dibanding
tahun sebelumnya.

45

Gambar 4
PROFIL HASIL EVALUASI PRODUK TERAPETIK/OBAT
TAHUN 2011

1.800

2000

1.781

1500
1000

2.330

2.132

2500

1.004
904

745

715

465

330
500
0
Obat Baru &
Produk Biologi

Obat Copy

Variasi Obat
Baru & Produk
Biologi

Variasi Obat
Copy

Ulang

Jumlah Berkas Permohonan


Jumlah Permohonan yang diselesaikan (NIE, Surat Persetujuan dan Finalisasi NIE)

Selain penerbitan izin edar obat, pada tahun 2011 Badan POM juga menerbitkan
pembatalan izin edar obat untuk 5 produk obat sesuai SK Kepala Badan POM No.
HK.03.1.23.10.11.08481 tanggal 12 Oktober 2011 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat, karena ditemukan ketidaksesuaian informasi antara yang diserahkan
pada saat pengajuan registrasi dengan hasil inspeksi CPOB di sarana produksi.

Di samping itu, Badan POM juga memberikan persetujuan pemasukan obat untuk
penggunaan terapi khusus melalui mekanisme yang disebut Special Access Scheme
(SAS). Persetujuan ini dimaksudkan untuk memenuhi hak pasien mendapat akses
terhadap obat yang belum beredar di Indonesia, namun berdasarkan kriteria tertentu
obat tersebut sangat dibutuhkan. Pada tahun 2011 telah diselesaikan sejumlah 235
berkas yang terdiri dari 36 persetujuan pemasukan obat untuk uji klinik, 48
persetujuan vaksin, 147 persetujuan sampel untuk pengembangan produk, 3 batal
dan 1 ditolak. Sedangkan dalam melakukan penilaian dan pengawasan Uji Klinik,
pada tahun 2011 telah diselesaikan sejumlah 54 Persetujuan Protokol Uji Klinik
(PPUK).

Dalam rangka pengawasan pelaksanaan uji klinik yang telah mendapatkan PPUK,
dilakukan inspeksi ke center uji klinik (rumah sakit/puskesmas/klinik) untuk
memastikan bahwa pelaksanaan uji klinik mengikuti prinsip-prinsip CUKB. Selama
inspeksi dilakukan pemeriksaan atau verifikasi terhadap sistem manajemen mutu,
46

dokumen, fasilitas dan rekaman pada center uji klinik. Inspeksi uji klinik bertujuan
melindungi hak, keamanan dan kesejahteraan subyek uji klinik, serta menjadi
masukan kepada Peneliti/Sponsor/Organisasi Riset Kontrak sehingga center uji klinik
di Indonesia dapat menjadi tempat yang lebih kondusif dan dipercaya oleh dunia
internasional untuk pelaksanaan dan pengembangan kegiatan uji klinik di masa
mendatang. Pada tahun 2011, telah dilakukan 11 kali (19%) inspeksi uji klinik dari
total 59 PPUK yang diajukan pada tahun sebelumnya.

Kegiatan inspeksi uji klinik dalam tahun 2011 dilakukan ke center berikut :

Peleton Kesehatan Batalyon 527, Lumajang (Field Site)

Pusat Diabetes dan Nutrisi RSUD Dr. Soetomo, Surabaya

Klinik Yasmin Kencana RS Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta

RSAB Rika Amelia, Palembang

Klinik Raden Saleh, Jakarta

Klinik Utama Jantung Cinere, Depok

RSB Prof. Farid, Makassar

Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta

Desa Lempasing, Kecamatan Padang Cermin, Lampung (Field Site)

Divisi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial, Departemen Ilmu Kesehatan Anak,


FK UNPAD/RSUP dr Hasan Sadikin, Bandung

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Pengawasan Post-market
Selain melakukan pengawasan melalui evaluasi pre-market, Badan POM juga
melakukan pengawasan post-market dengan melakukan sampling dan pengujian
laboratorium terhadap obat (termasuk narkotika dan psikotropika) yang beredar.
Pada tahun 2011 dilakukan pengujian laboratorium terhadap 17.432 obat yang
disampling dari berbagai sarana distribusi dan pelayanan kesehatan. Dari hasil
pengujian yang telah dilakukan, 173 sampel (0,99%) tidak memenuhi syarat (TMS)
mutu seperti: kadar, uji disolusi, pemerian, keseragaman kandungan, keragaman
bobot, isi minimum, volume injeksi, kadar air, dan penandaan. Terhadap produk obat
yang

tidak

memenuhi

persyaratan

tersebut

telah

diambil

langkah-langkah

pengamanan termasuk penarikan dari peredaran (recall) sebanyak 155 item, dan
sanksi peringatan terhadap 18 item.
47

Selain itu, pada tahun 2011 Badan POM juga melakukan pengujian terhadap vaksin
sebanyak 126 sampel dan mengeluarkan lot release vaksin yang diproduksi oleh
produsen vaksin dalam negeri sebanyak 708 sampel.
Gambar 5
PROFIL HASIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM
PRODUK TERAPETIK/OBAT
TAHUN 2011
17.432

17.259

18000
180
15000

155

150

12000

120

9000

90

6000

60

3000

173

18

30
0

0
Jumlah

MS

TMS

Recall

Peringatan

Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi


Badan POM melakukan pemeriksaan terhadap sarana produksi dan distribusi produk
farmasi, utamanya untuk menjamin kepatuhan implementasi Cara Pembuatan Obat
Yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).

Di sarana produksi, pada tahun 2011 telah dilakukan 197 kali inspeksi terhadap 154
industri farmasi dari 202 industri farmasi, dengan tujuan:

Sertifikasi berdasarkan permohonan sertifikasi dari 19 industri farmasi/calon


industri farmasi dilakukan sebanyak 21 kali.

Inspeksi rutin dilakukan sebanyak 139 kali terhadap 138 industri farmasi.
Terdapat 11 industri farmasi yang diinspeksi lebih dari satu kali.

Audit komperehensif berjumlah 18 kali terhadap 17 industri farmasi.

Pemusnahan obat, penelusuran kasus dan lainnya sejumlah 13 pemeriksaan


terhadap 8 industri farmasi.

Observer pada saat asistensi Prekualifikasi WHO sebanyak 6 kali inspeksi


terhadap 4 industri farmasi; pada saat inspeksi oleh WHO dan Badan Pengawas
Obat Mexico dan Singapura sebanyak 4 kali inspeksi terhadap 3 industri farmasi
bersama.
48

Terhadap inspeksi rutin telah diberikan tindak lanjut berupa:

Perbaikan terhadap 33 (tiga puluh tiga) industri farmasi karena terdapat


penyimpangan dari ketentuan CPOB yang tidak berdampak langsung terhadap
mutu produk.

Peringatan (P) terhadap 27 (dua puluh tujuh) industri farmasi karena terdapat
penyimpangan dari ketentuan CPOB yang berdampak langsung terhadap mutu
produk yang berpotensi mempengaruhi kesehatan manusia.

Peringatan Keras (PK) terhadap 57 (lima puluh tujuh) industri farmasi karena
terdapat penyimpangan dari ketentuan CPOB yang berdampak langsung
terhadap mutu produk yang berisiko terhadap kesehatan manusia atau tidak ada
perbaikan yang signifikan dari sanksi peringatan.

Penghentian Sementara Kegiatan (PSK) terhadap 2 (dua) industri farmasi


karena terdapat penyimpangan dari ketentuan CPOB yang berdampak langsung
terhadap mutu produk dan berdampak serius terhadap kesehatan atau tidak ada
perbaikan yang signifikan dari sanksi peringatan keras.

Rekomendasi Pembekuan Izin Industri Farmasi terhadap 2 (dua) industri farmasi


karena tidak ada perbaikan sejak sanksi pencabutan sertifikat CPOB dan terbukti
melakukan produksi saat dikenakan sanksi Penghentian Sementara Kegiatan.

Terdapat 1 (satu) industri farmasi yang mengembalikan IIF (Izin Industri Farmasi)
karena sudah tidak memiliki fasilitas produksi.

Inspeksi Tindak Lanjut oleh Badan POM terhadap 7 industri farmasi yang
diinspeksi oleh Balai POM untuk pemeriksaan lebih menyeluruh.
Gambar 6
PROFIL RINCIAN TINDAK LANJUT
HASIL INSPEKSI RUTIN INDUSTRI FARMASI
TAHUN 2011

57
60
50
40

33
27

30
20
2

10

0
Perbaikan

Peringatan

PK

PSK

Rek
Pembekuan
IIF

49

Tabel 7
CAKUPAN PEMERIKSAAN INDUSTRI FARMASI
PADA BALAI BESAR/ BALAI POM
TAHUN 2011

Balai Besar/ Balai

Jumlah Industri

POM

Farmasi yang ada

Jumlah
Pemeriksaan
tahun 2011

Cakupan
Pemeriksaan

Medan

50,00%

Padang

100,00%

Palembang

100,00%

Jakarta

39

28

71,79%

Bandung

79

60

75,95%

Semarang

23

25

108,70%

Surabaya

41

43

104,88%

300,00%

31

14

45,16%

Yogyakarta
Serang

Sumber data : LAPTAH Balai Besar/Balai POM Tahun 2011

Penerbitan sertifikat CPOB sebanyak 273 kepada 45 Industri Farmasi pada tahun
2011, dengan dengan rincian yaitu sertifikasi sejumlah 31 sertifikat untuk 12 industri
farmasi; resertifikasi sebanyak 169 sertifikat untuk 25 industri farmasi; dan sebanyak
73 sertifikat untuk 8 industri farmasi yang sekaligus mendapat sertifikasi dan
resertifikasi.
Gambar 7
PROFIL HASIL SERTIFIKASI INDUSTRI FARMASI
TAHUN 2011

169

200
160
120
80

73
31

40
0
Sertifikasi

Resertifikasi

Sertifikasi &
Resertifikasi

50

Di tingkat distribusi, telah dilakukan pemeriksaan terhadap Pedagang Besar Farmasi


(PBF), berkaitan dengan kepatuhan terhadap ketentuan Cara Distribusi Obat yang
Baik (CDOB). Dari total 730 PBF yang diperiksa pada tahun 2011, 527 (72,19%) PBF
diantaranya ditemukan melakukan pelanggaran, yang kemudian ditindaklanjuti
sebagai berikut:

Peringatan (P) terhadap 235 PBF, karena kurang tertib dalam melaksanakan
pengelolaan administrasi pencatatan/pelaporan.

48 PBF diberi Peringatan Keras (PK), karena pengelolaan administrasi tidak


tertib, gudang tidak memenuhi persyaratan, menyalurkan obat secara panel,
penanggung jawab tidak bekerja secara penuh.

15 PBF diberi sanksi Penghentian Sementara Kegiatan (PSK), karena


melakukan pengadaan obat dari jalur tidak resmi, menyalurkan obat keras ke
sarana tidak berwenang.

Penghentian Kegiatan (PKe) terhadap 1 PBF, karena belum memiliki izin tetapi
sudah beroperasi.

14 PBF diusulkan Pencabutan Izin (PI) karena telah beberapa kali mendapat
PSK dan tidak aktif/ tidak beroperasi.

Selain sanksi administratif, diberikan juga pembinaan terhadap 214 PBF.

Gambar 8
PROFIL HASIL PEMERIKSAAN PBF (PRODUK TERAPETIK)
TAHUN 2011

P 32,19%
PK 6,58%
PSK 2,05%
Baik 27,81%

Temuan
72,19%

Pke 0,14%
PI 1,92%
Pembinaan 29,32%

51

Selain itu, selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap sarana
pelayanan kesehatan (Saryankes), baik itu

apotek, toko obat, instalasi farmasi

rumah sakit, klinik/balai pengobatan serta puskesmas yang ada di Indonesia. Dari
5.860 saryankes yang diperiksa, diperoleh data bahwa 3.940 sarana pelayanan
kesehatan (67,24%) melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundangundangan yang berlaku (Tidak Memenuhi Ketentuan/TMK). Terhadap pelanggaran
tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa rekomendasi pemberian sanksi
administratif sesuai kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan yang
berlaku, serta bobot pelanggaran yang dilakukan, antara lain;

1.440 sarana pelayanan kesehatan diberikan rekomendasi sanksi peringatan (P)


karena Apotek buka tanpa ada tenaga farmasi, administrasi pengelolaan obat
tidak dilaksanakan dengan baik, tidak mempunyai papan nama, penyimpanan
narkotik dan obat keras tidak sesuai ketentuan.

291 sarana pelayanan kesehatan diberikan rekomendasi sanksi peringatan


keras (PK) karena administrasi narkotik tidak tertib, menyalurkan obat keras
secara panel, menjual obat keras tanpa resep dokter.

23 sarana pelayanan kesehatan diberikan rekomendasi sanksi berupa


penghentian sementara kegiatan (PSK) karena ditemukan obat tanpa izin edar
(TIE), ditemukan obat kadaluwarsa yang belum dimusnahkan, bekerja sama
dengan PBF menyalurkan obat keras ke sarana yang tidak berwenang.

4 sarana pelayanan kesehatan diberikan rekomendasi sanksi diusulkan


pencabutan izin (PI) karena telah beberapa kali mendapat tindak lanjut
penghentian sementara kegiatan (PSK), dan tidak beroperasi/tidak aktif.

21 sarana pelayanan kesehatan diberikan rekomendasi sanksi Penghentian


Kegiatan (PKe) karena tidak memiliki izin, tidak memiliki Apoteker Pengelola
Apotek (APA), APA masih dalam proses pengurusan, dan Alamat apotek tidak
sesuai dengan alamat pada izin apotek.

Selain rekomendasi sanksi administratif tersebut, terhadap 2.148 Sarana


Pelayanan Kesehatan diserahkan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat untuk
dilakukan pembinaan.

Tindakan pro-justisia dilakukan juga pada 13 sarana pelayanan kesehatan yang


terbukti melakukan tindak pidana di bidang pelayanan kesehatan.

52

Gambar 9
PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN
TAHUN 2011

P 24,57%
PK 4,97%
PSK 0,39%
Baik 32,76%

PI 0,07%

Temuan
67,24%

Pke 0,36%
Pembinaan 36,66%
Projustisia 0,22%

Tabel 8
CAKUPAN PEMERIKSAAN SARANA DISTRIBUSI OBAT DAN
SARANA PELAYANAN KESEHATAN PADA BALAI BESAR/ BALAI POM
TAHUN 2011

Balai Besar/
Balai POM

Jumlah Sarana yang Ada


PBF

Sarana Pelayanan
Kesehatan

Cakupan Pemeriksaan
PBF

Sarana Pelayanan
Kesehatan1)

Banda Aceh

33

1.161

24,24%

10,51%

Medan

93

4.493

37,63%

10,79%

Pekanbaru

58

1.946

55,17%

30,42%

Jambi

39

1.236

76,92%

29,21%

Padang

49

3.375

79,59%

14,93%

Bengkulu

19

425

57,89%

49,65%

Palembang

64

355

100,00%

100,00%

B. Lampung

54

1.882

77,78%

23,33%

Jakarta

468

2.428

21,15%

13,34%

Bandung

414

9.651

23,19%

7,97%

Semarang

337

6.994

11,28%

3,47%

Surabaya

420

6.213

55,71%

5,67%

1) Sarana Pelayanan Kesehatan meliputi Apotek, Toko Obat, Rumah Sakit, Puskesmas, Pustu, Rumah Bersalin, Klinik dan Balai Pengobatan

53

Balai Besar/
Balai POM

Jumlah Sarana yang Ada


PBF

Sarana Pelayanan
Kesehatan

Cakupan Pemeriksaan
PBF

Sarana Pelayanan
Kesehatan1)

Yogyakarta

50

1.101

40,00%

28,25%

Mataram

34

934

11,76%

10,60%

Kupang

35

583

62,86%

34,99%

Denpasar

75

1.572

33,33%

9,92%

Ambon

17

417

17,65%

28,78%

Samarinda

49

1.696

30,61%

17,81%

Pontianak

42

1.638

102,38%

18,44%

Banjarmasin

44

1.025

43,18%

18,93%

Palangkaraya

1.424

50,00%

16,29%

Makassar

95

2.537

54,74%

20,42%

Manado

49

1.235

71,43%

13,28%

Kendari

13

861

0,00%

12,89%

Palu

27

1.283

37,04%

13,64%

Jayapura

52

483

69,23%

45,34%

Serang

63

1.805

46,03%

7,09%

Batam

36

1.089

97,22%

12,95%

Pangkal Pinang

13

455

61,54%

36,04%

156

100,00%

100,00%

2.756

60.453

39,70%

13,98%

Gorontalo
TOTAL

Sumber Data : LAPTAH Balai Besar/Balai POM Tahun 2011

Monitoring Efek Samping Obat (MESO)


Upaya jaminan atas keamanan produk terapetik, termasuk obat merupakan salah
satu kegiatan strategis yang perlu dilakukan secara berkesinambungan. Berkaitan
dengan hal ini, kegiatan yang telah dilakukan antara lain : Pelaksanaan evaluasi
aspek keamanan, mutu, dan manfaat sebelum suatu obat diberi izin edar (premarket) dan pemantauan keamanan dan mutu obat sesudah beredar (post-market).
Untuk pemantauan keamanan obat sesudah beredar dilakukan melalui program
Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

54

Untuk melaksanakan program ini, Pusat MESO Nasional bekerjasama dan


berkomunikasi dengan mitra kerja antara lain tenaga kesehatan (dokter, apoteker,
bidan), Rumah Sakit, Akademisi, Organisasi Profesi di bidang kesehatan, WHO dan
Drug Regulatory Authority negara lain. Badan POM berkomitmen untuk secara terus
menerus melakukan pemantauan terhadap aspek keamanan produk terapetik (PT)
atau obat yang beredar di Indonesia. Pelaksanaan Surveilan Keamanan produk
terapetik pasca pemasaran (Pharmacovigilance) di Indonesia tidak hanya merupakan
tanggung jawab Badan POM, tetapi juga merupakan tanggung jawab industri farmasi
sebagai penyedia produk obat, dan perlu peran aktif tenaga kesehatan sebagai
penyedia pelayanan kesehatan dan juga sebagai prescriber.

Peningkatan Awareness Tenaga Kesehatan dalam Pemantauan dan


Pelaporan Efek Samping Obat.
Upaya yang dilakukan oleh Badan POM dalam meningkatkan program
farmakovigilans dan juga meningkatkan peran serta key players dengan
mempromosikan kegiatan farmakovigilans kepada sejawat tenaga kesehatan,
terutama yang bertugas di sarana pelayanan kesehatan, Badan POM secara
rutin mengadakan kegiatan berupa Sosialisasi/Workshop terkait farmakovigilans.
Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan pemahaman sejawat tenaga
kesehatan tentang pentingnya aktifitas farmakovigilans sebagai bagian dari
jaminan keamanan pasien (patient safety) dan kepedulian sejawat tenaga
kesehatan untuk melakukan pemantauan dan pelaporan kejadian efek samping
yang mungkin ditemui atau teramati pada praktik klinik sehari-hari di sarana
pelayanan kesehatan. Untuk penyelenggaraan tahun 2011 ini, telah dilakukan
sosialisasi/workshop di tiga rumah sakit yaitu Rumah Sakit H. Adam Malik di
Medan, Rumah Sakit Sanglah di Denpasar dan Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Moh. Hoesin di Palembang.

Peserta yang hadir dalam kegiatan tersebut adalah sejawat tenaga kesehatan
mulai dari dokter spesialis, dokter umum, farmasis klinik, serta perawat. Badan
POM mendapat sambutan baik dalam penyelenggaraan ini, dan secara umum
pihak

rumah

Selanjutnya

sakit
Badan

mendukung
POM

program

berharap

farmakovigilans
bahwa

ke

di

depan

Indonesia.
kegiatan

sosialisasi/workshop ini akan meningkatkan jumlah laporan efek samping yang


diterima dari sejawat tenaga kesehatan secara individual ataupun dari rumah
sakit secara kolektif.
55

Peningkatan

Peran

dan Tanggung Jawab

Industri

Farmasi

dalam

Farmakovigilans.
Industri Farmasi, sebagai penyedia produk obat, mempunyai kewajiban dan
tanggung

jawab

dalam

menjamin

obat

yang

diedarkannya

memenuhi

persyaratan keamanan, efikasi, dan mutu obat. Hal ini sesuai dengan pasal 9,
Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi, bahwa Industri


Farmasi wajib melaksanakan farmakovigilans. Sebagai tindak lanjut dari
diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI tersebut, Badan POM telah
menerbitkan Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.23.11.10690 Tahun
2011 tentang Penerapan Farmakovigilans bagi Industri Farmasi dengan tujuan
untuk menjamin keamanan obat pasca pemasaran yang berdampak pada
jaminan keamanan pasien (ensuring patient safety) sebagai pengguna akhir
suatu obat.

Pengkajian Laporan Efek Samping Obat


Badan POM melakukan evaluasi aspek keamanan obat pasca pemasaran,
terhadap seluruh pelaporan efek samping obat yang diterima dan informasi
aspek keamanan terkini yang mencuat serta memerlukan pengkajian untuk
penetapan tindak lanjut. Badan POM memberikan feedback kepada semua
pelapor baik tenaga kesehatan maupun industri farmasi. Evaluasi aspek
keamanan obat pasca pemasaran yang dilakukan, bertujuan untuk menilai ratio
benefit - risk. Dalam melaksanakan evaluasi, Badan POM mempunyai Panitia
MESO Nasional yang terdiri dari ahli farmakologi dan beberapa tenaga ahli.
Hasil evaluasi akan menjadi bahan pertimbangan dan rekomendasi penetapan
tindak lanjut regulatori terkait aspek keamanan obat pasca pemasaran. Jumlah
laporan efek samping obat yang diterima adalah sejumlah 606 laporan yang
terdiri dari, laporan dari tenaga kesehatan dan laporan dari industri farmasi
pemegang ijin edar.

Laporan yang diterima selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui trend


jumlah laporan yang diterima setiap tahun, profesi pelapor, efek samping yang
sering terjadi dan golongan obat yang sering dilaporkan. Laporan yang diterima
tersebut diatas, termasuk 22 laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dari
industri farmasi (11 laporan) dan dari tenaga kesehatan melalui KOMNAS PP
KIPI (11 laporan). Secara keseluruhan jumlah laporan spontan ESO dan KIPI
56

lokal (yang terjadi di Indonesia) yang diterima selama tahun 2011 adalah 232
laporan dari total 606 laporan tersebut.
Sertifikasi Bahan Baku Obat (BBO) dan Obat Jadi Impor (OJI)
Untuk memantau peredaran dan mencegah penyimpangan dalam distribusi obat
impor perlu dilakukan pengawasan sejak di entry point, demikian juga untuk
mencegah

penyalahgunaan

bahan

baku

obat,

dipandang

perlu

dilakukan

pengawasan sejak pemasukannya ke wilayah Indonesia.


Selama tahun 2011, Badan POM telah mengeluarkan 29.558 surat keterangan impor,
antara lain meliputi 4.285 surat keterangan impor obat jadi, 9.250 surat keterangan
impor bahan baku obat, 2.242 surat keterangan impor bahan baku tambahan, 721
surat keterangan impor bahan baku pembanding, 1.871 surat keterangan impor
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), 664 surat keterangan impor analisis
laboratorium dan 10.369 surat keterangan impor kimia.
Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat (BBO) dan Obat Jadi Impor (OJI) telah
dilakukan penilaiannya melalui sistem National Single Window (NSW), yang
pelaksanaannya dilakukan one day service.

2. Hasil Pengawasan Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif


Narkotika/Psikotropika
Badan POM melakukan pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor melalui
monitoring

pelaksanaan

impor/

ekspor

dengan

penerbitan

Analisa

Hasil

Pengawasan (AHP). Selama tahun 2011, Badan POM telah mengeluarkan 34


analisa hasil pengawasan narkotika, 274 analisa hasil pengawasan psikotropika dan
220 analisa hasil pengawasan prekursor. Persentase penyelesaian AHP tepat waktu
untuk Narkotika 78,50 %, Psikotropika 74,08 % dan Prekursor 92,27 %.

Selain melakukan pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor melalui


monitoring pelaksanaan impor/ekspor dengan penerbitan Analisa Hasil Pengawasan,
Badan POM juga melaksanakan pengawasan pada mata rantai produksi dan
distribusi yaitu pemeriksaan sarana produksi, distribusi dan sarana pelayanan
kesehatan yang mengelola narkotika, psikotropika dan prekursor. Pengawasan
dilaksanakan oleh petugas pusat dan Balai Besar/Balai POM.
57

Selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 19 sarana produksi, 17


(89,47%) sarana diantaranya tidak memenuhi ketentuan (TMK). Terhadap sarana
yang TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa pemberian sanksi peringatan
kepada 7 sarana (36,84%), dan peringatan keras kepada 10 sarana (52,63%).
Gambar 10
PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI (NARKOTIKA,
PSIKOTROPIKA DAN PREKURSOR)
TAHUN 2011

Peringatan 36,84%
Baik
10,53%

Temuan
89,47%
PK 52,63%

Di tingkat distribusi, selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 312
Pedagang Besar Farmasi (PBF), 158 (50,64%) PBF diantaranya ditemukan
melakukan pelanggaran. Terhadap sarana yang TMK tersebut telah dilakukan tindak
lanjut berupa pembinaan sejumlah 38 sarana (12,18%), peringatan sejumlah 64
sarana (20,51%), peringatan keras sejumlah 52 sarana (16,67%), penghentian
sementara kegiatan sejumlah 1 sarana (0,32%), dan rekomendasi kepada Direktorat
Pengawasan Distribusi PT dan PKRT sejumlah 3 sarana (0,96%).
Gambar 11
PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA PBF
(NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA)
TAHUN 2011

Pembinaan 12,18%
P 20,51%

Baik 49,36%

Temuan 50,64%

PK 16,67%
PSK 0,32%
Rek. Ditwas Distribusi
PT & PKRT 0,96%

58

Selama tahun 2011 juga telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.905 sarana
pelayanan kesehatan (SPK) yang meliputi 1.925 Apotek, 268 Rumah Sakit, 433
Puskesmas, 4 Lapas, 142 Gudang Farmasi, dan 133 Klinik/Balai Pengobatan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, sarana yang memenuhi ketentuan 1.295 sarana
(44,58 %) dan tidak memenuhi ketentuan 1.610 sarana (55,42 %). Terhadap sarana
yang TMK tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa; pembinaan sejumlah 952
arana (32,77%), peringatan sejumlah 463 sarana (15,94%), peringatan keras
sejumlah 151 sarana (5,20%), penghentian sementara kegiatan sejumlah 44 sarana
(1,51%).

Gambar 12
PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN
TAHUN 2011

1200
1000

1.036
889

800
600
400
200

159 157
109

276
0 4

64 78

MK

76 57

TMK

Pembinaan 32,77%
P 15,94%
Baik 44,58%

Temuan 55,42%
PK 5,20%
PSK 1,51%

59

Dalam rangka kerjasama lintas sektor antara Badan POM dengan Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI), selama tahun 2011 Badan POM telah melakukan
pengujian barang bukti tindak pidana narkotika dan psikotropika yang dikirim oleh
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) sebanyak 2.489 sampel yang terdiri dari
2.387 sampel narkotika, 21 sampel psikotropika dan 81 sampel obat lain. Hasil
pengujian laboratorium, menunjukkan bahwa 2.319 sampel (93,17%) sampel positif
mengandung narkotika, dan 14 (0,56%) sampel positif psikotropika. Dari hasil
pengujian ini dapat diketahui jenis narkotika dan psikotropika yang paling sering
disalahgunakan, yaitu narkotika golongan I2) sejumlah 2.318 sampel meliputi; Heroin
6 sampel (0,26%), ganja 886 (38,21%) sampel, Amphetamin Sulfat 2 (0,09%)
sampel, Metamfetamin/Shabu 1.368 (58,99%) sampel, dan MDMA/Ekstasi 56
(2,41%) sampel, serta narkotika golongan III, kodein 1 sampel (0,04%). Sedangkan
psikotropika yang banyak disalahgunakan adalah psikotropika golongan III dan IV
sejumlah 14 sampel yang terdiri atas: Alprazolam 4 (28,57%) sampel, Clonazepam 1
(7,14%) sampel, Diazepam 3 (21,43%), Estazolam 1 (7,14%) sampel, Nitrazepam 4
(28,57%) sampel, dan Phenobarbital 1 (7,14%) sampel.
Gambar 13
PROFIL RINCIAN HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM
BARANG BUKTI TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DARI POLRI
TAHUN 2011

3,25%
0,56%

58,99%

2,73%
0,28%

0,09%

28,57%
7,14%

7,14%

93,17%
2,41%

38,21%

0,26%
21,43%

0,04%
Heroin

Ganja

Amphetamin Sulfat

Metamfetamin

MDMA

Kodein

Positif Narkotika
Positif Psikotropika
Obat lain
Negatif Narkotika
Negatif Psikotropika

28,57%

7,14%
Alprazolam

Clonazepam

Diazepam

Estazolam

Nitrazepam

Phenobarbital

2) Narkotika Golongan I dalam Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 6 Ayat (1) Huruf a adalah narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Pada ketentuan dalam Undang-Undang Narkotika tersebut ada perubahan beberapa jenis psikotropika
dimasukkan ke golongan narkotika golongan I yaitu Ekstasi (MDMA) dari golongan I psikotropika dan Shabu (metamfetamin) dari golongan II
psikotropika .

60

Zat Adiktif/ Rokok


Sebagai pelaksanaan PP No.19/2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan;
tugas pokok Badan POM adalah melakukan pengawasan iklan rokok yang beredar,
pengawasan kepatuhan pencantuman peringatan kesehatan pada label/bungkus
rokok serta kandungan nikotin dan tar produk rokok yang beredar.

Dalam rangka pengawasan iklan rokok, pada tahun 2011 telah dilakukan
pengawasan iklan rokok sejumlah 29.2913) iklan yang terdiri dari 1.531 iklan di media
cetak dengan 729 versi iklan, 12.871 iklan di media elektronik dengan 306 versi iklan
dan 14.889 iklan di media luar ruang dengan 7.759 versi iklan. Dari hasil
pengawasan iklan rokok tersebut, 24,49% iklan rokok tidak memenuhi ketentuan
(TMK), antara lain; tidak mencantumkan peringatan kesehatan, mencantumkan
gambar bungkus rokok, atau mencantumkan peringatan kesehatan yang tidak
proporsional/tidak jelas terbaca. Terhadap produk rokok yang tidak memenuhi
ketentuan iklan tersebut, Badan POM telah memberikan teguran secara tertulis
kepada produsen rokok.
Gambar 14
PROFIL HASIL EVALUASI PENGAWASAN IKLAN ROKOK POST-AUDIT
TAHUN 2011

16000

14.889
12.871
11.428

12000

9.761

8000
4000

3.461

3.110

1.531

928 603

0
Media Elektronik

Media Luar ruang

Jumlah Iklan Yang Diawasi

Media Cetak
MK

TMK

Selain itu, selama tahun 2011 telah dilakukan pengawasan label rokok. Dari 1.246
merek rokok yang diawasi menunjukkan bahwa produk rokok yang tidak memenuhi
ketentuan (TMK) adalah 573 merek antara lain; 4 merek rokok (0,32%) tidak

3) Jumlah iklan yang diawasi yaitu jumlah/frekuensi tayang iklan yang termonitor oleh petugas pengawas iklan, sedangkan jumlah versi iklan
adalah jumlah variasi iklan yang termonitor oleh petugas pengawas iklan.Satu versi dapat ditayangkan beberapa kali pada setiap media.

61

mencantumkan peringatan kesehatan, 16 merek rokok (1,28%) tidak mencantumkan


kadar nikotin dan tar, dan 553 merek rokok (44,38%) tidak mencantumkan kode
produksi. Terhadap produk rokok yang TMK label tersebut, Badan POM telah
memberikan teguran secara tertulis dengan tembusan kepada Kementerian
Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Ditjen Bea Cukai.

Gambar 15
PROFIL HASILPENGAWASAN LABEL ROKOK
TAHUN 2011

1500

1.230

1.242

1200
693

900

553
600
16

300
0
Peringatan
kesehatan

Kadar nikotin dan


tar
MK

Kode produksi

TMK

N IKLAN ROKOK POST-DIT


Selain itu, pengawasan rokok dilakukan juga melalui pengujian laboratorium atas
kesesuaian kadar tar dan nikotin yang tertera pada label. Selama tahun 2011 telah
dilakukan pengujian terhadap 204 sampel rokok dengan hasil 97 (47,55%) MS dan
107 (52,45%) TMS.

3. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Obat Tradisional

Konsep pengawasan obat tradisional juga dilakukan mulai dari hulu sampai ke hilir,
mencakup kegiatan evaluasi pre-market dan pos-market surveilans serta pemeriksaan
terhadap sarana produksi dan distribusi berkaitan dengan kepatuhan penerapan caracara produksi dan distribusi yang baik.
Evaluasi Pre-market
Obat tradisional sebelum diedarkan di Indonesia wajib didaftarkan pada Badan POM
untuk dilakukan penilaian terhadap keamanan, manfaat dan mutunya terlebih dahulu
oleh Tim Penilai Obat Tradisional dan tenaga ahli. Pada tahun 2011, Badan POM
telah mengeluarkan 1.626 Nomor Izin Edar (NIE) obat tradisional (OT), yang terdiri
62

dari 1.395 produk OT lokal (TR), 217 produk OT impor (TI) dan 14 produk OT lisensi
(TL).
Gambar 16
PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR OBAT TRADISIONAL
TAHUN 2011

1400
1200
1000

1.395

800
600
400

14
217

200
0
Lokal

Impor

Lisensi

Berdasarkan ketepatan waktu keluarnya NIE obat tradisional, terjadi kenaikan bila
dibandingkan dengan tahun 2010. Pada tahun 2010, NIE yang dikeluarkan tepat
waktu adalah 90%, sedangkan pada tahun 2011 adalah 94%.

Dari kajian terhadap perbandingan antara berkas masuk dengan keluarnya NIE Obat
Tradisional, apabila dibandingkan pada tahun 2010 berkas OT yang masuk adalah
sebesar 2.137 berkas sedangkan pada tahun 2011 berkas yang masuk adalah
sebesar 1.820. Tren penurunan masuknya jumlah berkas pendaftaran OT tersebut
dikarenakan terjadinya perubahan tarif PNBP yang cukup signifikan sesuai Peraturan
Pemerintah No.48 tahun 2010 mengenai Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Badan Pengawas Obat dan
Makanan, sehingga untuk menyikapi perubahan tersebut pihak produsen/importir
harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan tarif tersebut. Selain faktor
tersebut, adanya penerapan ISO 9001:2008 memberlakukan IK (Instruksi Kerja) yang
memuat prosedur yang lebih rinci untuk pemeriksaan kelengkapan dokumen baik
pendaftaran baru, variasi dan pendaftaran ulang. Berkaitan dengan masa transisi
dalam penerapan ISO 9001:2008 tersebut, maka masih terdapat berkas yang belum
memenuhi persyaratan dan kesesuaian sehingga pihak produsen/importir harus
melengkapi dokumen administrasi dan teknis terlebih dahulu sebelum melakukan
pendaftaran.
63

1820

1626

Jumlah berkas

Jumlah Berkas

Ketepatan waktu (%)

Gambar 17
PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR OBAT TRADISIONAL
TAHUN 2005 - 2011

Jumlah NIE

Dari hasil evaluasi terhadap penilaian klaim kegunaan obat tradisional pada tahun
2011, persentase tertinggi adalah untuk klaim membantu memelihara daya tahan
tubuh. Berikut profil hasil penilaian terhadap klaim kegunaan obat tradisional pada
tahun 2011 :
Tabel 9
PROFIL HASIL PENILAIAN TERHADAP KLAIM OBAT TRADISIONAL
TAHUN 2011

Klaim

Membantu memelihara daya tahan tubuh

13

Membantu mengurangi pegal linu

Membantu memelihara kesehatan kewanitaan

Membantu memelihara stamina

Membantu memelihara kesehatan pencernaan

Membantu memelihara kesehatan

Membantu menurunkan berat badan

Lain-lain

55
64

Post-market Surveilans
Dalam rangka pengawasan mutu obat tradisional yang beredar, selama tahun 2011
telah dilakukan pengujian laboratorium terhadap 12.236 sampel obat tradisional, yaitu
795 sampel obat tradisional impor dan 11.441 sampel obat tradisional lokal. Hasil
pengujian laboratorium menunjukkan bahwa 2.517 (20,57%) sampel tidak memenuhi
persyaratan (TMS), yaitu 152 (19,12%) obat tradisional impor dan 2.365 (20,67%)
obat tradisional lokal. Pada obat tradisional impor, produk tidak terdaftar yang
mengandung BKO sebanyak 2 (0,25%) sampel, sedangkan produk TMS farmasetik
sebanyak 150 (18,87%) sampel.

Gambar 18
PROFIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM
OBAT TRADISIONAL IMPOR
TAHUN 2011

Farmasetik 18,87%

MS 80,88%

TMS 19,12%

Tidak Terdaftar
mengandung BKO 0,25%

Pada obat tradisional lokal, produk terdaftar yang mengandung BKO sebanyak 3
(0,03%) sampel, produk tidak terdaftar yang mengandung BKO sebanyak 199
(1,74%) sampel, sedangkan produk yang TMS farmasetik meliputi : Angka Lempeng
Total (ALT) 785 (6,86%) sampel, kapang 44 (0,38%) sampel, kadar air 434 (3,79%)
sampel, waktu hancur 168 (1,47%) sampel, keseragaman bobot 714 (6,24%) sampel,
etanol > 1% sebanyak 4 (0,03%) sampel, mikroba patogen 6 (0,05%) sampel, dan
pengawet 8 (0,07%) sampel.

65

Gambar 19
PROFIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM
OBAT TRADISIONAL LOKAL
TAHUN 2011

Terdaftar mengandung
BKO 0,03%
Tidak Terdaftar
mengandung BKO 1,74%
ALT 6,86%

MS 79,33%

TMS 20,67%

Kapang 0,38%
Kadar air 3,79%
Waktu hancur 1,47%
Keseragaman Bobot 6,24%
Etanol >1% 0,03%
Mikroba Patogen 0,05%
Pengawet 0,07%

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa total sampel obat tradisional impor dan
lokal yang mengandung BKO adalah sejumlah 204 sampel, terdiri dari 201 sampel
obat tradisional terdaftar yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) dan 3 sampel
obat tradisional tidak terdaftar yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO).
Terhadap temuan ini telah dilakukan pengamanan dengan penarikan produk tersebut
dari peredaran dan pemusnahan produk. Selain itu, juga dilakukan berbagai upaya
tindak lanjut mulai dari pembinaan untuk memperbaiki proses produksi, sampai
pembatalan nomor izin edar dan tindakan pro-justisia serta public warning melalui
berbagai media massa. Meskipun sanksi yang diberikan oleh pengadilan relatif
sangat ringan, Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan operasi pengawasan
obat tradisional yang mengandung BKO.

Terkait dengan maraknya obat tradisional asing yang tidak terdaftar atau ilegal,
Badan POM meningkatkan kerjasama dengan Ditjen Bea dan Cukai untuk
memperketat masuknya produk obat tradisional yang tidak terdaftar ke Indonesia.
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Obat Tradisional
Dalam rangka pemeriksaan terhadap pemenuhan penerapan Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik (CPOTB), pada tahun 2011 telah dilakukan inspeksi terhadap
437 industri obat tradisional. Hasil inspeksi menunjukkan bahwa 115 (26,32%)
industri obat tradisional memenuhi ketentuan cara-cara produksi yang baik,
66

sedangkan 244 (55,83%) sarana yang TMK dan 78 (17,85%) sarana yang tutup
masih memerlukan pembinaan antara lain karena masih memproduksi OT
mengandung BKO sebanyak 4 (0,92%) sarana, memproduksi OT tanpa izin produksi
sebanyak 15 (3,43%) sarana, memproduksi OT tanpa izin edar sebanyak 36 (8,24%)
sarana, belum menerapkan CPOTB sebanyak 160 (36,61%) sarana, pindah alamat
tanpa lapor sebanyak 12 (2,75%) sarana, penanggung jawab tidak ada sebanyak 7
(1,60%) sarana, TMK penandaan sebanyak 1 (0,23%) sarana, dan lain-lain (tidak
ditemukan industri pada alamat tersebut) sebanyak 9 (2,06%) sarana. Terhadap
semua pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut, antara lain pemusnahan
terhadap produk mengandung BKO, pengamanan produk yang belum terdaftar dan
disarankan untuk segera mendaftarkan produk tersebut, serta pembinaan lainnya.

Gambar 20
PROFIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI OBAT TRADISIONAL
TAHUN 2011

OT-BKO 0,91%
OT-TIP 3,43%
OT-TIE 8,24%
Tutup 17,85%

Belum menerapkan
CPOTB 36,61%
Temuan 55,83%

Baik 26,32%

Pindah Alamat Tanpa


Lapor 2,75%
Penanggungjawab
tidak ada 1,60%
Penandaan 0,23%
Lain-lain 2,06%

Di tingkat distribusi, pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 3.827
sarana distribusi obat tradisional. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat
908 (23,73%) sarana distribusi obat tradisional yang TMK, antara lain karena
menjual produk kadaluarsa/ED sebanyak 74 (1,93%) sarana, penandaan sebanyak
2 (0,05%) sarana, mengandung BKO sebanyak 551 (14,40%) sarana, dan tanpa ijin
edar sebanyak 281 (7,34%) sarana. Terhadap pelanggaran tersebut telah dilakukan
tindak lanjut pemusnahan produk dan pro-justisia.

67

Gambar 21
PROFIL HASIL PEMERIKSAAN
SARANA DISTRIBUSI OBAT TRADISIONAL
TAHUN 2011

ED 1,93%
Penandaan 0,05%

Baik 76,27%

Temuan
23,73%

BKO 14,40%

TIE 7,34%

Sertifikasi Obat Tradisional


Dalam rangka ikut mendorong ekspor obat tradisional, selama tahun 2011 Badan
POM telah mengeluarkan 100 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 49 SKE
Certificate of Free Sale (CFS), 39 SKE Certificate of Pharmaceutical Product (CoPP),
dan 12 SKE To Whom it May Concern (TW).

Sedangkan terhadap obat tradisional impor, Badan POM telah mengeluarkan 2.063
Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 13 SKI bahan baku dan 7 SKI produk
jadi melalui jalur manual, serta 1.531 SKI bahan baku dan 512 SKI produk jadi
melalui jalur National Single Window (NSW).

Dalam

rangka

meningkatkan

pemenuhan

terhadap

Cara

Pembuatan

Obat

Tradisional yang Baik (CPOTB), selama tahun 2011 Badan POM telah mengeluarkan
surat persetujuan denah untuk 81 sarana produksi obat tradisional yang terbagi di 6
propinsi di Indonesia. Selama tahun 2011, Badan POM telah mengeluarkan sertifikat
CPOTB untuk 6 sarana produksi obat tradisional sehingga jumlah sarana produksi
obat tradisional yang telah memiliki sertifikat CPOTB hingga tahun 2011 adalah 32
sarana.

Pembinaan

kepada

industri

obat

tradisional

dilakukan

secara

berkesinambungan untuk meningkatkan daya saing industri obat tradisional baik di


pasar dalam negeri maupun luar negeri.

68

Sertifikasi Obat Quasi


Selama tahun 2011 Badan POM juga telah mengeluarkan 14 Surat Keterangan
Ekspor (SKE) obat quasi yang meliputi 5 SKE Certificate of Free Sale (CFS) dan 9
SKE Certificate of Pharmaceutical Product (CoPP).

Sedangkan terhadap obat quasi impor, Badan POM telah mengeluarkan 258 Surat
Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 199 SKI bahan baku dan 59 SKI produk jadi
melalui jalur National Single Window (NSW).

4. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Produk Suplemen Makanan


Evaluasi Pre-market
Meningkatnya jenis dan jumlah produk Suplemen Makanan (SM) yang beredar di
dalam negeri menunjukkan bahwa perkembangan pasar global juga melanda
Indonesia. Selain produk impor, juga banyak beredar produk suplemen makanan
yang dihasilkan oleh produsen dalam negeri.
Gambar 22
PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR SUPLEMEN MAKANAN
TAHUN 2011

808

900
750
600

560

450
218

300

30

150
0
Lokal

Impor

Lisensi

Total

Selama tahun 2011, Badan POM telah mengeluarkan 808 Nomor Izin Edar (NIE)
suplemen makanan yang meliputi 560 suplemen makanan lokal (SD), 218 suplemen
makanan produk impor (SI), dan 30 suplemen makanan lisensi (SL). Berdasarkan
ketepatan waktu keluarnya NIE suplemen makanan, terjadi kenaikan dari tahun 2010
sebesar 96% menjadi 97% pada tahun 2011.
69

Dari kajian terhadap perbandingan antara berkas masuk dengan keluarnya NIE
Suplemen Makanan, bila dibandingkan pada tahun 2010 berkas suplemen makanan
yang masuk adalah sebesar 1.027 berkas, sedangkan pada tahun 2011 berkas yang
masuk adalah sebesar 943 berkas. Tren penurunan jumlah berkas pendaftaran
suplemen makanan tersebut dikarenakan terjadinya perubahan tarif PNBP yang
cukup signifikan sesuai Peraturan Pemerintah No.48 tahun 2010 mengenai Jenis dan
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Badan
Pengawas

Obat

dan

Makanan,

sehingga

dalam

menyikapinya

pihak

produsen/importir harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan tarif tersebut.

Selain faktor tersebut, adanya penerapan ISO 9001:2008 memberlakukan IK


(Instruksi Kerja) yang memuat prosedur yang lebih rinci untuk pemeriksaan
kelengkapan dokumen baik pendaftaran baru, variasi dan pendaftaran ulang.
Berkaitan dengan masa transisi dalam penerapan ISO 9001:2008 tersebut maka
masih terdapat berkas yang belum memenuhi persyaratan dan kesesuaian sehingga
pihak produsen/importir harus melengkapi dokumen administrasi dan teknis terlebih
dahulu sebelum melakukan pendaftaran.

Jumlah Berkas

Ketepatan waktu (%)

Gambar 23
PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR SUPLEMEN MAKANAN
TAHUN 2005 - 2011

Jumlah berkas

Jumlah NIE

70

Dari hasil evaluasi terhadap penilaian klaim kegunaan suplemen makanan pada
tahun 2011, persentase tertinggi adalah untuk klaim sebagai suplemen makanan.
Berikut profil hasil penilaian terhadap klaim kegunaan suplemen makanan pada
tahun 2011 :
Tabel 10
PROFIL HASIL PENILAIAN TERHADAP KLAIM SUPLEMEN MAKANAN
TAHUN 2011

Klaim

Sebagai suplemen makanan

30

Suplementasi vitamin

20

Memelihara kesehatan

19

Memelihara daya tahan tubuh

Memelihara kesehatan tulang

Memelihara kesehatan persendian

Memelihara stamina

Lain-lain

Walaupun produk suplemen makanan relatif aman, namun karena penggunaannya


sangat luas oleh berbagai kalangan masyarakat, maka risiko timbulnya efek yang
tidak diinginkan tetap ada. Menyadari permasalahan tersebut di atas, Badan POM
telah mengambil langkah-langkah kebijakan untuk menata sistem regulasi, terutama
yang menyangkut kerasionalan komposisi dan klaim manfaat, disertai dengan upaya
intensifikasi

pengawasan

iklan

serta

edukasi

kepada

masyarakat

agar

mengkonsumsi produk suplemen makanan sesuai kebutuhan diantaranya melalui


Monitoring Efek Samping dan Survei Aktif.
Post-market Surveilans
Selama tahun 2011 telah dilakukan pengambilan sampel dan pengujian laboratorium
terhadap 4.020 sampel suplemen makanan dari peredaran. Hasil pengujian mutu
suplemen makanan menunjukkan bahwa 61 (1,52%) sampel tidak memenuhi syarat
mutu, antara lain TMS farmasetik karena: keseragaman bobot 30 (0,75%), kadar air
1 (0,02%), waktu hancur 19 (0,47%), kadar vitamin C substandar 2 (0,05%), ALT
melebihi batas 5 (0,12%), dan etanol melebihi batas 4 (0,10%). Sebagai upaya tindak
lanjut dilakukan pembinaan kepada produsen.
71

Gambar 24
PROFIL HASIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM
PRODUK SUPLEMEN MAKANAN
TAHUN 2011

keseragaman bobot 0,75%


kadar air 0,02%
waktu hancur 0,47%
MS 98,48%

TMS 1,52%

kadar vitamin C
substandar 0,05%
ALT melebihi batas 0,12%
Etanol melebihi batas 0,10%

Pemeriksaan Distribusi Suplemen Makanan


Di tingkat distribusi, pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 1.758
sarana distribusi suplemen makanan. Hasil pemeriksaan terhadap sarana distribusi
suplemen makanan menunjukkan bahwa terdapat 280 (15,93%) sarana distribusi
suplemen makanan yang tidak memenuhi ketentuan, antara lain karena menjual
produk kadaluarsa/ ED sebanyak 44 (2,50%) sarana, penandaan sebanyak 3
(0,17%) sarana, dan tanpa ijin edar sebanyak 233 (13,25%) sarana. Terhadap
pelanggaran tersebut telah dilakukan tindak lanjut pemusnahan produk.
Gambar 25
PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA DISTRIBUSI
SUPLEMEN MAKANAN
TAHUN 2011

ED 2,50%
TMK-Penandaan 0,17%
Baik 84,07%

Temuan 15,93%

TIE 13,25%

72

Sertifikasi Suplemen Makanan


Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk suplemen makanan, selama tahun
2011 Badan POM telah mengeluarkan 231 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang
meliputi 59 SKE Certificate of Free Sale (CFS), 113 SKE Certificate of
Pharmaceutical Product (CoPP), dan 59 SKE To Whom it May Concern (TW).

Sedangkan terhadap suplemen makanan impor, Badan POM telah mengeluarkan


3.257 Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 68 SKI bahan baku dan 18 SKI
produk jadi melalui jalur manual, serta 2.297 SKI bahan baku dan 874 SKI produk
jadi melalui jalur National Single Window (NSW).

Selain itu, Badan POM juga telah mengeluarkan 14 Surat Keterangan Ekspor (SKE)
produk kuasi yang meliputi 5 SKE Certificate of Free Sale (CFS) dan 9 SKE
Certificate of Pharmaceutical Product (CoPP). Badan POM juga mengeluarkan 258
Surat Keterangan Impor (SKI) produk kuasi yang terdiri dari 199 SKI bahan baku dan
59 SKI produk jadi melalui jalur National Single Window (NSW).
Sertifikasi Non Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Makanan
Untuk Non Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Makanan dimana HS code nya
masuk dalam lartas Badan POM namun penggunaannya bukan untuk obat
tradisional, kosmetik dan suplemen makanan, seperti Iron Oxide Red FX 240, Comp.
Orange 132778 dan Acrysol (TM) RM 8W maka Badan POM juga telah
mengeluarkan 1.634 Surat Keterangan Impor (SKI) untuk bahan baku non obat
tradisional, kosmetik dan suplemen makanan terdiri dari 872 SKI melalui jalur manual
dan 762 SKI melalui jalur National Single Window (NSW).
Survei aktif terhadap produk Suplemen Makanan
Survei aktif merupakan salah satu kegiatan pengawasan surveilan post-market
dengan tujuan untuk mendapatkan data tingkat keamanan dan kemanfaatan dari
suatu produk. Hasil survei memaparkan hubungan antara penggunaan suatu produk
terhadap efek samping dan penanganannya. Pembahasan ditinjau dari berbagai
aspek yaitu aspek pengguna, aspek produk yang digunakan, aspek tujuan
penggunaan serta aspek perilaku dan efek samping. Hasil survei akan dipergunakan
dalam memberikan rekomendasi terhadap hasil penilaian/ pendaftaran produk terkait.

73

Survei aktif tahun 2011 dilakukan terhadap Profil Penggunaan Suplemen Makanan
Mengandung

Kafein

pada

Pelajar

SMA

dan

Mahasiswa

dilaksanakan

di

Jabodetabek, Medan, Surabaya, dan Yogyakarta dengan total responden yaitu 750
responden. Berdasarkan hasil survei diperoleh hasil sebanyak 385 responden
(51,33%) menggunakan suplemen makanan yang mengandung kafein dan 365
responden (48,67%) tidak menggunakan. Berdasarkan tingkat pendidikan responden
pelajar SMU yang menggunakan suplemen makanan mengandung kafein sebanyak
98 (25,45%) dan ditingkat mahasiswa sebanyak 287 (74,55%). Dari hasil tersebut
maka kalangan pelajar dan mahasiswa masih sangat rawan bagi media promosi
suplemen makanan yang mengandung kafein mengingat belum pada saatnya
mereka terpapar oleh kafein mengingat efek samping terbanyak berupa gangguan
pencernaan jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan. Efek samping gangguan
pencernaan tersebut antara lain disebabkan karena ketidakpatuhan konsumen
menggunakan produk sesuai aturan pakai seperti dikonsumsi sebelum makan.
Berkaitan dengan hal tersebut pengawasan terhadap produk suplemen makanan
melalui kegiatan survei aktif dan Monitoring Efek Samping Suplemen Makanan
(MESSM)

harus

senatiasa

dilakukan

dalam

upaya

menjamin

keamanan,

kemanfaatan dan mutu produk suplemen makanan yang beredar di pasaran.

5. Hasil Pengawasan Keamanan, Manfaat dan Mutu Kosmetika


Evaluasi Pre-market
Pada tahun 2011 setelah diberlakukannya sistem notifikasi kosmetika Badan POM
telah mengeluarkan 23.563 nomor notifikasi kosmetika yang terbagi menjadi 11.519
kosmetika lokal dan 12.044 kosmetika impor, sedangkan pada tahun 2010 hanya
dikeluarkan 9.310 nomor izin edar.

Pencapaian tersebut dapat terealisasi karena sistem notifikasi berpengaruh terhadap


perubahan kecepatan pelayanan dimana pada sistem pendaftaran pelayanan
diselesaikan selama 30 hari kerja, sedangkan untuk notifikasi cukup dengan 14 hari
kerja.

74

Gambar 26
PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR KOSMETIKA
TAHUN 2011

23.563
25000
20000
11.519

15000

12.044

10000
5000
0
Total

Lokal

Impor

Berdasarkan ketepatan waktunya, juga terjadi kenaikan bila dibandingkan dengan


tahun 2010. Ketepatan waktu terbitnya NIE kosmetika pada tahun 2010 adalah 62%
dan pada tahun 2011 melalui sistem notifikasi adalah 94,17%.

Jumlah Berkas

Ketepatan waktu (%)

Gambar 27
PROFIL PERSETUJUAN NOMOR IZIN EDAR KOSMETIKA
TAHUN 2005 - 2011

Jumlah Berkas/Permohonan

Jumlah NIE/Nomor Notifikasi

75

Pada tahun 2011, pendaftaran produk kosmetik telah berubah dari sistem percepatan
pendaftaran kosmetik menjadi sistem notifikasi melalui online. Untuk persentase profil
kategori yang tertinggi adalah kategori Products for making-up and removing makeup from the face and the eyes. Berikut profil hasil penilaian terhadap kategori
Kosmetika pada tahun 2011 :
Tabel 11
PROFIL HASIL PENILAIAN TERHADAP KATEGORI KOSMETIKA
TAHUN 2011

Profil Kategori
Products for making-up and removing make-up from the face and
the eyes
Hair care products
Creams, emulsions, lotions, gels and oils for skin (hands, face, feet,
etc.)

%
19
15
15

Products intended for application to the lips

14

Perfumes, toilet waters and eau de Cologne

11

Bath or shower preparations (salts, foams, oils, gels, etc.)

Tinted bases (liquids, pastes, powders)

Toilet soaps, deodorant soaps, etc.

Products for nail care and make up

Make up powders, after bath powder, hygienic powders, etc.

Post-market Surveilans
Dalam rangka pengawasan keamanan, manfaat dan mutu kosmetika yang beredar di
Indonesia, selama tahun 2011 telah dilakukan sampling dan pengujian laboratorium
terhadap 23.818 sampel kosmetika. Hasil pengujian laboratorium menunjukkan
bahwa 259 (1,08%) sampel tidak memenuhi syarat mutu, meliputi mengandung
bahan aktif melebihi batas 63 (0,26%) sampel, cemaran mikroba 40 (0,17%) sampel
dan mengandung bahan dilarang 156 (0,65%).

76

Gambar 28
PROFIL HASIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM
KOSMETIKA
TAHUN 2011

Mengandung bahan
aktif melebihi batas
0,26%

MS 98,92%

TMS 1,08%

Mengandung
mikroba 0,17%
Mengandung bahan
dilarang 0,65%

Terhadap produk yang tidak memenuhi persyaratan tersebut telah dilakukan tindak
lanjut berupa pengamanan, penarikan dan pemusnahan produk. Selain itu, juga
dilakukan berbagai upaya tindak lanjut mulai dari pembinaan untuk memperbaiki
proses produksi, sampai pembatalan nomor izin edar dan tindakan pro-justisia serta
public warning melalui berbagai media massa. Meskipun sanksi yang diberikan oleh
pengadilan relatif sangat ringan, Badan POM terus berupaya untuk meningkatkan
operasi pengawasan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya/ bahan dilarang.
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Kosmetika
Di tingkat produksi, selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 249
industri kosmetika. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa 53 (21,28%) sarana
memenuhi ketentuan, 36 (14,46%) sarana tutup, sedangkan 160 (64,26%) sarana
tidak memenuhi ketentuan, terdiri dari 11 (4,42%) sarana memproduksi dan
mengedarkan kosmetika tidak terdaftar/ternotifikasi, 126 (50,60%) sarana belum
menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB), 9 (3,61%) sarana
dengan administrasi dan dokumentasi tidak lengkap dan tidak memenuhi ketentuan,
4 (1,61%) sarana memproduksi kosmetika mengandung bahan berbahaya/dilarang,
10 (4,02%) sarana memproduksi kosmetika Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK)
penandaan.

77

Gambar 29
PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI KOSMETIKA
TAHUN 2011

Produksi Tidak
terdaftar 4,42%

Tutup
14,46%

Baik
21,28%

Belum sesuai
CPKB 50,60%
Temuan
64,26%

Adm&Dok 3,61%
Mengandung Bahan
Berbahaya 1,61%
Penandaan 4,02%

Pengawasan kosmetika yang beredar juga dilakukan di sarana distribusi antara lain
importir, agen, distributor, sarana distribusi retail kosmetika, klinik kecantikan, salon
dan spa. Pengawasan tersebut untuk memantau pemenuhan terhadap ketentuan dan
persyaratan teknis kosmetika beredar, antara lain terhadap ketentuan penandaan,
iklan, persyaratan bahan kosmetika yang digunakan. Selama tahun 2011 telah
diperiksa 7.538 sarana distribusi kosmetika. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
2.079 (27,58%) sarana melakukan pelanggaran, antara lain karena: 220 (2,92%)
sarana menjual kosmetika mengandung bahan yang dilarang untuk kosmetika, 1.839
(24,40%) sarana menjual kosmetika yang tidak terdaftar (termasuk kosmetika palsu)
dan 20 (0,26%) sarana distribusi kosmetika menjual kosmetik dengan penandaan
tidak sesuai persyaratan. Terhadap sarana distribusi tersebut ditindaklanjuti dengan
pembinaan/peringatan.
Gambar 30
PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA DISTRIBUSI KOSMETIKA
TAHUN 2011

Bahan dilarang 2,92%

Baik 72,42%

Temuan
27,58%

Tidak Terdaftar 24,40%

Penandaan 0,26%

78

Sertifikasi Kosmetika
Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk kosmetika, selama tahun 2011 Badan
POM telah mengeluarkan 180 Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang meliputi 150
SKE Certificate of Free Sale (CFS) dan 30 SKE To Whom it May Concern (TW).

Sedangkan terhadap kosmetika impor, Badan POM juga telah mengeluarkan 10.526
Surat Keterangan Impor (SKI) yang terdiri dari 39 SKI bahan baku dan 599 SKI
produk jadi melalui jalur manual, serta 5.939 bahan baku dan 3.949 SKI produk jadi
melalui jalur National Single Window (NSW).

Dalam rangka mendukung sarana produksi kosmetika untuk memperoleh ijin


produksi dan sertifikat Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), selama tahun
2011 Badan POM telah mengeluarkan surat persetujuan denah untuk 162 sarana
produksi kosmetika yang ada di 11 propinsi di Indonesia. Badan POM juga telah
mengeluarkan sertifikat CPKB untuk 18 sarana produksi kosmetika sehingga jumlah
sarana produksi kosmetika yang telah memiliki sertifikat CPKB hingga tahun 2011
adalah 108 sarana (15,43%) dari seluruh sarana produksi kosmetika.
Pelaporan dari ASEAN Post Market Alert System (PMAS) Obat Tradisional,
Suplemen Makanan dan Kosmetik
Post Market Alert System (PMAS) merupakan sistem pelaporan terpadu yang
melibatkan negara-negara anggota ASEAN terkait penarikan produk obat tradisional,
suplemen makanan dan kosmetik dan yang tidak memenuhi persyaratan dari
peredaran di negara - negara ASEAN dimana hasil pelaporan tersebut diproses
untuk diinformasikan dan ditindaklanjuti oleh seluruh negara anggota.

Pada tahun 2011, telah diterima laporan penarikan produk obat tradisional, suplemen
makanan dan kosmetika sebanyak 268 produk, terdiri dari obat tradisional 128
produk (47,76%), suplemen makanan 101 produk (37,69%), dan kosmetika 39
produk (14,55%). Berdasarkan status produknya di Indonesia, laporan terdiri dari
produk tidak terdaftar sebanyak 267 produk dan terdaftar sebanyak 1 produk.

79

Berikut alasan pelaporan penarikan kosmetika pada tahun 2011 :


Tabel 12
PROFIL ALASAN PELAPORAN PENARIKAN KOSMETIKA
TAHUN 2011

Alasan Penarikan Kosmetika

Jumlah Persentase

Mengandung bahan yang dilarang (Annex II ACD)

17

43%

Mengandung pengawet dan pewarna yang

15

38%

13%

3%

Gagal dalam uji batas mikroba

3%

Total

39

100%

melebihi batas yang diIzinkan (Annex VI ACD)


Mengandung bahan yang melewati kadar batas
yang diIzinkan (Annex III ACD)
Mengandung bahan yang menyebabkan luka
bakar/belum diketahui

Gambar 31
ALASAN PELAPORAN PENARIKAN KOSMETIKA
TAHUN 2011

18

17
15

16
14
12
10
8

6
4

0
Bahan
dilarang

Pengawet &
Pewarna

Bahan
melebihi
kadar batas

Bahan
Menyebabkan
luka bakar

Mikroba

80

Berikut alasan pelaporan penarikan obat tradisional dan suplemen makanan :


Tabel 13
PROFIL ALASAN PELAPORAN PENARIKAN OBAT TRADISIONAL
DAN SUPLEMEN MAKANAN
TAHUN 2011
Alasan Penarikan Obat Tradisional

Jumlah

171

74,67

17

7,42

16

6,99

3,93

Kemasan menyesatkan

1,75

Mengandung mikroba dan diluar batas uji : Salmonella,


Clostridium spp

1,31

Mengandung zat dengan kadar tinggi (melampaui


batas)

1,31

Mengandung pewarna dilarang : E 127 -erythrosine

1,31

Mengandung bahan dilarang dan BKO

0,87

Mengandung pengawet dilarang : benzalkonium klorida

0,44

229

100,00

dan Suplemen Makanan


Mengandung Bahan Kimia Obat : Sildenafil dan
analognya, sibutramin, deksametason, fenilbutason dll
Mengandung logam di atas batas yang diperbolehkan :
Gold, silver, arsen, mercury dll
Mengandung bahan dilarang : Hormon tyroid, DEHP,
aromatase inhibitor
Mengandung bahan yang tidak tercantum dalam
kemasan

Total

Gambar 32
ALASAN PELAPORAN PENARIKAN OBAT TRADISIONAL
DAN SUPLEMEN MAKANAN
TAHUN 2011

200

171

160
120
80
40

17

16

81

6. Hasil Pengawasan Keamanan dan Mutu Produk Pangan


Evaluasi Pre-market
Dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu pangan, telah dilakukan evaluasi
pre-market terhadap produk pangan sebelum beredar. Pada tahun 2011, Badan
POM telah menerbitkan surat persetujuan sejumlah 16.348, yang terdiri dari 8.079
surat persetujuan pendaftaran produk pangan dalam negeri (MD) dan 6.563 surat
persetujuan pendaftaran produk pangan luar negeri (ML), dan 1.706 surat
persetujuan perubahan produk pangan. Dari 16.348 nomor persetujuan yang telah
dikeluarkan, 8.004 berkas (48,96%) nomor persetujuan diterbitkan melalui jalur
pelayanan cepat (selama 7 hari).

Gambar 33
PROFIL PERSETUJUAN NOMOR PENDAFTARAN PRODUK PANGAN
TAHUN 2011

3,500
1.122
3,000
2,473
2,500
2,000
1,500
1,000

1,652

1,495
1,391
884

838
522
465

358
500

136

269

233
2

412
371
107

7 11

0
MD Pusat
ODS Makanan

MD Daerah Total
ODS Minuman

ML
Makanan

Minuman

Pangan Fungsional

Mak Diet&Risiko Tinggi

Makanan Bayi

BTP-GMO-Iradiasi

Organik

Dalam rangka meningkatkan pelayanan pendaftaran produk pangan, sejak tahun


2005 Badan POM telah melakukan uji coba pelimpahan kewenangan penilaian
terhadap pendaftaran produk pangan produksi dalam negeri dengan jenis pangan
tertentu kepada 8 Balai Besar POM yaitu Balai Besar POM di DKI Jakarta, Bandung,
Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Medan. Kriteria
penetapan daerah dalam uji coba pendelegasian kewenangan pendaftaran produk
pangan di daerah antara lain banyaknya produk pangan terutama produk lokal
82

tertentu yang beredar di propinsi tersebut, banyaknya produsen/ importir/ distributor


di propinsi tersebut, kesiapan Balai Besar POM khususnya SDM yang terlatih serta
sarana prasarana yang memadai. Upaya peningkatan kesiapan Balai Besar POM
dalam melaksanakan pendaftaran produk pangan di daerah antara lain adalah
pelatihan tim penilai keamanan pangan, bimbingan teknis dan supervisi pelimpahan
kewenangan pendaftaran produk pangan, dan Inhouse training tata cara penilaian
pendaftaran oleh petugas Balai Besar POM di Badan POM pusat.
Pelimpahan kewenangan penilaian dalam rangka pendaftaran produk pangan di
daerah bertujuan untuk menyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang
lebih efektif dan efisien, mendorong produsen/ importir/ distributor produk pangan di
daerah untuk mendaftarkan produknya serta meminimalkan peredaran produk
pangan ilegal di Indonesia. Pelimpahan kewenangan penilaian produk pangan juga
merupakan upaya untuk mendekatkan pelayanan yang diberikan Badan POM
kepada masyarakat.
Jenis produk pangan yang dapat didaftarkan di daerah adalah biskuit, kue, roti,
pasta, makanan ringan, mie instant, bihun, sohun, sirup, madu, gula dan sejenisnya,
kembang gula, tepung, kacang-kacangan, teh, kopi, garam dan bumbu/ rempahrempah. Selama tahun 2011 terdapat 269 produk yang didaftarkan melalui Balai
Besar POM, dengan jenis pangan terbanyak adalah biskuit.
Dalam rangka melaksanakan tugasnya di bidang Penilaian Keamanan Pangan,
Direktorat Penilaian Keamanan Pangan telah menerapkan Quality Management
System ISO 9001:2000 sejak 3 Oktober 2005. Resertifikasi telah dilaksanakan pada
tanggal 20 Oktober 2008 dan up grade menjadi ISO 9001: 2008 pada tanggal 30
Maret 2009.

Penerapan Quality Management System (QMS) ditujukan untuk melindungi


masyarakat dari makanan yang berisiko terhadap kesehatan melalui pemenuhan
terhadap

persyaratan

standar

nasional

maupun

internasional,

tuntutan

pengembangan organisasi dan stakeholder serta improvement tools yang dijabarkan


dalam

proses

kerja

yang

sistematis,

terkendali

dan

ditingkatkan

secara

berkesinambungan.
ISO 9001:2008 disusun berlandaskan delapan prinsip manajemen mutu yaitu fokus
pada pelanggan, kepemimpinan, keterlibatan semua orang, pendekatan proses,
83

pendekatan sistem terhadap manajemen, peningkatan terus menerus, pendekatan


faktual dalam pembuatan keputusan, serta kerja sama yang saling menguntungkan
dengan pelanggan. Penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 berfokus
antara lain kepada kepuasan pelanggan, konsistensi proses kerja, dan continuous
improvement.
Post-Market Surveilans
Dalam rangka pengawasan keamanan dan mutu produk pangan yang beredar di
masyarakat, selama tahun 2011 telah dilakukan pengambilan sampel dan pengujian
laboratorium sejumlah 20.511 sampel pangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
2.902 (14,15%) sampel tidak memenuhi persyaratan keamanan dan mutu antara lain:
151 sampel mengandung Formalin; 138 sampel mengandung Boraks; 3 sampel
mengandung Methanyl Yellow; 1 sampel mengandung Auramin; 197 sampel
mengandung Rhodamin B; dan 1.002 sampel mengandung cemaran mikroba
melebihi batas. Selain itu, masih terdapat 253 sampel mengandung pengawet
Benzoat,

416

sampel

mengandung

pemanis

buatan

(siklamat/sakarin/

aspartam/asesulfam) yang penggunaannya melebihi batas yang diizinkan, dan atau


tidak memenuhi syarat label karena tidak mencantumkan jenis pemanis yang
digunakan dan jumlah Acceptable Daily Intake (ADI), serta 1204 sampel TMS
lainnya. Terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut berupa
penarikan produk dari peredaran dan pemusnahan produk, serta kepada produsen
diberikan peringatan dan pembinaan lainnya.

Gambar 34
PROFIL SAMPLING DAN PENGUJIAN LABORATORIUM
PRODUK PANGAN
TAHUN 2011

25000

1500
20.511
17.609

20000

1.204
1.002

1200
900

416

600
15000

300

151 138

197

253

10000
2.902

5000
0
Jumlah

MK

TMK

84

Selain itu, Badan POM juga melakukan sampling dan pengujian laboratorium
terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang diambil dari 866 Sekolah
Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah yang tersebar di 30 kota di Indonesia. Selama tahun
2011 telah diambil sebanyak 4.808 sampel pangan jajanan anak sekolah 1.705
(35,46%) sampel diantaranya tidak memenuhi persyaratan (TMS) keamanan dan
atau mutu pangan.

Gambar 35
PROFIL HASIL PENGUJIAN SAMPEL
PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH
TAHUN 2011
64.54%

35.46%

MS

TMS

Dari hasil pengujian terhadap parameter uji bahan tambahan pangan yang dilarang
yaitu boraks dan formalin yang dilakukan pada 3.206 sampel produk PJAS yang
terdiri dari mie basah, bakso, kudapan dan makanan ringan, diketahui bahwa 94
(2,93%) sampel mengandung boraks dan 43 (1,34%) sampel mengandung formalin.
Hasil pengujian terhadap parameter uji bahan tambahan pangan yang dilarang yaitu
pewarna bukan untuk pangan (rhodamin B) yang dilakukan pada 3.925 sampel
produk PJAS yang terdiri dari es (mambo, loli), minuman berwarna merah, sirup,
jelly/agar-gar, kudapan dan makanan ringan diketahui bahwa 40 (1,02%) sampel
mengandung rhodamin B, sedangkan untuk pengujian pewarna yang dilarang untuk
pangan yaitu methanyl yellow yang dilakukan pada 4.418 sampel produk PJAS yang
terdiri dari es (mambo, loli), minuman berwarna, sirup, jelly, agar-agar, mie, kudapan
dan makanan ringan, diketahui 2 (0,05%) sampel mengandung methanyl yellow.

Di samping itu, dari 3.925 sampel produk PJAS juga ditemukan 421 (10,73%) sampel
mengandung siklamat melebihi batas persyaratan, 52 (1,32%) sampel mengandung
sakarin melebihi batas persyaratan, 10 (0,25%) sampel mengandung asesulfam
melebihi batas persyaratan, 5 (0,13%) sampel mengandung sakarin melebihi batas
persyaratan, dan 32 (0,82%) sampel mengandung pengawet benzoat melebihi batas
85

persyaratan, 4 (0,10%) sampel mengandung pengawet sorbat melebihi batas


persyaratan.

Gambar 36
PROFIL HASIL ANALISIS PARAMETER UJI BAHAN TAMBAHAN YANG
DILARANG DAN KADAR BTP MAKANAN JAJANAN ANAK SEKOLAH
TAHUN 2011

500

421

400
300
200

94

100

43

40

52
2

10

32

Tindak lanjut terhadap temuan di atas antara lain: melaporkan kepada Dinas
Kesehatan Kab/Kota, Dinas Pendidikan dan kebudayaan Kab/Kota dan Kepala
Sekolah yang bersangkutan, untuk melakukan pembinaan bersama-sama dengan
Balai Besar/Balai POM.
Selanjutnya, terhadap 4.808 sampel pangan jajanan anak sekolah juga dilakukan
pengujian terhadap parameter uji cemaran miroba, dengan hasil: 789 (16,41%)
sampel mengandung ALT melebihi batas maksimal, 570 (11,86%) sampel
mengandung bakteri Coliform melebihi batas maksimal, 253 (5,26%) sampel
mengandung Angka Kapang-Khamir melebihi batas maksimal, 149 (3,10%) sampel
tercemar E. Coli, 18 (0,37%) sampel tercemar S. Aureus dan 13 (0,27%) sampel
tercemar Salmonella.

86

Gambar 37
PROFIL HASIL ANALISIS PARAMETER UJI CEMARAN MIKROBA
PADA MAKANAN JAJANAN ANAK SEKOLAH
TAHUN 2011

1000
800

789
570

600
400

253
149

200

18

13

Selain pengambilan sampel rutin, juga dilakukan sampling khusus terhadap produk
tertentu. Pada tahun 2011 dilakukan sampling khusus dan pengujian laboratorium
terhadap 2.079 sampel garam beryodium yang beredar di masyarakat. Dari hasil
pengujian diketahui masih sekitar 785 (37,76%) garam beryodium belum memenuhi
syarat kadar Kalium Iodat (KIO3). Tindak lanjut atas hasil pengujian tersebut
dilakukan pemberian peringatan dan pembinaan teknis kepada produsen.

Pengujian tepung terigu dilakukan untuk mengetahui mutu dan kandungan fortifikan
di tingkat produksi dan distribusi. Fortifikan yang diuji yaitu zat besi (Fe), Zn, vitamin
B1, vitamin B2 dan asam folat. Pada tahun 2011, telah dilakukan pengujian terhadap
186 sampel tepung terigu yang terdiri dari 164 (88,17%) sampel memenuhi syarat
dan 22 (11,83%) sampel tidak memenuhi syarat.
Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi
Di tingkat produksi, pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 2.941
sarana industri yang terdiri atas 799 industri pangan yang memperoleh MD, 1.835
industri rumah tangga (IRT) yang sudah memperoleh PIRT dan 307 sarana produksi
pangan yang tidak terdaftar. Hasil pemeriksaan sarana industri pangan MD
memperlihatkan bahwa 414 (51,81%) sarana sudah menerapkan cara produksi
pangan yang baik, 296 (37,05%) sarana belum menerapkan cara produksi pangan
yang baik serta 89 (11,14%) sarana tidak aktif berproduksi/tutup. Penyebab utama
87

industri pangan MD yang dinilai belum menerapkan cara produksi pangan yang baik
dalam aspek higiene perorangan; sanitasi; kesadaran dalam pengelolaan lingkungan
seperti pembuangan sampah, fasilitas pabrik dan kebersihan, fasilitas produksi belum
terbebas dari binatang serangga dan lain-lain, peralatan

dan suplai air bersih.

Terhadap hasil pemeriksaan yang belum menerapkan cara produksi pangan yang
baik tersebut telah dilakukan tindak lanjut berupa teguran, peringatan dan
pembinaan.

Di samping itu dilakukan juga pemeriksaan terhadap industri rumah tangga pangan
(IRTP). Selama tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 1.835 IRTP. Dari
hasil pemeriksaan diketahui bahwa 992 (54,06%) sarana menerapkan cara produksi
pangan yang baik untuk industri rumah tangga, 810 (44,14%) sarana belum
menerapkan cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga dan 33
(1,80%) sarana tidak aktif berproduksi/tutup. Penyebab utama kekurangan pada
sarana

IRTP adalah

rendahnya pengetahuan,

kemampuan

dan

kesadaran

pengelolaan lingkungan seperti pembuangan sampah dan kebersihan, hygiene


perorangan, fasilitas produksi belum bebas dari serangga, tikus dan lain-lain, fasilitas
peralatan dan suplai air. Terhadap sarana yang kurang telah dilakukan tindak lanjut
berupa teguran, peringatan dan pembinaan khusus, dengan melibatkan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

Selama tahun 2011, juga dilakukan pemeriksaan terhadap 307 industri rumah tangga
tidak terdaftar. Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa 206 (67,10%) sarana
menerapkan cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga, 92
(29,97%) sarana belum menerapkan cara produksi pangan yang baik untuk industri
rumah tangga dan 9 (2,93%) sarana tidak aktif berproduksi/tutup.

88

Gambar 38
PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA INDUSTRI PANGAN
TAHUN 2011

1200

992

1000

810

800
600

414

400

296

206
89

200

92

33

0
MD

IRT-P
MK

TMK

IRT Tidak Terdaftar

Tidak aktif/Tutup

Di tingkat distribusi, pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 7.877
sarana, dengan hasil 5.302 sarana telah menerapkan Cara Distribusi Pangan yang
Baik dan 2.575 sarana belum menerapkan Cara Distribusi Pangan yang Baik,
misalnya; 818 sarana menjual produk kadaluwarsa, 741 sarana menjual produk tidak
terdaftar, 283 sarana menjual produk dengan penandaan/labeling yang tidak sesuai
ketentuan dan 1.155 sarana menjual produk tidak memenuhi ketentuan lainnya,
misalnya penempatan produk babi tidak terpisah (tanpa diberi keterangan), produk
pangan bercampur dengan produk non pangan (misal obat nyamuk, detergen dan
lain-lain). Dari hasil pemeriksaan tersebut diketahui satu sarana dapat melakukan
beberapa jenis pelanggaran. Terhadap pelanggaran tersebut dilakukan tindak lanjut
antara

lain:

penarikan

dan

pemusnahan

produk,

peringatan,

pro-justisia,

pengembalian produk dan pembinaan.

89

Gambar 39
PROFIL HASIL PEMERIKSAAN SARANA DISTRIBUSI
PRODUK PANGAN
TAHUN 2011
1.155

10000

1200

7.877

900

8000

600

5.302

6000

818

741
283

300
4000

2.575
0

2000
0
Jumlah

MK

TMK

Menyadari pentingnya peran industri rumah tangga pangan dalam perekonomian


rakyat dengan penyerapan tenaga kerja cukup besar, maka masalah peningkatan
mutu produksi perlu ditangani secara sungguh-sungguh terutama oleh Pemerintah
Daerah sebagai penanggung jawab langsung. Badan POM akan terus mendorong
dan memfasilitasi program peningkatan keamanan dan mutu produk pangan IRT-P
secara sistematik dan terus menerus, bekerja sama dengan Pemerintah Daerah.

Sehubungan dengan itu, sampai dengan tahun 2011 Badan POM telah melatih
2.659 orang tenaga penyuluh keamanan pangan (PKP), yang terdiri atas 479
petugas dari Badan POM dan Balai Besar/Balai POM dan 2.180 petugas dari Pemda
(Dinas Kesehatan Kab/Kota, Puskesmas, Pemda, Pemprov, Perguruan Tinggi,
Disperindag, Deptan, BKP dan lain-lain). Selain itu, Badan POM juga telah melatih
sebanyak 2.004 petugas tenaga Pengawas Pangan Kab/Kota (Distric Food
Inspector/ DFI), yang terdiri atas 454 petugas dari Badan POM dan Balai Besar/Balai
POM dan 1.550 petugas dari Pemda (Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas Kelautan
dan Perikanan).

90

Tabel 14
DISTRIBUSI TENAGA PENYULUH KEAMANAN PANGAN (PKP)
DAN DISTRICT FOOD INSPECTOR (DFI) PER PROPINSI
TAHUN 2003-2011

NO

PKP

PROPINSI

Badan POM
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Nangroe Aceh Darussalam


Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Kep Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Kep Bangka Belitung
Bengkulu
Lampung
DKI Jakarta
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Barat
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Maluku Utara
Maluku
Papua
Irian Jaya Barat
JUMLAH
TOTAL

22
15
15
18
0
14
17
0
22
11
50
18
0
40
19
7
17
17
17
14
5
27
8
26
0
1
14
17
0
10
13
25
0
479

DFI
PEMDA Badan POM
75
163
67
85
33
79
50
12
67
61
34
123
24
147
39
198
63
79
82
89
15
79
73
35
15
12
60
158
29
34
35
48
17
2.180

2.659

PEMDA

16
13
24
17
0
11
19
0
6
11
48
47
0
30
28
13
12
13
7
12
14
8
13
15
0
0
15
8
0
20
7
27
0
454

62
71
131
56
27
51
36
9
8
16
27
151
20
122
23
235
40
41
32
31
43
28
53
11
7
4
32
47
8
52
17
43
16
1.550
2.004
91

Gambar 40
PROFIL TENAGA PENYULUHAN KEAMANAN PANGAN DAN
DISTRIC FOOD INSPECTOR
SAMPAI DENGAN TAHUN 2011

2.180

2500

1.550

2000
1500

POM
PEMDA

1000

479

454

500
0
PKP

DFI

Sampai dengan tahun 2011, total Industri Rumah Tangga-Pangan (IRT-P) yang ada
di Indonesia adalah 49.802. Dari jumlah tersebut, yang sudah mengikuti Penyuluhan
Keamanan Pangan sebanyak 39.056 sarana, 32.373 (82,89%) sarana diantaranya
telah memperoleh sertifikat.

Gambar 41
IRTP YANG MENGIKUTI PENYULUHAN KEAMANAN PANGAN
SAMPAI DENGAN TAHUN 2011

60000

49.802

50000

39.056
32.373

40000
30000
20000
10000
0
IRTP di Indonesia

mengikuti PKP

memperoleh
sertifikat

Sementara itu dalam pelaksanaan program Piagam Bintang Keamanan Pangan


(PBKP), sampai tahun 2011 Badan POM telah melakukan audit dan memberikan
persetujuan untuk pemberian Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan (PB1KP)
92

kepada 775 industri pangan, tetapi 99 sudah dicabut. Piagam Bintang Dua
Keamanan Pangan (PB2KP) diberikan kepada 41 industri pangan dan Piagam
Bintang Tiga Keamanan Pangan (PB3KP) diberikan kepada 7 industri pangan,
sedangkan untuk PBKP untuk kantin sekolah telah diberikan kepada 16 sekolah.

Piagam Bintang Keamanan Pangan (PBKP) merupakan sistem sukarela yang


ditujukan bagi industri pangan untuk mendorong mereka menerapkan keamanan
pangan di industrinya serta sebagai pengakuan atas usaha penerapan keamanan
pangan. Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan (PB1KP) merupakan implementasi
pengetahuan keamanan pangan dasar yang sesuai dengan industri pangan, Piagam
Bintang Dua Keamanan Pangan (PB2KP) merupakan implementasi Cara Produksi
Pangan yang Baik (CPPB) dengan mengembangkan prosedur dan lembar kerja,
sedangkan

Piagam

Bintang

Tiga

Keamanan

Pangan

(PB3KP)

merupakan

implementasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).


Intensifikasi Pengawasan Pangan Menjelang Idul Fitri 2011, Natal 2011 dan
Tahun Baru 2012
Dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat dan menerapkan tindakan kehatihatian terhadap kemungkinan peredaran produk pangan olahan yang tidak
memenuhi syarat keamanan, mutu, gizi dan label serta produk Tanpa Ijin Edar (TIE),
menjelang Hari Raya Idul Fitri, Badan POM melakukan intensifikasi pengawasan di
sarana distribusi toko, supermarket, hypermarket, pasar tradisional serta para penjual
jajanan buka puasa. Target pengawasan untuk pangan olahan adalah pangan TIE,
pangan kadaluarsa, pangan dalam kondisi rusak (penyok, kaleng berkarat, dan lainlain) dan pangan tidak memenuhi ketentuan (TMK) label.
Pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan terhadap 4.946 sarana distribusi
pangan, 1.752 (35,42%) sarana distribusi ditemukan tidak memenuhi ketentuan
karena menjual produk pangan rusak, pangan kadaluarsa, pangan TIE dan pangan
TMK label.

Dari hasil intensifikasi pengawasan pangan yang dicurigai pada sarana distribusi
tersebut, ditemukan 5.812 item (164.529 kemasan) pangan tidak memenuhi syarat
dengan rincian; pangan dalam keadaan rusak 4.155 (2,53%) kemasan; pangan
kadaluarsa 49.433 (30,04%) kemasan, pangan TIE 80.442 (48,89%) kemasan; dan
pangan tidak memenuhi ketentuan (TMK) label 30.499 (18,54%) kemasan.
93

Gambar 42
PROFIL HASIL INTENSIFIKASI PENGAWASAN SARANA
DISTRIBUSI PANGAN MENJELANG IDUL FITRI 2011,
NATAL 2011, DAN TAHUN BARU 2012

100000

80.442

80000
49.433

60000

30.499

40000
20000

4.155

0
Rusak

Kadaluarsa

TIE

TMK Label

Bagi pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran, Badan POM telah dan
terus melakukan beberapa tindakan, antara lain berkoordinasi dengan pemerintah
daerah untuk melakukan pembinaan terhadap industri kecil dan rumah tangga, serta
penegakan hukum berupa pemberian sanksi administratif yaitu peringatan, perintah
pemusnahan produk dan lain-lain dan jika perlu dilanjutkan pro-justisia terhadap
pelaku usaha yang mengedarkan produk pangan ilegal.
Sertifikasi Pangan
Dalam rangka ikut mendorong ekspor produk pangan, selama tahun 2011 Badan
POM telah mengeluarkan 7.408 Surat Keterangan Ekspor. Jenis pangan yang paling
banyak diekspor adalah Bahan Tambahan Pangan, biskuit, mentega/margarin,
minyak, permen dan mie instant. Badan POM juga telah mengeluarkan 27.219 Surat
Keterangan Impor, meliputi 12.033 untuk impor bahan baku, 8.113 untuk Bahan
Tambahan pangan (BTP), dan 7.073 untuk pangan olahan. Sebanyak 163 berkas
permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan. Surat
rekomendasi impor tersebut dikeluarkan melalui sistem National Single Window
(NSW). Badan POM juga telah menerbitkan 143 surat keterangan hygiene dan
sanitasi untuk 58 sarana produksi pangan, 49 (84,48%) sarana produksi memperoleh
nilai A (masa berlaku sertifikat 12 bulan), 8 (13,79%) sarana produksi memperoleh
nilai B (masa berlaku sertifikat 6 bulan), dan 1 (1,73%) sarana produksi memperoleh
nilai C (tidak dapat dikeluarkan sertifikat, sebelum dilakukan perbaikan dan audit
ulang).
94

Dalam rangka penerbitan persetujuan pencantuman tulisan halal pada label, pada
tahun 2011 Badan POM telah melakukan audit terhadap 178 sarana produksi . Dari
hasil audit dinyatakan bahwa 6.046 produk pangan memperoleh persetujuan
pencantuman tulisan HALAL pada label. Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka
pengawasan produk berlabel halal, pada tahun 2011 telah dilakukan pemeriksaan
terhadap 7.440 produk berlabel halal, 606 (8,14%) produk diantaranya tidak
memenuhi ketentuan.
KLB Keracunan Pangan
Sekaitan dengan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan, selama tahun 2011
Badan POM telah mencatat 128 kejadian/kasus berasal dari 25 (dua puluh lima)
Propinsi. Sebanyak 5 (lima) Balai Besar/Balai POM tidak mengirimkan Laporan KLB
keracunan pangan, sedangkan 1 (satu) Balai Besar POM mengirimkan data yang
tidak dapat diolah karena data merupakan single case atau korban KLB hanya 1
(satu) orang.

Dilaporkan jumlah orang yang terpapar sebanyak 18.144 orang, sedangkan kasus
KLB keracunan pangan (case) yang dilaporkan sebanyak 6.901 orang sakit dan 11
orang meninggal dunia. Berdasarkan data tersebut diketahui nilai Attack Rate (AR)
sebesar 38,10%. Attack Rate merupakan jumlah kasus pada periode KLB dibagi
dengan jumlah yang mengkonsumsi dikalikan 100. Case Fatality Rate (CFR)
merupakan jumlah korban meninggal dibagi jumlah kasus selama periode KLB dikali
dengan 100. Nilai CFR berdasarkan data tersebut sebesar 0,16%. Adapun nilai
Incident Rate (IR) KLB keracunan pangan adalah sebesar 2,91. Nilai IR dihitung
dengan rumus jumlah kasus dibagi jumlah penduduk dikali 100.000. Nilai CFR
maupun IR menunjukkan angka yang kecil, namun kenyataan di lapangan tidak
demikian, bisa saja terjadi lebih banyak terjadi kasus di lapangan. Kasus KLB
keracunan pangan merupakan fenomena gunung es, artinya tidak semua kasus atau
kejadian dapat terlaporkan. WHO menyebutkan bahwa setiap satu kasus yang
berkaitan dengan KLB keracunan pangan di suatu negara berkembang, maka paling
tidak terdapat 99 kasus lain yang tidak dilaporkan.

95

Gambar 43
PROFIL KEJADIAN DAN KASUS KLB KERACUNAN PANGAN
TAHUN 2011

18.144

21000
18000
15000
12000

6.912

9000

6.901

6000
3000

11

128

0
Kasus

Terpapar

Penderita

Sakit

Meninggal
dunia

KLB keracunan pangan dapat terjadi akibat kontaminasi mikroba patogen atau bahan
kimia berbahaya seperti toksin alami, pestisida, logam berat, dan lain-lain. Penyebab
KLB Keracunan Pangan dapat digolongkan sebagai confirm ataupun suspect.
Dikatakan confirm apabila hipotesa etiologi KLB keracunan pangan berdasarkan data
epidemiologi terkonfirmasi atau dapat dipastikan melalui pengujian di laboratorium,
sedangkan suspect bila etiologi KLB keracunan pangan berdasarkan data
epidemiologi namun tidak bisa dikonfirmasi di laboratorium.

Ditinjau dari etiologi atau penyebab KLB Keracunan Pangan tahun 2011, disimpulkan
bahwa KLB Keracunan Pangan disebabkan oleh mikroba confirm sebanyak 5
(3,91%) kejadian, mikroba suspect (dugaan) sebanyak 33 (25,78%) kejadian, kimia
confirm sebanyak 1 (0,78%) kejadian, kimia suspect sebanyak 18 (14,06%) kejadian,
dan 71 (55,47%) kejadian tidak diketahui penyebabnya.

Salah satu permasalahan KLB keracunan pangan adalah tidak diketahuinya


penyebab KLB keracunan pangan. Hal tersebut disebabkan karena data epidemiologi
yang diperoleh dari lapangan tidak lengkap, sampel tidak representatif, hasil
pengujian sampel negatif atau salah menetapkan hipotesis. Kelengkapan data
epidemiologi setiap korban terutama waktu paparan, gejala menonjol, gejala
menyertai, gejala spesifik, masa inkubasi dan pangan yang dikonsumsi sangat
diperlukan untuk menentukan hipotesa penyebab KLB keracunan pangan.

96

Gambar 44
PROFIL PENYEBAB KLB KERACUNAN PANGAN
TAHUN 2011

55,47%
Mikroba confirm
14,06%

Mikroba suspect
Kimia confirm
Kimia suspect

0,78%

Tidak diketahui
3,91%
25,78%

Tabel 15
PROFIL AGENT ETIOLOGY KLB KERACUNAN PANGAN
TAHUN 2011

Mikroba
Confirm

Kimia
Suspect

Confirm
Histamin (1 KLB)

Suspect

S.aureus (4 KLB)

B.cereus (8 KLB)

Cadmium (1 KLB)

B.cereus (1 KLB)

C. perfringens (1 KLB)

Histamin (6 KLB)

E.coli pathogen (3 KLB)

Metanol (1 KLB)

S.aureus (16 KLB)

Organofosfat (1 KLB)

S.epidermis (1 KLB)

Sianida (1 KLB)

Salmonella (3 KLB)

Cuprum (1 KLB)

V. cholera (1 KLB)

Toksin jamur (7 KLB)

Penyebab KLB keracunan pangan sangat penting diketahui untuk menetapkan


tindakan penanggulangan yang tepat agar dapat mencegah KLB keracunan pangan
serupa tidak terulang lagi di waktu yang akan datang. Oleh sebab itu faktor-faktor
yang menyebabkan tidak terungkapnya penyebab KLB keracunan pangan harus
dapat diatasi melalui peningkatan kapasitas petugas untuk penyelidikan KLB
keracunan pangan serta kelengkapan yang diperlukan untuk penyelidikan dan
pengujian sampel KLB keracunan pangan.

97

Pangan yang dikonsumsi dapat menjadi media pembawa mikroba atau bahan kimia
berbahaya

yang dapat menyebabkan KLB keracunan pangan. Jenis pangan

penyebab KLB keracunan pangan tahun 2011 adalah masakan rumah tangga
sebanyak 58 kejadian (45,31%), pangan jasa boga sebanyak 30 kejadian (23,44%),
pangan olahan sebanyak 16 kejadian (12,50%), pangan jajanan sebanyak
16 kejadian (12,50%) dan lain-lain sebanyak 8 kejadian (6,25%).

Meskipun data belum tentu menunjukkan bahwa KLB keracunan pangan sebagian
besar terjadi akibat pangan rumah tangga, akan tetapi hal tersebut dapat
mengindikasikan

bahwa

masyarakat

awam

masih

belum

memahami

dan

menerapkan praktek-praktek keamanan pangan, sehingga promosi dan penyuluhan


keamanan pangan kepada masyarakat umum (konsumen) dan produsen menjadi hal
penting.

Gambar 45
PROFIL ASAL PANGAN PENYEBAB KLB KERACUNAN PANGAN
TAHUN 2011

6.25%
12.50%
45.31%

Masakan Rumah Tangga


Jasa Boga

12.50%

Pangan Olahan
Pangan Jajanan
Lain-lain
23.44%

Tabel berikut ini memperlihatkan bahwa frekuensi kejadian luar biasa (KLB)
keracunan pangan banyak dilaporkan oleh Balai Besar POM di Semarang, Makassar
dan Lampung.

98

Tabel 16
FREKUENSI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) KERACUNAN PANGAN
BERDASARKAN LAPORAN BALAI BESAR/BALAI POM
TAHUN 2011

NO

BALAI BESAR/ BALAI POM

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Aceh
Medan
Padang
Pekanbaru
Jambi
Palembang
Bengkulu
Lampung
Pangkal Pinang
Batam
DKI Jakarta
Bandung
Semarang
DIY Yogyakarta
Surabaya
Serang
Denpasar
Mataram
Kupang
Pontianak
Palangkaraya
Banjarmasin
Samarinda
Manado
Palu
Makassar
Kendari
Gorontalo
Ambon
Jayapura
JUMLAH

FREKUENSI

1
1
6
4
4
5
12
1
4
9
14
7
4
4
7
4
4
2
1
4
4
14
5
2
5
128

0,78
0,78
4,69
3,13
3,13
0,00
3,91
9,38
0,78
0,00
3,13
7,03
10,94
5,47
3,13
3,13
5,47
3,13
3,13
1,56
0,78
3,13
3,13
0,00
0,00
10,94
3,91
1,56
3,91
0,00
100.00

Selanjutnya, tabel berikut ini memperlihatkan bahwa bulan Februari, Mei dan Oktober
2011 merupakan bulan-bulan dengan frekuensi kejadian luar biasa (KLB) keracunan
pangan yang cukup tinggi.
99

Tabel 17
FREKUENSI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) KERACUNAN PANGAN
BERDASARKAN BULAN KEJADIAN
TAHUN 2011

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

NAMA BULAN
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
JUMLAH

FREKUENSI
7
23
9
10
17
15
8
4
11
17
6
1
128

%
5,47
17,97
7,03
7,81
13,28
11,72
6,25
3,13
8,59
13,28
4,69
0,78
100,00

Berdasarkan tempat/ lokasi kejadian KLB Keracunan Pangan, pada tabel di bawah ini
terlihat bahwa rumah tinggal menduduki urutan pertama, disusul kemudian di SD,
dan di tempat terbuka.

Tabel 18
LOKASI/TEMPAT KEJADIAN KLB KERACUNAN PANGAN
TAHUN 2011

NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

TEMPAT/ LOKASI
Rumah Tinggal
Tempat Perayaan
Madrasah
SD
SMP
SLTA
TK
Perguruan Tinggi
Pengungsian
Pesantren
Pabrik
Kantor/ Gedung pertemuan
Gereja/Masjid
Tempat terbuka
Asrama

KEJADIAN

59
1
1
24
3
1
2
1
2
1
4
2
2
8
3

46,09
0,78
0,78
18,75
2,34
0,78
1,56
0,78
1,56
0,78
3,13
1,56
1,56
6,25
2,34
100

NO
16
17
18
19

TEMPAT/ LOKASI
Perkebunan
Supermarket/Pasar
Posyandu
Tidak dilaporkan
JUMLAH

KEJADIAN

1
1
2
10
128

0,78
0,78
1,56
7,81
100,00

KLB keracunan pangan di rumah tinggal pada umumnya terjadi pada saat pesta
keluarga seperti peristiwa pernikahan, khitanan, aqiqah, tahlilan, dan lain-lain. Pada
acara tersebut pada umumnya makanan yang disajikan dikelola sendiri oleh rumah
tangga itu sendiri dengan dibantu para tetangga. Pada umumnya, makanan tersebut
dikelola dalam jumlah banyak tanpa manajemen pengolahan pangan yang baik dan
sesuai dengan prinsip-prinsip keamanan pangan. Faktor suhu dan waktu pengolahan
yang tidak tepat merupakan fakor risiko yang paling sering menyebabkan keracunan
pangan di rumah tangga. Oleh karena itu penyuluhan terhadap masyarakat
mengenai pengelolaan pangan pada saat pesta atau hajatan perlu diberikan agar
kejadian serupa tidak terulang kembali di waktu yang akan datang.

Selain itu KLB keracunan pangan di Sekolah Dasar pada umumnya disebabkan oleh
pangan jajanan yang terkontaminasi bakteri patogen. Keamanan pangan jajanan
anak sekolah perlu terus ditingkatkan. Oleh karena itu pemberdayaan komunitas
sekolah meliputi kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa serta penjaja pangan
jajanan perlu ditingkatkan agar dapat melakukan pengawasan pangan jajanan di
sekolah secara mandiri dan optimal.

KLB keracunan pangan di tempat terbuka terjadi pada acara-acara yang melibatkan
massa yang banyak di ruang publik terbuka seperti, pengobatan massal, kampanye,
demonstrasi, perayaan hari kemerdekaan, dan lain-lain. Pada umumnya KLB
keracunan pangan pada acara tersebut disebabkan oleh pangan jasa boga seperti
nasi kotak atau nasi bungkus. Seperti halnya penyebab keracunan pangan akibat
masakan rumah tangga, pada umumnya faktor risiko yang menyebabkan KLB
keracunan pangan pada acara tersebut adalah faktor suhu penyimpanan dan
lamanya rentang waktu antara pengolahan dan konsumsi.

Tabel berikut ini menggambarkan proporsi angka kesakitan dan angka kematian
pada kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan pangan selama tahun 2011.
101

Tabel 19
PROFIL PROPORSI ANGKA KESAKITAN DAN ANGKA KEMATIAN
PADA KASUS KLB KERACUNAN PANGAN
TAHUN 2011

KORBAN
PROPINSI

NAD
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kep. Riau
D K I Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
D I Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Maluku
Maluku Utara
Irian Barat Jaya
Papua
Jumlah

TERPAPAR

25
0
110
2.649
107
0
50
138
70
0
4.575
306
3.121
87
718
2.000
408
600
470
46
100
215
139
0
0
758
0
54
1.177
221
0
0
0
18.144

0,14
0,00
0,61
14,60
0,59
0,00
0,28
0,76
0,39
0,00
25,21
1,69
17,20
0,48
3,96
11,02
2,25
3,31
2,59
0,25
0,55
1,18
0,77
0,00
0,00
4.18%
0,00
0.30%
6.49%
1.22%
0,00
0,00
0,00
100,00

SAKIT/DIRAWAT
TOTAL
25
15
107
848
67
0
50
138
70
0
557
360
855
650
158
1.169
253
382
366
43
46
54
51
0
0
330
0
53
153
101
0
0
0
6.901

%
0,36
0,22
1,55
12,29
0,97
0,00
0,72
2,00
1,01
0,00
8,07
5,22
12,39
9,42
2,29
16,94
3,67
5,54
5,30
0,62
0,67
0,78
0,74
0,00
0,00
4,78%
0,00
0,77%
2,22%
1,46%
0,00
0,00
0,00
100,00

MENINGGAL
DUNIA
TOTAL
%
0
0,00
1
9,09
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
1
9,09
1
9,09
0
0,00
1
9,09
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
0
0,00
1
9,09
0
0,00
1
9,09
2
18,18
3
27,27
0
0,00
0
0,00
0
0,00
11
100,00

102

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah kasus tertinggi dilaporkan terjadi di
Banten sebanyak 1.169 orang (16,94%) disusul berturut-turut Jawa Tengah
sebanyak 855 orang (12,39%) dan Riau sebanyak 848 orang (12,29%). Dilihat dari
jumlah kematian, Maluku merupakan daerah dengan jumlah kematian tinggi, yaitu
sebanyak 3 orang (27,27%), disusul Gorontalo dengan jumlah sebanyak 2 orang
(18,18%).

Sehubungan dengan itu, Badan POM didukung oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO)
telah mengembangkan konsep dan program untuk menangani KLB Keracunan
Pangan melalui pembentukan Pusat Kewaspadaan dan Penanggulangan Keamanan
Pangan Nasional (National Center For Food Safety Alert and Response) sehingga
kasus keracunan pangan dapat ditangani dengan lebih cepat dan tuntas dengan
melibatkan lintas sektor terutama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Berdasarkan data hasil pengawasan pangan tahun 2011, khususnya pangan jajanan
anak sekolah (PJAS) dan pangan industri rumah tangga (P-IRT) dari Balai
Besar/Balai POM seluruh Indonesia, penyalahgunaan bahan berbahaya seperti
boraks, formalin, dan zat warna tekstil seperti rhodamin B dan kuning metanil dalam
pangan masih terus berlangsung. Praktek penyalahgunaan ini dari waktu ke waktu
terkait erat dengan kemudahan akses untuk memperoleh bahan berbahaya yang
dilarang untuk pangan dan harga bahan berbahaya yang relatif murah.

Tahun 2011 telah dilakukan sampling dan pengujian terhadap 2.666 sampel pangan
serta 205 sampel kemasan pangan. Terhadap sampel pangan dilakukan pengujian
untuk mengetahui kandungan bahan kimia berbahaya yang dilarang digunakan
dalam pangan seperti formalin, boraks, kuning metanil, rodamin B, amaran, dan
auramin. Dari 2.666 sampel pangan ditemukan 435 sampel (16,32%) tidak memenuhi
syarat (TMS) yaitu 94 sampel (3,53%) mengandung formalin, 124 sampel (4,65%)
mengandung boraks, 203 sampel (7,61%) mengandung rhodamin B, 12 sampel
(0,45%) mengandung kuning metanil, 1 sampel (0,04%) mengandung auramin, dan 1
sampel (0,04%) mengandung amaran.

103

Gambar 46
PROFIL PENGUJIAN SAMPEL BAHAN BERBAHAYA PADA PANGAN
TAHUN 2011

Formalin 3.53%
Boraks 4.65%
Rhodamin B 7.61%
MS 83.68%

MS 16,32%
Kuning metanil 0.45%
Auramin 0.04%
Amaran 0.04%

Sebagai implementasi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


tentang Pengawasan Kemasan Pangan dilakukan pula kegiatan sampling dan
pengujian terhadap beberapa sampel kemasan pangan seperti kemasan pangan dari
logam, plastik, dan peralatan makan dan minum melamin. Parameter pengujian
untuk sampel kemasan pangan berupa migrasi logam berat, rhodamin B, dan
formalin. Dari 205 sampel uji terdapat 13 (6,34%) sampel kemasan pangan yang
TMS yang terdiri dari 4 (1,95%) sampel kemasan pangan dari plastik TMS hasil uji
migrasi rhodamin B melebihi persyaratan dan 9 (4,39%) sampel peralatan makan dan
minum melamin TMS hasil uji migrasi kandungan formalinnya.

Supervisi Pengawasan Bahan Berbahaya


Untuk mencegah masuknya bahan berbahaya yang dilarang digunakan dalam
pangan ke rantai pangan, Badan POM melakukan supervisi pengawasan bahan
berbahaya dengan menelusuri sumber pasokan bahan berbahaya yang ditemukan di
sarana produksi pangan, mulai dari sarana pengecer bahan berbahaya hingga ke
distributor, importir, dan produsen bahan berbahaya. Supervisi ini merupakan
kegiatan pendampingan penelusuran jaringan pasokan bahan berbahaya dari hulu ke
hilir. Supervisi dilakukan oleh tim terpadu yang melibatkan petugas Pemda yang
membidangi perdagangan dan kesehatan serta Balai Besar /Balai POM. Tahun 2011,
Badan POM melakukan supervisi ke 56 sarana di 11 propinsi, yaitu Makasar,
Pontianak,

Jambi,

Samarinda,

Serang,

Denpasar,

Surabaya,

Banjarmasin,

DI Yogyakarta, Semarang, dan DKI Jakarta yang terdiri dari : 29 produsen pangan,
104

11 pengecer BTP, 1 importir bahan berbahaya, 2 distributor bahan berbahaya, 11


pengecer bahan berbahaya serta 2 pengguna akhir.

Dari hasil supervisi, menunjukkan masih ditemukannya bahan berbahaya yang


dilarang dalam pangan yang diperjualbelikan secara bebas dengan ukuran kemasan
yang tidak memenuhi ketentuan di pasaran tanpa perizinan sesuai peraturan berlaku.

Pengembangan Jejaring Lintas Sektor Pengawasan Bahan Berbahaya


Untuk menindaklanjuti hasil pengawasan produk dan bahan berbahaya, Badan POM
melakukan pertemuan jejaring lintas sektor di pusat. Pertemuan tersebut membahas
isu terkini terkait bahan berbahaya. Serangkaian pertemuan rapat lintas sektor telah
dilaksanakan, dengan topik usulan penyusunan payung hukum pengawasan bahan
berbahaya yang dilarang digunakan untuk pangan dalam bentuk Rancangan
Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan tentang Pengawasan Bahan Berbahaya yang Dilarang Digunakan untuk
Pangan. Pertemuan puncak dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2011 di Hotel
Borobudur yang diikuti oleh lintas sektor terkait seperti Kementerian Perdagangan,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dll.
Dalam workshop ini dihasilkan rekomendasi sebagai berikut:

Opsi penyusunan Peraturan Bersama Kepala Badan POM dengan Menteri


Dalam Negeri tentang Pengawasan Bahan Berbahaya yang Dilarang Digunakan
pada Pangan disetujui, dengan catatan untuk memperdalam substansi dari
materi penyusunan rancangan peraturan tersebut perlu pembahasan lebih lanjut
dengan

melibatkan

instansi

terkait

Kementerian Perindustrian dan

seperti

Kementerian

Kementerian
Kesehatan

Perdagangan,
sesuai

dengan

kewenangan masing-masing.

Pokok pikiran kewenangan Pemerintah Daerah dalam bidang pengawasan


bahan berbahaya yang dilarang digunakan pada pangan, akan dijabarkan pada
Peraturan Bersama, diusulkan akan dituangkan dalam revisi PP No. 38 tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah
Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota setelah selesai revisi
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Optimalisasi peraturan ini diharapkan dapat menjadi justifikasi dalam pengawasan


bahan berbahaya di daerah yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan
105

Perdagangan Provinsi/Kabupaten/Kota yang berkoordinasi dengan unit pelaksana


teknis (UPT) Badan POM dalam hal ini Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Rekomendasi hasil pertemuan tersebut adalah Penerbitan Surat Keterangan Impor
(SKI) bahan kimia untuk peruntukan non pangan dan kemasan pangan dan
Surat Keterangan Ekspor (SKE) untuk kemasan pangan.

Tujuan diterbitkannya Surat Keterangan Impor (SKI) adalah untuk memfasilitasi


beberapa bahan kimia dengan HS Code yang sama tetapi peruntukan non pangan
yang diatur dalam Permenkes No.722/Menkes/Per/IX/1988 Tahun 1988 tentang
Bahan Tambahan Pangan yang masih dipertahankan SKInya di Badan POM dalam
rangka memudahkan telusur jika ada temuan pelanggaran penggunaan bahan kimia
tersebut di sarana produksi pangan. Selama tahun 2011 telah diterbitkan 168 SKI
bahan kimia dengan peruntukan non pangan. Sementara itu, Badan POM selama
tahun 2011 juga mengeluarkan 6 Surat Keterangan Ekspor (SKE) bahan kemasan
pangan dimaksudkan untuk memfasilitasi eksportir kemasan pangan dalam
memenuhi persyaratan keamanan kemasan pangan yang akan diekspor ke negara
tujuan.

7. Hasil Investigasi Awal dan Penyidikan Kasus Tindak Pidana Bidang Obat dan
Makanan

Dalam rangka memberantas dan menertibkan peredaran produk obat dan makanan
ilegal dan palsu serta obat keras di sarana yang tidak berhak, Badan POM telah
melakukan investigasi awal dan penyidikan tindak pidana bidang obat dan makanan,
serta secara khusus menindaklanjuti kasus pelanggaran bidang obat dan makanan
termasuk yang dilakukan oleh instansi penegak hukum lainnya. Selain itu, setiap tahun
Badan POM juga melakukan operasi gebrak kejut gabungan nasional (Opgabnas) dan
operasi gabungan daerah (opgabda) dengan melibatkan pihak terkait, antara lain
Kepolisian Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan lainlain.

Pada tahun 2011 ditemukan sejumlah 651 kasus pelanggaran di bidang obat dan
makanan. Dari total kasus pelanggaran tersebut, 239 kasus (36,71%) ditindaklanjuti
dengan pro-justisia dan 412 kasus (63,29%) ditindaklanjuti dengan sanksi administratif.
Dari 239 kasus yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia, 27 kasus (11,30%) diantaranya
telah mendapat putusan pengadilan.
106

Ditinjau dari jenis komoditi, pelanggaran terbanyak yang ditindaklanjuti dengan


pro-justisia yaitu pelanggaran di bidang obat sebanyak 87 (36,40%) kasus, disusul
pelanggaran di bidang kosmetika sebanyak sebanyak 59 (24,69%) kasus, di bidang
pangan sebanyak 52 (21,76%) kasus, dan di bidang obat tradisional sebanyak 41
(17,15%) kasus. Dari kasus pro-justisia ini, sebagian besarnya merupakan kasus
pelanggaran tanpa keahlian dan kewenangan. Berikut adalah profil penyidikan obat dan
makanan berdasarkan jenis komoditi.
Gambar 47
PROFIL PENYIDIKAN BERDASARKAN JENIS KOMODITAS
TAHUN 2011

120
100
80

4
78

60
40

13

59

37

35

20

0
Obat
TIE

Kosmetik

Tanpa keahlian dan kewenangan

Pangan
BKO

Obat Tradisional

Kadaluarsa

Mengandung BB

Ditinjau dari tempat sarana terjadinya pelanggaran pidana bidang obat dan makanan,
pelanggaran terbanyak yang ditindaklanjuti dengan pro-justisia yaitu pelanggaran di
sarana toko dan toko obat. Berikut adalah profil penyidikan obat dan makanan
berdasarkan jenis sarana.
Gambar 48
PROFIL PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN
BERDASARKAN JENIS SARANA
TAHUN 2011
135

160
140
120
100
56

80
60

27

40
20

107

Yang masih menjadi keprihatinan Badan POM adalah bahwa keputusan pengadilan yang
dijatuhkan relatif ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran.
Bahkan, dari 27 kasus pro-justisia tahun 2011 yang telah mendapat putusan, 17
diantaranya merupakan kasus Tipiring (tindak pidana ringan).

Berikut ini adalah kisaran putusan pengadilan terhadap tindak pidana bidang obat dan
makanan pada tahun 2011 :
Perkara /
Putusan

Penjara
Terendah

Rp. 20 Juta

Rp. 150 Ribu

4 Bulan 15 Hari

Rp. 50 Juta

Rp. 2 Juta

7 Bulan,
percobaan 1 Tahun
7 Bulan,
percobaan 10 Bulan

3 Bulan,
percobaan 6 Bulan
6 Bulan,
percobaan 8 Bulan

Rp. 3 Juta

Rp. 500 Ribu

Rp. 5 Juta

Rp. 1 Juta

Obat
Obat
Tradisional
Kosmetik
Pangan

Denda
Tertinggi
Terendah

Tertinggi

Dari perkara tindak pidana Obat dan Makanan yang telah mendapat Putusan Hakim
berupa sanksi pidana penjara dan pidana denda, bervariasi sebagai berikut:
1 Pelanggaran tindak pidana bidang Obat
1.1

Putusan tertinggi : Denda Rp.20.000.000,-

1.2

Putusan terendah : Denda Rp.150.000,-

2 Pelanggaran tindak pidana bidang Makanan


2.1

Putusan tertinggi : Pidana penjara 7 bulan, masa percobaan 10 bulan dan


denda Rp.5.000.000,-

2.2

Putusan terendah : Pidana penjara 6 bulan, masa percobaan 8 bulan dan


denda Rp.1.000.000,-

3 Pelanggaran tindak pidana bidang Kosmetik


3.1

Putusan tertinggi : Pidana Penjara 7 bulan, percobaan 1 tahun dan denda


Rp.3.000.000,-

3.2

Putusan terendah : Pidana Penjara 3 bulan, percobaan 6 bulan dan denda


Rp.500.000,-

4 Pelanggaran tindak pidana bidang Obat Tradisional


4.1

Putusan tertinggi : Pidana Penjara 4 bulan 15 hari dan denda Rp.50.000.000,-

4.2

Putusan terendah : Denda Rp.2.000.000,-

108

Pada tahun 2011, upaya pemberantasan obat dan makanan ilegal dilakukan melalui
beberapa operasi, yang diantaranya yaitu Operasi Gabungan Nasional, Operasi
Gabungan Daerah, serta Operasi SATGAS Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal.
Operasi Gabungan Nasional
OPGABNAS tahun 2011 dilaksanakan berdasarkan pada Surat Kepala Badan POM
RI No. 09.1.72.09.11.07909 tanggal 19 September 2011 dan pelaksanaanya
dilakukan serentak pada tanggal 21 - 22 September 2011 oleh Balai Besar/Balai
POM di seluruh Indonesia. Urutan prioritas pada Operasi Gabungan Nasional
(OPGABNAS) Tahun 2011 adalah sebagai berikut:
a) Obat palsu;
b) Obat tradisional mengandung bahan kimia obat / kosmetik mengandung bahan
dilarang / pangan mengandung bahan berbahaya;
c) Obat / obat tradisional / kosmetik / pangan tanpa izin edar (TIE).

Selama 2 (dua) hari pelaksanaan Opgabnas telah dilakukan pemeriksaan terhadap


385 sarana. Dari 385 sarana yang diperiksa tersebut sebanyak 160 sarana (41,56%)
dinyatakan Memenuhi Ketentuan (MK) dan 225 sarana (58,44%) dinyatakan Tidak
Memenuhi Ketentuan (TMK).

Berdasarkan jenis sarananya, temuan TMK tersebut terdiri dari sarana produksi
sejumlah 5 (1,30%) sarana, importir / distributor sejumlah 3 (0,78%) sarana, apotek
sejumlah 5 (1,30%) sarana, supermarket sejumlah 7 (1,82%) sarana, toko sejumlah
137 (35,58%) sarana, toko obat sejumlah 47 (12,21%) sarana, gudang sejumlah 4
(1,04%) tempat, salon sejumlah 7 (1,82%) tempat, rumah sejumlah 5 (1,30%) tempat,
dan mobil sejumlah 5 (1,30%) kendaraan.

109

Gambar 49
SEBARAN PELANGGARAN BERDASARKAN SARANA
PADA OPERASI GABUNGAN NASIONAL
TAHUN 2011

Sarana Produksi 1,30%


Importir/ Distributor 0,78%
Apotek 1,30%
Supermarket 1,82%
MK 41,56%

Toko 35,58%

TMK 58,44%

Toko obat 12,21%


Gudang 1,04%
Salon 1,82%
Rumah 1,30%
Mobil 1,30%

Temuan Opgabnas tahun 2011 ini akan ditindaklanjuti baik secara pro-justisia
maupun non-justisia. Dari 225 Sarana yang ditemukan TMK, 139 kasus (61,78%)
dinyatakan akan ditindaklanjuti secara non-justisia, dan sebanyak 86 kasus (38,22%)
dinyatakan akan diproses secara pro-justisia, yang terdiri dari 4 (1,78%0 kasus obat
TIE, 25 (11,11%) kasus mengedarkan obat tanpa kewenangan, 1 (0,44%) kasus
terkait OT BKO, 12 (5,33%) kasus terkait OT TIE, 31 (13,79%) kasus terkait kosmetik
TIE, 1 (0,44%) kasus terkait suplemen makanan TIE, 9 (4,00%) kasus terkait pangan
TIE, 1 (0,44%) kasus terkait pangan mengandung bahan berbahaya dan 2 (0,89%)
kasus terkait pangan kadaluarsa.

Terhadap

kasus

yang

ditindaklanjuti

dengan

non-justisia,

diberikan

sanksi

administratif diantaranya pemusnahan terhadap produk yang ditemukan.Selain itu,


juga dilakukan kembali investigasi awal dan penelusuran lanjutan sehingga
ditemukan bukti yang cukup untuk tindak lanjut pro-justisia.

110

Gambar 50
TINDAK LANJUT TEMUAN OPGABNAS
TAHUN 2011

Obat TIE 1,78%


Mengedarkan obat tanpa
kewenangan 11,11%
OT BKO 0,44%
Non-justisia
61,78%

Pro-justisia
38,22%

OT TIE 5,33%
Kosmetik TIE 13,79%
Suplemen Makanan TIE 0,44%
Pangan TIE 4,00%
Pangan mengandung Bahan
Berbahaya 0,44%
Pangan kadaluarsa 0,89%

Melalui OPGABNAS kali ini berhasil ditemukan sebanyak 4.858 item produk obat dan
makanan illegal (482.302 pieces) dengan nilai total keseluruhan temuan diperkirakan
sekitar Rp. 1.472.494.654 (satu milyar empat ratus tujuh puluh dua juta empat ratus
sembilan puluh empat ribu enam ratus lima puluh empat rupiah) yang terdiri dari 248
item obat TIE (34.838 pieces), 98 item OT mengandung BKO (5.721 pieces), 496
item OT TIE (175.874 pieces), 72 item kosmetik mengandung bahan dilarang (540
pieces), 1.775 item kosmetik TIE (48.924 pieces), 19 item suplemen makanan TIE
(1.155 pieces), 254 item pangan TIE (19.245 pieces) dan 6 item pangan
mengandung bahan berbahaya (108 pieces), 1.798 item obat yang diedarkan oleh
sarana yang tidak berwenang (192.263 pieces), 14 item obat kadaluarsa (2.518
pieces), 3 item OT kadaluarsa (487 item), 8 item kosmetik kadaluarsa (28 pieces), 1
item suplemen makanan kadaluarsa (7 pieces), 65 item pangan kadaluarsa (592
pieces), serta 1 item PKRT TIE (2 pieces).

111

Gambar 51
PROFIL TEMUAN OPGABNAS BERDASARKAN JENIS KOMODITI
TAHUN 2011
1.775

2000

1.798

1600
1200
800
400

496
248

98

72

19

254

14

65

Operasi Gabungan Daerah


Operasi

Gabungan

dilaksanakan

Daerah

BalaiBesar/Balai

(OPGABDA) merupakan
POM

sebanyak

operasi

terpadu

yang

setahun

yang

kali

pelaksanaannya melibatkan lintas sektor terkait seperti Dinas Kesehatan, Dinas


Perdagangan, Dinas Perindustrian, maupun Kepolisian Daerah. Pada tahun 2011,
OPGABDA dilakukan terhadap 556 sarana produksi maupun distribusi obat dan
makanan. Dari hasil operasi, ditemukan bahwa 200 (35,97%) sarana memenuhi
ketentuan (MK), sedangkan 356 (64,03%) sarana lainnya dinyatakan tidak memenuhi
ketentuan (TMK) karena melakukan pelanggaran terhadap peraturan di bidang obat
dan makanan.

Terhadap sarana yang TMK tersebut, telah diberikan sanksi baik berupa sanksi
administratif maupun pro-justisia. Dari 356 sarana TMK, 85 (23,88%) sarana
dinyatakanakan ditindaklanjuti dengan pro-justisia, sedangkan 271 (76,12%) sisanya
dinyatakan akan ditindaklanjuti dengan non-justisia/sanksi administratif yang
diantaranya berupa pemusnahan produk dan barang bukti.

112

Temuan produk ilegal dari hasil OPGABDA tahun 2011 ini yaitu sebanyak 5.399 item
(852.695 pieces) produk obat dan makanan ilegal yang meliputi: 2.594 item (662.216
pieces) obat, 940 item (54.931 pieces) obat tradisional, 1.477 item (39.892 pieces)
kosmetik dan 388 item (95.656 pieces) produk pangan.

Gambar 52
PROFIL TEMUAN OPGABDA BERDASARKAN JENIS KOMODITI
TAHUN 2011

2.594

3000
2500

1.477

2000
1500

940

1000
388
500
0
Obat

Obat
Tradisional

Kosmetik

Pangan

Terhadap temuan produk obat dan makanan ilegal hasil operasi tersebut, dilakukan
pemusnahan, baik yang dilakukan sendiri oleh pemilik/penguasa barang sebagai
sanksi administratif, maupun pemusnahan barang bukti terhadap temuan yang
ditindaklanjuti dengan pro-justisia. Secara ekonomis, taksiran nilai produk obat dan
makanan

ilegal

yang

ditemukan

dan

dimusnahkan

diperkirakan

mencapai

Rp.1.543.625.856,- (satu milyar lima ratus empat puluh tiga juta enam ratus dua
puluh lima ribu delapan ratus lima puluh enam rupiah).
Operasi SATGAS Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal
Operasi Pangea IV

Dalam rangka melindungi masyarakat dari informasi yang menyesatkan


khususnya terhadap perdagangan ilegal Obat dan Makanan melalui media
internet, Badan POM RI bekerja sama dengan lintas sektor terkait dan dengan
koordinasi oleh International Criminal Police Organization (ICPO)-Interpol telah
melakukan gelar operasi dengan sandi OPERASI PANGEA. Operasi ini
merupakan suatu aksi internasional yang dilakukan dalam waktu 1 (satu) minggu
dengan sasaran penjualan produk obat ilegal termasuk palsu secara on-line.
113

Operasi Pangea ini baru pertama kali diikuti oleh Indonesia. Pada tahun 2008,
Operasi Pangea I diikuti oleh 8 negara, Operasi Pangea II tahun 2009 diikuti oleh
25 negara, Operasi Pangea III tahun 2010 diikuti oleh 44 negara dan Operasi
Pangea IV tahun 2011 diikuti oleh 81 negara termasuk Indonesia yang difasilitasi
oleh National Central Bureau (NCB)-Interpol Indonesia.
Gelar operasi yang dilaksanakan pada tanggal 20 - 27 September 2011,
bertujuan

untuk

mendukung

kegiatan

internasional

dalam

memberantas

peredaran obat palsu dan obat tanpa izin edar yang diedarkan melalui internet,
mengungkap dan menindak tegas semua pelaku sindikat jaringan yang
memproduksi dan pengedar obat palsu dan obat tanpa izin edar serta
meningkatkan awareness masyarakat terhadap website ilegal dan obat palsu dan
obat tanpa izin edar. Operasi ini melibatkan Badan POM RI, Kepolisian RI,
Kejaksaan Agung, Kementerian Komunikasi dan Informasi serta Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.
Dari gelar operasi ini berhasil diidentifikasi sebanyak 30 situs website yang
mempromosikan obat ilegal termasuk palsu. Atas permintaan Badan POM,
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Memasukkan 30 alamat (domain/URL) website tersebut ke dalam database
TRUST+positif sebagai data rujukan utama untuk menyaring website-website
yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Melakukan koordinasi dengan para ISP (internet service provider) dan
Nawala (filter rujukan yang dikelola oleh Asosiasi Warung Internet Indonesia)
untuk segera melakukan penyesuaian database dengan TRUST+positif.
Pada Operasi Pangea IV diperiksa sebanyak 4 sarana dimana berhasil ditangkap
dan ditahan 2 orang pelaku yang mempromosikan dan mengedarkan produk
ilegal termasuk palsu serta 2 orang diperiksa guna pengembangan untuk
memperoleh informasi sumber perolehan produk ilegal. Jumlah produk yang
disita sebanyak 57 item umumnya obat ilegal yang terdiri dari kategori disfungsi
ereksi, perangsang wanita/female libido drugs, anastesi lokal, penurun berat
badan maupun obat tradisional senilai kurang lebih Rp.82.000.000,- (delapan
puluh dua juta rupiah).

114

Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal Tingkat Wilayah

Pada tahun 2011, Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal
pelaksanaannya telah dilaporkan oleh 11 Balai Besar/Balai POM, yaitu: Balai
Besar POM di Mataram, Balai Besar POM di Bandar Lampung, Balai Besar POM
di Denpasar, Balai Besar POM di Makassar, Balai Besar POM di Yogyakarta,
Balai POM di Ambon, Balai Besar POM di Semarang, Balai Besar POM di
Pekanbaru, Balai Besar POM di Bandung, Balai Besar POM di Surabaya, dan
Balai Besar POM di Samarinda. Operasi ini dilakukan bersama-sama oleh
petugas Balai Besar/Balai POM dengan petugas dari lintas sektor terkait dalam
kerangka Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal tingkat wilayah yang
diantaranya yaitu Kepolisian Daerah, Kanwil Bea dan Cukai, serta Dinas
Perindustrian dan Perdagangan.

Dari hasil pelaksanaan operasi tersebut, ditemukan 184 sarana produksi dan
distibusi obat dan makanan yang tidak memenuhi ketentuan (TMK). Terhadap
temuan Operasi ini, akan dilakukan proses gelar kasus untuk menentukan tindak
lanjut yang akan diberikan.
Temuan pada Operasi Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan tingkat wilayah
pada tahun 2011 ini sebanyak 1.255 item (41.345 pieces) produk obat dan
makanan ilegal yang kemudian dilakukan pemusnahan, baik yang dilakukan
sendiri oleh pemilik/penguasa barang sebagai sanksi administratif, maupun
pemusnahan barang bukti terhadap temuan yang ditindaklanjuti dengan projustisia. Secara ekonomis, taksiran nilai produk obat dan makanan ilegal yang
ditemukan dan dimusnahkan diperkirakan mencapai Rp.471.502.600,- (empat
ratus tujuh puluh satu juta lima ratus dua ribu enam ratus rupiah).

8. Hasil Pengawasan Iklan

Untuk melindungi masyarakat dari klaim yang menyesatkan, Badan POM juga
melakukan pengawasan terhadap iklan obat, obat tradisional, suplemen makanan,
kosmetik dan pangan yang beredar. Khusus terhadap obat bebas, obat tradisional dan
suplemen makanan juga dilakukan pre-review terhadap kebenaran klaim iklan sebelum
ditayangkan atau diedarkan, yang dilakukan oleh Tim Penilai Iklan yang terdiri dari
tenaga ahli berbagai disiplin ilmu.
115

Selama tahun 2011 telah dilakukan pre-review dan disetujui sebanyak 190 iklan obat,
260 iklan obat tradisional dan 214 iklan suplemen makanan. Sebanyak 19,31% telah
ditolak karena konsep tidak relevan atau tidak sesuai dengan indikasi yang disetujui atau
berlebihan dan cenderung menyesatkan.
Gambar 53
HASIL PENILAIAN IKLAN SEBELUM BEREDAR
TAHUN 2011

400

354

350
300
250

283

290

260

214

190

200
150

94

84

100
50

76

0
Obat
Permohonan

Obat Tradisional
Disetujui

Hasil pengawasan/monitoring iklan yang

Suplemen Makanan

ditolak

beredar selama

Perbaikan

tahun 2011 menunjukkan

bahwa sebagian besar pelanggaran menyangkut produk-produk yang tidak terdaftar atau
ilegal dalam bentuk leaflet dan brosur-brosur. Berikut ini adalah rincian hasil
pengawasan/monitoring iklan menurut jenis komoditinya:

Hasil pengawasan iklan obat sesudah beredar tahun 2011 yaitu sebanyak 2.538
iklan, mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya yaitu 2.444 pada tahun
2010. Dari 2.538 iklan obat yang diawasi, 1.288 (50,75%) iklan masih belum
memenuhi ketentuan karena: tidak sesuai dengan yang disetujui, menjanjikan hadiah
dan mempromosikan obat keras. Terhadap promosi/iklan obat yang tidak memenuhi
ketentuan ditindaklanjuti dengan sanksi administratif yaitu berupa peringatan 1.265
iklan untuk pelanggaran iklan obat bebas/bebas terbatas dan sanksi peringatan keras
23 iklan untuk pelanggaran iklan obat keras.

Dari 7.643 iklan obat tradisional yang dipantau, 25,03% iklan memenuhi ketentuan,
sedangkan 74,97% iklan obat tradisional tidak memenuhi ketentuan karena:
mengiklankan produk tak terdaftar, iklan belum disetujui (mencantumkan testimoni,
menjanjikan hadiah, klaim yang berlebihan), klaim iklan tidak sesuai dengan yang
116

disetujui. Dari iklan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut, 75,85% merupakan
produk tidak terdaftar dan tidak melalui pre-review Tim Penilai Iklan.

Dari 2.942 iklan produk suplemen makanan yang beredar ditemukan pelanggaran
sebanyak 60,33%. Sedangkan 39,67% iklan sudah memenuhi ketentuan. Dari iklan
yang tidak memenuhi ketentuan tersebut, 80,06% merupakan produk tidak terdaftar
dan tidak melalui pre-review Tim Penilai Iklan.

Dari 18.751 jumlah produk dalam iklan kosmetika yang dipantau ditemukan 279
(1,49%) yang tidak memenuhi ketentuan, mencakup: produk tidak terdaftar,
diiklankan sebagai obat, klaim yang berlebihan dan menyesatkan serta klaim
mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh.

Dari 5.136 iklan produk pangan yang dipantau ditemukan sejumlah 3.376 (65,73%)
telah memenuhi ketentuan, dan sisanya sebanyak 1.760 (34,27%) belum memenuhi
ketentuan, karena: memuat pernyataan bahwa pangan berkhasiat sebagai obat,
berlebihan dan menyesatkan.

Terhadap pelanggaran tersebut telah diambil langkah-langkah tindak lanjut seperti


pembinaan untuk mendaftarkan produk, peringatan dan penghentian iklan, peringatan
keras serta penarikan iklan.

9. Hasil Pengawasan Penandaan dan Label


Untuk melindungi masyarakat dari informasi yang tidak lengkap, tidak obyektif dan
menyesatkan, Badan POM melakukan pengawasan terhadap penandaan obat, obat
tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan pangan yang beredar. Terhadap
penandaan produk tersebut, dilakukan evaluasi sebelum produk beredar kecuali pada
kosmetika.

Penandaan adalah informasi yang dicantumkan pada etiket/label kemasan. Penandaan


dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara atau ketiganya atau
bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, atau
merupakan bagian dari wadah dan atau kemasannya. Pengawasan penandaan
dilakukan sebelum kemasan tersebut beredar (pre-market) dan sesudah beredar di
pasaran (post-market).

a. Penandaan Obat
Selama tahun 2011, dilakukan evaluasi penandaan pada kemasan obat sebelum
beredar sejumlah 28 item obat jadi dengan hasil evaluasi 15 (53,57%) memenuhi
117

ketentuan dan 13 (46,43%) masih belum memenuhi ketentuan. Sedangkan untuk


pengawasan penandaan sesudah beredar selama tahun 2011 sebanyak 11.438 item
obat dengan jumlah penandaan 31.041, yang telah dievaluasi dengan hasil 27.465
(88,48%) memenuhi ketentuan dan 3.576 (11,52%) belum memenuhi ketentuan.
Untuk penandaan yang tidak memenuhi ketentuan, ditindaklanjuti dengan surat ke
Industri Farmasi disertai dengan perintah untuk memperbaiki penandaan sesuai
ketentuan.

b. Penandaan obat tradisional, suplemen makanan, dan kosmetik


Hasil pengawasan penandaan yang beredar selama tahun 2011 menunjukkan bahwa
sebagian besar pelanggaran adalah tidak mencantumkan nomor bets. Berikut ini
adalah rincian hasil pengawasan penandaan menurut jenis komoditinya :

Dari 1.819 penandaan obat tradisional yang dipantau, 57,72% penandaan


memenuhi ketentuan, sedangkan 42,28% penandaan obat tradisional tidak
memenuhi ketentuan karena tidak mencantumkan nama produsen, alamat
produsen, nama importir, alamat importir, kemasan isi/bobot, nomor registrasi,
kode produksi, tanggal kadaluarsa, komposisi, kegunaan, cara penggunaan,
cara penyimpanan, peringatan, klaim sesuai persetujuan dan penandaan dalam
bahasa Indonesia.

Dari 429 penandaan suplemen makanan yang beredar ditemukan pelanggaran


sebanyak 16,08%, sedangkan 83,92% penandaan sudah memenuhi ketentuan.
Penyimpangan

penandaan

suplemen

makanan

terjadi

karena

tidak

mencantumkan

kemasan isi/bobot, nomor registrasi, kode produksi, tanggal

kadaluarsa, komposisi, kegunaan, cara penggunaan, cara penyimpanan, klaim


sesuai persetujuan dan penandaan dalam bahasa Indonesia.

Dari 5.749 penandaan kosmetika yang diawasi ditemukan sebanyak 1.889


(32,86%) tidak memenuhi ketentuan, yaitu produk tidak mencantumkan nama
kosmetika sesuai dengan yang disetujui, nomor bets, netto, nama dan alamat
produsen/importir/distributor/pemberi lisensi, komposisi, kegunaan dan cara
penggunaan yang jelas, peringatan/perhatian, batas kadaluarsa untuk kosmetika
ternotifikasi, nomor izin edar tidak sesuai dengan persetujuan; mencantumkan
klaim seolah-olah sebagai obat/berlebihan dan nomor izin edar telah habis masa
berlakunya.

Terhadap pelanggaran tersebut telah diambil langkah-langkah tindak lanjut berupa


peringatan

untuk

menarik

dan

mengganti

penandaan

sesuai

persetujuan
118

pendaftaran, pengamanan produk dan pemusnahan penandaan yang tidak


memenuhi syarat.

c. Label Produk Pangan


Pada tahun 2011, Badan POM juga melakukan pengawasan label pada produk
pangan. Pada tahun 2011, dari 6.604 label produk pangan yang dipantau ditemukan
sejumlah 2.346 (35,52%) tidak memenuhi ketentuan, antara lain karena tidak
mencantumkan nomor persetujuan pendaftaran, tidak mencantumkan kode produksi,
kadaluarsa, netto (berat bersih), komposisi, serta nama dan alamat produsen.

10. Standardisasi

Dalam rangka mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan


dan teknologi dalam era perdagangan bebas, standardisasi merupakan salah satu acuan
pengawasan. Seiring dengan makin intensifnya kegiatan harmonisasi standar berbagai
produk sediaan farmasi dan makanan dalam rangka menyongsong Asean Free Trade
Area ( AFTA), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), ASEAN CHINA Free Trade
Agreement

dan

standardisasi.

World

Trade

Penataan

Organization

standardisasi

(WTO),

meliputi

maka

manajemen

dilakukan penataan
unit

standardisasi,

peningkatan ketersediaan dokumen standar, peningkatan kemampuan dan keterampilan


SDM serta partisipasi aktif dalam proses penyusunan standar nasional dan internasional.
Untuk kepentingan tersebut, pada tahun 2011 Badan Pengawas Obat dan Makanan
telah menyusun regulasi dan standar diantaranya:

Di Bidang Obat dan PKRT;

Regulasi :
- Penyusunan Rancangan Permenkes tentang Daftar Perubahan Golongan Obat
No. 4.
- Revisi Rancangan Permenkes tentang Obat Wajib Apotek.
- Peraturan Kepala badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.
HK.031.23.12.11.10217 tahun 2011 tentang Obat Wajib Uji Ekivalensi beserta
lampiran Daftar Obat Copy yang mengandung Zat Aktif Wajib Uji Bioekivalensi.

Pengkajian Monografi Farmakope Indonesia edisi V

Standar Obat Baru (SOB)


- monografi obat antialergi (tablet setirizin hidroklorida).
- antibiotik golongan makrolida (tablet spiramisin dan sirup spiramisin).
119

- hormon GNRH analog, FSH/LH (tablet mesterolon dan bahan baku mesterolon)
untuk defisiensi androgen dan infertilitas pada laki-laki.

Pengkajian

terhadap

pengembangan

metoda

analisis

tablet

CTM,

tablet

amoksisilin, tablet vitamin C dan obat-obat Anti Retroviral (ARV).

Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Perbekalan Kesehatan Rumah


Tangga :
- Etil Butilasetilaminopropionat dalam losion penolak nyamuk.
- Metoflutrin dalam antinyamuk semprot.

Daftar monografi obat baru dalam adendum buku IONI :


Monografi Obat Baru
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Mesalazin
Nebivolol
Aliskiren
Ivabradine
Asetosal+Prevastatin
Dabigatran Eteksilat Mesilat
Faktor Antihemofilik
Indakaterol Maleat
Desloratadin+Pseudoefedrin
Bepotastin Besilat
Ramelteon
Paliperidone
Agomelatin
Atomoksetin HCl
Zonisamid
Ropinirol

33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48

17

Doripenem Monohidrat

49

18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Tigesiklin
Mikafungin Na
Posakonazol
Lopinavir+Ritonavir
Emtrisitabin+Tenofovir
Daranuvir
Artemeter+Lumefantrin
Insulin Detemir
Glimepirid+Metformin HCl
Sitagliptin
Vildagliptin
Sitagliptin+Metformin HCl
Saksagliptin
Estradiol+Didrogesteron
Norgesstimat+Etinilestradiol

50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64

Desmopresin asetat
Ibandronat
Atosiban
Propiverin HCl
Trospium Klorida
Everolimus
Pazopanib HCl
Setuksimab
Nilotinib
Lapatinib
Temsirolimus
Desitabin
Pemetreksed Heptahidrat
Ranibizumab
Epoetin beta metoksi polietilenglikol
Ikodekstrin
MinyakOlive+MCT+Refined fish oil+Minyak
kedelai
Lantanum Karbonat Hidrat
Tiokolcisida
Bimatopros
Taflupros
Polietilenglikol/ Propilenglikol
Flutikason Furoat
Dequalinium Klorida
Hidrokuinon+Tretinoin+Fluosinolon
Mekuinol dan Tretinoin
Mukopolisakarida Polisulfat
Vaksin Rotavirus
Sugamadeks
Gadoksetat Asam
Gadobutrol
Gadodiamid

120

Di Bidang Obat Tradisional;

Regulasi Di Bidang Obat Tradisional


1. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis
CPOTB.
2. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Registrasi Obat Tradisional
(Revisi).
3. Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Industri dan Usaha Obat
Tradisional (Revisi).
4. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Uji Klinik Obat Tradisional dan Obat Herbal (Baru).
5. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Tradisional
(Revisi).
6. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang

Ketentuan

Pokok Pengawasan

dan Tata Laksana

Registrasi Obat Kuasi (Baru).


7. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Pengelompokan dan Penandaan Obat Herbal (Revisi).
8. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional (Revisi).
9. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Pedoman Klaim Obat Tradisional (Baru).
10. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Penandaan Obat Tradisional (Revisi).
11. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Pedoman Uji Non Klinik Obat Tradisional (Baru).
12. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Pedoman Sistem Distribusi Obat Tradisional (Baru).
13. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Alternatif Solusi Penerapan CPOTB bagi Industri Kecil dan
Menengah Obat Tradisional (Baru).

Standar Di Bidang Obat Tradisional


1. 10 (sepuluh) standar monografi simplisia dan ekstrak tumbuhan obat

Buah Jinten putih (Cuminum cyminum L.)

Daun Daruju (Acanthus ilicifolius L.)


121

Daun Sawi langit (Vernonia cinerea (L.) Less.

Daun Ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels

Biji Wijen (Sesamum orientale L.)

Bunga Melati (Jasminum sambac (L.) W. Ait.

Kayu Bidara laut (Strychnos lucida R.Bl.)

Kulit buah Delima merah (Punica granatum L.)

Daun Kayu putih (Melaleuca leucadendra (L.) L.)

Daun Kayu ekaliptus (Eucalyptus globulus Labill.)

Keterangan : Standar monografi dan simplisia tersebut akan menjadi bahan


dalam Farmakope Herbal Indonesia (FHI) yang diterbitkan oleh Kementerian
Kesehatan.
2. 20

(dua

puluh)

monografi

tumbuhan

yang

dilarang

atau

dibatasi

penggunaannya dalam obat tradisional

Tumbuhan yang dilarang


- Abrus precatorius L. (Abri Precatorii Semen)
- Aconitum sp. (Aconiti Herba)
- Aristolochia sp.(Aristolochiae Fructus, Radix)
- Azadirachta indica A. Juss. (Azadirachta Indicae Semen)
- Colchicum autumnale (Colchici Autumnalae Semen)
- Croton tiglium L. (Croton Triglii Semen)
- Dryopteris filix-mas (L.) Schott ( Dryopteridis Filisis Radix)
- Hydrastis Canadensis L. (Hydrastis Canadensis Rhizoma)
- Lobelia chinensis Lour. (Lobeliae Chinensidis Herba)
- Piper Methysticum G. Forst (Piperis Methystici Folium)
- Podophyllum emodii Wall. (Podophylli Emodii Rhizome, Radix)
- Schoenocaulon officinale (Schltdl. & Cham.) A. Gray Ex Benth
(Schoenocaulonis Officinalae Semen)
- Scilla sp. (Scillae Bulbus Semen)
- Strophanthus sp. (Sthropanthus Semen)
- Symphytum sp. (Symphytum Herba)

Tumbuhan yang dibatasi


- Adonis vernalis L. (Adonis Vernalidis Herba)
- Cimicifuga racemosa (L.) Nutt. (Cimicifugae Racemosae Rhizoma,
Radix)
- Citrullus colocynthis L. (Citrullus Colocythidis Fructus, Semen)
122

- Hypericum perforatum L. (Hyperici Perforatii Herba)


- Melaleuca

alternifolia

(maiden

& betche) cheel

(Melaleucae

alternifoliae Folium, Cortex)

Keterangan : Standar monografi tersebut dipublikasikan dalam buku 20


Monographes of Prohibited and Restricted Herbs to Used in Traditional
Medicines.

Di Bidang Kosmetik;

Regulasi Di Bidang Kosmetika


1. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.03.1.23.04.11.03724 tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan
Kosmetika.
2. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.03.1.23.07.11.6662 tahun 2011 tentang Persyaratan Cemaran Mikroba
dan Logam Berat dalam Kosmetika.
3. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.03.1.23.08.11.07331 tahun 2011 tentang Metode Analisis Kosmetika.
4. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan
Kosmetika.
5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.03.1.23.12.11.10051 tahun 2011 tentang Mekanisme Monitoring Efek
Samping Kosmetika.
6. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.03.1.23.12.11.10052 tahun 2011 tentang Pengawasan Produksi dan
Peredaran Kosmetika.
7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.03.1.23.12.11.10689 tahun 2011 tentang Bentuk dan Jenis Sediaan
Kosmetika Tertentu yang Dapat Diproduksi Oleh Industri Kosmetika Golongan
B.
8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.03.1.23.12.11.10719 tahun 2011 tentang Tata Cara Pemusnahan
Kosmetika.

123

9. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik


Indonesia tentang Alternatif Solusi Aspek Bangunan Industri dan Usaha
Kosmetika dalam Rangka Penerapan CPKB (Baru).
10. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia tentang Pedoman Sistem Distribusi Kosmetika (Baru).

Standar Di Bidang Kosmetika


74 (Tujuh Puluh Empat) Monografi Kodeks Kosmetika Indonesia
1
2

2-Amino-2-Metil-1-Propanol
4-Tert-Butil-4metoksidibenzoilmetan

38

2-Metil-2-4-Pentandiol

39

2-Oktildodekanol

Aluminium Hidroksiklorida

40

2-Oktildodesil Miristat

Aluminium Silikat Sintetis

41

2-Oktildodesil Oleat

Aluminium Silikat Alami

42

Asam Stearat Dietanolamida

Aluminium Dihidroksi Alantoinat

43

D-Pantenol

Asam Behenat

44

Fitosterol

45

Asam Laurat Dietanolamida

Trigliserida Asam Kaprilat/ Asam


Kaprat

Askorbil Stearat

46

Lauriltrimetilamonium Klorida

10

Behenil Alkohol

47

Linalil Asetat

11

Benzalkonium Klorida, Larutan

48

Metilfenil Polisiloksan

12

Benzetonium Klorida, Larutan

49

Metil Polisiloksan

13

Benzil Nikotinat

50

Minyak Safflower

14

Bismut Oksiklorida

51

Miristil Miristat

52

Natrium L-Aspartat

15

Setil Trimetil Amonium Sakarinat,


Larutan

16

Setil Trimetil Amonium Bromida

53

MiristilDimetil Benzil Amonium Klorida

17

Setil Trimetil Amonium Klorida

54

Natrium Tembaga Klorofilin

18

Klorfenesin

55

19

Sitronelol

56

Natrium Sulfit Anhidrat

20

Asam Lemak Kelapa Dietanolamida

57

Ortofenilfenol

21

Dibutilhidroksitoluen

58

Parafin

22

Dikalium Glisirizinat

59

23

Dinatrium Suksinat

60

Polioksietilen Alkilfenileter Fosfat

24

Etilenglikol Monobutileter

61

Polivinil Pirolidon

Natrium Hidroksimetoksibenzofenon
Sulfonat

Pentanatrium Dietilentriamina
Pentaasetat, Larutan

124

74 (Tujuh Puluh Empat) Monografi Kodeks Kosmetika Indonesia


25

Tingtur Jahe

62

Propilen Glikol

26

Kalsium Karbonat Berat

63

Besi (iii) Oksida Merah

27

Isobutil Parahidroksibenzoat

64

Pati Beras

28

Isopropil Parahidroksibenzoat

65

Natrium N-Stearoil-L-Glutamat

29

Isopropilmetilfenol

66

Sorbitan Monoisostearat

30

Kaolin

67

Sorbitan Seskuistearat

31

Karboksivinilpolimer

68

Sorbitan Tristearat

32

Kasein

69

Skualen

33

Kumarin

70

Steariltrimetilamonium Klorida

34

Lanolin Asetat

71

35

Asam Lemak Lanolin Isopropil


Ester

72

Trietanolamin Polioksietilen
Alkilfenileter Fosfat
Trietanolamina Polioksietilen Laurileter
Sulfat

36

Setil Miristat

73

Triisopropanolamina

37

Sikloheksana

74

Xilitol

Keterangan : Standar monografi tersebut akan menjadi bahan dalam Kodeks


Kosmetika Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan.

Di Bidang Suplemen Makanan;

Regulasi Di Bidang Suplemen Makanan


1. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan (Revisi).
2. Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
Pengawasan Pemasukan Suplemen Makanan (Baru).

Standar Di Bidang Suplemen Makanan


1. Besi
2. Fluoride
3. Kalium
4. Selenium
5. Vitamin D
6. Vitamin E
7. Vitamin K

125

Di Bidang Pangan;

Peraturan

Kepala

Badan

POM

Republik

Indonesia

Nomor

HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim dalam


Label dan Iklan Pangan Olahan.

Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.52.08.11.07235


tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.1.52.3920 tahun 2009 tentang Pengawasan Formula
Bayi dan Formula Bayi untuk Keperluan Medis Khusus.

Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.11.11.09657


tahun 2011 tentang Persayaratan Penambahan Zat Gizi dan Non Gizi dalam
Pangan Olahan.

Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.11.11.09605


tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK.00.06.51.0475 tahun 2005 tentang Pedoman Pencantuman
Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan.

Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Persyaratan


Bahan Penolong.

Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Monografi


Bahan Tambahan.

Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Pedoman


Pangan Diet Khusus.

Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Pedoman


Pengkategorian Pangan Berdasarkan Kategori Pangan.

Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Kategori


Pangan.

Rancangan Peraturan Kepala Badan POM RI Republik Indonesia tentang Cara


Ritel Pangan yang Baik Berbasis Jenis Pangan untuk High Risk Product.

Rancangan

Peraturan

Kepala

Badan

POM

Republik

Indonesia

tentang

Pengawasan Periklanan Pangan.

Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Pedoman


Takaran Saji Pangan Olahan.

Rancangan

Peraturan

Kepala

Badan

POM

Republik

Indonesia

tentang

Pengawasan Pelabelan Produk Rekayasa Genetik.

Rancangan Peraturan Kepala Badan POM Republik Indonesia tentang Minuman


Olahaga Endurance.
126

Di Bidang Bahan Berbahaya;

Rancangan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik


Indonesia tentang Bahan yang Dilarang dalam Pangan Olahan, yang merupakan
revisi dari Permenkes Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan.

Di Bidang Kemasan Pangan;

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.23.07.11.6664 tanggal 12 Juli 2011 tentang Pengawasan Kemasan
Pangan yang merupakan Perubahan atas Peraturan Kepala Badan POM Republik
Indonesia Nomor HK.00.05.55.6497 tahun 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan

Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun Rancangan Standar Nasional Indonesia


(RSNI) :
i. SNI 7626.1.2011 tentang Cara uji migrasi zat kontak pangan dari kemasan
pangan - Bagian 1 : Plastik Polikarbonat (PC).
ii. RSNI3 7741:2011 tentang Cara uji migrasi zat kontak pangan dari kemasan
pangan Timbal (Pb), kadmium (Cd), kromium (VI){(Cr(VI)} dan merkuri (Hg)
dari kemasan plastik (sedang dalam proses penetapan di BSN).
iii. RSNI3 7626.2.2011 tentang Cara uji migrasi zat kontak pangan dari kemasan
pangan-Bagian 2 : Plastik Polistirene (PS) (sedang dalam proses e-balloting di
BSN).
Standar ini berisi tentang metode uji migrasi zat kontak pangan dari kemasan
pangan yang disusun secara seri dari berbagai jenis bahan kemasan pangan
seperti plastik, logam, keramik, kertas, karet, dan lain-lain.

Database Jenis Kemasan Pangan yang Beredar Indonesia


Berisi tentang data jenis-jenis kemasan pangan yang digunakan untuk pangan
olahan baik dengan kode registrasi MD/ML maupun PIRT di seluruh Indonesia.
Untuk memperoleh data tersebut dalam pelaksanaannya melibatkan unit di Badan
POM dan 30 Balai Besar / Balai POM di seluruh Indonesia. Database ini disusun
dalam bentuk aplikasi software. Database tersebut diharapkan dapat digunakan
sebagai dasar dalam melaksanakan pengawasan kemanan kemasan pangan dan
dapat dimanfaatkan sebagai pedoman oleh industri pangan dalam memilih
kemasan yang cocok dengan produk yang dihasilkan.

127

Gambar 54
PROFIL TAMPILAN SOFTWARE APLIKASI DATABASE
KEMASAN PANGAN YANG BEREDAR DI INDONESIA
TAHUN 2011

11. Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP)


Dalam rangka memenuhi penyediaan barang dan/atau jasa untuk kepentingan umum
dan peningkatan daya saing industri farmasi di dalam negeri, pemerintah memberikan
insentif fiskal berupa BMDTP, yaitu bea masuk terutang yang dibayar oleh pemerintah
dengan pagu anggaran yang ditetapkan. BMDTP diberikan terhadap impor barang dan
bahan yang dipergunakan untuk memproduksi barang dan/atau jasa yang memenuhi
kriteria

yang

tercantum

dalam

Peraturan

Menteri

Keuangan

(PMK)

No. 261/PMK.011/2010 tanggal 31 Desember 2010 tentang BMDTP atas Impor Barang
dan Bahan untuk Memproduksi Barang dan/atau Jasa Guna Kepentingan Umum dan
Peningkatan Daya Saing Industri Sektor Tertentu untuk Tahun Anggaran 2011.

Dalam kaitan ini, Badan POM telah bekerja sama dengan Kementerian Keuangan
terutama Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Direktorat
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan untuk pelaksanaan pemberian BMDTP.

BMDTP Tahun Anggaran 2011 sektor farmasi diberikan kepada industri farmasi yang
memproduksi infus. Sesuai dengan salah satu kriteria pemberian BMDTP, obat infus
128

merupakan jenis obat esensial dan untuk mendukung program pemerintah dalam
pengadaan obat infus yang murah, sehingga terjangkau oleh masyarakat luas, karena
dalam produksi infus, yang mahal adalah kemasannya. Fasilitas BMDTP 2011
direncanakan diberikan kepada tiga industri farmasi yang memproduksi obat infus, tetapi
salah satu industri farmasi mengundurkan diri dan satu industri farmasi tidak memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sehingga hanya satu industri farmasi
yang memanfaatkan fasilitas BMDTP 2011.

Badan POM dalam mengawasi industri farmasi yang mendapat fasilitas BMDTP sebagai
pengguna bahan kemasan infus melalui mekanisme verifikasi, sehingga diperoleh data
analisa dampak (cost benefit) pemberian fasilitas BMDTP. Verifikasi BMDTP 2011
dilakukan terhadap 3 (tiga) industri farmasi penerima BMDTP 2010 dan 2011.

12. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)

Dalam konteks pengawasan obat dan makanan, pemberian komunikasi, informasi dan
edukasi

timbal balik

dengan

konsumen

mempunyai

arti

yang penting

untuk

pemberdayaan konsumen. Semakin tinggi pengetahuan masyarakat akan semakin tinggi


pula kepedulian dan kesadarannya sehingga mampu untuk membentengi dirinya sendiri
terhadap penggunaan produk yang berisiko terhadap kesehatan. Pengaduan dan
pertanyaan masyarakat merupakan bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat
sebagai bagian dari 3 pilar pengawasan obat dan makanan di Indonesia.
Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK)
Selama Tahun 2011 Badan POM telah menerima pengaduan/permintaan informasi
mengenai obat dan makanan sejumlah 11.276. Dibandingkan data tahun sebelumnya
(2010), jumlah pengaduan/permintaan informasi ke ULPK Badan POM mengalami
kenaikan sebesar 10,48% yaitu dari 10.206 menjadi 11.276. Berdasarkan jenis
komoditi, dapat dilihat bahwa kelompok pengaduan/permintaan informasi yang paling
banyak adalah berkaitan dengan produk Pangan sebanyak 5.847 (51,85%), disusul
berturut-turut Kosmetik sebanyak 1.769 (15,69%), tentang Obat Tradisional
sebanyak 1.598 (14,17%) dan sisanya berkaitan dengan Obat, Bahan Berbahaya,
Suplemen Makanan, NAPZA, Alat Kesehatan (Alkes), Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga (PKRT), dan informasi umum lainnya.

129

Gambar 55
PROFIL JUMLAH PENGADUAN/PERMINTAAN INFORMASI
BERDASARKAN KOMODITI
TAHUN 2011
0,66%
0,90% 6,71% 5,58%
1,57%
0,60%
2,27%

Obat
Pangan
Obat Tradisional
Kosmetik

15,69%

Suplemen Makanan
Napza
51,85%

Bahan Berbahaya
Alkes
PKRT
Informasi Umum

14,17%

Ditinjau dari profesi konsumen yang menghubungi ULPK, dapat diketahui bahwa
konsumen terbanyak adalah dari golongan karyawan sebanyak 4.344 (38,52%)
disusul berturut-turut pelaku usaha sebanyak 1.628 (14,44%), masyarakat umum
sebanyak 1.536 (13,62%), dan Ibu Rumah Tangga sebanyak 1.392 (12,34%),
sisanya adalah dari berbagai profesi antara lain Pelajar/Mahasiswa, Apoteker,
Wartawan, Tenaga Kesehatan, Lain, Dokter, Sarjana Hukum, dan dari kalangan
LSM.
Gambar 56
PROFIL MASYARAKAT/KONSUMEN YANG MENGHUBUNGI ULPK
TAHUN 2011

13,62% 3,44%
0,32%
2,60%
0,43%

1,06%

2,57%
12,34%

14,44%

10,66%

38,52%

Apoteker
Dokter
Tenaga Kesehatan lain
Ibu RT
Karyawan
Pelajar/Mahasiswa
Pelaku Usaha
Sarjana Hukum
Wartawan
LSM
Umum

Sedangkan berdasarkan sarana yang digunakan untuk menghubungi ULPK Badan


POM, terbanyak secara datang langsung (64,14%), kemudian melalui telepon
(26,32%), dan e-mail (8,32%). Sarana komunikasi lainnya yang digunakan oleh

130

konsumen adalah melalui SMS (Short Message Service), Fax, dan Surat, seperti
pada grafik berikut ini :

Gambar 57
PROFIL MASYARAKAT/KONSUMEN YANG MENGHUBUNGI ULPK
BERDASARKAN JENIS SARANA YANG DIGUNAKAN
TAHUN 2011

64,14%

26,32%

E-mail
Langsung
Telepon
Fax

8,32%

0,11%
0,11%
1,00%

Surat
SMS

Dalam rangka pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk lebih
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang pengawasan obat dan
makanan, ULPK Badan POM telah melaksanakan kegiatan promosi dan sosialisasi
tentang tugas pokok dan fungsinya berkaitan erat terhadap perlindungan konsumen
atas resiko penggunaan produk obat dan makanan di peredaran yang tidak
memenuhi keamanan, kemanfaatan/khasiat dan mutu.
Hubungan Masyarakat
Dengan diberlakukannya pasar regional dan internasional, peredaran produk illegal
yang tidak memenuhi syarat akan semakin marak di Indonesia baik produk lokal
maupun impor dan masyarakat/konsumenlah yang akan menerima dampak dari
peredaran produk tidak memenuhi syarat tersebut. Dalam memperoleh produk obat
dan makanan yang aman, bermanfaat dan bermutu, maka tiga pilar pengawasan
harus berjalan secara seimbang yaitu pengawasan dari produsen, pemerintah dan
masyarakat/konsumen. Untuk itu tingkat pengetahuan dan wawasan konsumen
harus senantiasa ditingkatkan mengikuti perkembangan dunia usaha utamanya obat
dan makanan. Salah satu strategi yang diterapkan oleh Badan POM dalam
peningkatan edukasi masyarakat/konsumen sekaligus dalam rangka meningkatkan
citra positif Badan POM adalah dengan melakukan community empowerment
(pemberdayaan masyarakat) melalui komunikasi, pemberian informasi dan edukasi.
Kegiatan yang telah dilakukan Badan POM selama tahun 2011 terkait hal tersebut di
atas adalah:
131

Media Relation Activities


-

Memfasilitasi

kegiatan

penyebaran

serta

pendistribusian

press

release/siaran pers serta public warning/peringatan publik sebanyak 18


release kepada masyarakat/stakeholders baik melalui konferensi pers
maupun melalui website/e-mail.
-

Menjalin hubungan baik dengan media dengan memfasilitasi kegiatan


kunjungan ke media/Media Visit, yaitu ke Koran Kompas, Kompas TV dan
Kompas.com.

Melakukan monitoring terhadap pemberitaan terkait Badan POM baik


langsung maupun tidak langsung, baik media cetak maupun media
elektronik, melakukan pemetaan tendensi berita, positif, negatif maupun
netral. Untuk berita yang bertendensi negatif dilakukan analisis berita serta
usulan tindak lanjutnya.

Memfasilitasi permohonan wawancara dengan para pimpinan Badan POM


terkait permasalahan obat dan makanan, dan selama tahun 2011 telah
dilaksanakan sebanyak 53 kali.

Promosi dan Publikasi


-

Memfasilitasi talkshow di radio sebanyak 5 (lima) kali, yaitu radio KBR68H,


Elshinta FM, Trijaya FM, Delta FM dan RRI Pro 3 dengan tema terkait
notifikasi kosmetika dan PJAS.

Memfasilitasi talkshow di Metro TV sebanyak 6 (enam) kali dengan tema


terkait notifikasi kosmetika, OT BKO, PJAS, Vaksin, satgas pemberantasan
produk obat dan makanan illegal, dan pengawasan pangan menjelang natal
dan tahun baru.

Produksi dan penayangan Iklan Layanan Masyarakat di radio dengan tema


terkait notifikasi kosmetika dan PJAS.

Produksi dan penayangan Iklan layanan Masyarakat di televisi dengan tema


notifikasi kosmetika, PJAS, ULPK.

Sosialisasi pemuatan 12 artikel di media cetak tentang notifikasi kosmetika,


PJAS, penggunaan BTP, Badan POM raih WTP, ULPK, OT BKO, inspeksi
pangan jelang natal dan tahun baru, memilih kosmetika di era globalisasi.

Pameran sebanyak 5 (lima) kali, yaitu 2 (dua) kali di dalam kota Jakarta, 3
(tiga) kali di luar kota yaitu Bandung, Batam dan Yogyakarta.

Penerbitan buletin Warta POM sebanyak 6 (enam) edisi selama tahun 2011.
132

Kegiatan kehumasan lainnya


-

Diklat public speaking bagi para pejabat eselon I dan II yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan cara berkomunikasi yang efektif, efisien dan
sistematika.

Diklat Kehumasan bagi SDM Badan POM baik pusat maupun daerah untuk
meningkatkan pengetahuan bagi para SDM yang berkecimpung dalam
tugas-tugas kehumasan, yang dilaksanakan dalam 2 (dua) periode waktu
yaitu bulan Oktober dan November 2011.

Pemetaan kehumasan dalam rangka memotret permasalahan terkait


kehumasan di 3 Balai POM, yaitu Balai POM di Batam, Balai POM di Serang
dan Balai POM di Pangkal Pinang.

Peliputan terhadap 69 kegiatan Badan POM dan Balai Besar/Balai POM.

Terhadap permasalahan obat dan makanan yang seringkali membuat resah


masyarakat, Badan POM telah memberikan penjelasan dan klarifikasi baik melalui
Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPR-RI maupun jumpa pers. Agar dapat
menyampaikan pesan yang dapat diterima masyarakat dan tidak menimbulkan
persepsi

negatif,

Badan

POM

telah

menyusun

strategi

komunikasi

yang

komprehensif. Strategi komunikasi tersebut bertujuan untuk meningkatkan citra positif


Badan POM dan mengangkat isu-isu positif terkait prestasi Badan POM, terutama
yang

diakui

secara

nasional

maupun

internasional,

termasuk

diantaranya

penyelenggaraan outlook 2011 yang mengemukakan kinerja Badan POM selama


tahun 2011 dan fokus program tahun 2012.
Pelayanan Informasi Obat
Bidang Informasi Obat melakukan layanan informasi dan konsultasi obat yang
ditujukan untuk masyarakat dan pemangku kepentingan pengawasan obat dan
makanan. Layanan informasi dan konsultasi obat ini dapat dimanfaatkan melalui
datang langsung ke ruang konsultasi maupun menghubungi melalui telepon, short
message service (sms), faksimili maupun email. Layanan informasi obat ini
menyediakan akses informasi terstandar (approved label) dari semua obat yang
beredar di Indonesia yang telah disetujui oleh Badan POM.

Selama tahun 2011, Pelayanan Informasi Obat Nasional (PIONas) telah menerima
permintaan informasi obat sebanyak 334. Ditinjau dari kategori profesi masyarakat
yang memanfaatkan fasilitas PIONas, pengguna terbanyak adalah karyawan sebesar
133

141 orang (42,21%) disusul berturut-turut Apoteker sebesar 82 orang ( 24,55%), dan
Pelajar / Mahasiswa sebesar 67 orang (20,06%), serta sisanya adalah dari berbagai
profesi misalnya Ibu Rumah Tangga, Asisten Apoteker, Dokter Umum, Dokter
Spesialis, Perawat, dan Tenaga Kesehatan lain.

Gambar 58
PROFIL MASYARAKAT YANG MENGHUBUNGI PIONas
TAHUN 2011

20,06%

1,20%
1,80%
24,55%

Apoteker
Asisten Apoteker
Dokter Gigi
Dokter umum
Ibu RT

3,29%
42,21%
5,99%

0,60%
0,30%

Karyawan
Pelajar/Mahasiswa
Perawat
Tenaga Kesehatan

Sentra Informasi Keracunan (SIKer)


Tujuan dibentuknya SIKerNas adalah dapat ditanggulanginya masyarakat dari
bahaya yang ditimbulkan oleh produk yang dapat menyebabkan keracunan. Selama
tahun 2011 jumlah masyarakat yang membutuhkan informasi keracunan adalah 64
orang dengan 17 orang (26,56%) diantaranya adalah umum.

Gambar 59
PROFIL MASYARAKAT YANG MENGHUBUNGI SIKER
TAHUN 2011

23,44%

26,56%

Medis/Paramedis
Karyawan
Wartawan
Pelajar/Mahasiswa

20,31%
21,88%

Ibu RT
Umum

6,25%

1,56%

134

Di samping membantu masyarakat yang membutuhkan informasi penanggulangan


keracunan, SIKer juga mengumpulkan data-data kasus keracunan di Rumah Sakit
secara Nasional dan khusus DKI Jakarta dengan data yang lebih lengkap. Selama
tahun 2011, telah dilakukan pengumpulan data kasus keracunan yang terjadi pada
tahun 2010 dari 50 Rumah Sakit yang berada di sekitar wilayah DKI Jakarta,
termasuk insiden keracunan, kemudian data di input ke dalam aplikasi SPIMKer oleh
petugas SIKer Nasional. Jumlah kasus keracunan tahun 2010 di Wilayah DKI
Jakarta, yang dilaporkan ke Rumah Sakit adalah sebanyak 1.730 kasus dengan
penyebab utama kasus keracunan adalah binatang sebanyak 499 kasus (28,84%),
disusul berturut-turut obat sebanyak 296 kasus (17,11%), pestisida rumah tangga
279 kasus (16,13%), bahan kimia 124 kasus (7,17%) kasus, serta sisanya adalah
makanan, minuman, obat tradisional, suplemen makanan, NAPZA, kosmetika,
campuran, pencemaran lingkungan dan tumbuhan. Data kasus keracunan tersebut
merupakan

kasus

yang

terjadi

selama

tahun

2010,

diolah

dan

dipetakan/dikelompokan pada tahun 2011.

Gambar 60
KASUS KERACUNAN YANG DILAPORKAN KE RUMAH SAKIT
TAHUN 2011

17,11%

1,44%

0,23%
16,13%

9,02%

0,17%

7,69%

0,06%
7,63%
28,84%

0,87%
7,17%

3,64%

Binatang
Campuran
Kimia
Kosmetik
Makanan
Minuman
Napza
Obat
OT
Pencemar
Pestisida
Suplemen Makanan
Tumbuhan

135

Penerbitan Majalah Keamanan Pangan


Majalah Keamanan Pangan diterbitkan dengan tujuan
untuk menyebarluaskan informasi keamanan pangan
agar

pengetahuan

meningkat

pihak

sehingga

terkait

tergugah

dan

untuk

masyarakat
menerapkan

keamanan pangan pada kehidupan mereka sehari-hari.

Rubrik di dalam Majalah Keamanan Pangan antara lain


Info Utama, Wawasan, Profil, Regulasi, Peristiwa,
Teknologi Pangan, Ragam Info dan Interaktif.

Pada tahun 2011 telah diterbitkan 2 (dua) volume


Majalah Keamanan Pangan yaitu:
1. Majalah Keamanan Pangan volume 19
2. Majalah Keamanan Pangan volume 20
Majalah tersebut didistribusikan kepada lingkungan
internal Badan POM, Balai Besar/Balai POM di seluruh
Indonesia,

Dinas

Kesehatan

Indonesia, Gubernur

Propinsi

di

seluruh

di seluruh Indonesia, Institusi

Pendidikan, Sekolah-sekolah, Industri Pangan, Media


Massa,

Asosiasi/

Organisasi/

Yayasan/

LSM,

Perpustakaan, Instansi Pemerintah terkait.


KIE tentang Keamanan Pangan melalui Pameran
Salah satu tujuan promosi
keamanan pangan adalah
meningkatkan pengetahuan
masyarakat

tentang

keamanan pangan. Promosi


keamanan pangan tersebut
dapat

dilakukan

berbagai

cara

dengan
seperti

pameran, penyuluhan dan


penyebaran media promosi

Kegiatan Pameran Tahun 2011


Pameran Edukasi, 3-6 Februari 2011, di Balai Kartini
Pameran Food and Packaging, 2-5 Juni 2011, di
SMESCO UKM
Pameran Halal, 23-26 Juni 2011, di SMESCO UKM
Pameran Hari Anak Nasional, 16-17 Juli 2011, di
Lapangan Monas
Pameran Universitas Pancasila, 6-9 Oktober 2011, di
Universitas Pancasila, Depok
Pameran ENIP, 13-16 Oktober 2011, di Balai Kartini
Pameran Hari Pangan Sedunia, 22-24 November
2011, Jakarta
Pameran Lustrum UGM, 30 Sept-1 Oktober 2011,
Yogyakarta
136

berupa leaflet, poster atau buku. Diharapkan dengan adanya pameran dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang keamanan pangan.
Pada tahun 2011 telah dilakukan pencetakan materi promosi keamanan pangan
berupa poster dan leaflet dengan judul sebagai berikut :
Poster yang dicetak :
1.
2.
3.
4.

Leaflet yang dicetak :

Waspada terhadap (3) Tiga Bahaya


pada Pangan
Kenali Bahan Kimia Berbahaya
pada Makanan dan Minuman
Jagalah Kesehatan dengan Selalu
Mencuci Tangan
BTP sesuai Takaran

1.

Enterobacter sakazakii

2.

Baca Label

3.

Kemasan Pangan

4.

Lima Kunci Keamanan Pangan

KIE melalui Penyuluhan dan Wokshop/Seminar


Pada

tahun

2011

telah

dilakukan

serangkaian

kegiatan

penyuluhan

dan

workshop/seminar terkait pengawasan bahan berbahaya dan kemasan pangan yang


bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan para peserta dalam hal
pengelolaan dan pengamanan bahan kimia berbahaya yang dilarang dalam pangan.
Kegiatan penyuluhan yang telah dilakukan pada tahun 2011 berupa Forum
Komunikasi dalam rangka Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya yang
diselenggarakan bekerja sama dengan Balai Besar/Balai POM di 9 (sembilan) daerah
yaitu Banda Aceh, Bandar Lampung, Pangkal Pinang, Palembang, Palangkaraya,
Jayapura, Manado, Ambon dan Mataram.

Sementara itu beberapa kegiatan workshop terkait pengawasan bahan berbahaya


dan kemasan pangan yang diselenggarakan pada tahun 2011, diantaranya
Workshop Pengamanan Bahan Berbahaya yang dilaksanakan tanggal 30 - 31 Maret
2011 yang diikuti oleh petugas Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
Workshop ini dilaksanakan dalam rangka konsolidasi dan mensinergikan kegiatan
terkait pengamanan bahan kimia berbahaya yang disalahgunakan pada pangan dan
kemasan pangan antara Badan POM Pusat c.q. Direktorat Pengawasan Produk dan
Bahan Berbahaya dengan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Dalam
workshop tersebut dihasilkan rekomendasi agar seluruh Balai Besar/Balai POM
melakukan pengawasan bahan berbahaya melalui:
1. Penelusuran jaringan sumber pasokan bahan berbahaya.
2. Sampling dan pengujian kemasan pangan.
137

KIE melalui Penyebaran Media Informasi


Pada tahun 2011 telah dilakukan pencetakan materi tentang bahan berbahaya
dilarang dalam pangan dan kemasan pangan berupa poster, booklet, leaflet, dan
sticker dengan judul sebagai berikut :
Poster yang

Booklet yang

dicetak:

dicetak:

Boraks dan

Formalin

Formalin

Leaflet yang dicetak:

Sticker yang
dicetak:

Rodamin B dan Kuning

Katakan Tidak

Metanil : Bahan Kimia

pada Kantong

Terlarang untuk Pangan

Kresek Hitam untuk


Pangan

Pewarna

Rhodamin B

dilarang

Boraks dan Formalin : Bahan

Zat Warna

Kimia Terlarang untuk Pangan

Berbahaya

Mengenal Pewarna Pangan

Boraks

Peralatan Makan dan Minum

Formalin

Melamin
KIE melalui Talkshow
Pada tahun 2011 telah dilaksanakan kegiatan talkshow di sejumlah stasiun radio
dengan topik bahan berbahaya yang dilarang dalam pangan dan kemasan pangan.
Selain talkshow, juga dilakukan pembuatan spot iklan di radio sebanyak 2 (dua) spot
iklan dengan materi tentang penyalahgunaan bahan berbahaya boraks dan formalin
pada makanan serta tentang kantong kresek hitam. Kegiatan tersebut bertujuan
untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kepedulian masyarakat akan
penyalahgunaan bahan berbahaya pada pangan serta penggunaan kemasan pangan
secara bijaksana.

13. Pengembangan Obat Asli Indonesia

Untuk memenuhi kebutuhan akan informasi keamanan dan khasiat/kemanfaatan obat


asli Indonesia, pada tahun 2011 telah dilakukan beberapa yaitu:
1. Pengkajian keamanan dan khasiat/kemanfaatan terhadap 30 obat asli Indonesia
(tanaman obat) yang kemudian dimuat didalam buku Acuan Sediaan Herbal volume
VI edisi pertama dalam bentuk monografi yang beris informasi antara lain : efek
farmakologi, indikasi, kontra indikasi, peringatan, efek yang tidak diinginkan,
interaksi obat, penyiapan dan dosis, toksisitas dan lain-lain;
138

2. Kajian profil keamanan obat asli Indonesia berupa tinjauan keamanan 30 tanaman
obat terutama terkait aspek toksisitas akut, toksisitas subkronis, toksisitas
subkronis, uji mutagenitas, uji teratogenitas, efek samping, peringatan dan interaksi
tanaman;
3. Inventarisasi dan identifikasi etnomedisin di 2 propinsi yang dilanjutkan dengan
pengkajian data inventarisasi penggunaan etnomedisin tersebut sehingga diperoleh
data kajian 25 ramuan etnik dan tanaman obat khas daerah yang dideterminasi
serta dikoleksi di kebun tanaman obat (KTO) Citeureup;
4. Berdasarkan data kajian ramuan etnomedisin tahun sebelumnya, telah dicetak Buku
Formularium Ramuan Obat Tradisional Indonesia Volume I berisi 23 ramuan
dengan 6 jenis klaim khasiat;
5. Pencetakan booklet serial data/informasi ilmiah tanaman obat Jahe (Zingiber
officinale Rosc.) dan Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack.);
6. Pencetakan komik keamanan dan kemanfaatan obat bahan alam dengan judul yaitu
Ayo Ke Kebun Tanaman Obat Citeureup, Tanaman Obat Keluarga (TOGA),
Mari Mengenal Penandaan Obat Tradisional dan Jamu Bukan Hanya Seduhan
Lho;
7. Pencetakan leaflet bahan informasi mengenai obat asli Indonesia dengan judul:
leaflet Manggis (Garcinia mangostana L.), Sirsak ( Anona muricata L.), Jambu Biji
(Psidium guajava L.), Delima (Punica granatum L.) dan Rimpang Berkhasiat Obat;
8. Berdasarkan koleksi tumbuhan obat di KTO Citeureup telah dicetak buku taksonomi
koleksi KTO Citeureup volume 3 yang berisi taksonomi, deskripsi dan foto lengkap
dari 100 spesies tanaman obat;
9. Pengelolaan dan pengembangan SIOBA (Sistem Informasi Obat Bahan Alam) yang
bertujuan sebagai media informasi elektronik mengenai obat bahan alam Indonesia
yang berisi antara lain: informasi taksonomi, deskripsi dan khasiat/manfaat
tumbuhan obat serta industri obat bahan alam.

Dalam rangka pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi obat asli Indonesia, pada
tahun 2011 telah dilaksanakan beberapa kegiatan antara lain :
1. Pertemuan

lintas

sektor

skala

nasional

yang

terkait

dengan

roadmap

pengembangan jamu 2011 - 2025, yang merupakan program pengembangan jamu


dalam pengembangan bahan baku terstandar dan bermutu yaitu rencana survei
kebutuhan dan ketersediaan nasional bahan baku obat tardisional;
2. Peningkatan kerjasama lintas sektor dalam rangka pengembangan keamanan dan
kemanfaatan obat asli Indonesia ke 7 propinsi, yaitu Sulawesi Tengah (Palu),
139

Kalimantan Barat (Pontianak), Sulawesi Selatan (Makassar), DI Yogyakarta, Jawa


Barat (Bandung), Sulawesi Utara (Menado), Jawa Timur (Surabaya) dengan target
yang diharapkan adalah keselarasan program pengembangan obat asli Indonesia
secara komprehensif dan bersifat nasional antara pusat dan daerah;
3. Pameran obat asli Indonesia dalam negeri sebanyak 6 kali di 4 propinsi yaitu
Pameran Banjarbaru Fair 2011 (Kalimantan Selatan), Palembang Expo 2011
(Sumatera Selatan), The 9th NTB Expo 2011 (Nusa Tenggara Barat), The 3th
Indogreen Forestry Expo 2011 (DKI Jakarta), Agro & Food Expo (DKI Jakarta) dan
Peringatan Hari Koperasi Nasional (HARKOPNAS) ke 64 (DKI Jakarta);
4. Pameran luar negeri obat asli Indonesia di Nanning, China pada tanggal 21 - 26
Oktober 2011;
5. Talkshow obat asli Indonesia pada Metro TV pada September 2011 sebanyak 3
episode dengan tema Mari tingkatkan mutu jamu Indonesia dengan narasumber
Dra. Kustantinah, M. App. Sc. (Kepala Badan POM) dan DR. Charles Saerang
(Ketua GP Jamu), Mari minum jamu secara baik dan benar dengan narasumber :
Drs. Ruslan Aspan, MM (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik
dan Produk Komplemen Badan POM) dan Putri Kusumawardhani (PT. Mustika
Ratu) serta Mari lestarikan budaya minum jamu dengan narasumber: Drs. Ruslan
Aspan, MM (Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplemen Badan POM) dan DR. Martha Tilaar (PT. Martina Berto);
6. Stimulasi pengembangan industri kecil obat asli Indonesia dalam menghadapi pasar
global dengan melakukan bimbingan langsung ke industri kecil obat tradisional di
daerah yaitu: Medan, Serang, Denpasar dan DI Yogyakarta;
7. Peningkatan kemampuan industri kecil obat asli Indonesia dalam menghadapi pasar
global di Denpasar tanggal 21 - 24 Maret 2011 dengan total jumlah peserta 90
orang yang berasal dari industri kecil obat tradisional di Denpasar, Medan dan
Daerah Istimewa Yogyakarta dalam bentuk simulasi serta topik materi yang
diberikan

berhubungan

dengan

berbagai

masalah

yang

dijumpai

pada

industri/industri kecil obat tradisional pada umumnya.

Berkaitan ketersediaan pedoman teknologi formulasi, ekstrak dan budidaya tumbuhan


obat, pada tahun 2011 telah dilakukan beberapa hal yaitu:
1. Pengembangan budidaya tanaman obat berbasis Ex situ (kultur Jaringan) terhadap
4 tumbuhan obat yaitu jinten hitam (Nigella sativa L.), sambiloto (Andrographis
paniculata Nees), temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) dan delima
(Punica granatum L.) dengan hasil sementara adalah kultur jaringan terhadap jinten
140

hitam, sambiloto dan delima baru sampai tahap inisiasi sedangkan untuk temu putih
dan temu mangga telah memasuki tahap multifikasi;
2. Rancangan booklet serial budidaya memuat informasi tata cara budidaya tanaman
obat dan dilengkapi informasi penanganan pasca panen, kandungan kimia dan
analisis kimia

serta penambahan foto/gambar atau

sketsa lainnya

untuk

memudahkan dalam pengaplikasiannya untuk 2 tumbuhan obat yaitu som jawa


(Talinum paniculatum Jacq Gaertn) dan sembung (Blumea balsamifera (L.) DC.);
3. Rancangan pedoman teknologi formulasi berbasis ekstrak ini berisi informasi
monografi formulasi sediaan padat dengan bahan baku berbasis ekstrak 10
tanaman obat yaitu : temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), kunyit (Curcuma
domestica Val.), sambiloto (Andrographis paniculata Nees), cabe jawa (Piper
retrofractum Vahl.), lidah buaya (Aloe vera L.), jahe (Zingiber officinale Rosc.),
kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.), jati belanda (Guazuma ulmifolia
Lamk), jambu biji (Psidium guajava L.) dan pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack.)
guna memperkaya referensi bagi pelaku industri dalam mengembangkan produk
berbasis ekstrak.

14. Riset di Bidang Obat dan Makanan

Guna menunjang kebijakan Badan POM dalam mewujudkan laboratorium Badan POM
yang modern dan handal dan memperkuat sistem regulatori pengawasan Obat dan
Makanan maka perlu dilakukan riset mutu, khasiat/manfaat dan keamanan produk obat
dan makanan yang akan digunakan sebagai masukan untuk perkuatan pengawasan
pre-market dan post-market obat dan makanan.

Pada tahun 2011, Badan POM telah melakukan berbagai kegiatan riset bekerjasama
dengan para pakar dari beberapa perguruan tinggi dan Lembaga Penelitian. Riset yang
telah dilakukan adalah sebanyak 2 paket metoda analisis tervalidasi yang terdiri dari 1
(satu) judul metoda analisa deteksi mikotoksin pada pangan dan penyusunan metoda
analisa bahan berbahaya dalam kosmetik (20 judul).

Riset mutu, khasiat, dan manfaat produk terapetik termasuk NAPZA, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, PKRT, dan keamanan pangan melalui riset, survei, kajian
dan monitoring obat dan makanan yang didiseminasikan sebagai berikut :

141

1. Riset iritasi kulit secara in vitro terhadap kosmetik;


2. Riset toksisitas akut formula jamu yang digunakan di sarana layanan kesehatan
pemerintah;
3. Riset isolasi / produksi Senyawa marker;
4. Riset profil kromatogram/ fingerprint tanaman obat bahan alam;
5. Riset disolusi terbanding obat copy;
6. Riset efek mutagenik terhadap formula jamu yang digunakan di sarana layanan
kesehatan pemerintah (sebagai adjuvan obat kanker dan sebagai obat penyakit
degeneratif dan infeksi);
7. Kajian dan penelusuran mikroba patogen penyebab keracunan pada pangan;
8. Uji profisiensi DNA babi.
Riset kebijakan termasuk kajian risiko yang berkaitan dengan pengawasan di bidang
obat dan makanan yaitu kajian dan penelusuran mikroba patogen penyebab keracunan
pangan dan melakukan konsultasi riset yang merupakan wadah mengumpulkan berbagai
isu terkini terkait pengawasan di bidang obat dan makanan sebagai berikut :
1. Konsultasi

Riset

Nasional

kromatogram/Fingerprint

dalam

rangka

Tanaman

Penyusunan

Obat

Indonesia

draft

buku

(Atlas

Profil
Profil

kromatogram/Fingerprint Tanaman Obat Indonesia);


2. Persiapan Pelaksanaan Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)Jejaring Keamanan Pangan Nasional (JKPN);
3. Draft Pedoman uji Toksisitas Non Klinik Secara Invitro.

Disamping hal tersebut diatas, Badan POM juga melakukan peningkatan kerjasama
dan networking dengan lintas unit dan institusi termasuk diseminasi hasil riset di bidang
obat dan makanan dalam bentuk
mengadakan seminar sehari

publikasi dan pertama kalinya Badan POM

yang berjudul Peran Riset Obat dan Makanan dalam

menunjang Kebijakan Pengawasan Obat dan Makanan. Hasil riset dipublikasikan baik
internasional maupun nasional agar informasi hasil riset dapat diketahui dan
dimanfaatkan

oleh

berbagai

pihak

yang

membutuhkannya,

sekaligus

dapat

memperkenalkan Pusat Riset Obat dan makanan (PROM) sebagai institusi riset yang
dimiliki oleh Badan POM.

142

Publikasi Internasional
Oral Presentation
- Detection of Salmonella Typhimurium in Pasteurized Milk and Fried
RiceUsingReal Time Polymerase Chain Reaction(the 4th

International

Seminar of Indonesia Society for Microbiology and IUMS-ISM Outreach


Program in Food Safety Indonesian Microbial Resources: Diversity and
Global Impact- FK Udayana Bali);
- Phytochemical Study from Piper retrofractum Vahl. Fructus for
Standardizing

Traditional

Medicine

Extract

(10thAsia

Pacific

Pharmaceutical Symposium, Yogyakarta);


- Fingerprint Study of Orthosiphon stamineus Benth. For Standardization
of Traditional Medicine Extract (Seminar Natural Product for cancer
Chemoprevention, Univ. MuhammadiyahPurwokerto).
Poster Presentation
- Combination of Selaginella deoderleinii Hieron and doxorubicin to
inhibit proliferation of T47D breast cancer cell lines (Roma Italy);
- Mutagenicity assay of jamu by Ames MPF Method (Acara Seminar
Diseminasi Hasil Riset PROM-Jakarta);
- Fingerprint Study of Guazuma ulmifolia Lamk. Leaves for Standardizing
Traditional Medicine Extract (The 2nd International Conference on
Pharmacy and Advanced Pharmaceutical Sciences, UGM-Yogyakarta);
- Fingerprint Study of Foeniculum vulgare Mill. For Standardization of
Traditional Medicine Extract (The 2nd International Conference on
Pharmacy and Advanced Pharmaceutical Sciences, UGM-Yogyakarta);
- Phytochemical

Study

from

Sonchus

arvensis
th

Standardizing Traditional Medicine Extract (59

L.

Leaves

for

International Congress

and Annual Meeting of the Society for Medicinal Plant and Natural Product
Research, Antalya, Turki, 4 - 9 September 2011);
- Isolation and Identification of P-hydroxybenzaldehide from Bambusa
vulgaris Schard. Shoots as A Marker Compound for Standardization of
Traditional Medicine(14th Asian Chemical Congress (14ACC), Contempory
Chemistry for Sustainability and Economic Sufficiency, Bangkok, Thailand,
5 - 8 September 2011);
- Fingerprint Zingiber officinale (Wild.) Rusc. var rubrum Rhizome for
Standardizing Traditional Medicine Extract (International Conference on
Natural Products- IOI Resort Putrajaya , Malaysia).
143

Publikasi Nasional
Presentasi Oral
- Analisis Cemaran Logam Berat pada Makanan Khas Daerah dengan
Menggunakan SSA (Spektrofotometri Serapan Atom);
- Skrining Efek Antineoplasma dari Tanaman Obat;
- Produksi Senyawa Rhein dari Akar Kelembak (Rheum officinale Baill);
- Profil Kromatogram (Fingerprint) Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
sebagai Dasar Standardisasi Ekstrak Obat Bahan Alam;
- Standardisasi Senyawa Marker Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana).
Presentasi Poster
- Metode Uji Iritasi Kulit Secara In Vitro;
- Riset Toksisitas Akut Terhadap Formula Jamu Yang digunakan di Sarana
Layanan Kesehatan Pemerintah;
- Efek Mutagenik Ekstrak Kering Daun Ungu (Graptophyllum pictum L.griff)
dengan Metode Ames;
- Studi Profil Kromatogram Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.)
sebagai Dasar Standardisasi Obat Bahan Alam;
- Studi Profil Kromatogram/Fingerprint Rimpang Lengkuas sebagai Dasar
Standarisasi Ekstrak Tanaman Obat Bahan Alam.

15. Pengujian di Bidang Obat dan Makanan


Pengujian laboratorium merupakan tulang punggung penyelenggaraan pengawasan obat
dan makanan. Peranan laboratorium adalah memberikan dukungan bukti ilmiah terhadap
pengawasan obat dan makanan baik pada tahap pre-market maupun post-market.
Laboratorium Badan POM diharapkan mampu mengawasi setiap produk obat dan
makanan yang beredar di Indonesia, baik produk yang diproduksi oleh industri lokal
maupun produk yang diimpor. Laboratorium Badan POM yang tersebar di seluruh
Indonesia harus dapat dikembangkan sebagai jaringan laboratorium nasional yang
handal dan memiliki kompetensi internasional. Untuk menjadikan laboratorium Badan
POM sebagai laboratorium yang modern dan andal, perlu dilakukan revitalisasi dan
pengembangan laboratorium Badan POM. Beberapa komponen yang perlu ditingkatkan
diantaranya adalah peningkatan penerapan Good Laboratory Practices (GLP) terkini,
perkuatan jejaring laboratorium, serta dukungan pengadaan alat laboratorium yang
canggih dan terkini sehingga dapat menunjang pengujian obat dan makanan yang
semakin bervariasi dengan menggunakan teknologi mutakhir. Tidak kalah penting adalah
unsur sumber daya manusia serta dukungan teknologi informasi dan komunikasi.
144

Beberapa tahapan dalam penyusunan Renstra Pengembangan SisLabPOM adalah


analisis lingkungan strategis, inventarisasi tuntutan kemampuan uji laboratorium masa
depan, pengelompokan peran atau keahlian uji laboratorium di dalam Sistem
Laboratorium Badan POM (SisLabPOM), penyusunan standar kompetensi tertentu untuk
tiap peran atau keahlian laboratorium, analisis SWOT terhadap Lingstra setiap Balai
Besar/Balai POM, penyusunan grand design SisLabPOM, pelaksanaan gap analysis,
dan penyusunan roadmap pengembangan SisLabPOM.

Pada bulan Februari 2011 telah diselesaikan penyusunan program pengembangan


laboratorium Badan POM RI tahun 2010 2025. Selain itu, telah disusun kriteria dan
penunjukan bakal calon laboratorium unggulan dan laboratorium rujukan berdasarkan
kriteria yang ditetapkan. Penyusunan program ini telah dimulai dari tahun 2009, namun
sampai saat ini belum ditentukan Balai Besar/Balai POM yang akan menjadi laboratorium
unggulan dan laboratorium rujukan. Standar dan kriteria laboratorium rujukan dan
laboratorium unggulan sebagaimana tercantum pada Lampiran 1.

Beberapa elemen terkait revitalisasi dan pengembangan laboratorium adalah:


a. Pembinaan Mutu Laboratorium.
Assessment Sistem Mutu Balai Besar/Balai POM
Tujuan

pelaksanaan assessment

oleh

PPOMN adalah untuk menjamin

laboratorium Balai Besar/Balai POM mampu menjalankan sistem manajemen


mutu sesuai standar SNI ISO/IEC 17025:2008, menerapkan sistem mutu secara
konsisten dan berkesinambungan. Pada tahun 2011 telah dilaksanakan
assessment di 13 Balai Besar/Balai POM, yaitu : Medan, Semarang, DKI Jakarta,
DI Yogyakarta, Bandung, Manado, Kendari, Banjarmasin, Palu, Kupang,
Mataram, Ambon, dan Jayapura. Secara umum, laboratorium pengujian Balai
Besar/Balai POM telah menerapkan sistem manajemen mutu sesuai

SNI

ISO/IEC 17025:2008, tetapi masih diperlukan peningkatan dalam hal konsistensi


penerapannya terutama pada elemen metode pengujian, peralatan, pengendalian
dokumen, rekaman mutu maupun teknis, serta pelaporan hasil. Pada saat
assessment juga dilakukan verifikasi data jumlah peta kemampuan dan ruang
lingkup akreditasi serta verifikasi data peralatan utama yang

masih berfungsi

maupun rusak di Balai POM.

145

Forum diskusi teknis pengujian laboratorium


PPOMN menjembatani forum diskusi teknis pengujian laboratorium yang
melibatkan penyelia dan Manajer Mutu atau Manajer Administrasi dari Balai
Besar/Balai POM di seluruh Indonesia yang terbagi menjadi 5 kelompok yaitu
Kelompok

Terapetik;

Kelompok

Obat tradisional,

Kosmetik dan

Produk

Komplemen; Kelompok Pangan; Kelompok Mikrobiologi (khusus Endotoksin); dan


Kelompok Jaminan Mutu dan Administrasi. Kegiatan ini menghasilkan Protokol
Validasi/Verifikasi Metode Analisis sesuai bidang pengujian, Pedoman (SOP),
dan evaluasi serta tindak lanjut permasalahan berkenaan dengan jaminan mutu
dan administrasi laboratorium di lingkungan Badan POM.
Bimbingan teknis untuk 4 Balai POM baru
Sebagai laboratorium pusat rujukan yang membina semua laboratorium di
lingkungan Badan POM, PPOMN berkewajiban membimbing Balai/Balai Besar
POM dalam pelaksanaan pengujian, terutama Balai POM baru. Pada tahun 2011,
PPOMN telah melaksanakan bimbingan teknis untuk 4 (empat) Balai POM baru.
Bimbingan diberikan dalam pelaksanaan verifikasi Metode Analisis (MA) sebagai
persyaratan untuk memasukkan ruang lingkup pengujian pada proses akreditasi,
penerapan cara berlaboratorium yang baik, persiapan teknis untuk akreditasi, dan
penerapan kesehatan keselamatan kerja (K3).

Metodologi dan pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi:


sosialisasi persiapan dokumen teknis dalam rangka persiapan akreditasi,
inventarisasi

ketersediaan dokumen teknis yang

dipersyaratkan

ISO/IEC

17025:2008, diskusi permasalahan yang ditemui dalam penyiapan dokumen


teknis, pelatihan pengujian, dan konsultasi mengenai verifikasi MA, penerapan
good laboratory practices (GLP) dan K3.
Bimbingan Akreditasi untuk 4 Balai POM baru.
Tujuan yang ingin dicapai adalah 4 Balai POM baru terakreditasi dan
menjalankan sistem manajemen mutu sesuai standar SNI ISO/IEC 17025 : 2008,
mampu membuat dokumen mutu dan menerapkan sistem mutu secara konsisten
dan berkesinambungan. Diharapkan dalam waktu 3 (tiga) tahun, 4 Balai POM
baru telah terakreditasi.

146

Metodologi dan pendekatan yang digunakan berupa sosialisasi, konsultasi sistem


manajemen mutu dan teknis, workshop atau pertemuan internal, pengamatan
melalui kunjungan lapangan, bimbingan teknis dan dokumentasi. Pada tahun
2011, bimbingan akreditasi hanya dilaksanakan di Balai POM Pangkal Pinang
yang dinilai paling siap diajukan untuk diakreditasi oleh Komite Akreditasi
Nasional (KAN).
Kaji ulang manajemen.
Untuk menjaga penerapan sistem manajemen mutu sesuai dengan pedoman
ISO/IEC 17025 : 2005 dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
Manajer Puncak harus melaksanakan kaji ulang manajemen minimal satu kali
dalam setahun. Pada tanggal 22 - 24 Desember 2011 telah dilaksanakan Kaji
Ulang Manajemen PPOMN yang dihadiri oleh sekitar 45 orang yang terdiri dari
Manajer Puncak, Manajer Teknis, Manajer Adminstrasi, Manajer Mutu, Penyelia,
Penanggung jawab kegiatan, dan Kelompok Jaminan Mutu.
Kalibrasi Alat Lab. Balai/Balai Besar POM dan PPOMN.
Pada tahun 2011, PPOMN telah melaksanakan kalibrasi alat di 30 Balai
Besar/Balai POM. Jumlah alat yang dikalibrasi adalah 1635 item, terdiri dari alat
laboratorium sebanyak 1209, dan alat gelas sebanyak 426 item. Tujuan dilakukan
kalibrasi alat laboratorium adalah untuk memastikan bahwa alat laboratorium
masih berfungsi sesuai peruntukan dan fungsinya.
Pre assessment tim WHO-HQ.
Pada bulan Februari 2011, Bidang Produk Biologi menerima tim WHO-HQ dari
Switzerland, Geneva yang terdiri dari Dr. Lahouari Belgharbi, Dr. Alireza KhademBroojerdi, dan Dr. Laszlo Palkonyay dalam rangka persiapan assessment WHO
(NRA Assessment) tahun 2012.
Uji Profisiensi
PPOMN menjadi provider uji profisiensi yang mencakup uji homogenisasi, uji
stabilitas, rekapitulasi hasil uji, pengolahan data dan statistik yang diikuti oleh
laboratorium Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia, Laboratorium Pusat
Riset Obat dan Makanan (PROM) dan Laboratorium Forensik POLRI. Serta,
menjadi provider dalam studi kolaborasi calon baku regional vaksin mOPV tipe 1.
147

Berikut Data uji profisiensi yang diselenggarakan oleh PPOMN selama tahun 2011:
Topik Uji Profisiensi
Penetapan
Kadar
Triklokarban
dalam
Produk Kosmetik
Identifikasi
Bahan
Kimia Obat dalam
Jamu Pegel Linu
Penetapan
Kadar
Nipagin dan Nipasol
dalam Kecap secara
KCKT

Penetapan Endotoksin
Bakteri Infus NaCl
0,9%

Uji
Identifikasi
Enterobacter
(Chronobacter)
sakazakii dalam Susu
Bubuk

Peserta

M
21 lab

4
lab

3
lab

13
lab

10 lab

- 30 Balai Besar/Balai POM


- PPOMN
30 Balai Besar/Balai POM

30 Balai Besar/Balai POM

17 Lab Badan POM yang sudah


terakreditasi
yaitu
:
Ambon,
Bandung, Denpasar, DI Yogjakarta,
DKI, Jayapura, Kupang, Lampung,
Makasar, Manado, Medan, Padang,
Palembang,
Palu,
Pontianak,
Semarang, Surabaya
- 26 Balai Besar/Balai POM
- PPOMN

2
lab

1
lab

Hasil
TM
7
lab

P
3
lab

81,67%

10,83%

7,50%

7 lab

2 lab

7 lab

Keterangan

Sebagai
bahan
evaluasi
dan
feedback
untuk
perbaikan
laboratorium, peserta Laboratorium
yang mendapat hasil tersebut diminta
untuk
melakukan
investigasi
permasalahan/ketidaksesuaian dan
melaporkan hasil investigasi serta
tindaklanjut
perbaikan
(terutama
untuk laboratorium dengan hasil
outlier)
Terdapat 1 laboratorium yang tidak
mengirimkan hasil.

24 lab

Keterangan :
B : Baik, C : Cukup, K : Kurang, M : Memuaskan, TM : Tidak Memuaskan, P : diperingati, T : dipertanyakan, O : Outlier

148

PPOMN mengikuti uji profisiensi dengan partisipan Bidang Produk Terapetik dan
Bahan Berbahaya sebanyak 3 kali, Bidang Pangan sebanyak 4 kali, Bidang Obat
Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplimen sebanyak 1 kali, Bidang Produk
Biologi sebanyak 2 kali, Bidang Mikrobiologi sebanyak 3 kali dan Laboratorium
Bioteknologi sebanyak 3 kali.

b. Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan.


Dalam melaksanakan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan, PPOMN
menerima sampel absah/rujuk dari Balai Besar/Balai POM sejumlah 448 sampel yang
diuji di Laboratorium Kosmetik (25 sampel), Obat Tradisional (38 sampel), Rokok
(134 sampel), Mikrobiologi (29 sampel), Bioteknologi (2 sampel), Narkoba (9 sampel),
Terapetik (95 sampel), Pangan (66 sampel), Alkes (20 sampel), dan Vaksin (30
sampel).

c. Penyediaan Sarana dan Prasarana Laboratorium.


Penyediaan Baku Pembanding
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pengujian di seluruh laboratorium di
lingkungan Badan POM, PPOMN membuat baku pembanding. Pengadaan bahan
baku selama tahun 2011 sejumlah 67 macam bahan, seperti tercantum pada
lampiran 2. Baku primer diperoleh dari berbagai sumber yaitu: European
Pharmacopeia (European Pharmacopeia Reference Standard/EPRS); United
State Phamacopeia (United State Phamacopeia Reference Standard/USPRS);
Dr. Ehrenstorfer; Fluka; Cerilliant; dan TLC. Total pengadaan baku primer
sejumlah 76 macam seperti tercantum pada lampiran 3. Pengujian baku
pembanding sesuai dengan ISO Guide 34 harus melalui uji kolaborasi dengan
beberapa laboratorium lain. Oleh karena itu maka disusun program uji kolaborasi
yang melibatkan 10 Balai Besar POM yaitu BBPOM di DKI, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Mataram, Makasar, Banjarmasin, dan di
Padang. Kolaborasi dilakukan untuk penetapan kadar baku pembanding,
sedangkan identifikasi dan uji kemurnian dilakukan oleh PPOMN. Setelah
pendistribusian baku pembanding selama tahun 2011, persediaan akhir baku
pembanding sejumlah 264 macam, dengan rincian tercantum pada lampiran 4.

149

Gambar 61
REKAPITULASI DISTRIBUSI BAKU PEMBANDING
TAHUN 2011

4211
Balai
Swasta
378

Bidang

310

Gambar 62
DISTRIBUSI BAKU PEMBANDING KE BALAI BESAR/BALAI POM
TAHUN 2011

300

272
252

250
200
150
100

59

77

116121 126
96 96 97 98 108 108
86 86 90

221
190 190 196
165171 171 171
146153
133 134 139 142

50
0

Penyediaan Metode Analisis (MA)


Sejak tahun 1979, PPOMN telah mengembangkan dan melakukan validasi MA
yang digunakan oleh seluruh laboratorium di lingkungan Badan POM. Kegiatan
pembuatan MA terdiri dari beberapa tahap yaitu:
Pembuatan dan pembahasan protokol uji bersama narasumber.
Validasi dan verifikasi MA.
Sidang Pembahasan dan pleno hasil validasi MA.
Finalisasi pembuatan dan distribusi buku MA.

150

Pada tahun ini, pembahasan hasil validasi MA sebanyak 62 judul (tercantum


pada lampiran 5 yang terbagi atas 7 judul MA dari Bidang Produk Terapetik dan
Bahan Berbahaya, 13 judul MA dari Bidang OT, Kosmetik dan Produk
Komplimen, 16 judul MA dari Bidang Pangan, 10 judul MA dari Bidang
Mikrobiologi, 8 judul MA dari Bidang Produk Biologi, 5 judul MA dari Laboratorium
Bioteknologi dan 3 judul MA dari Laboratorium Hewan Percobaan. Selain MA
tersebut, beberapa bidang di PPOMN juga membuat MA tambahan sebanyak 14
judul MA dalam rangka penambahan ruang lingkup pengujian untuk akreditasi di
Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya, 17 MA Kosmetik dalam rangka
harmonisasi ASEAN di Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk
Komplimen, dan 6 MA di Bidang Mikrobiologi.
Produksi dan Pengadaan Hewan Percobaan
Hewan yang diproduksi ada 3 species yaitu Mencit (Mus musculus, ddY), Tikus
(Rattus novergicus, SD) dan Kelinci (Oryctolagus cuniculi, JW). Produksi Hewan
tersebut disesuaikan dengan kebutuhan pengujian dan permintaan eksternal.
Jumlah produksi dan total pemakaian hewan percobaan tercantum pada tabel
berikut ini.
Tabel 20
PRODUKSI/PENGADAAN HEWAN PERCOBAAN
TAHUN 2011

Jenis
No

Hewan
Percobaan

Produksi
tahun

Pemakaian

2011/

tahun 2011

Pengadaan

Prosentase

Jumlah Hewan

Hewan yang

Percobaan

Terpakai

per akhir

untuk

Desember

Pengujian

2011

Mencit I

39.107

9.380

23,99

Mencit II

7.720

2.359

30,56

Mencit III *

300

300

100,00

Tikus

4.096

2.368

57,81

440

Kelinci

188

69

36,70

173

Marmut*

225

225

100,00

1.981

*Pengadaan Hewan Percobaan dari Pihak Eksternal


Penghitungan per 16 Desember 2011

151

d. Pengembangan SDM pengujian obat dan makanan.


Meningkatkan kompetensi SDM pengujian, dilakukan pelatihan internal dan
eksternal baik dalam maupun luar negeri bagi personel penguji. Pelatihan di
dalam negeri sejumlah 87 kali yang diikuti oleh 167 orang. Pelatihan di luar negeri
sejumlah 51 kali yang diikuti oleh 59 orang.
Pelatihan K3 bagi staf laboratorium di 16 Balai Besar/Balai POM, yaitu BBPOM di
Banda Aceh, Bandar Lampung, Denpasar, Makassar, Manado, Medan, Padang,
Pekan Baru, Pontianak, dan BPOM di Ambon, Palu, Kupang, Batam, Gorontalo,
Pangkal Pinang, dan Serang.
Sosialisasi pedoman uji kompetensi tingkat pratama bagi 17 Balai Besar/ Balai
POM dengan materi kimia yang terdiri dari pengujian secara volumetri ( bidang
Terapetik dan Bahan Berbahaya), KLT (bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan
Produk Komplimen), dan spektrofotometri (Bidang Pangan). Sedangkan untuk
materi mikrobiologi yaitu Uji Angka Lempeng Total (ALT).
PPOMN telah menyusun 8 modul pelatihan untuk tingkat Madya B dan 2 SOP
yang ditujukan kepada pelatih dan calon pelatih untuk dipelajari, dipahami dan
disampaikan kepada peserta latih di dalam kegiatan pelatihan.
Pelatihan dasar tingkat pratama A bidang kimia, biologi dan mikrobiologi yang
diikuti 29 staf, 18 observer, dan 20 instruktur dari PPOMN yang diselenggarakan
pada tanggal 20 21 Juli 2011. Materi Pelatihan Bidang kimia meliputi: cara
menimbang yang baik, cara penanganan sampel, dasar-dasar volumetri, titrasi
asam basa, titrasi argentometri, titrasi oksidasi-reduksi, titrasi kompleksometri,
pengetahuan tentang cara berlaboratorium yang baik, teknik pemisahan secara
ekstraksi, destilasi, sentrifugasi dan destruksi, penetapan kadar air secara
destilasi, pengenalan dan perawatan alat laboratorium analitik, pengenalan acuan
metode pengujian, penetapan bobot jenis, penetapan indeks bias, penetapan
jarak lebur atau suhu lebur, penetapan pH, penetapan rotasi optik, uji waktu
hancur dan Analisis data dengan statistik dasar. Materi Pelatihan Bidang Biologi
dan Mikrobiologi meliputi: dasar-dasar GLP di laboratorium Biologi dan
Mikrobiologi, validasi dan verifikasi di laboratorium Biologi dan Mikrobiologi, serta
pengujian berbasis DNA.
Pelatihan pembuatan baku kerja untuk pihak ketiga (industri farmasi) yang
diselenggarakan pada tanggal 19-23 September 2011 di Laboratorium Bahan
Baku Pembanding-PPOMN, yang diikuti oleh 15 peserta dari berbagai industri
farmasi dari Jakarta, Bogor, Bandung, Solo, Semarang dan Sidoarjo. Materi
pelatihan meliputi kuliah sehari yang disampaikan oleh 2 narasumber yaitu Prof.
152

Dr. Slamet Ibrahim, DEA, Apt. dari Sekolah Farmasi- ITB dan Dra. Anny
Sulistiowati, Apt. dari PPOMN.
Pelatihan On The Job Training terhadap CPNS atau PNS dari 5 Balai POM pada
tanggal 5 - 16 Desember 2011 di PPOMN dengan 2 narasumber dan diikuti oleh
27 peserta yang terdiri dari 21 peserta Balai POM (Balai POM di Batam, Balai
POM di Serang, Balai POM di Pangkal Pinang, dan Balai POM di Gorontalo) dan
6 peserta PPOMN.
Pelaksanaan bimbingan peserta magang sejumlah 55 orang yang terdiri dari 39
staf Balai Besar/Balai POM dan 16 Mahasiswa PKL.

16. Perkuatan Infrastruktur

a. Pengembangan SDM
Menghadapi tantangan ke depan yang semakin kompleks dan tidak dapat diprediksi,
peran dan fungsi Badan POM perlu dioptimalkan. Badan POM harus senantiasa
melakukan penguatan internal yang mencakup infrastruktur dan SDM sebagai
intangible asset organisasi. Pembangunan dan pengembangan SDM harus dijadikan
fokus utama dengan perencanaan, pengembangan, serta pendayagunaan SDM yang
baik dan konsisten. Pengembangan SDM selain berdimensi pada profesionalisme,
juga mencakup nilai-nilai etos kerja, etika dan kejujuran. Seiring dengan itu,
peningkatan beban kerja Badan POM berimplikasi pada peningkatan kebutuhan SDM
yang sesuai, baik kualifikasi maupun jumlahnya. Jumlah SDM Badan POM tahun
2011 sebanyak 3.650 orang yang tersebar baik di Badan POM pusat serta di Balai
Besar/Balai POM seluruh Indonesia.

Selama tahun 2011 telah dilakukan berbagai kegiatan pengembangan SDM


menyangkut peningkatan kapabilitas dan kompetensi melalui pendidikan dan
pelatihan, antara lain Diklat PIM II sebanyak 2 orang, Diklat PIM III sebanyak 15
orang, dan Diklat PIM IV sebanyak 48 orang.

Di bidang teknis/manajemen telah dilatih sebanyak 1.026 orang, serta pendidikan


lanjutan sebanyak 70 orang yang terdiri dari 15 orang tugas belajar di Luar Negeri
dan 55 orang tugas belajar di Dalam Negeri.

Selain itu, telah dilakukan pula kegiatan kerjasama luar negeri dalam rangka
peningkatan sumber daya manusia, yang meliputi meeting, training, workshop,
153

inspeksi teknis, seminar, konferensi, dan konsultasi, yang diikuti oleh 459 pejabat/
staf Badan POM baik dari pusat maupun dari Balai Besar/ Balai POM yaitu untuk
meeting (187 orang), training (138 orang), workshop (43 orang), inspeksi teknis (14
orang), seminar (27 orang), konsultasi (12 orang), studi banding (19 orang), exibition
(3 orang), simposium (9 orang), dan on duty (1 orang).

b. Pengembangan Teknologi Informasi


Sesuai dengan salah satu sasaran Grand Strategy Badan POM yaitu berfungsinya
sistem teknologi informasi yang terintegrasi secara on-line dan up-to-date dalam
pengawasan obat dan makanan, maka sejak tahun 2005, Badan POM telah
mengembangkan teknologi informasi dan komunikasi untuk menunjang kebutuhan
tugas pokok dan fungsi Badan POM.
Sejalan dengan komitmen Pemerintah RI terhadap kesepakatan di tingkat Regional
ASEAN dalam rangka pelayanan Ekspor Impor untuk menurunkan lead time, high
cost economy, meningkatkan validitas dan akurasi data serta kontrol lalu lintas
produk terhadap trans-nasional crime, illegal product, drug trafficking, maka telah
dibangun sistem NSW e-bpom.
Infrastruktur Pendukung NSW dan Website Badan POM antara lain adalah:

LAN/WAN di Badan POM dan Balai Besar/Balai POM.

Perangkat Komputer tersambung jaringan WAN.

Koneksi internet dengan bandwidth yang cukup besar.

Sistem security yang ketat.

Jaringan nasional berbasis teknologi VPN-IP MPLS yang terkoneksi ke 26


lokasi kantor Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia dan terkoneksi
layanan internet.

c. E Registration
Salah satu sasaran Reformasi Birokrasi adalah terwujudnya peningkatan kualitas
pelayanan publik kepada masyarakat. Badan POM mewujudkannya dengan
melaksanakan e-registrasi. E-registrasi dapat meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas pelayanan publik sehingga mempermudah proses namun tetap
mengutamakan perlindungan masyarakat dari produk yang berisiko terhadap
kesehatan.

154

Sesuai

dengan

master

plan

e-registration,

tahun

2011

merupakan

tahap

implementasi untuk notifikasi kosmetik dan e-registration untuk pangan low risk
secara on-line.
Notifikasi kosmetik telah diberlakukan sejak 1 januari 2011. Untuk pelaksanaan eregistrasi pangan low risk secara on-line, Badan POM telah memberikan sosialisasi
terbatas kepada anggota GAPMMI pada tanggal 15 17 Desember 2011. Eregistrasi pangan low risk telah diluncurkan pada tanggal 31 januari 2012 yang
bertepatan dengan HUT Badan POM ke-11, namun secara resmi diberlakukan mulai
tanggal 1 Maret 2012.
Berikut ini adalah master plan e-registration Badan POM :

Master Plan e-Registration

2014
2013

Im plementasi Penuh
Obat Baru

Implementasi III
2012
OT, Suplemen Makanan
Im plementasi II

2011
Sistem Administrasi Obat, Pangan High Risk
Im plementasi I
Kosmetika, Pangan
Low Risk

2010
Kosmetik (uji coba 80
stakeholder)

d. Sistem Single Sign On (SSO)


Pada tanggal 29 Desember 2011, Menteri Keuangan selaku Ketua Tim Persiapan
National Single Window (NSW) bersama para menteri dan pejabat terkait
meresmikan peluncuran sistem Single Sign On (SSO), fitur Indonesia National Trade
Repository (INTR), Penerapan Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2012 dan
Perluasan Layanan INSW di Badan POM. Sistem SSO, fitur INTR dan BTKI 2012
yang dikembangkan selama tahun 2011, adalah kelengkapan sistem NSW, yaitu
sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian
data dan informasi secara tunggal (single submission of data and information),
pemrosesan data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous
155

processing of data and information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk
pemberian izin kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision making for
custom release and clearance of cargoes). Dengan adanya SSO, maka para
eksportir, importir dan pengguna jasa pelayanan NSW lainnya akan lebih mudah
memanfaatkan semua pelayanan perizinan dan informasi secara elektronik (in-house
system) yang disediakan oleh 18 unit penerbit perizinan dalam kegiatan impor ekspor
dari 15 Kementerian/Lembaga yang terintegrasi dalam sistem NSW karena untuk
mengakses ke dalam sistem (log-in) dilakukan secara tunggal dengan menggunakan
satu users ID.

Sejak peluncuran pertama penerapan INSW pada bulan November 2007, saat ini
terdapat 9 pelabuhan laut/udara internasional di Indonesia yang menggunakan
sistem NSW, yaitu Tanjung Priok/Jakarta, Tanjung Perak/Surabaya, Tanjung
Emas/Semarang, Belawan/Medan), bandara internasional Soekarno-Hatta/Jakarta,
Pelabuhan Laut Merak Banten, Dry-port Cikarang, Bandara Juanda, dan Bandara
Halim Perdana Kusumah. Meskipun saat ini NSW baru diterapkan di 9 pelabuhan
masuk dan keluar, namun kegiatan impor ekspor di pelabuhan-pelabuhan tersebut
sudah melampaui 80% kegiatan seluruh perdagangan internasional Indonesia.

Sejak awal dimulainya pembangunan INSW pada tahun 2006, bentuk fasilitas
perdagangan yang dibangun adalah untuk memperlancar penyelesaian dokumen dan
arus barang impor ekspor. Selain itu, INSW juga dimaksudkan untuk meningkatkan
efektivitas pengawasan kegiatan ekspor impor, mulai di pelabuhan (border control),
mendukung pengawasan peredaran di pasar domestik (market control) dan
pengaduan konsumen (consumer report) untuk melindungi konsumen dan keamanan
publik. Dengan diterapkannya SSO ini juga akan semakin meningkatkan penapisan
produk-produk ilegal, termasuk produk obat dan makanan ilegal.

e. Sistem Helpdesk E-BPOM


Untuk mengatasi keluhan terhadap sistem e-bpom, Badan POM telah memberi
layanan Help Desk pada jam kerja pukul 08.00 16.30 melalui telepon (021) 4288
9117 dan (021) 4288 3309 ext. 1006. Jenis pertanyaan dikelompokkan menjadi :

Sistem e-bpom

SSO

INTR

Portal INSW
156

98% keluhan dapat diselesaikan < 2 jam dari service level agreement (SLA) 1 hari
kerja. Pertanyaan yang paling sering adalah terkait ketidakmampuan importir
menggunakan portal INSW untuk melihat apakah SKI sudah terkirim ke portal karena
belum memiliki user login.

f.

Aplikasi Sistem Informasi Pelaporan Terpadu (SIPT)


Dengan berkembangnya metode pemeriksaan, pengujian dan pemantauan iklan
yang ada di Badan POM maka sistem pelaporan yang ada saat ini yaitu Aplikasi
Sistem Informasi Elektronik (SIE) perlu diupdate untuk memudahkan pengguna.
Perubahan ini tidak hanya merubah tampilan tetapi juga merubah beberapa
karakteristik dasar dari aplikasi SIE menjadi aplikasi Sistem Informasi Pelaporan
Terpadu (SIPT).

Pada tahun 2011 telah dilaksanakan uji coba SIPT di 10 Balai Besar/ Balai POM
yaitu Balai Besar POM di Padang, Balai Besar POM di Bandar Lampung, Balai Besar
POM di Pontianak, Balai Besar POM di Mataram, Balai Besar POM di Makassar,
Balai Besar POM di Jayapura, Balai Besar POM di Bandung, Balai POM di Jambi,
Balai POM di Kupang, dan Balai POM di Ambon.

g. Pengembangan dan Penerapan QMS Badan POM


Badan POM sebagai instansi pemerintah yang
memberikan pelayanan publik terus berusaha
untuk melakukan perbaikan mutu pelayanannya.
Salah satu upaya yang dilakukan Badan POM
adalah

mengembangkan

dan

menerapkan

Quality Management System (QMS) - Sistem


Manajemen

Mutu,

untuk

menjamin

mutu

pelayanan yang diberikan kepada masyarakat


secara konsisten dengan peningkatan yang berkesinambungan. Sampai saat ini,
Badan POM telah menyusun 94 Standard Operational Procedure (SOP) dan 5.956
Instruksi kerja (IK). Penerapan QMS di Badan POM secara resmi telah dimulai pada
tanggal 10 Oktober 2011 yang diikuti dengan penyelenggaraan pelatihan auditor
internal Badan POM pada tanggal 1 - 5 November 2011. Peserta yang berhasil lulus
sebagai auditor internal Badan POM adalah sebanyak 196 orang. Pada tanggal 28 30 November 2011, para auditor tersebut telah melaksanakan audit internal sebelum
157

Badan POM diaudit oleh auditor eksternal yaitu PT United Registrar of System di
awal Januari 2012.

Pada tanggal 31 Januari 2012, Badan POM telah menerima 54 sertifikat ISO
9001:2008 untuk 53 unit kerja di pusat dan seluruh Balai Besar/Balai POM serta 1
sertifikat induk untuk Badan POM.

Piramida Dokumentasi QMS yang terstruktur dalam hubungan


hierarkis

5 tahap Kegiatan QMS


1.
2.
3.
4.
5.

Tahap identifikasi
Tahap Analisis
Tahap Perencanaan dan Pengembangan
Tahap Implementasi
Tahap Pemeliharaan dan Peningkatan

h. Perpustakaan
Perpustakaan Badan POM terintegrasi dengan pustaka pada unit-unit di lingkungan
Badan POM. Pengunjungnya selain pegawai Badan POM sendiri juga terbuka untuk
umum, seperti dari perguruan tinggi negeri atau instansi terkait yang membutuhkan.
Perpustakaan Badan POM sampai dengan akhir tahun 2011 telah memiliki koleksi
pustaka sebagai berikut :
Jenis Koleksi
Buku
Majalah
Jurnal
Kliping
Buletin
CD
Laporan
Jumlah

Jumlah Penambahan Koleksi


Tahun 2011

Jumlah koleksi
s/d Tahun 2011

420
20
40
1.440
10
3
10
1.943

2.034
57
39
9.952
25
25
45
12.177

158

Pada tahun 2011, Badan Pengawas Obat dan Makanan memiliki anggaran sebesar
Rp. 936.547.527.000,- untuk seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh jajaran Badan POM,
baik

pusat

dan

daerah.

Anggaran

tersebut

terdiri

dari

Belanja

Pegawai

Rp. 166.402.421.000,- (17,77%), Belanja Barang Rp. 507.872.984.000,- (54,23%) serta


Belanja Modal Rp. 262.272.122.000,- (28,00%); dan tersebar untuk 9 Kantor Satker Pusat
Rp. 478.389.594.000,- dan untuk seluruh Balai Besar/Balai POM Rp. 458.157.933.000,-.

Gambar 63
PROPORSI ANGGARAN BADAN POM PUSAT DAN BALAI
TAHUN 2011

51,08%

48,92%

Pusat

Balai

Belanja Pegawai
Belanja Pegawai Badan POM terdiri dari Belanja Pegawai untuk 9 Kantor Satker Pusat
adalah Rp. 50.714.108.000,- dan Belanja Pegawai untuk seluruh Balai Besar/Balai POM
adalah Rp. 115.688.313.000,- Realisasi Belanja Pegawai tersebut berturut-turut adalah
Rp. 50.227.465.478,- (99,04%) dan Rp. 114.544.994.559,- (99,01%).
Belanja Barang
Belanja Barang terdiri dari Rp. 339.137.324.000- untuk 9 Kantor Satker Pusat dan
Rp. 168.735.660.000,- untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasi Belanja
Barang berturut-turut adalah Rp. 224.498.796.382,- (66,20%) dan Rp. 148.525.949.676,(88,02%).
159

Belanja Modal
Belanja Modal Badan POM terdiri dari Rp. 88.538.162.000,- untuk 9 Kantor Satker Pusat dan
Rp. 173.733.960.000,- untuk seluruh Balai Besar/Balai POM. Sedangkan realisasinya
berturut-turut Rp. 71.229.566.239,- (80,45%) dan Rp. 161.495.563.144,- (92,96%).
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Selama tahun 2011, estimasi penerimaan negara Badan POM yang berasal dari PNBP
sebesar Rp. 41.535.000.000,-. Dari jumlah tersebut, realiasasi PNBP yang dapat dicapai
adalah Rp. 85.739.963.658,- atau 206,43% dari target yang ditetapkan. Sedangkan, estimasi
penggunaannya adalah Rp. 35.690.000.000,-, dengan realisasi penggunaan PNBP
mencapai Rp. 29.856.972.038,- atau 83,66%.

Gambar 64
PROPORSI ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN
TAHUN 2011

600,000,000,000
73,45%

500,000,000,000
400,000,000,000
300,000,000,000

88,73%
99,02%

200,000,000,000
100,000,000,000
0
Belanja Pegawai
Alokasi

Belanja Barang

Belanja Modal

Realisasi

160

Lampiran 1. Standar dan Kriteria Laboratorium Rujukan dan Unggulan

No
1

Aspek
Standar

Rujukan

Unggulan

a. Laboratorium terakreditasi, sesuai SNI-ISO/IEC 17025:2008.


b. Laboratorium telah menerapkan GLP secara konsisten.
c. Memenuhi Standar Peralatan/Instrumen dan Suku Cadang
Laboratorium, terutama untuk parameter pengujian yang
menjadi rujukan, baik dari jenis dan jumlah maupun
kemampuan/sensitifitas peralatan.
d. Perbekalan untuk menunjang pengujian (pereaksi, baku
pembanding, dll) harus selalu tersedia dan dipenuhi.
e. Sumber daya manusia (SDM) dipenuhi, meliputi :
- Latar belakang pendidikan : S2 Farmasi/ Pangan/
Teknologi Pangan/ Kimia/ Biologi, S1 Farmasi/ Kimia/
Teknologi Pangan/ Biologi, min. D3 Analis Kimia Pangan/
Farmasi.
- Jumlah memadai (tidak mengganggu pengujian rutin).
- Kompetensi SDM terpenuhi (telah mengikuti pelatihan
pratama, madya dan utama serta berpengalaman di
bidangnya min 5 tahun).
f. Memenuhi Standar Disain/Lay out Bangunan Laboratorium,
meliputi :
- Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Laboratorium.
- Bangunan laboratorium yang sesuai dengan alur
pengujian.
- Luas ruangan efektif dan memadai untuk pengujian.
- Kelengkapan bangunan (ruang instrumen, ruang
preparasi, ruang pereaksi, lemari asam, dll), instalasi dan
kapasitas listrik, UPS atau genset, saluran air, gas, dll
memadai.
g. Mempunyai kelebihan terkait catchment area :
- Kemudahan pengiriman sampel dari segi posisi /
jangkauan strategis, akses/jalur dan transportasi mudah.
- Mempunyai kemampuan pengujian yang lebih baik
(terhadap parameter pengujian yang menjadi rujukan)
dibanding kemampuan Laboratorium Provinsi dalam satu
catchment area.

a. Laboratorium terakreditasi, sesuai SNI-ISO/IEC


17025:2008.
b. Laboratorium telah menerapkan GLP secara konsisten.
c. Memenuhi Standar Peralatan/Instrumen dan Suku Cadang
Laboratorium, terutama untuk pengujian produk tertentu
yang menjadi unggulan, baik dari jenis dan jumlah maupun
kemampuan/sensitifitas peralatan.
d. Perbekalan untuk menunjang pengujian (pereaksi, baku
pembanding, dll) harus selalu tersedia dan dipenuhi.
e. Sumber daya manusia (SDM) dipenuhi, meliputi :
- Latar belakang pendidikan : S2 Farmasi/ Pangan/
Teknologi Pangan/ Kimia/ Biologi, S1 Farmasi/ Kimia/
Teknologi Pangan/ Biologi, min. D3 Analis Kimia
Pangan/ Farmasi.
- Jumlah memadai (tidak mengganggu pengujian rutin).
- Kompetensi SDM terpenuhi (telah mengikuti pelatihan
pratama, madya dan utama serta berpengalaman di
bidangnya min 5 tahun).
f. Memenuhi Standar Disain/Lay out Bangunan
Laboratorium, meliputi :
- Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
Laboratorium.
- Bangunan laboratorium yang sesuai dengan alur
pengujian.
- Luas ruangan efektif dan memadai untuk pengujian.
- Kelengkapan bangunan (ruang instrumen, ruang
preparasi, ruang pereaksi, lemari asam, dll) memadai.
- Instalasi dan kapasitas listrik, UPS atau genset, saluran
air, gas, dll memadai.

161

No
2

Aspek
Kriteria

Rujukan

Unggulan

a. Ruang lingkup pengujian terkait parameter pengujian yang


menjadi rujukan telah terakreditasi atau dalam persiapan
masuk ruang lingkup akreditasi.
b. Telah mengikuti uji profisiensi dan hasilnya inlier pada
parameter pengujian yang menjadi rujukan.
c. Memenuhi Standar Laboratorium Rujukan.
d. Kompetensi laboratorium sesuai tupoksi sudah terpenuhi
melalui tercapainya target pengujian rutin per tahun.
e. Metode pengujian yang digunakan sudah
divalidasi/diverifikasi serta mampu mengembangkan metode
analisis, terutama terhadap parameter pengujian yang
menjadi rujukan.
f. Mampu mengembangkan pelatihan yang berkaitan dengan
parameter pengujian yang menjadi rujukan.

a. Ruang lingkup pengujian terkait pengujian produk tertentu


yang menjadi unggulan telah terakreditasi atau dalam
persiapan masuk ruang lingkup akreditasi.
b. Telah mengikuti uji profisiensi dan hasilnya inlier pada
parameter pengujian produk tertentu yang menjadi
unggulan.
c. Memenuhi Standar Laboratorium Unggulan.
d. Kompetensi laboratorium sesuai tupoksi sudah terpenuhi
melalui tercapainya target pengujian rutin per tahun.
e. Metode pengujian yang digunakan sudah
divalidasi/diverifikasi serta mampu mengembangkan
metode analisis, terutama terhadap pengujian produk
tertentu yang menjadi unggulan.
f. Mampu mengembangkan pelatihan yang berkaitan dengan
pengujian produk tertentu yang menjadi unggulan.

162

Lampiran 2. Pengadaan Bahan Baku Tahun 2011

No.

Nama

Grade

Kemasan (g)

Jumlah

Bisoprolol Fumarate

JRS

200

Brompheniramine Maleate

JRS

200

Bupivacain HCl

JRS

200

Cetrimide

JRS

200

Chlorzoxazone

JRS

200

Chlomiphene Citrate

JRS

200

Isoxsuprine HCl

JRS

200

Ketorolac Tromethamine

JRS

200

Probenecid

JRS

200

10

Dopamine Hcl

JRS

200

11

Hyoscine Butylbromide

JRS

200

12

Lisinopril

JRS

200

13

Salbutamol Sulfate

JRS

200

14

Terbutaline Sulfate

JRS

200

15

Timolol Maleate

JRS

200

16

Triprolidine Hcl

JRS

200

17

Azithromycin Dihydrate

JRS

300

18

Rabeprazol Sodium

JRS

300

19

Levofloxacin Hemihydrate

JRS

300

20

Irbesartan

JRS

300

21

Jingga K1 (Permanent Orange)

22

Mebhydroline Napadisilate

23

BHA

24

TCI

25

PT POMALA

200

SIGMA

500

Octyl 4-Methoxycinnamate atau 2Ethylhexyl 4- Methoxycinnamate


(DEHP)

TCI

500

23

Octyl 4-Methoxycinnamate atau 2Ethylhexyl 4- Methoxycinnamate


(DEHP)

TCI

500

25

Boric acid

SIGMA

500

26

Methyl Paraben (Methyl 4Hydroxybenzoate)

SIGMA

1000

27

Nalidixic acid

SIGMA

100

28

Propyl Paraben (Propyl 4Hydroxybenzoate)

SIGMA

500

29

Sodium Metabisulfite

SIGMA

500

30

Sudan II

SIGMA

25

31

Sudan III

SIGMA

100

32

Naphtalene

SIGMA

250

163

No.

Nama

Grade

Kemasan (g)

Jumlah

33

Natrium Benzoat

SIGMA

1000

34

Sudan IV

SIGMA

100

35

Methyl Paraben (Methyl 4Hydroxybenzoate)

SIGMA

100

36

Griseofulvin micronized

Phapros

300

37

CTM

Tempo Scan Pacific

300

38

Piroksikam

Tempo Scan Pacific

300

39

Captopril

Tempo Scan Pacific

300

40

Cefalexin monohidrat

Bernofarm

300

41

Ciprofloxacin HCl

Bernofarm

300

42

Kloramfenikol

Bernofarm

300

43

Dry Vitamin A Acetat 500

Bernofarm

300

44

Piracetam

Bernofarm

200

45

Ketoprofen

Meprofarm

300

46

Guaiafenesin

Meprofarm

300

47

Ketokonazol

Meprofarm

300

48

Etambutol HCl

Meprofarm

300

49

Pyridoxin HCl

Meprofarm

300

50

Cefixime

Meprofarm

200

51

Klindamisin HCl

Nufarindo

300

52

Natrium Diklofenak

Nufarindo

300

53

Atenolol

Nufarindo

300

54

Zn PtO

Unilever Indonesia

300

55

Triklosan

Unilever Indonesia

300

56

Estazolam

Takeda Indonesia

57

Mesterolone

Sanbe Farma

50

58

Norethisterone

Sanbe Farma

50

59

Doxycycline HCl

Sanbe Farma

300

60

Setirizin HCl

300

61

Clobazam

100

62

Tetrahydrozoline HCl

Sanbe Farma
Otto
Pharmaceutical,
Indonesia
Cendo

200

63

Sulfacetamide Sodium

Cendo

200

64

Metronidazol benzoat

Harsen

20

65

Metronidazol benzoat (BK)

Harsen

66

Kanamisin Sulfat

Meiji Indonesia

200

67

Thimerosal

Biofarma

200

164

Lampiran 3. Pengadaan Baku Primer Tahun 2011

No

Nama

Grade

Cat. No.

Kemasan

Jumlah

Betahistine Mesilate

EPRS

B0990000

100 mg

Brompheniramine Maleate

EPRS

B1153000

100 mg

Clobazam Reference Spektrum

EPRS

Y0000205

n/a

Finasteride

EPRS

Y0000090

50 mg

Erythromycin ethylsuccinate

EPRS

E1500000

10 mg

Finasteride for System Suitability

EPRS

Y0000091

100 mg

EPRS

F0189900

100 mg

EPRS

Y0000266

20 mg

Flunarizine DiHCl
Flunarizine DiHCl for System
Suitability
Gramicidin

EPRS

G0550000

250 mg

10

Hyoscin butylbromide

EPRS

H1450000

20 mg

11

Hyoscin butylbromide Impurity E

EPRS

Y0000447

10 mg

12

Hyoscin hydrobromide

EPRS

H1500000

50 mg

13

Hyoscin hydrobromide Impurity B

EPRS

Y0000448

10 mg

14

EPRS

K0100000

20 mg

EPRS

N0401000

25 mg

16

Kanamycin B Sulfate
Neomycin Sulfate for microbiologycal
assay
Piracetam

EPRS

Y0000288

120 mg

17

Spiramycin

EPRS

S1100000

200 mg

18

Streptomycin Sulfate

EPRS

S1400000

100 mg

19

Tobramycin

EPRS

T1500000

250 mg

20

Ampicillin Sodium

USP

1033203

125 mg

21

BHA(butil hidroksi anisol)

USP

1083008

200 mg

22

Bisoprolol Fumarate

USP

1075757

200 mg

23

Bupicavaine HCl

USP

1078507

500 mg

24

Capreomycin Sulfate

USP

1091006

250 mg

25

Chlorzoxazone

USP

1130505

350 mg

26

Chlorzoxazone Related Compound A

USP

1130527

50 mg

27

Clonidine HCl

USP

1140407

200 mg

28

Clonidine related compound A

USP

1140418

25 mg

29

Clonidine related compound B

USP

1140429

25 mg

30

Curcumin

USP

1151855

30 mg

31

Dipyridamole

USP

1220506

200 mg

32

Gabapentin

USP

1287303

250 mg

33

Gabapentin Rel. Compound A

USP

1287325

50 mg

34

Gabapentin Rel. Compound B

USP

1287347

30 mg

35

Hyoscyamin Related Compound A

USP

1335010

10 mg

36

Hyoscyamin Sulfate

USP

1335009

125 mg

37

Ketorolac Tromethamine

USP

1356665

200 mg

38

Lidocaine

USP

1366002

250 mg

15

165

No

Nama

Grade

Cat. No.

Kemasan

Jumlah

39
40

Neostigmine Bromide

USP

1459001

200 mg

Neostigmine Methylsulfate

USP

1460000

200 mg

41

Probenezide

USP

1563003

200 mg

42

Procaine HCl

USP

1564006

200 mg

43

Promethazine HCl

USP

1570009

500 mg

44

Pyrazinamide

USP

1585006

200 mg

45

Quinine Sulfate

USP

1597005

500 mg

46

Risedronat Rel. Compound B

USP

1604632

20 mg

47

USP

1604654

200 mg

USP

1604676

25 mg

USP

1604665

10 mg

50

Risperidone
Risperidone Related Compound
Mixture
Risperidone System Suitability
Mixture
Stavudin System Suitability Mix

USP

1620220

10 mg

51

Phytonadione

USP

1538006

500 mg

52

Piperazine Citrate

USP

1541805

200 mg

53

Naphthalene

USP

1457083

200 mg

54

Dibutyl Phtalate

USP

1187080

200 mg

55

Octinoxate

USP

1477900

500 mg

56

Risedronate Sodium

USP

1604610

350 mg

57

Stavudine

USP

2949300

250 mg

58

Cycloserin

250 mg

59

3,4-Diaminobenzoic acid

E.Storfer

C12192503

0,1 g

60

Acid Violet 49

E.Storfer

C10028900

0,1 g

61

Basic Violet 1

E.Storfer

C10427100

0,1 g

62

Bithionol

E.Storfer

C10660500

0,25 g

63

Quinolin Yellow

E.Storfer

C16709700

0,25 g

64

Sudan IV

E.Storfer

C16986104

0,25 g

65

Sudan Red G

E.Storfer

C16986127

0,1 g

66

Candesartan Cilexetil

Synfine

200 mg

67

Rabeprazole Sodium

Synfine

200 mg

100 mg

100 mg

48
49

USP

68

Endosulfan sulfate

Fluka

69

alfa-Endosulfan

Fluka

70

beta-Endosulfan

Fluka

71

Amphetamin

Cerilliant

36676100MG-R
45468100MG
33385100MG
A-007

72

Methamphetamin

Cerilliant

M-009

1,0 mg/ml

73

Cerillian

M-013

1,0 mg/ml

TLC

100 mg

75

MDMA
Nor-acetildenafil
(Desmethylacetildenafil)
Thiodimethylsildenafil

TLC

100 mg

76

Thiosildenafil

TLC

100 mg

74

100 mg

1,0 mg/ml

166

Lampiran 4. Persediaan Akhir Baku Pembanding Tahun 2011

No.

Nama Baku Pembanding

Ket

Stok

No.

Nama Baku Pembanding

Ket

Stok

2-Fenoksietanol

BPFI

29

39

Betametason Valerat

BPFI

97

Acidum Aminobenzoicum

BPFI

74

40

Bisacodyl

ARS

90

Acidum Ascorbicum

BPFI

40

41

Bisacodylum

BPFI

52

Acidum Folicum

BPFI

63

42

Bisphenol A

BP

15

Acidum Mefenamicum

BPFI

83

43

Brilliant Blue G

BPFI

100

Acidum Nicotinicum

BPFI

33

44

Bromazepam

BPFI

71

Acidum Sorbicum

BPFI

205

45

Bromheksin Hidroklorida

BPFI

88

Acyclovirum

BPFI

95

46

Brown HT CI No. 20285

BPFI

75

BPFI

123

47

Buthylis Hydroxytoluenum

BPFI

242

BP

33

48

Buthylis Parabenum

BPFI

73

Aethambutoli Hydrochloridum

10

Aflatoksin campuran

11

Albendazole

ARS

40

49

Captoprilum

BPFI

59

12

Alfa Tokoferol Asetat

BPFI

75

50

Carbamazepinum

BPFI

13

Allura Red CI No. 16035

BPFI

67

51

Carmoisin

BPFI

26

14

Alopurinol

BPFI

75

52

Cefaclor

ARS

49

15

Alprazolam

BPFI

20

53

Cefadroxil

ARS

28

16

Amarant CI No. 16185

BPFI

60

54

Cefadroxilum

BPFI

47

17

Ambroxol Hydrochloride

ARS

220

55

Cefazoline

ARS

18

Amfetamin Sulfat

BPFI

56

Cefazoline Sodium

ARS

46

19

Aminotadalafil

BP

14

57

Cefradin

ARS

23

20

Amitriptylini Hydrochloridum

BPFI

63

58

Cefuroxime axetil

ARS

21

Amlodipini Besylas

BPFI

32

59

Cefuroxime Sodium

ARS

22

Amoksisilin

BPFI

109

60

Cephalexine

ARS

38

23

Amoxicillin Trihydrate

ARS

61

Cephalexinum

BPFI

118

24

Ampicilline Trihydrate

ARS

62

Chloramphenicoli Palmitas

BPFI

43

25

Ampicillinum

BPFI

93

63

Chloramphenicolum

BPFI

10

26

Artemisinin

ARS

38

64

BPFI

53

27

Artesunat

BPFI

200

65

BPFI

28

Artesunate

ARS

66

Chlorpheniramini Maleas
Chlorpromazini
Hydrochloridum
Ciprofloxacini Hydrochloridum

BPFI

128

29

Arthemether

ARS

38

67

Clindamycini Hydrochloridum

BPFI

25

30

Asam Asetilsalisilat

BPFI

103

68

Clobazam

BP

17

31

Asam Glutamat

BPFI

92

69

Clonazepamum

BPFI

53

32

Asam Salisilat

BPFI

95

70

Cloxacilline Sodium

ARS

17

33

Asesulfamum Kalicum

BPFI

63

71

Colistimethate Sodium

ARS

35

34

Aspartam

BPFI

40

72

Cortisone Acetate

ARS

35

Aspartam

BPFI

200

73

BPFI

33

36

Atenolol

BPFI

200

74

BPFI

30

37

Azitromisin Dihidrat

BPFI

200

75

Crystal Violet
Cyproheptadini
Hydrochloridum
Dapson

BPFI

59

38

Barbitalum

BPFI

80

76

Dequalinum Chloride

ARS

23

167

No.

Nama Baku Pembanding

Ket

Stok

No.

Nama Baku Pembanding

Ket

Stok

BPFI

209

BP

98

77

Dexamethasonum

BPFI

54

116

Hidrokortison asetat

78

BPFI

76

117

Histamin Dihidroklorida

BPFI

306

118

Hydroquinonum

BPFI

96

80

Dexchlorpheniramini Maleat
Dextromethorphani
Hydrobromidum
Diazepam

BPFI

124

119

Ibuprofenum

BPFI

28

81

Difenhidramin Hidroklorida

BPFI

268

120

Imipramine HCl

ARS

25

82

Diltiazem Hydrochloride

ARS

32

121

Indapamidum

BPFI

37

83

Diltiazemi Hydrochloridum

BPFI

107

122

Indometacinum

BPFI

61

84

Dimenhydrinatum

BPFI

143

123

Irbesartan

BPFI

200

85

Domperidon Maleat

BPFI

58

124

Isoniazidum

BPFI

106

86

Efedrin Hidroklorida

BPFI

118

125

BPFI

62

87

Enalapril Maleat

BPFI

81

126

BP

18

79

88

Ephineprine Bitartrate

ARS

127

Isosorbid Dinitrat
Jingga K1 (Permanent
Orange)
Kalium Diklofenak

BPFI

87

89

Epinefrini Bitartras

BPFI

50

128

Kandesartan Sileksetil

BPFI

200

90

Ethinyl Estradiolum

BPFI

150

129

Kaptopril

BPFI

200

91

Etilparaben

BPFI

101

130

Ketamin Hidroklorida

BPFI

47

92

Etionamid

BPFI

200

131

Ketokonazol

BPFI

69

93

Famotidinum

BPFI

54

132

Ketokonazol

BPFI

124

94

Fast Green FCF CI No. 42053

BPFI

83

133

Ketoprofen

ARS

103

95

Fat Brown B

BPFI

20

134

Ketoprofenum

BPFI

32

96

Fenilbutazon

BPFI

81

135

Klidinium Bromida

BPFI

82

97

Fenilefrin Hidriklorida

BPFI

84

136

Klindamisin HCl

BPFI

200

BPFI

29

137

Klopidogrel Bisulfat

BPFI

200

BPFI

200

138

Kloramfenikol

BPFI

192

100

Fenilpropanolamin
Hidroklorida
Fenilpropanolamin
Hidroklorida
Fenofibratum

BPFI

36

139

Klordiazepoksida

BPFI

70

101

Fluosinolon Asetonida

BPFI

55

140

Kloroquin Fosfat

BPFI

72

102

Furosemide

ARS

11

141

Klorpropamida

BPFI

49

103

Furosemidum

BPFI

38

142

Klotrimazol

BPFI

75

104

Gemfibrozil

BPFI

46

143

Kodein Fosfat

BPFI

91

105

Gentamisin Sulfat

BPFI

37

144

Kofein

BPFI

94

106

Glibenklamida

BPFI

99

145

Lamivudin

BPFI

97

107

Gliclazidum

BPFI

34

146

Lansoprazol

BPFI

200

108

Glimepirid

BPFI

200

147

Levonorgestrelum

BPFI

42

109

Glipizid

BPFI

99

148

Lidocaine Hydrochloride

ARS

46

110

Glukosamin HCl

BPFI

200

149

Lincomycini Hydrochloridum

BPFI

44

111

Griseofulvin

BPFI

213

150

Loperamid Hidroklorida

BPFI

44

112

Guaifenesinum

BPFI

172

151

Lopinavir

BPFI

200

113

Haloperidol

BPFI

59

152

Loratadin

BPFI

33

114

Hexachlorophenum

BPFI

128

153

Lorazepam

BPFI

30

115

Hidroklorotiazida

BPFI

93

154

Lorazepam

BPFI

200

98
99

168

No.

Nama Baku Pembanding

Ket

Stok

No.

Nama Baku Pembanding

Ket

Stok

155

Lovastatin

BPFI

250

196

Orto-fenilendiamin

BPFI

41

156

Maltitol

BPFI

200

197

Papaverin Hidroklorida

BPFI

77

157

Mannitol

BPFI

200

198

Para-Fenilendiamin

BPFI

88

158

Mebendazole

ARS

47

199

Parasetamolum

BPFI

98

159

Mebendazolum

BPFI

106

200

Penicillin G Potasium

ARS

44

160

Medroxyprogesteroni Acetas

BPFI

59

201

Pethidini Hydrochloridum

BPFI

24

161

Mefenamic Acid

ARS

124

202

Phenobarbitalum

BPFI

39

162

Melamin

BP

36

203

Pirantel Pamoat

BPFI

128

163

Menadion

BPFI

86

204

Piridoksin Hidroklorida

BPFI

196

164

Merah K3

BPFI

211

205

Pirogalol

BPFI

79

165

Mestrenolon

BPFI

200

206

Piroksikam

BPFI

219

166

Metampironum ( Antalgin )

BPFI

124

207

Ponceau 4R CI No. 16255

BPFI

65

167

Metanil Yellow

BPFI

39

208

Povidoni Iodum

BPFI

18

168

Metformin Hidroklorida

BPFI

70

209

Prednisolonum

BPFI

52

169

Methyldopa

ARS

22

210

Prednison

BPFI

49

170

Methylis Parabenum

BPFI

25

211

Prednisone

ARS

171

Methyltestosteronum

BPFI

135

212

Progesteronum

BPFI

124

172

Metilprednisolon

BPFI

44

213

Promethazine Hydrochloride

ARS

103

173

Metoklopramida Hidroklorida

BPFI

111

214

Propil Gallat

BPFI

68

174

Metoprolol Tartrate

ARS

52

215

Propiltiourasil

BPFI

86

175

Metronidazolum

BPFI

58

216

Propranololi Hydrochloridum

BPFI

112

176

Mikonazol Nitrat

BPFI

77

217

Propylis Parabenum

BPFI

136

177

Morfin Hidroklorida

BPFI

85

218

Pseudoefedrin Hidroklorida

BPFI

38

178

Naphptol Yellow S (Kuning KI)

BPFI

15

219

Pyrazinamide

ARS

300

179

Naphthol Blueblack

BPFI

31

220

Pyrimethaminum

BPFI

158

180

Naphthol Green B

BPFI

29

221

Quinidini Sulfas

BPFI

46

181

Natrii Benzoas

BPFI

85

222

Ranitidin Hidroklorida

BPFI

47

182

Natrii Cyclamas

BPFI

180

223

Reserpin

BPFI

70

183

Natrium Diklofenak

BPFI

199

224

BPFI

79

184

Neomisin Sulfat

BPFI

49

225

BPFI

44

185

Neotam

BPFI

92

226

Resorcinolum
Rhodamin B CI No. 45170
Merah K10
Rifampicin

ARS

153

186

Netilmycin

ARS

227

Ritonavir

BPFI

200

187

Nevirapin Anhidrat

BPFI

200

228

Roxithromycin

ARS

26

188

Nicotinamidum

BPFI

67

229

Saccharinum Natricum

BPFI

225

189

Nifedipin

BPFI

37

230

Salisilamida

BPFI

77

190

Nistatin

BPFI

50

231

Sefoperazon Natrium

BPFI

61

191

Nitrazepam

BPFI

82

232

Sefotaksim Natrium

BPFI

50

192

Ofloksasin

BPFI

39

233

Seftriakson Natrium

BPFI

91

193

Oksibenzon

BPFI

63

234

Setirizin Hidroklorida

BPFI

29

194

Oksitetrasiklin Hidroklorida

BPFI

80

235

Sianokobalamin

BPFI

47

195

Omeprazol

BPFI

43

236

Sibutramin Hidroklorida

BPFI

71

169

No.

Nama Baku Pembanding

Ket

Stok

No.

Nama Baku Pembanding

Ket

Stok

237

Sikloserin HCl

BPFI

200

251

Thiamin Hidroklorida

BPFI

77

238

Sildenafili Citras

BPFI

65

252

Tiamfenikol

BPFI

65

239

Simetidin

BPFI

31

253

Tolbutamide

ARS

61

240

Simvastatinum

BPFI

31

254

Tramadol Hidroklorida

BPFI

40

241

Sorbitol

BPFI

200

255

Tretinoin

BPFI

242

Sukrosa

BPFI

200

256

Triklosan

BPFI

201

243

Sulfadoxinum

BPFI

52

257

Trimethoprimum

BPFI

124

244

Sulfamethoxazolum

BPFI

38

258

Trimetoprime

ARS

17

245

Sulfisoksazol

BPFI

98

259

Triprolidini Hydrochloridum

BPFI

67

246

Tadalafil

BP

13

260

Vardenafil Hidroklorida.3H2O

BP

72

247

Tartrazine CI No. 19140

BPFI

62

261

Xilitol

BPFI

200

248

TBHQ

BP

35

262

Yohimbini Hydrochloridum

BPFI

48

BPFI

97

BP

12

249

Tetrasiklin Hidroklorida

BPFI

82

263

Zidovudin

250

Theophyllinum

BPFI

26

264

Zinc Pyriton

170

Lampiran 5. Daftar Judul MA Tahun 2011

NO

JUDUL MA

No MA

OT- KOS dan PK


1

Identifikasi Resorsinol dalam Sediaan Krem Wajah secara Kromatografi Cair


Kinerja Tinggi

04/KO/11

Identifikasi Bahan Pewarna Dilarang Sudan II (CI 12140) dalam Sediaan


Lipstik, Perona Pipi dan Perona Mata secara Kromatografi Lapis Tipis

18/KO/11

Penetapan Kadar Asam Salisilat dalam Sediaan Semi Solida secara


Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

20/KO/11

Identifikasi Bahan Pewarna Acid Orange 7 (CI 15510) dalam Sediaan Perona
Mata secara Kromatografi Lapis Tipis

21/KO/11

Identifikasi Simultan Piroksikam, Natrium Diklofenak, Ibuprofen, Fenilbutazon


dan Asam Mefenamat dalam Obat Tradisional Sediaan Cair secara
Kromatografi Cair KinerjaTinggi dengan Detektor Photo Diode Array

22/OT /11

Identifikasi Simultan Piroksikam, Natrium Diklofenak, Ibuprofen, Fenilbutazon


dan Asam Mefenamat dalam Obat Tradisional Sediaan Padat secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan Detektor Photo Diode Array

23/OT /11

Identifikasi Simultan Parasetamol, Kofein, Asam Salisilat dan Asetosal dalam


Obat Tradisional Sediaan Padat secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
dengan Detektor Photo Diode Array

24/OT /11

Identifikasi Simultan Parasetamol, Kofein, Asam Salisilat dan Asetosal dalam


Obat Tradisional Sediaan Cair secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan
Detektor Photo Diode Array

25/OT /11

9
10

Identifikasi Furosemida dan Hidroklorotiazida dalam Obat Tradisional Sediaan


Padat secara Kromatografi Lapis Tipis dan Densitometri
Identifikasi Furosemida Dan Hidroklorotiazida dalam Obat Tradisional Sediaan
Padat secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan Detektor Photo Diode
Array

26/OT /11
27/OT /11

11

Penetapan Kadar Kloramfenikol dalam Propolis Secara LC-MS/MS

28/OT /11

12

Identifikasi Progesteron dalam Obat Tradisional Sediaan Padat Secara


Kromatografi Lapis Tipis dan Densitometri

29/OT /11

13

Identifikasi Progesteron dalam Obat Tradisional Sediaan Padat secara


Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan Detektor Photo Diode Array

30/OT /11

Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya


14

Uji Disolusi Tablet Captopril

31/OB/11

15

Penetapan kadar Ketokonazol dalam krim

32/OB/11

16
17

Penetapan kadar Candesartan cilexetil dalam tablet

33/OB/11

18
19

Penetapan kadar Clopidogrel dalam tablet (kolom C18)


Penetapan kadar Ketoprofen dalam tablet
Penetapan kadar Amlodipin Besilat dalam tablet

34/OB/11
35/OB/11
36/OB/11

20

Penetapan kadar Alprazolam dalam tablet

37/BI/11

Pangan
21

Penetapan kadar Migrasi Bisphenol A pada Kemasan Pangan Plastik


Poliarbonat Secara KCKT

38/PA/11

171

NO

JUDUL MA

No MA

22

Penetapan kadar Migrasi Melamin pada Kemasan Pangan Melamin secara


KCKT

39/PA/11

23

Identifikasi Tadalafil, Sildenafil, Vardenafil Dalam Kopi Bubuk dan produknya


(TLC, konfirmasi dg LC-MS)

40/PA/11

24
25

Penetapan kadar Siklamat Dalam Minuman Ringan Secara KCKT

41/PA/11

Penetapan kadar Propil Galat dan TBHQ Dalam Minyak/Lemak Secara KCKT

42/PA/11

26
27

Penetapan kadar BHA dan BHT dalam Margarin secara KCKT

43/PA/11

Identtifikasi pewarna Ponceau 4R, Kuning FCF, Merah Alura, Karmoisin , Biu
berlian, dan Eritrosin secara Simultan dalam Makanan ringan dengan KCKT
Detektor Visible

44/PA/11

Identifikasi pewarna Ponceau 4R, Kuning FCF, Merah Alura, Karmoisin , Biru
berlian, dan Eritrosin secara Simultan dalam Makanan ringan dengan KCKT
Detektor PDA

45/PA/11

Penetapan kadar pewarna Ponceau 4R, Kuning FCF, Merah Alura, Karmoisin
dan Biru berlian secara Simultan dalam Makanan ringan dengan KCKT
Detektor Visibel

46/PA/11

Penetapan kadar pewarna Ponceau 4R, Kuning FCF, Merah Alura, Karmoisin
dan Biru berlian secara Simultan dalam Makanan ringan dengan KCKT
Detektor PDA

47/PA/11

31

Penetapan kadar Pewarna Sintetik Kuning FCF dalam Minuman Ringan dan
Sirup secara KCKT

48/PA/11

32

Penetapan kadar Pewarna Sintetik Tartrazin dalam Minuman Ringan dan


Sirup secara KCKT

49/PA/11

33

Penetapan kadar Pewarna Sintetik Merah Alura dalam Minuman Ringan dan
Sirup secara KCKT

50/PA/11

34

Penetapan kadar Migrasi Pb dan Cd dalam Simulan Asam Asetat 4% secara


Spektrofotometri Serapan Atom Nyala

51/PA/11

35

Penetapan kadar Cemaran Arsen Anorganik dalam Beras secara ICPMS

52/PA/11

36

Identifikasi Pengawet (Asam benzoat, Asam Sorbat, Metil, etil, butil dan propil
Paraben) dalam Produk Kecap secara Simultan dengan KCKT

53/PA/11

28

29

30

Mikrobiologi
37

Uji Angka Lempeng Total dalam Susu Bubuk

54/MI/11

38

Uji Angka Bacillus cereus dalam Susu Bubuk

55/MI/11

39

Uji Enterobacteriaceae dalam Susu Formula untuk Bayi

56/MI/11

40

Uji Salmonella spp dalam Jamu Bentuk Serbuk

57/MI/11

41

Uji Pseudomonas aeruginosa dalam Bahan Baku Obat Bentuk Serbuk

58/MI/11

42

Uji Escherichia coli dalam Bahan Baku Obat Bentuk Serbuk

59/MI/11

43
44

Uji Staphylooccus aureus dalam Bahan Baku Obat Bentuk Serbuk

60/MI/11

45

Uji Angka Lempeng Total dalam Bahan Baku Obat Bentuk Serbuk

62/MI/11

46

Efektivitas Pengawet dalam Kosmetik

63/MI/11

Uji Salmonella spp dalam Bahan Baku Obat Bentuk Serbuk

61/MI/11

Hewan Percobaan
47

Uji Angka Lempeng Total dalam Air Minum Hewan Percobaan

64/HP/11

172

NO

JUDUL MA

No MA

48

Uji Angka LempengTotal dalam Pakan Hewan Percobaan

65/HP/11

49

Uji Identifikasi Salmonella spp pada Hati Mencit (Mus musculus) strain ddY

66/HP/11

Produk Biologi
50

Uji Iritasi Kulit Masker

67/TO/11

51

Uji Iritasi Kulit Pengatur Rambut

68/TO/11

52

Uji Iritasi Kulit Sabun Mandi Cair

69/TO/11

53

Uji Iritasi Kulit Deodoran

70/TO/11

54

Uji Identifikasi dan Potensi Vaksin Polio Oral Monovalen Tipe 1 (mOPV1)

71/VA/11

55

Uji Stabilitas Vaksin Polio Oral Monovalen Tipe 1 (mOPV1)

72/VA/11

56

Uji Identifikasi dan Potensi Vaksin Polio Oral Bivalen Tipe 1 dan 3 (bOPV)

73/VA/11

57

Uji Stabilitas Vaksin Polio Oral bivalen Tipe 1 dan 3 (bOPV)

74/VA/11

Bioteknologi
58

Isolasi dan Purifikasi DNA dari Tahu menggunakan Kolom Silika dengan
Dapar CTAB, Dapar PB, PE dan AE

59

Deteksi Fragmen Gen Terminator NOS (Nopaline Synthase) dalam Tahu


dengan Metode PCR

76/BT/11

60

Deteksi Fragmen DNA Promotor 35s CaMV dalam Tahu Menggunakan PCR

77/BT/11

61

Amplifikasi Fragmen DNA Spesifik Kedelai (Gen Lektin) dalam Tahu dengan
Metode PCR

78/BT/11

62

Deteksi Fragmen DNA Gen Sitokrom B (Cyt B) Sapi dalam Sediaan Padat
Enzim Pencernaan dengan Metode PCR

79/BT/11

75/BT/11

173

Anda mungkin juga menyukai