A. INVAGINASI
a. Definisi
Invaginasi adalah suatu keadaan gawat darurat akut dimana suatu segmen usus masuk
kedalan lumen usus ke bagian distal sehingga menimbulkan gejala obstruksi
kemudian strangulasi usus.
b. Insidensi
Invaginasi dapat terjadi pada setiap umur, bahkan dapat terjadi saat intrauterine.
Tujuh puluh persen atau lebih terjadi pada penderita berumur dibawah 1 tahun. Umur
penderita tersering sekitar 6-7 bulan. Pria lebih sering daripada wanita.
c. Etiologi
1. Tidak jelas
2. 90%-95% invaginasi pada anak dibawah umur kurang 1 tahun tidak dijumpai
kelainan, didugak karena adanya penebalan dindng usus, khususnya dinding
ileum terminale berupa hyperplasia jaringan foliel submukosa yang diduga
sebagai akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point)
terjadinya invaginasi.
3. Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih 2 tahun) adanya kelainan usus
sebagai penyebab invaginasi seperti: inverted meckels diveticum, polip usus,
leiomioma, leiosarkoma, blue rubber bleb nevi, duplikasi usus.
4. Terjadi specific leading points yaitu berupa eosinophilik, granuloma dari ileum,
papillary lymphoid hyperplasia dari ileum hemangioma dan perdarahan
submukosa karena hemophilia atau henochs purpura. Lympasarcoma sering
dijumpai sebagai penyebab invaginassi pada anak yang berusia diatas 6 tahun.
5. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi, yang biasa timbul setelah dua
minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat gangguan peristaltic usus, disebabkan
manipulasi usus yang kasar dan lama, diseksi retroperitoneal yang luas dan
hipokssia local.
d. Patofisiologi
Suatu segmen usus berikut mesentrium atau mesekolon masuk ke lumen usus bagian
dista oleh suatu sebab. Selanjutnya adalah proses obstruksi yang tidak diketahui
penyebabnya, tetapi diduga oleh penebalan dinding usus, khususnya ileum. Penebalan
ini disebabkan oleh hipeplasia jaringan limfoid submukosa ileum terminal akibat
peradangan virus. Terjadi proses obstruksi usus strangulasi berupa rasa sakit dan
perdarahan perektal. Serangan rasa sakit mula-mula hilang timbul kemudian menetap
dan sering desertai rangsangan muntah. Darah yang keluar melalui anal merupakan
darah segar yang bercampur lendir. Proses obstruksi usus sebenernya terjadi sejak
invaginasi terjadi, tetapi manifestasi klinik obstruksi memerlukan waktu. Umumnya
setelah 10-12 jam sampai menjelang 24 jam dengann gejala dan tanda-tanda seperti
abdomen kembung dan muntah hijau atau fekal telah terjadi.
e. Diagnosis
Penemuan pemeriksaan klinis ini sangat bergantuk pada lamanya invaginasi terjadi.
1. Umumnya bayi dalam keadaan sehat, gizi baik, mungkin beberapa hari
sebelumnya terdapat peradangan saluran napas bagian atas.
2. Bayi tiba-tiba menangis seperti menahan sakit untuk beberapa menit kemudian
diam, main-main atau tidur kembali. Sering disertai rangsangan muntah. Muntah
berupa minuman atau makanan yang masuk.
3. Beberapa jam kemudian bayi defekasi disertai darah segar dan lendir. Selanjutnya
defekasi hanya darah dan lendir. Sementara gejala dan tanda-tanda obstruksi
belum tampak, pada pemeriksaan abdomen mungkin teraba massa. Bila massa
teraba dikanan atau kiri atass maka perabaan pada abdomen kanan bawah terus
kosong. Keadaan ini disebut sbagai Dances sign.
4. Pemeriksaan colok dubur terdapat darah segar serta lendir dan mungkin masih
terdapat feses pada sarung tangan.
5. Menjelang 24 jam sesudah invaginasi terjadi dapat ditemukan tada-tanda
obstruksi usus, seperti abdomen yang kembung dengan terlihat kontur dan
peristalsis usus. Muntah sudah berwarna hijau atau sudah fekal. Massa
intraabdomen sulit teraba lagi. Pemeriksaan cook dubur mungkin dapat teraba
ujung ingivant, seperti perabaan portio yang dikenal sebagai pseudoportio. Sarung
tangan hanya terdapat darah dan lendir , tidak ada feses lagi. Penderita sudah
terdapat tanda-tanda dehidrasi dan mungkin juga kenaikkan suhu.
6. Pemeriksaan radiologi dengan menggunakan enema barium. Pada foto ditemukan
gambar cupping dan coil spring.
f. Penatalaksanaan
Tindakan perbaikan keadaan umum mutlak perlu dikerjakan sebelum melakukan
tindakan apapun
1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi dan mencegah aspirasi.
2. Rehidrasi cairan elektrolit.
3. Antibiotic
4. Abat sedative/muscle relaxon/analgetika
(ECMO)
Alat
ECMO
adalah
hernia diafragmatika sebesar 42% pada era awal, menjadi sebesar 79% pada era
sekarang ini. Waktu yang tepat untuk memberikan ECMO masih kotroversial.
7. Tindakan bedah dilakukan laparotomi.
C. OMFAOKEL
a. Definisi
Disebut juga exomfalos merupakan defek dinding abdomen pada garis tengah dengan
berbagai derajat ukuran, disertai hernia visera yang ditutupi oleh memban yang terdiri
atas peritoneum dilaposan dalam dan amnion dilapisan luar serta Wharton jelly
diantara lapisan tersebut.
b. Epidemiologi
1. Defek dinding abomen (diameter >4cm) pada daerah cincin umbilikus dan
terdapat herniasiasi organ-organ abdomen yang dilapisi oleh lapisan peritoneum
dan amnion, dari rongga abdomen
2. Insidensi 1:5000 kelahiran hidup
3. 60%-70% disertai anomali ongenital lain terutama kelainan jantung dan
kromosom
c. Diagnosis
Diagnosis omfalokel cukup dengan melihat defek didaerah umbilicus dengan bagian
yang tertutup selaput tipis transparan. Dibagian dalam dapat terlihat usus, sebagian
hepar, mungkin lambung dan lien tergantung pada luas defek.
Beberapa yang perlu diperhatikan :
1. Omfalokel yang pecah mempunyai prognosis buruk
2. Omfalokel dengan diameter 5 cm atau kurang pada bayi aterm umumnya dapat
ditutup primer dan mempunyai prognosis yang baik.
3. Pemeriksaan usg pada kehamilan
Ditemukan adanya kantong hernia dan letak korda umbilikalis pada apex dari
kantong hernia. Adanya gambar kantong tersebut mengkonfirmasi diagnosis
omfalokel .
4. Pemeriksaan radiologi
Penting pembuatan foto toraks untuk melihat adanya aspiasi pneumonia,
malformasi jantung dan sebagainya.
d. Penatalaksanaan
1. Bayi dipertahankan dalama lingkungan yang hangat untuk mempertahankan suhu
tubuhnya.
2. Pemasangan sonde lambung untuk mencegah distensi lambung dan usus-usus
3. Pertahankan selaput omfalokel tetap dalam keadaan basah dan steril
1. Dalam minggu ke-10 kehidupan intrauterine sekum dan usus halus kembali ke
rongga abdominal dari saluran tapli pusat.
2. Sekum mengadakan rotasi menuju ke kuadran kanan bawah. Usus halus
mengadakan rotasi dengan aksis arteri mesentika superior dan terfiksasi pada
dinding posterior abdomen.
3. Pembentukkan pita (Ladds band) yang menyilang duodenum dari sekum yang
tidak berotasi sempurna dan menyebabkan mesenterium usus halus tidak
terfiksasi pada dinding posterior abdomen sehingga usus halus tidak bebas
bergerak dan menyebabkan volvulus
c. Epidemiologi
1. Insiden malrotasi usus terdapat pada 1 dari 500 kelahiran.
2. Hampir 75% kasus terjadi pada bayi baru lahir.
3. Sekitar 20% kasus terjadi pada usia 1 bulan sampai 1 tahun, dan sisanya muncul
pada usia lebih dari 1 tahun, yaitu pada masa anak-anak bahkan dapat terjadi pada
orang dewasa dengan insiden yang lebih kecil dibandingkan anak.
d. Diagnosis
1. Gejala dan tanda berupa gangguan pasase saluran cerna setinggi duodenum terjadi
2.
3.
4.
5.
6.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kartono, Darmawan. 2010. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Tanggerang: bagian ilmu bedah
FKUI/RSCM.
2. Shanding B. Diaphragmatic hernia. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE,
Vaughan VC, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi keempat belas.
Philadelphia: W.B. Saunders company, 2000. h. 1032-3.
3. Sanjaya, putra. 2006. Hernia Bochladek. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 4, hal 232-236. Bali:
bagian ilmu kesahatan anak. Dikutip: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/7-4-10.pdf.
4. Sato TT. Abnormal rotation and fixation of the intestine. Dalam: Wyllie R, Hyams JS,
eds. Pediatric gastrointestinal and liver disease. Edisi 4. Philadelphia: Elsevier Sauders
Company, 2006: h. 757-63
5. Pierro A, Ong EGP. Malrotation, Dalam: Puri P, Hollwarth ME, eds. Pediatric surgery.
Germany: Springer-Verlag: 2006: h. 197-202