HERNIA
PENDAHULUAN
Hernia inguinalis sudah dikenal sejak 1500 BC yang dapat ditemukan pada
patung-patung Yunani dan tulisan Mesir di mana digambarkan sebagai benjolan
pada inguinal yang timbul saat pasien batuk. Celcus, dokter bangsa Romawi,
dikatakan telah melakukan operasi hernia sekitar 50 AD.
Operasi modern hernia dimulai pada abad 19 di mana pengertian yang lebih baik
mengenai anatomi kanalis inguinalis. Pada tahun 1871 Marcy menunjukkan operasi
ligasi tinggi dari kantung yang tidak dibuka melalui cincin eksterna dan penguatan
cincin interna, yang sampai saat ini operasi ini masih digunakan. Seorang ahli bedah
Perancis, Ambroise Pare, menyatakan bahwa hernia pada anak disebabkan oleh
kelainan kongenital dan dapat disembuhkan. Sayangnya berbagai terapi konservatif
hernia inguinal tidak ada yang efektif untuk mengobati keadaan tersebut. Semua
hernia pediatrik memerlukan terapi operatif untuk mencegah terjadinya komplikasi
seperti hernia inkarserata atau strangulasi.
INSIDENSI
Di Amerika persentasi hernia inguinalis berkisar 0,8% - 4,4% Hernia ingunalis
terjadi umumnya pada tahun pertama setelah lahir, dengan puncaknya beberapa
bulan pertama. Insidensi tertinggi hernia ditemukan pada bayi prematur (16% -
25%). Semua indirek hernia terjadi karena kegagalan penutupan prosesus vaginalis
pada masa perkembangan fetus dan bayi.
Rasio pria – wanita antara 3:1 dan 10:1. Pada bayi prematur tidak terdapat
perbedaan gender yang signifikan.
Sekitar 60% hernia berada pada sisi kanan, hal ini untuk pria dan wanita. Pada
pria terjadi karena desnsus testis kanan yang terjadi lebih lambat dibandingkan yang
-1-
kiri, tetapi hal tersebut tidak menjelaskan yang terjadi pada wanita. Hernia bilateral
terjadi sekitar 10% dari seluruh kasus.
Dari riwayat keluarga ditemukan sekitar 11,5% pasien memiliki riwayat hernia
di keluarga. Pada anak kembar terjadi peningkatan sekitar 10,6% untuk kembar pria
dan wanita 4,1%.
PATOFISIOLOGI
Hernia inguinalis indirek terjadi karena kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
Prosesus vaginalis adalah invaginasi peritoneum melalui cincin interna, di mana
testis akan mengalami desensus secara retroperitoneal ke dalam skrotum pada bulan
ke 7 – 9 masa gestasi. Ketika terjadi kegagalan obliterasi prosesus vaginalis maka
akan terjadi hernia inguinalis (jika saluran cerna atau organ lainnya masuk ke dalam
prosesus) atau hidrokel (hanya cairan peritoneal). Pada wanita, kanalis Nuck sama
dengan prosesus vaginalis, dan menghubungkan dengan labia mayora. Biasanya
menutup sekitar bulan 7 gestasi.
Waktu pasti penutupan prosesus vaginalis tidak dapat dipastikan. Dari penelitian
menunjukkan 80% - 100% bayi lahir dengan patent prosesus vaginalis dan
penutupan terjadi dalam 6 bulan pertama. Setalah itu rata-rata patensi menurun
secara bertahap dan menetap pada usia sekitar 3 – 5 tahun.
Mekanisme biologis yang menyebabkan desensus testis ke kanalis inguinalis dan
terjadinya obliterasi prosesus masih belum diketahui secara pasti, tetapi
disimpulkan androgen memiliki peranan karena patensi prosesus umumnya terjadi
pada sindroama insensitif androgen, walaupun pada prosesus sendiri tidak terdapat
reseptor androgen. Dari penelitian Clarnette dan Hutson menunjukkan N.
genitofemoral dan calcitonin gene-related peptide (CGRP) berhubungan dengan
desensus testikular dan obliterasi prosesus vaginalis. Mereka menyatakan
penurunan CGRP yang dilepaskan oleh N. genitofemoral pada prenatal dapat
menyebabkan undesensus testis, yang mana penurunan pelapasan pada postnatal
dapat menyebabkan hernia dan hidrokel. Saat terjadi kegagalan obliterasi maka
akan ada kantung di mana isi abdomen dapat mengalami herniasi. Kegagalan fusi
dapat mengakibatkan timbulnya hernia inguinalis dan juga hidrokel communicating
-2-
atau noncommunicating. Pada bayi tipe hidrokel yang paling banyak ditemukan
adalah communicating. Hidrokel communicating terjadi ketika bagian proksimal
prosesus vaginalis tettap patent sehingga menyebabkan cairan dari rongga abdomen
masuk ke dalam kantung skrotum. Ketika penutupan terjadi pada bagian proksimal
tetapi cairan tetap terperangkap pada bagian distal maka terjadi hidrokel
noncommunicating.
Walaupun telah jelas patent prosesus vaginalis menjadi syarat terjadinya hernia
inguinalis tetapi hal tersebut tidak cukup dan ada faktor lain yang terlibat.
-3-
MANIFESTASI KLINIK
Biasanya hernia ingunalis ditemukan keluarga saat sedang memandikan anaknya
atau pada ahli anak yang sedang melakukan pemeriksaan. Terdapat anamnesa yang
khas yaitu benjolan yang sifatnya hilang timbul pada lipat paha skrotum atau pun
labia. Kemunculannya biasanya didahului dengan adanya tekanan intra abdomen
yang meningkat seperti saat menangis ataupun mengedan. Saat menanyakan
anamnesa adalah penting membedakan hernia dari hidrokel komunikan, undesensus
testis dan adhenopathy ingunal. Hernia dapat ditemukan saat lahir ataupun umur
beberapa minggu, bulan ataupun beberapa tahun, tetapi sebenarnya defek telah ada
saat lahir. Penting mengetahui kapan adanya hernia yang tidak memberikan gejala
atau asimptomatik, untuk menentukan kapan waktu operasi, ini bukanlah operasi
emergensi dan tidak ada larangan bagi anak untuk melakukan aktifitas. Hernia
biasanya asimptomatik, pada anak yang lebih tua biasanya hernia timbul saat
sedang melakukan olahraga.1-3
Hernia inkarserata terjadi apabila adanya usus yang terperangkap pada kantung
hernia, ada perdebatan apakah harus terperangkap hanya sampai cincin internus
atau sampai ke cincin eksternus. Walaupun dapat terjadi pada keduanya tetapi
kebanyakan telah terjadi pada cincin internus. Saat ini dapat timbul gejala nyeri dan
-4-
rasa tidak nyaman, dapat juga timbul gejala obstruksi seperti muntah obstipasi dan
distensi abdomen. Bila hernia tidak segera di reduksi dapat terjadi strangulasi, dan
terjadi gangguan pembuluh darah pada hernia yang mengalami inkarserata. Proses
ini dapat menjadi peritonitis dalam waktu 2 jam. Biasanya hernia inkarserata terjadi
pada anak usia 6 bulan dan jarang pada anak setelah 5 tahun. Hal yang perlu
diperhatikan adalah pengetahuan keluarga saat merawat anaknya dan membedakan
saat anaknya menangis apakah karena ingin diberi minum, mengompol, mengantuk
ataukah karena nyeri dan perlu dilakukan operasi (pada hernia inkarserata).3
PEMERIKSAAN
Pada pemeriksaan hernia inguinalis pasien pada posisi supine diatas tempat tidur
hangat. Pemeriksa pertama kali memperhatikan adanya benjolan dilipat paha atau
adanya ketidak simetrisan antara pubis kanan dan kiri. Pada anak laki laki testis
harus tetap berada didalam skrotum, dapat ditahan dengan jari pemeriksa yang
berada di atas skrotum untuk menghindari retraktile testis. Bila benjolan tidak
muncul maka anak dapat berdiri dan dilakukan tes valsava. Tes dapat dilakukan
dengan membuat anak mengedan ataupun menangis. Bila benjolan tetap tidak
muncul spermatik cord dapat diraba dan akan didapatkan tanda penebalan (“silk
string sign”), ini dilakukan dengan cara satu jari meraba diatas spermatik cord
setinggi tuberkulum pubikum, tanda positif apabila didapatkan penebalan
dibandingkan dengan sisi yang sehat. Pemeriksa akan merasakan seperti adanya
gesekan kain sutra dan sensasi seperti gesekan kantung plastik atau tetesan air.
Tetapi harus diingat tanda ini tidak sepenuhnya akurat. Jika benjolan masih tidak
muncul beberapa ahli bedah tetap melakukan operasi bila anamnesa khas. Namun
dengan pengetahuan orang tua yang cukup, pemeriksaan radiologis yang modern
operasi yang tidak diperlukan dapat dihindari.3
-5-
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pada kebanyakan kasus diagnosa hernia ingunalis dapat ditegakkan dengan
anamnesa dan pemeriksaan fisik, tetapi pada beberapa anak pemeriksaan radiologis
diperlukan, yang digunakan yaitu herniography, di amerika teknik ini diganti
dengan ultrasonography lipat paha. Herniography dilakukan dengan cara
menyuntikan water soluble ke intra peritoneal melalui suntikan dituntun oleh
fluoroscopy, gravitasi akan mengakibatkan kontras turun ke kantung hernia dalam
5, 10 sampai 45 menit dan terlihat digambaran radiologis. Hidrokel juga dapat
diidentifikasikan lewat cara ini dan juga dapat membedakan dengan hernia
femoralis. Tes ini juga dapat mengetahui apakah ada hernia kontralateral pada
pasien hernia inguinalis berulang yang telah dilakukan operasi. Namun pada hernia
inguinalis yang inkarserata, kantungnya sudah tertutup teknik ini dapat
mengakibatkan terjadinya perforasi, hematom intestin intramural dan reaksi alergi.3
-6-
PENATALAKSANAAN
Hernia inguinalis yang nyata tidak akan hilang secara spontan, tindakan operasi
selalu diperlukan, karena resiko tinggi terjadinya inkarserata, terutama pada awal-
awal masa infant. Telah dilaporkan bahwa resiko inkarserata 90% dapat dihindari
bila tindakan operasi dilakukan dibawah usia 1 bulan. Pengecualian pada pasien
prematur dan anak yang lebih tua dengan adanya penyakit penyerta seperti jantung
dan gangguan pernafasan.3
Anastesi
Ada bervariasi tipe anestesi, pilihannya antara lain anestesi umum, lokal, pilihan
bergantung dari keadaan pasien termasuk umur dan kelainan yang menyertai,
kebanyakan menggunakan anetesi umum dengan intubasi atau laryngeal mask.
Pada bayi dan anak yang lebih besar dengan keadaan umum sehat diberikan
anestesia umu menggunakan selang endotracheal, dan ini dinyatakan yang paling
aman. Tetapi pada bayi premature dengan masa gestasi kurang dari 36minggu dan
kurang dari 60 minggu masa gestasi ditambah masa cronological membutuhkan
jenis anestesi lain misalnya teknik regional seperti spinal ataupun epidural yang
umum nya sama efektivitas nya. Pada penelitian Cochrone database dinyatakan
tidak ada perbedaan statistik yang bermakna antara penggunaan anestesi umum dan
teknik anestesi regional, perbedaan ini antara lain termasuk apnea dan bradikardia
setelah operasi ataupun terjadinya desaturasi pada oksigen. Pada penelitian ini
dilakukan pada 108 pasien. Penanganan nyeri postoperative juga menjadi perhatian,
beberapa pusat melakukan block caudal dan di tempat lain menggunakan anestesi
lokal infiltrasi pada lapang operasi, telah dilakukan penelitian yang
membandingkan antara penggunaan bupivakain 0.25% tanpa epinefrine dan
dibandingkan dengan penggunaan block caudal, keduanya memberikan efektivitas
yang sama.3
-7-
kurang dari 41 sampai 46 minggu dari masa pasca konsepsi mempunyai riwayat
terjadinya apnea lebih besar dan memiliki resiko terjadi apnea pasca operasi.
Penelitian lain yang lebih besar mengatakan menggunakan monitoring pasca
operatif yang modern terhadap pernafasan bayi, didapatkan bahwa bayi dengan
umur 44 minggu pasca konsepsi memiliki resiko kliniks bermakna yang lebih tinggi
terjadi episode apnea pasca operasi. Pada tahun 1995 analysis dari 8 study
prospective apnea tidak berkurang 1% (95% pada angka statistiknya) sampai 56
minggu pada bayi prematur 32 minggu dan sampai minggu ke 54 pada bayi
prematur 34 minggu. Pada suatu penelitian dipilih untuk menunggu sampai umur
60 minggu setelah waktu pasca konsepsi.3
Waktu Operasi
Kebanyakan dokter bedah mengoperasi segera setelah diagnosis hernia.
Tindakan ini dapat membuat komplikasi reduksi hernia semakin kecil dan karena
tindakan ini dapat dilakukan menggunakan anestesi modern yang aman, untuk bayi
bayi prematur kebanyakan dokter bedah baru akan mengoperasi setelah berat bayi
mencapai berat 2 kg. Ini berkontraindikasi sampai sebelum 1996 karena saat itu
hanya 33% dokter bedah yang berani mengoperasi bayi prematur. Salah satu
komplikasi dari operasi pada bayi prematur adalah angka rekurensi yang lebih
tinggi. 3
-8-
karena cincin ekternal dari kanalis berada di inferior lateral nya. Insisi dibuat di
mulai dari titik medial sias di superior tuberkulum pubikum bagian lateralnya,
semakin bertambah umur anak tuberkulum pubikum makin ke lateral, sedangkan
pada bayi cincin internus dan eksternus hampir berhimpit. Pada anak yang lebih tua
jarak antara keduanya semakin menjauh dan insisi dapat dibuat lebih ke lateral.
Insisi yang dibuat terlalu medial pada anak dapat mencederai spermatik cord,
karena biasanya struktur tersebut keluar dari cincin eksterna, jadi berada diatasnya
sebelum menemukan ligamentum inguinal.
Insisi yang dibuat diperdalam sampai dengan dermis sampai lemak subkutan dan
mencapai fascia Camperi, fascia dibuka dengan gunting sampai terlihat fascia
Scarpe tanpa mencederai vena epigastric inferior yang berada dibawah fascia
scarpe, fascia scarpe kemudian dibuka sampai otot oblik externus terlihat, saat otot
oblik externus terindetifikasi, ligamentum inguinalis dibersihkan secara perlahan
sampai terlihat cincin eksternus, tindakan ini harus dilakukan secara berhati hati
agar tidak mencederai struktur pembuluh darah dari femoral. Insisi kemudian
dibuat sejajar oblik eksternus dan diperlebar dengan gunting, sampai
mengidentifikasi fascia transversalis, nervus ileoinguinal dan nervus ileofemoral,
dan otot cremaster. Insisi kecil dibuat diatas otot cremaster, kemudian dibuka
sampai dengan kantung hernia. Kantung hernia diambul dengan mengangkat sedikit
bagiannya, dan juga struktur spermatik cord terangkat sampai dengan dibuat
Vshapped opening dibawah dari kantung.
-9-
- 10 -
Klem ditaruh melewati lubang ini kemudian fascia sprematika dibuka secara
tumpul lalu vas deferens dan pembuluh darah disisihkan dari kantung. Kemudian
dua klem dipasangkan melewati kantung dan kantung dibagi diantara kedua klem
tersebut. Kantung proximal dibersihkan sampai denga cincin internus diputar dan
diligasi setinggi cincin internus dengan benang monofilament absorbable. Ladd and
Gross menggunakan benang silk untuk mengikat kantung, tetapi karena benang silk
ini sering putus maka setelah bertahun tahun diganti dengan benang absorbable
untuk menghindari permasalahan ini. Kantung distal tidak didiseksi karena dapat
mengakibatkan orchitis ishemik dan hematom pasca setelah operasi, saat operasi
dapat terlihat bila ada hydrokel nonkomunikan tetapi tidak dihilangkan karena
bergagai alasan. Inspeksi testis tidak diwajibkan tetapi bila dilakukan harus secara
berhati hati agar gubernakulum tidak masuk kedalam fascia dartos. Setelah selesai
luka ditutup lapis demi lapis. Fascia scarpe ditutup dengan jahitan interupted dan
dengan benang absorbable. Pilihan jahitan kulit satu satu dengan subkutikular sama
- 11 -
baiknya. Menutup luka digunakan bahan plastik untuk melindungi luka dari urin
dan fesses pada bayi.3
- 12 -
Teknik Laparoskopik
Teknik laparoskopik untuk operasi hernia pada dewasa telah dilakukan sejak
lama. Keuntungan yang didapatkan dari teknik laparoskopik antara lain adalah
nyeri yang lebih minimal dan dapat lebih cepat kembali mengerjakan aktivitas,
teknik ini juga memberikan kemudahan untuk repair hernia bilateral melalui satu
tempat operasi dan lebih mudah untuk mengerjakan hernia yang rekurent. Kerugian
teknik laparoskopik antara lain adalah biaya yang lebih tinggi, waktu operasi yang
lebih panjang, dan lebih banyaknya teknik yang digunakan, seperti repair
transabdominal dan repair extraperitoneal. Oleh karena berbagai alasan ini dokter
bedah anak menganggap tenik laparoskopik belum diperlukan pada anak karena
pada operasi anak insisi yang dilakukan kecil serta nyeri yang lebih minimal pada
anak.
El Gohary melaporkan penelitian tentang hernia dengan laparoskopik pada 28
wanita. Pada penelitian ini dikatakan kantung hernia di inversikan kedalam rongga
abdomen dan dilakukan ikatan pada dasar dari kantung. Oleh karena teknik ini tidak
dapat mengeklusikan spermatik cord maka teknik ini hanya dapat dilakukan pada
wanita. Shier melaporkan penelitian repair hernia dengan laparoscopic pada 14
- 13 -
wanita, pada penelitian ini digunakan jahitan Z yang digunakan untuk menutup
prosesus vaginalis. Montupet dan Espisito melaporkan tindakan laparoskopik
pertama untuk hernia yang sukses pada anak laki laki, menggunakan jahitan purse
string yang diikatkan disekeliling leher dari kantung, sebelumnya dipisahkan secara
hati hati vasdeferens dan spermatik cordnya. Dikatakan pada penelitian ini tidak
ada komplikasi pada 45 laki laki, tetapi ada 2 kasus yang rekuren dan membutuhkan
repair laparoscopic kembali. Pada tahun 2000 Shier memperbaharui laporannya,
mensertakan laki laki, ia juga kali ini menggunakan teknik jahitan interupted,
setelah sebelumnya menggunakan jahitan Z untuk menutup kantung, tindakan pada
penelitiannya ini dilakukan pada 129 pasien 81 diantaranya laki laki, dengan 1
pasien mengalami rekurensi, Shier kemudian menggunakan jahitan intracorporal
purse string untuk mengurangi rekurensi.3
Penelitian oleh group lain yang telah dilakukan yaitu menemukan alat untuk
membuat jahitan dapat melewati peritoneum dan melingkari leher kantung. Lee dan
Lang melaporkan 450 pasien yang menggunakan teknik tersebut dan dinyatakan
hanya 0.88% mengalami rekurensi.
Teknik operasi hernia dengan laparoskopik masih berkembang dan dipersulit
dengan adanya angka rekurensi. Kami berhenti melakukan repair hernia dengan
cara laparoskopik oleh karena angka rekurensi dan karena pada teknik ini tidak
dapat melihat dengan jelas dan melindungi spermatik cord sebaik operasi.
Walaupun teknik pada laparoskopik ini akan terus berkembang.
Hernia dengan teknik laparoskopik pada laki laki dilakukan dengan anestesi
umum, posisi pasien supine menggunakan ngt dan foley cathether. 5mm trocar
dimasukan transumbilical dimasukan udara hingga terdapat pneumoperitoneum,
kemudian dilakukan inspeksi melalui laparoskopik, unilateral, bilateral ataupun
hernia femoralis biasanya secara mudah teridentifikasikan.2-3mm insisi kemudian
dibuat di kuadran kanan bawah dan dimasukan trocar 3mm. Kemudian dilakukan
pengikatan secara purse string pada leher dari kantung menggunakan 3mm jarum
perlaparoscopic. Spermatik cord sebelumnya telah diidentifikasikan dan
dipreservasi dari jahitan purse string. Terjadinya hematom harus dihindari karena
dapat menekan struktur spermatik cord dan mencederainya. Setelah jahitan
- 14 -
dilakukan diikat secara intracorporally. 3mm lubang tidak memerlukan jahitan
penutupan, dan lubang pada umbilical ditutup dengan jahitan absorbable.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat beberapa teknik, yang paling
maju adalah Prasad et al, pada teknik mereka dibuat insisi di umbilical dimasukan
kamera dan hanya satu lubang ini yang digunakan. Level dari cincin inguinal
diidentifikasikan melalui palpasi dinding abdomen, kemudian diatasnya dibuat
insisi kecil. Melalui kamera laparoscopic dilakukan jahitan purse string mulai dari
kulit melewati peritoneum dan memutari cincin internus dengan jarum
extracorporal, jarum akan ditinggalkan didalam rongga abdomen, kemudian
melalui alat laparoskopik juga jarum diangkat keluar dan jahitan diikat secara
extracorporally.
Pada wanita teknik laparoskopik yang dipilih adalah inversi ligasi (LIL) oleh
karena tidak memerlukan tindakan memisahkan spermatik cord. Untuk mengambil
usus didalam kantung hernia digunakan klem Maryland, bagian apex dijepit dan
didorong ke dalam rongga abdomen. Kantung kemudian diputar kemudian ditaruh
dua endoloop di dasar dari kantung untuk meligasi kantung, haruslah berhati hati
saat memutar kantung tidak terdapat organ intra abdomen ataupun adneksa yang
terperangkap dalam ikatan ligasi. Pada penelitian yang telah dilakukan tidak
didapatkan rekurensi dan angka komplikasi sangat rendah.
EKSPLORASI KONTRALATERAL
Pada tahun 1955 Rothenberg dan Barnett melaporkan hernia inguinalis pada
anak, 100% dibawah usia 1tahun, dan 68,5% pasien hernia inguinal diatas 1tahun
memiliki hernia yang bilateral. Sejak penelitian ini dilakukan operasi eksplorasi
pada sisi kontralateral secara rutin, tetapi masih merupakan masalah yang
dipedebatkan dalam operasi hernia pada anak. Aplikasi operasi laparoskopik pada
anak dengan hernia bilateral juga termasuk masalah yang diperdebatkan.
Oleh karena banyaknya kasus hernia bilateral Rothenberg dan Barnett
menganjurkan eksplorasi kontra lateral, tetapi beberapa penemuan intra operatif
pada sisi kontralateral tidaklah ditemukan hernia yang nyata, hanya prosesus
vaginalis yang patent. Telah banyak dokter bedah yang melakukan eksplorasi
- 15 -
kontralateral melaporkan hasil intra operatif adalah negatif, rata rata tidak seluruh
prosesus vaginalis yang patent berkembang menjadi hernia, sebagai tambahan
eksplorasi dapat beresiko mencederai testis dan vas deferens. Namun pada 1981
Even melakukan survey pada dokter bedah anak, Rowe dan Marchildon
menemukan 80% dokter bedah anak melakukan eksplorasi kontra lateral pada anak
laki laki dan 90% pada anak wanita yang berumur dibawah 1tahun. Survey yang
terbaru mengatakan 40% dilakukan eksplorasi rutin pada bagian kontra lateral pada
anak laki laki dibawah 2 tahun dan hanya 13 % pada anak laki laki antara 2 sampai
5 tahun, 39 % pada anak wanita dan 51 % pada bayi premature, 24% dilakukan
pada teknik laparoskopik.
Dipercayai bahwa eksplorasi kontra lateral menghasilkan tindakan atau
prosedural yang tidak diperlukan, antara lain adalah adanya jarum dapat beresiko
mencederai testis, selain masalah biaya yang lebih tinggi. Didapatkan bahwa antara
60% sampai 80% pada bayi kurang dari 1 tahun dan 40% pada anak lebih tua
mempunyai prosesus vaginalis yang patent, hanya 20% pasien yang mempunyai
hernia unilateral berkembang menjadi hernia di sisi kontra lateral. Beberapa
menyatakan insidens dari hernia asymptomatic sebanyak 7%, banyak dokter bedah
melakukan tindakan operasi pada sisi kontra lateral berdasarkan umur dan jenis
kelamin.
Jenis Kelamin
Dalam sejarahnya banyak dokter bedah melakukan eksplorasi bilateral pada anak
wanita oleh karena kecilnya kemungkinan adanya organ reproduksi didalam
kantung hernia. Pada tahun 1981 Rowe dan Marchildon melaporkan ada 90%
operasi yang melakukan eksplorasi kontralateral pada anak perempuan di bawah
usia 1 tahun. Winner et al melaporkan bahwa dokter bedah pada tahun 1996 84%
melakukan eksplorasi kontra lateral secara rutin pada anak wanita di bawah usia 4
tahun, angka ini mengalami penurunan, pada tahun 2002 Levitt et al menemukan
hanya 39% dokter bedah yang melakukan eksplorasi bilateral pada anak dibawah
usia 5 tahun. walaupun jarangnya ditemukan organ reproduksi didalam kantung,
tetapi resiko mencederai nervus ileoinguinal dan ileofemoralis tetaplah
- 16 -
memungkinkan. Oleh karena kurangnya pembahasan lebih lanjut dari literature,
sulit untuk mengetahui jumlah pasti dari resiko ini. Tetapi diketahui hanya 20% dari
anak wanita dengan hernia unilateral yang akan berkembang menjadi hernia
bilateral. Jumlah angka yang besar dalam melakukan eksplorasi bilateral untuk
menghindari kecilnya kemungkinan tersebut. Chertin et al membuat laporan dari
300 anak wanita dengan hernia unilateral hanya 8% yang berkembang menjadi
hernia bilateral, dan ini tidak dipengaruhi oleh umur saat operasi.3
Usia
Berdasaarkan penemuan dari Rothenberg dan Barnett 100% dari bayi dibawah
1 tahun dengan hernia ingunalis mempunyai prosesus vaginalis yang patent pada
kedua sisi, banyak dokter bedah secara rutin melakukan eksplorasi bilateral pada
bayi. Pada tahun 2002 survey yang dilakukan kepada dokter bedah, dikatakan 51%
melakukan eksplorasi bilateral secara rutin pada bayi premature, 40% pada anak
laki laki dibawah 2 tahun. Angka ini lebih kecil dibandingkan 80% dokter bedah
yang melakukan operasi eksplorasi kontra lateral pada tahun 1981. Pada penelitian
1052 pasien yang diobservasi sampai dengan usia 11tahun, hernia kontra lateral
muncul 13.1 % pada anak laki laki kurang dari 1 tahun dan 13.7% pada anak laki
laki kurang dari 2 tahun. Pada anak wanita 9.6% dibawah 1 tahun dan 13.6%
dibawah usia 5 tahun. Pada penelitian lain yang dilakukan pada 181 pasien bayi
yang dilakukan repair unilateral. Dan dilakukan pengawasan sampai dengan usia 5
sampai 10 tahun, 7,7% berkembang menjadi hernia pada sisi kontra lateral.
Berdasarkan hasil ini masih dipertanyakan apakah pada anak yang lebih muda
mempunyai resiko yang signifikan pada penderita hernia unilateral untuk
berkembang menjadi hernia juga pada sisi kontra lateralnya dikemudian hari.3
Sisi Hernia
Pada spekulasinya hernia pada sisi kanan lebih sering ditemukan dari sisi sebelah
kiri oleh karena penutupan prosesus vaginalis kanan menutup lebih lambat. Oleh
karena itu pasien dengan hernia pada sisi kiri lebih sering berkembang menjadi
hernia bilateral dengan hernia awalnya sebenarnya pada sisi sebelah kanan, hasilnya
- 17 -
banyak dokter bedah menyarankan untuk dilakukan eksplorasi kontra lateral pada
pasien hernia sisi sebelah kanan. Mcgregor et al melakukan penelitian dalam
20tahun pengalaman dan menemukan 41% pasien dengan hernia inguinalis awal
pada sisi sebelah kiri berkembang juga menjadi hernia pada sisi kanan, sementara
hanya 14% pasien dengan hernia awal sebelah kanan, nantinya berkembang juga
menjadi hernia sisi sebalah kiri. Kemmotsu et al membuat penelitian pada 1052
pasien yang dilakukan operasi repair unilateral dan menemukan bahwa hernia
unilateral tidak mencetuskan hernia juga pada sisi kontra lateralnya. Miltenburg et
al menemukan bahwa setelah melakukan repair pada sisi sebelah kiri terjadi resiko
adanya rekurensi pada sisi kontra lateral sebanyak 11% dan ini lebih banyak
dibandingkan dari operasi repair sebelah kanan. Dari keseluruhan disimpulkan
adanya hernia pada sisi sebelah kiri tidak membuat resiko berkembangnya hernia
pada sisi kontra lateralnya.3
Laparoskopik
- 18 -
Pada awal tahun 1990 laparoskopik diperkenalkan untuk mendiagnosa sisi kontra
lateral, laparoskopik mempunyai keuntungan yaitu proseduralnya yang lebih
mudah, dapat melihat secara langsung sisi cincin kontra lateral dan peralatan nya
kini tersedia secara luas. Laparoskopik dapat dilakukan dengan berbagai macam
teknik, teknik yang paling umum adalah dengan memasukkan alat laparoskopik dari
sisi ipsi lateral kemudian abdomen dikembungkan dengan memasukan udara dan
melihat melalui kamera, kemudian pada sisi kontra lateral di evaluasi, cara lain
adalah dengan memasukan alat kamera laparoskopik lewat umbilical melalui
cathether angiography yang ditempelkan ke dinding abdomen, cara ini akan
meperlihatkan visualisasi yang jelas. Yarkes et al menggunakan laparoscopi
kemudian mengevaluasi 627 pasien yang lebih muda dari 10 tahun dengan hernia
unilateral dan selama 5tahun berkembang menjadi prosesus vaginalis patent di sisi
kontra lateral (CPPV). Diantara pasien yang kurang dari 1 tahun 46% didiagnosa
sebagai CPPV, 39% diatas 1 tahun didiagnosa sebagai CPPV. Geisler et al
mengevaluasi 358 psien dengan umur 1 bulan sampai dengan 13 tahun, insedens
CPPV yang ada yaitu 50% kurang dari 1 tahun, 45% kurang dari 2 tahun, 37%
kurang dari 5 tahun dan 15% berumur diatas 5 tahun. Pellegrin et al mempelajari
50 pasien dan menemukan insidens CPPV sebanyak 31%. Rescorla et al
melaporkan terdapat 48%. Dari keseluruhan rata rata CPPV diantara 35% sampai
dengan 40%.
Pertanyaan yang timbul adalah diantara CPPV ini yang mana kah yang akan
berkembang menjadi hernia? Jawabannya tidak diketahui, memerlukan randomized
prospective trial dengan waktu sepanjang hidup pengawasan, hal ini adalah tidak
memungkinkan. Kiesewetter dan Parenzan melakukan operasi kontralateral pada
anak kurang dari 2 tahun , ditemukan 61% dengan CPPV. Kemudian mereka
melakukan penelitian pada 231 pasien hernia yang hanya dilakukan repair
unilateral, dan menemukan 31% berkembang menjadi hernia pada sisi kontra
lateral. Berdasarkan dari data ini Rowe dan Clatworthy mengharapkan laparoskopik
untuk menurunkan angka dari prosedur yang tidak diperlukan. Pada penggunaan
laparoskopik membuktikan bahwa sekitar setengah dari jumlah pasien menerima
prosedur eksplorasi yang tidak dibutuhkan, tetapi tindakan laparoskopik ini
- 19 -
meningkatkan biaya dan waktu, walaupun penggunaan alat yang berulang dapat
mengurangi biaya.
Pada usia anak anak rata rata CPPV menurun, pertanyaan nya menjadi apakah
umur tidak dipertimbangkan dalam melakukan tindakan laparoskopik. Bhatia et al
melakukan penelitian pada 101 anak dengan umur antara 2 sampai 8 tahun dan 171
pasien kurang dari 2 tahun, 38% didapatkan menderita CPPV. Pada group dengan
usia diatas 8 tahun sebanyak 12 pasien, hanya satu yang positif CPPV. Peneliti
mengatakan penggunaan laparoskopik pada penelitian ini tidak lah valid untuk anak
diatas 8 tahun, oleh karena jumlah sample yang terlalu sedikit. Gieser et al
menemukan 15% insedens dari CPPV pada pasien diatas 5 tahun. Tampaknya pada
penelitian ini pada anak antara 5 tahun sampai 8 tahun terdapat penurunan angka
yang signifikan dari penggunaan laparoskopik.
- 20 -
laporan lain mengatakanrata rata rata kejadian 24% pada bayi kurang dari 6 bulan.
Yang menarik adalah pada bayi bayi prematur angka insidensi inkarserata
ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan bayi bayia aterm ( 13% berbanding
18%). Ini dikarenakan oleh karena cincin yang lebih lebar dan otot yang lebih
lemah, ini juga dipengaruhi oleh pada bayi premature dilakukan pengawasan yang
ketat sehingga dapat diketahui lebih awal bila terjadi hernia dan dapat langsung
dilakukan reduksi sebelum terjadi inkarserata.
Diagnosis Strangulasi
Jika ada sebuah loop dari usus yang terjepit, pasien akan merasa sangat tidak
nyaman dan adanya rasa nyeri yang makin bertambah, keadaan yang akan diikuti
dengan gejala gejala obstruksi (distensi abdomen, muntah, tidak adanya flatus dan
bab). Suatu masa yang tidak fluktuatif akan teraba di daerah lipat paha dan melebar
ke scrotum. Bila suatu organ viseral mengalami inkarserasi, masa akan menjadi
lebih lunak pada perabaan dan transluminasi dapat positif sehingga dibingungkan
oleh hydrokel. Tidak diperbolehkan untuk melakukan aspirasi dalam keadaan
apapun hanya untuk mendiagnosa atau menterapi tersangka hydrokel ini. Gejala
lanjut pada strangulata adalah syok, adanya darah pada bab dan tanda tanda
peritonitis. Testis biasanya teraba, lebih besar dan keras sehingga sering sulit
dibedakan dari keadaan torsio testis. Foto abdomen dapat membedakan antara
obstruksi partial ataupun obstruksi total. Udara dari usus juga dapat terlihat pada
scrotum. Pemeriksaan USG dapat membedakan antara cairan hydrokel dan cairan
dari torsio testis.
Penatalaksanaan Non-Operatif
Pada pasien dengan tanda tanda syok dan peritonitis yang tidak begitu jelas,
penatalaksanaan non operatif dilakukan terlebih dahulu. Pada banyak kasus hernia
strangulata berada pada anterior dari cincin eksterna dan terjepit disana, oleh karena
itu dipilih teknik sebagai berikut; anak dalam posisi tiduran , tenang, puasa dan
posisi kaki lebih tinggi, kemudian dokter berdiri pada sisi ipsilateral dari hernia,
kemudian taruh jari telunjuk dan jari tengah pada SIAS lalu dorong jari kebawah
- 21 -
secara perlahan mengikuti jalannya kanalis inguinalis sampai ke scrotum, tahan
scrotum oleh tangan kiri agar tidak terlalu tegang, kemudian setinggi cinicin
internus berikan tahanan oleh jari telunjuk kanan dan ibu jari pada kantung hernia
disisi kanan atau kiri, tindakan ini bertujuan agar cincin internus dan eksternus tetap
terbuka dan tidak saling bertumpuk, selanjutnya dengan menggunakan tangan kiri
lakukan penekanan secara konstant pada ujung masa menuju cincin internus yang
ditandai oleh jari telunjuk kanan, perlahan jalan kan jari jari tangan kiri menuju
cincin internus sambil terus melakukan tekanan secara konstan terhadap dasar
hernia, tindakan ini memerlurkan waktu beberapa menit, bila berhasil maka masa
hernia akan menghilang melalui cincin internus. Untuk meyakinkan apakah hernia
telah tereduksi bandingkan dengan sisi kontra lateral. Bila teknik ini tidak berhasil
atau anak kurang kooperatif maka dapat menggunakan obat sedasi. Tidak
dianjurkan mereduksi hernia menggunakan anestesi umum, oleh karena cedera dari
usus dapat menjadi ganggren pada usus dan dapat masuk kembali ke dalam rongga
peritoneum tanpa disadari. Sedasi sendiri saja sering menyebabkan reduksi yang
spontan. Setelah reduksi berhasil dianjurkan untuk dilakukan pengawasan selama
24 jam dirumah sakit, dan ditunda waktu operasi repair hernia setelah 24 sampai 48
jam setelah edema menghilang.
- 22 -
Penatalaksanaan Operatif
Bila tindakan konservatif atau non operati gagal atau pasien telah menunjukan
tanda tanda syok atau peritonitis maka ini merupakan indikasi dilakukan tindakan
pembedahan. Pasien disiapkan untuk persiapan opersi, dipasang cairan intravena
kemudian dimonitor urine output dan diberikan antibiotik spectrum luas. Bila tanda
tanda obstruksi timbul maka dilakukan pemasangan NGT kemudian dilakukan
resusitasi yang adekuat, lalu pasien dibawa ke ruang operasi. Bila hernia terlah
tereduksi stelah dilakukan anestesi umu tetapi sebelum operasi dimulai, maka
operasi tetap harus dilakukan. Beberapa teknik telah dikemukakan untuk hernia
inkarserata, termasuk approach inguinal dan preperitoneal. Laparoscopi juga
berguna untuk penanganan hernia inkarserata.
- 23 -
Laparoscopi dapat dilakukan untuk menidentifikasikan keadaan viable dari usus,
camera dipasang dapat melalui umbilical atau kantung hernia, kamera dapat
dipasang pada awal dari prosedur dan dan reduksi dapat dilakukan sambil melihat
keadaan usus lewat laparoscopi. Bila usus viable dilakukan repair standart, bila usus
diragukan dapat dilihat kembali setelah laparoscopi, jika usus nonviable terlihat
usus dapat dibawa keluar melalui sisi umbilical dan dilakukan reseksi.
- 24 -
diperlukan exposure terlihat secara jelas melalui insisi ini. Kantung hernia juga
dapat dengan mudah di repair melalui insisi ini. Pengarang juga mengatakan insisi
ini meninggalkan luka operasi yang baik secara kosmetik.
Ovarium Terinkarserata
Harus dikatakan pada pasien wanita tentang kemungkinan ovarium yang
mengalami inkarserata pada kantung hernia dan tidak memberikan gejala,
dikatakan bahwa ovarium yang mobile ini memberikan waktu yang lama untuk
terjadinya suatu strangulasi.
Pembengkakkan Skrotum
Setelah operasi hernia dan operasi hydrokel communican, cairan akan berkumpul
pada kantung hernia bagian distal, yang akan membentuk suatu hydrokel, biasanya
ini akan tereabsorbsi sendiri, jarang suatu tindakan aspirasi diperlukan. Hematom
pada scrotum membutuhkan eksisi pada kantung hernia distal.3
Rekurensi
Sulit untuk menentukan angka insidensi yang tepat setelah operasi hernia
inguinalis lateralis atau indirect oleh karena berbagai faktor; seperti jenis kelamin,
- 25 -
inkarserasi yang tidak selalu dilaporkan pada penelitian. Secara umum angka
insidens rekurensi pada hernia tanpa penyulit dilaporkan 0.2% sampai dengan
0.8%; meningkat 20% setelah operasi pada hernia dengan inkarserata dan 15%
pada bayi premature. Pada banyak kasus pasien tidak di hubungi kembali dalam
waktu yang lama untuk pengawasan selanjutnya setelah operasi, maka dari itu
insidens yang sesungguhnya tidak diketahui, kemungkinan lebih tinggi dari yang
dilaporkan. Dilaporkan pada pasien dengan hernia inkarserata tidak dilaporkan
tindakan pertamanya apakah operatif atau non operatif.
Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan hernia primer dan
predisposisi nya yang membuat rekuren, sebagai contoh Grossfeld et al melaporkan
pada 25 pasien dengan ventrikuloperitoneal shunt, terdapat 3 pasien dengan hernia
berulang. Inkarserasi juga merupakan faktor penting dalam rekurensi, Steinau et al
melaporkan pada 29 pasien (25 anak laki laki 4 anak wanita) dengan hernia yang
rekuren, diantaranya yang pernah mengalami inkarserata sebanyak 24%, selain itu
juga dilaporkan terdapat 7.6% insidens rekurensi pada 2754 pasien tanpa
inkarserata. Faktor lain yang menyebabkan rekurensi adalah komplikasi pasca
operasi (dilaporkan sebanyak 9.4% angka rekurensi) dan penyakit lain yang
menyertai. Menariknya Harvet et al melaporkan bahwa keahlian dokter bedah
tidaklah menjadi faktor yang menyebabkan rekurensi, walaupun teknik operasi
merupakan faktor yang berkontribusi. Kebanyakan kasus hernia yang mengalami
rekurensi adalah hernia inguinalis indirect, yang mungkin akibat dari kantung yang
rapuh, kegagalan mendiseksi seluruh dari kantung, adanya bagian leher dari
kantung yang terlewat saat melakukan ligasi, atau kegagalan melakukan ligasi
tinggi di cincin internus. Faktor lain yang menyebabkan rekurensi adalah
prematuritas, telah dilaporkan bahwa meningkatnya angka insidens rekurensi 12 %
sampai dengan 18% dibandingkan dengan bayi normal.
Frekuensi rekurensi lebih sedikit pada hernia direct atau hernia femoralis. Pada
laporan 34 rekurensi yang dilaporkan Steinau et al 4 adalah hernia direct dan 1
adalah hernia femoralis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Fonkalstrud et al 34
dari 13 pasien dengan hernia direct (31%) timbul setelah operasi hernia indirect,
hernia direct yang timbul setelah operasi hernia indirect kemungkinan karena tidak
- 26 -
terdiagnosa dari awal atau terjadi akibat kerusakan dari dinding posterior canalis
inguinalis saat dilakukan operasi. Hernia femoralis yang rekuren juga dikatakan
sebagai hernia yang tidak terdiagnosa sebelumnya.
Penelitian yang lebih besar yaitu tentang operasi hernia dengan teknik
laparoscopi, Shier melaporkan 403 operasi hernia inguinalis pada 209 pasien yang
mengalami rekurensi dan punya angka rekurensi sebanyak 2.3 %. Teknik
laparoscopi bervariasi dari banyaknya berbagai dokter bedah. Pada pengalamannya
operasi laparoscopi untuk hernia pada laki laki angka rekurensi cukup tinggi; oleh
karena itu tidak dianjurkan menggunakan teknik ini. Pada wanita teknik LIL untuk
operasi hernia tidak pernah dilaporkan adanya rekurensi.
- 27 -
Shandling dan Janik mendemonstrasikan rapuhnya vas deferens selama operasi
hernia, pada pengalaman vas deferens ter expose kemudian dijepit oleh jari, pinset
anatomies, klem vaskular bulldog dan klem. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan
dan cedera ditemukan pada seluruh kasus kecuali dengan jari. Ceylan et al
mendemonstrasikan bahwa meregangkan spermatik cord juga dapat mencederai vas
deferens dan testis. Mereka melakukan berbagai tingkat regangan pada spermatik
cord pada tikus. Terdapat penebalan dinding otot yang bermakna pada vas deferens,
pada terjadi pada seluruh tingkat regangan, dan juga terjadi atropi testis.
Hubungan antara fertilitas dan operasi hernia tidak dijelaskan. Homonnai et al
melaporkan 131 laki laki mengalami infertilitas, dan mereka telah melakukan opersi
hernia dari umur 2 sampai 35 tahun. Walaupun 14 % dari mereka ditemukan atropi
testis dan sperma yang abnormal yang kemungkinan berhubungan dengan telah
dilakukan nya operasi hernia, tetapi gejala kliniks masing masing, adanya
inkarserasi dan pengalaman dokter bedah tidak dilaporkan dalam penelitian ini.
Yavetz et al melporkan pada 8500 pasien yang mengalami infertil secara kliniks,
565 (6.65%) dilaporkan telah melakukan operasi hernia tanpa adanya atropy testis.
Tidak ada korelasi antara umur melakukan operasi hernia dan kualitas dari sprema.
Cedera vas deferens terjadi oleh karena obstruksi dari vas deferens dengan
adanya diversi spermatozoa ke jaringan limfatik dari testis. “Blood testis barrier”
memproduksi zat antigent yang menyebabkan antibody autoagglusinasi terhadap
sperma. Penelitian tehadap 76 pria infertil dengan adanya antibody autoagglusinasi
terhadap sperma, 12 (16%) telah menjalani operasi hernia inguinalis unilateral
sewaktu masa anak anak. 10 diantaranya laki laki, pada 5 pasien diidentifikasi
adanya obstruksi dari vas deferens. Pengarang mengekslusikan ketidak sengajaan
transeksi dan ligasi dari vas deferens selama prosedur operasi hernia berlangsung
yang dapat menyebabkan alasan infertilitas pada laki laki. Parkhouse dan Hendy
melaporkan hasil yang hampir sama, walaupun dalam penelitiannya tidak diindikasi
kan infertilitas setelah operasi hernia tetapi mereka mengatakan adanya hubungan
diantaranya.
- 28 -
Atropi Testis
Pembuluh darah testis sangat lah rapuh selama operasi, terutama pada bayi kecil,
tetapi laporan adanya atropi testis yang rutin setelah operasi hernia adalah jarang.
Fisher dan Mumunthaler dan Fahstrom et al masing masing melaporkan 1%
insidens dari atropi testis. Pada penelitian ini teknik operasi bervariasi dan angka
dari kejadian inkarserasi tidak dilaporkan; jadi tidaklah menggambarnya insidens
atropi testis yang nyata saat hernia operasi dikerjakan dengan dokter bedah yang
berpengalaman menggunakan teknik ligasi tinggi.
Saat tejadinya hernia inkarserata, supply darah ke testis dapat terganggu. Insidens
dari gangguan pembuluh darah testis pada hernia inkarserata bervariasi 2.6%
sampai 5%. Penemuan testis yang sianotik pada operasi emergensy sering
ditemukan, terdapat 11% sampai 29% dari kasus. Insidens dari atropi testis pada
pemeriksaan bervariasi dari 0% sampai 19%. Sayangnya pada penelitian ini pasien
yang dioperasi emergensy jumlahnya sedikit dan lama waktu dilakukannya
pengawasan pasca operasi diragukan. Puri et al melakukan analisa pada 87 anak
laki laki dengan hernia inkarserata yang di tangani dengan penatalaksanaan
konservatif dengan cara reduksi manual, ditemukan atropi testis unilateral pada 2
pasien (2.3%). Dari data yang tersedia di simpulkan gangguan pembuluh darah
adalah sering, tetapi resiko terjadi infark adalah kecil. Maka dari itu selain dari testis
tampak sangat nekrotik, di anjurkan untuk tidak dilakukan pengangkatan.
Ovarium Terherniasi
Hernia ovarium dan tuba falopii juga merupakan akibat dari gangguan pembuluh
darah yang di akibatkan dari inkarserasi ovarium didalam kantung atau torsio dari
ovarium. Terdapat laporan insidens dari strangulasi dari ovarium yang ditidak dapat
direduksi setinggi 32%. Boley et al melaporkan 27% strangulasi pada 15 wanita
yang mengalami hernia inkarserata.
Trauma Intestinal
Pada hernia inkarserata, insidens cedera usus adalah rendah. Antara 1960 sampai
1965 insidens reseksi usus di penelitian Rowe dan Clatworthy pada 351 pasien
- 29 -
dengan hernia inkarserata adalah 1.4%. penelitian ini berlanjut sampai tahun1978
dan menunjukan tidak dilakukan reseksi pada 221 pasien dengan hernia inkarserata.
MORTALITAS
Kematian yang berhubungan dengan hernia inguinalis berkorelasi dengan
komplikasi dan juga faktor penyerta seperti prematuritas ataupun adanya kelainan
jantung. Pada tahun 1938 Thorndike dan Ferguson melaporkan seluruh kematian
berjumlah 2.8% dari seluruh hernia inkarserata yang dilakukan operasi sepanjang
- 30 -
tahun 1927 sampai dengan 1936. Pada tahun1954 Clarworthy dan Thompson
melaporkan satu kematian pada 135 pasien hernia inkarserata yang di operasi
(0.7%); pada tahun 1970 laporan dari institusi yang sama mengatakan tidak terdapat
kematian pada 351 pasien hernia inkarserata yang di operasi. Sejak itu kematian
akibat operasi hernia inkarserata menjadi jarang. Resiko lebih tinggi bila hernia
sudah menjasdi strangulata. Di Inggris dilaporkan ada 5 kematian dengan hernia
strangulata pada tahun 1989. Faktor resiko dikatakan termasuk umur dibawah 6
bulan dan kurangnya pengalaman dokter anak, dokter bedah dan ahli anestesi.
Kematian akibat operasi pada bayi prematur sangat jarang. Pada dua dari
penelitian terakhir mengatakan tidak terdapat kematian pada 203 pasien bayi
prematur yang dilakukan operasi hernia.
KOMPLIKASI OPERASI LAPAROSCOPI PADA HERNIA
Laparoscopi untuk operasi hernia pada anak hanya baru baru saja digunakan,
komplikasi telah dilaporkan dalam pengalaman yang singkat ini. Schier et al
melaporkan pengalaman terhadap 933 operasi hernia menggunakan laparoscopi
pada 666 anak dan pengawasan dua bulan sampai tujuh tahun pasca operasi. Angka
rekurensi nya 3.4% tetapi pengarang tidak mengatakan hubungan dari umur dan
jenis kelamin pada penelitian ini. Mereka juga menemukan hydrokel dan perubahan
posisi dan ukuran testis setelah pasca operasi pada satu pasien laki laki. Schier’s et
al melaporkan lagi pada 403 operasi hernia inguinalis pada 279 pasien anak, angka
rekurensinya 2.7%, pada penelitian ini dilakukan pengawasan selama 23 bulan
setelah operasi.
Tidak ada penelitian yang mengemukakan cedera pada vas deferens atau atropi
testis pada penggunaan laparoscopi. Dikatakan alasannya adalah vas deferens dan
pembuluh darah sperma dapat teridentifikasikan dan dapat dihindari dengan baik,
teknik laparoscopi juga dikatakan baik dalam menghindari cedera iatrogenik dan
memperkecil kemungkinan infertil pasca operasi. Tetapi pengawasan pasca operasi
pada penelitian ini sangat terbatas dan kebanyakan kelainan fertilitas tidak
terdeteksi dikemudian hari kecuali adanya keluhan. Maka disarankan penggunaan
laparoscopi untuk repair hernia hanyalah ditujukan pada kasus kasus tertentu
- 31 -
misalnya hernia yang ditemukan pada operasi laparoscopi yang sedang berlangsung
karena indikasi lainnya.
KEADAAN KHUSUS
Prematuritas
Telah dikemukakan dengan jelas bahwa bayi bayi prematur memiliki insidens
lebih tinggi terkena hernia inguinalis dan bilateral. Semakin prematur bayi semakin
tinggi insidens. Walsh melakukan penelitian pada 82 pasien dibawah 2000 gram
menemukan 13% insidens hernia inguinalis; 7 dari 28 bayi (25%) dengan berat
dibawah 1500 gram dibandingkan dengan 4 dari 54 (7%) dengan berat diatas 1500
gram. Rescorla dan Grossfeld meneliti 100 bayi dengan umur dibawah 2
bulanyang memerlukan operasi repair, 30% antaranya prematur dan 44% dengan
hernia bilateral. Pada tahun1931 bayi dengan berat sangat rendah (<1500 gram)
dilaporkan oleh Rajput et al, 222 (16%) berkembang menjadi hernia inguinalis pada
umur 28 hari sampai dengan 20 bulan. Peevy et al mempelajari 397 bayi baru lahir
dan menemukan 9% insidens hernia inguinalis dengan bayi berat 1000 gram sampai
1500 gram dan 30% insidens hernia inguinalis dengan bayi berat 500 gram sampai
1000 gram. Pada penelitian yang lebih kecil oleh Harper et al ditemukan 37 bayi
prematur dibawah 1000 gram 11 diantaranya (30%) berkembang dengan hernia
inguinalis, 2 dari ini (11%) dengan inkarserata. Walaupun insidens inkarserata pada
bayi sampai 28% tapi lebih rendah pada bayi prematur, dilaporkan angka insidens
nya antara 13 % sampai 18%.
- 32 -
mempelajari 134 pasien yang telah dilakukan ventrikuloperitoneal shunt; 19.5%
pasien dengan meningomyelocele dan 47% dengan intra ventricular hemorrhage
memiliki hernia; semua bayi ini adalah bayi prematur. Grossfeld et al menemukan
14% insidens hernia inguinalis setelah tindakan ventrikuloperitoneal shunt. 20%
mengalami inkarserata, dan 16% mengalami rekurensi. Berdasarkan penelitian ini
penulis menganjurkan (1) pengawasan ketat pada bayi bayi yang telah dilakukan
ventrikuloperitoneal shunt, (2) operasi repair hernia dilakukan secara segera setelah
diagnosa di tegakkan karena meningkatnya resiko terjadinya inkarserata (3)
eksplorasi sisi kontralateral harus dilakukan pada operasi hernia inguinalis
unilateral. Clarnette et al mengevaluasi 430 pasien yang telah dilakukan
ventrikuloperitoneal shunt; 15% berkembang dengan hernia inguinalis, dan
hydrokel terdapat pada 6% anak laki laki lainnya. Adanya hernia bilateral sebanyak
47% anak laki laki dan 27% pada anak wanita. Biasanya hernia timbul pada umur
yang sama saat dilakukannya tindakan ventrikuloperitoneal shunt. Bayi yang
dilakukan ventrikuloperitoneal shunt pada bulan bulan pertama kehidupan
insidensnya 30%; kemudian menurun menjadi 10% setelah umur 1 tahun.
Pengarang menyebutkan peningkatan tekanan intra abdomen yang menyebabkan
terjadinya hernia inguinalis, mereka juga menambahkan adanya prosesus vaginalis
yang paten sebanyak 30% pada bayi bayi beberapa bulan pertama kehidupan.
Mereka juga menyebutkan resiko terjadinya hernia ingunalis pada bayi yang
telah dilakukan peritoneal dyalisa, angka mencapai 7% sampai 15%. Disarankan
untuk juga dilakukan operasi hernia, bila saat pemasangan cathether peritoneal
dyalisa; dimasukan cairan water soluble pasien posisi head up atau kepala tegak
selama 15 menit, bila teridentifikasi adanya prosesus vaginalis yang paten, maka
operasi dilakukan. Saat pemasangan cathether ini juga dapat dilihat melalui
laparoscopi, dan operasi dapat dilakukan secara laparoscopi ataupun operasi “open”
seperti biasa.
Sliding Hernia
Tuba falopii ataupun mesosalphing sering kali menempel pada dinding kantung
hernia pada anak wanita dan beresiko akan terjadinya cedera. Appendik juga dapat
- 33 -
ditemukan didinding kantung. Prosedur appendiktomy dapat dikerjakan secara
aman dan diteruskan dengan ligasi tinggi pada kantung seperti biasa. Pilihan lain
kantung diligasi ke distal appendik kemudian appendik direduksi ke dalam rongga
peritoneum dengan atau tanpa jahitan purse string. Pada bayi juga dapat ditemukan
kandung kemih menempel dibawah cincin internus, ligasi tinggi pada keadaan ini
dapat mengikut serta kan dinding kandung kemih dan beresiko terjadinya
hematuria, nekrosis dinding kandung kemih dan ekstravasasi urine. Situasi ini dapat
dihindari dengan pemeriksaan secara hati hati saat memfiksasi leher kantung hernia.
Bila diragukan kantung dibuka agar terlihat isinya. Biasanya kandung kemih
menempel pada sisi medial bawah kantung mempresentasikan keadaan sliding
hernia. Shaw dan Santuli merekomendasikan operasi flap sedangkan Goldstein dan
Potts untuk operasi pada wanita dengan cara ligasi dan memisahkan kantung distal
dan kandung kemih, inversi stump kantung dan memperkecil cincin internus.
(Bevan repair).
Hernia Femoralis
- 34 -
Hernia femoralis pada anak juga jarang dan sering terlewatkan dalam
pemeriksaan atau saat operasi Hernia inguinalis indirect. Pada penelitian
Fonkalstrud yang meneliti 5452 pasien pada total 10.593 bayi dan anak (0.2%)
dengan umur antara 6 minggu sampai 13 tahun. Anak wanita berbanding anak laki
laki adalah 2:1. Dengan diagnosa pre operatif yang benar adalah 8 dari 21 pasien
(38%). 4 diantara nya dengan bilateral hernia, dan 5 pasien ini dengan hernia
inkarserata.
De Caluwe et al menjabarkan 38 pasien dengan hernia femoralis selama 20 tahun
penelitian, 4 pasien dengna hernia bilateral. Permeriksaan pre operatif yang benar
mencapai 53%. Dan 18 pasien mengalami diagnosa yang terlewatkan. 7 lainnya
memerlukan operasi kedua. Kapan pun saat intra operatifnya gagal menemukan
Hernia inguinalis indirect dan tidak adanya diagnosa pre operatif sebelumnya tetap
harus dipertimbangkan sebagai Hernia inguinalis direct atau hernia femoralis. Lee
dan Dubois menganjurkan penggunaan laparoscopic pada hernia berulang karena
lebih mudah melihat secara visual terhadap dasar canalis inguinalis. Mereka
menyebutkan adanya 4 pasien dengan rekurensi Hernia inguinalis indirect saat intra
operatif, 3 diantaranya sebelumya dengan hernia femoralis. Mereka juga
menyebutkan 3 hernia femoralis kontra lateral.
Wright melaporkan 16 pasien dengan hernia femoralis melakukan operasi dengan
cara infra inguinalis approach, dengan menjahitkan ligament inguinalis ke
ligament pectineal danfascia pectineal. Caren et al menggunakan mesh dan berhasil
pada 4 anak seperti juga Lee dan Dubois. Kami memilih cara repair Cooper
ligament pada operasi pertama dan penggunaan mesh berguna pada pasien yang
sebelumnya dengan hernia femoral ipsilateral.
- 35 -
mencapai 56%, jadi hernioraphy adalah dianjurkan. Pada dewasa dianjurkan
dilakukan ligasi tinggi kemudian pemasangan mesh.
CYSTIC FIBROSIS
Insidens terjadinya hernia inguinalis pada pasien dengan cystic fibrosis mencapai
6% sampai 15%. Insidens tidak adanya vas deferens 0.5% sampai 1% . pada pasien
dengan cystic fibrosis terdapay kelainan pada vas deferens dari mulai hanya terjadi
nya obstruksi sampai tidak adanya vas deferens dan biasanya bilateral. Maka saat
tidak ditemukan vas deferens harus dicurigai adanya cystic fibrosis. Agenesis dari
vas deferens ditemukan pada dysplasia ginjal pada pasien yang tidak menderita
cystic fibrosis. Jadi pada keadaan ini diharuskan pemeriksaan Upper urinary tract.
Intersex
Tidak jarang adanya fenotype wanita dengan labia dapat mempunya genotype
laki laki dan dengan androgen insensitivity syndrome atau hemaprodite nyata. Jika
satu ovarium ada pada dinding kantung hernia, juga harus dilakukan pemeriksaan
ovotestis. Pasien dengan androgen insensitivity syndrome dipercayai tidak
mempunyai uterus dan tuba falopii tetapi mempunyai testis kecil. Hemaprodite juga
dapat mempunyai tuba falopii dan juga dapat menempel pada dinding kantung
hernia, pada pemeriksaan terdapat ovotestis yang tidak simetris. Pada kasus ini
harus dilakukan pengangkatan. Pada gonad dilakukan wedge section kecil dari
masing masing kutupnya. Kemuadia dilakukan operasi repair hernia.
Fusi Splenogonadal
Terjadinya fusi jaringan lien ke jaringan testis normal ( splenotesticular fusion).
Gejala kliniks akan terlihat massa pada scrotum dan pada pre operative sering di
diagnosa sebagai tumor testis. Orchiectomy tidak diperlukan; dapat dilakukan intra
operatif frozen section sewaktu mempreservasi testis. Terdapat juga
splenoovariifusion, pada splenogonadalfusion akan terdapat masa intra abdomen.
Laparoscopi adalah tindakan yang paling tepat untuk penanganan masalah ini.
- 36 -
Hidrokel Hernia
Hydrokel adalah pengumpulan cairan di ruangan sekitar testis diantara lapisan
tunika vaginalis. Hydrokel dapat merupakan komunikan yang berarti berhubungan
dengan rongga peritoneum (prosesus vaginalis patent dengan aliran cairan bebas)
ataupun non komunikan (biasanya pada scrotum anak laki laki dengan lipat paha
kecil). Hydrokel sering ditemukan pada bayi dan anak anak, biasanya lebih sering
pada sebelah kanan. Ukuran dapat berbagai macam, biasanya bertambah besar saat
anak berdiri, dan mengecil saat anak tiduran, pada keadaan tertentu hydrokel dapat
mencapai canalis inguinalis kemudian mencapai retroperitoneum disebut hydrokel
abdominoscrotal. Sering dibingungkan sebagai hernia inguinalis indirect. Anak
juga dapat menunjukan adanya gejala masa tidak nyeri di scrotum bagian atas dan
di canalis inguinalis; ini adalah hydrokel dari cord. Fluktuasi dari masa sering
dihubungkan dengan hydrokel komunikan. Hydrokel akut sering timbul karena
torsio appendages testis. Akan didapatkan keluhan nyeri dan masa. Hydrokel akut
juga dapat ditemukan pada pasien dengan infeksi saluran nafas dan penyakit diare,
saat batuk dan mengedan cairan dapat masuk melalui prosesus vaginalis yang
patent.
Hydrokel dapat dibedakan dengan hernia inguinalis indirect dari pemeriksaan.
Benjolan tidak keras pada scrotum dengan transluminasi positif. Walaupun
transluminasi saja tidak menjamin diagnosa karena udara usus yang terperangkap
di scrotum pada hernia ingunalis juga dapat membuat transluminasi, aspirasi dapat
diperlukan. Biasanya dapat dipalpasi spermatik cord diatas hydrokel . tetapi ini sulit
pada hydrokel besar atau hydrokel abdominoscrotal.
Pada hidrokel kongenital pada anak, sering prosesus vaginalis akhirnya menutup
(hidrokel non komunikan) dan hidrokel akan hilang saat berumur 2 tahun. Maka
opearsi tidak dianjurkan sebelum umur 2 tahun kecuali terdapat hernia atau hidrokel
komunnikan. Terkecuali pada kasus hidrokel non komunikan dengan ukuran besar
dan adanya keluhan tidak nyaman. Hidrokel yang timbul diatas umur 2 tahun harus
dilakukan operasi. Operasinya adalah tindakan ligasi tinggi, kemudian kantung
distal dibiarkan terbuka dan mendrainase cairan; ujungnya tidak perlu dijahit, sama
- 37 -
seperti operasi hidrokel pada dewasa. Reakumulasi cairan yang berulang adalah
jarang dan biasanya tereabsorbsi secara spontan. 3
HIDROKEL
Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di
antara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal,
cairan yang berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam
keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insidensi hidrokel adalah sekitar 10-20 per 1000
kelahiran hidup dan lebih sering terjadi pada bayi premature. Lokasi tersering
adalah di sebelah kanan, dan hanya 10% yang terjadi secara bilateral.
Insidensi PPPVP menurun seiring dengan bertambahnya umur. Pada
neonatus, 80%-94% memiliki PPPVP. Risiko hidrokel lebih tinggi pada bayi
premature dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram dibandingkan dengan
bayi aterm.
Anatomi
Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis
pada orang dewasa adalah 4×3×2,5 cm dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid
- 38 -
kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada
testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan
viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar
testis memungkinkan testis dapat digerakan mendekati rongga abdomen untuk
mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.
Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap
lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel
spermatogenia dan sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel
Leyding. Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel
spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma,
sedangkan sel-sel Leyding atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormon testosteron. Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli
seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi diepididimis
setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari
epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu
setelah dicampur dengan cairan-caidari epididimis, vas deferens, vesikula
seminalis, serta cairan prostat menbentuk cairan semen.
Vaskularisasi
Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :
1. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta
2. Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior
3. Arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika.
Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus
Pampiniformis. Plesksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan
dikenal sebagai varikokel.
- 39 -
Gambar 1. Anatomi normal testis
Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1)
belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan
peritoneum ke prosesus vaginalis atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di
daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan
sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis
atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi
cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi,
atau trauma pada testis/epididimis. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi
cairan yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam
funikulus spermatikus.
- 40 -
Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya yaitu:
1. Hidrokel_primer
Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus
vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum
embrionik yang melintasi kanalis inguinalis dan membentuk tunika
vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengan
sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan
diabsorpsi.
2. Hidrokel_sekunder
Pada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat
dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar
limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini
dapat karena radang atau karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan
mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya produksi cairan
berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup oleh
saluran limfe dalam lapisan luar tunika.
Berdasarkan kejadian:
1. Hidrokel akut
Biasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan
berwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel polimorf.
2. Hidrokel kronis
Hidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan
dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang
menyebabkan nyeri.
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa
macam hidrokel, yaitu
1. Hidrokel testis.
Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat
diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang
hari.
- 41 -
2. Hidrokel funikulus.
Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari
testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong
hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
3. Hidrokel Komunikan
Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum
sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis
kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah pada saat
anak menangis. Pada palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat
dimasukkan kedalam rongga abdomen
Patofisiologi
- 42 -
Selama perkembangan janin, testis terletak di sebelah bawah ginjal, di
dalam rongga peritoneal. Ketika testis turun melalui canalis inguinalis ke dalam
scrotum, testis diikuti dengan ekstensi peritoneum dengan bentuk seperti kantung,
yang dikenal sebagai processus vaginalis. Setelah testis turun, procesus vaginalis
akan terobliterasi dan menjadi fibrous cord tanpa lumen. Ujung distal dari procesus
vaginalis menetap sebagai tunika yang melapisi testis, yang dikenal sebagai tunika
vaginalis. Normalnya, region inguinal dan scrotum tidak saling berhubungan
dengan abdomen. Organ viscera intraabdominal maupun cairan peritonel
seharusnya tidak dapat masuk ke dalam scrotum ataupun canalis inguinalis. Bila
procesus vaginalis tidak tertutup, dikenal sebagai persistent patent processus
vaginalis peritonei (PPPVP).
Bila PPPVP berdiameter kecil dan hanya dapat dilalui oleh cairan,
dinamakan sebagai hidrokel komunikan. Bila PPPVP berdiameter besar dan dapat
dilalui oleh usus, omentum, atau organ viscera abdomen lainnya, dinamakan
sebagai hernia. Banyak teori yang membahas tentang kegagalan penutupan
- 43 -
processus vaginalis. Otot polos telah diidentifikasi terdapat pada jaringan PPPVP,
dan tidak terdapat pada peritoneum normal. Jumlah otot polos yang ada mungkin
berhubungan dengan tingkat patensi processus vaginalis. Sebagai contoh, jumlah
otot polos yang lebih besar terdapat pada kantung hernia dibandingkan dengan
PPPVP dari hidrokel. Penelitian terus berlanjut untuk menentukan peranan otot
polos pada pathogenesis ini.
Mekanisme terjadinya PPPVP juga berhubungan dengan adanya
peningkatan tekanan intraabdominal. Keadaan apapun yang menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan intraabdominal dapat menghambat atau menunda
proses penutupan processus vaginalis. Keadaan tersebut antara lain batuk kronis
(seperti pada TB paru), keadaan yang membuat bayi sering mengedan (seperti feses
keras), dan tumor intraabdomen. Keadaan tersebut di atas menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya PPPVP yang dapat berakibat sebagai hidrokel
maupun hernia.
Gambaran Klinis
- 44 -
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan
konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya
transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal
kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara
klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu (1) hidrokel testis, (2) hidrokel
funikulus, dan (3) hidrokel komunikan. Pembagian ini penting karena berhubungan
dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan koreksi hidrokel.
- 45 -
Gambar 5. Hidrokel non-komunikans (pada dewasa)
Pemeriksaan Fisik
Lakukan pemeriksaan pada posisi berbaring dan berdiri. Jika pada posisi
berdiri tonjolan tampak jelas, baringkan pasien pada posisi supine. Bila terdapat
resolusi pada tonjolan (dapat mengecil), harus dipikirkan kemungkinan hidrokel
komunikan atau hernia.
Bila tonjolan tidak terlihat, lakukan valsava maneuver untuk meningkatkan
tekanan intaabdominal. Pada anak yang lebih besar, dapat dilakukan dengan
menyuruh pasien meniup balon, atau batuk. Pada bayi, dapat dilakukan dengan
memberikan tekanan pada abdomen (palpasi dalam) atau dengan menahan kedua
tangan bayi diatas kepalanya sehingga bayi akan memberontak sehingga akan
menimbulkan tonjolan.
Pemeriksaan transiluminasi pada scrotum menunjukkan cairan dalam tunika
vaginalis mengarah pada hidrokel. Namun, tes ini tidak sepenuhnya menyingkirkan
hernia. Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan
massa skrotum. Dilakukan didalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan
- 46 -
pada sisi pembesaran skrotum . Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis
normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah
menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel.
Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi
Diferential Diagnosis
Secara umum adanya pembengkakan skrotum memberikan gejala yang
hampir sama dengan hidrokel, sehingga sering salah terdiagnosis. Oleh karena itu
diagnosis banding hidrokel adalah :
- 47 -
1. Hernia scrotalis:
Hidrokel dan hernia inguinalis bermanifestasi klinis sebagai benjolan pada
daerah testis dengan perbedaan utama berupa benjolan pada hernia bersifat
hilang timbul, sedangkan pada hidrokel, benjolan dapat berkurang tapi lama.
Dengan melakukan tes transiluminasi, hidrokel memberikan hasil tes yang
positif sedangkan pada hernia inguinalis hasil tes negatif. Pentingnya
membedakan kedua kasus tersebut sehubungan dengan penanganan yang
dilakukan untuk kemudian mengurangi komplikasi yang dapat terjadi.
2. Varikokel
Adalah varises dari vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan
aliran darah balik vena spermatika interna. Gambaran klinis :
Terdapat benjolan di atas testis yang tidak nyeri, terasa berat pada testis
Pemeriksaan Fisik : (Pasien berdiri dan diminta untuk manuver valsava)
Inspeksi dan Palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing di dalam
kantung, yang letaknya di sebelah kranial dari testis, permukaan testis licin,
konsistensi elastis. Pada posisi berbaring, benjolan akan menghilang,
sedangkan pada hidrokel tidak hilang, hanya dapat berkurang tetapi butuh
waktu yang lama.
3. Torsi Testis
Adalah keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir sehingga terjadi
gangguan vaskularisasi dari testis yang dapat berakibat terjadinya gangguan
aliran darah daripada testis. Gambaran klinis Torsio Testis dapat berupa
: Timbul mendadak, nyeri hebat dan pembengkakan skrotum; sakit perut hebat,
kadang mual dan muntah; nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal.
Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan :
testis bengkak, terjadi retraksi testis ke arah kranial, karena funikulus
spermatikus terpuntir dan memendek, testis pada sisi yang terkena lebih tinggi
dan lebih horizontal jika dibandingkan testis sisi yang sehat. Pada palpasi teraba
lilitan / penebalan funikulus spermatikus
Pemeriksaan fisik yang paling sensitive pada torsio testis adalah hilangnya
reflex kremaster. Refleks kremaster dilakukan dengan menggores atau
- 48 -
mencubit paha bagian medial, menyebabkan kontraksi musculus cremaster
yang akan mengangkat testis. Refleks kremaster dikatakan positif bila testis
bergerak ke arah atas minimal 0.5 cm.
Pada torsio appendix testis, teraba adanya nodul keras berdiameter 2-3 mm
di ujung atas testis, dapat tampak berwarna kebiruan, yang dikenal dengan “blue
dot sign”.
Prehn’s sign negative mengindikasikan nyeri tidak berkurang dengan
pengangkatan testis dapat menunjukkan adanya torsio testis, merupakan operasi
CITO dan harus dikoreksi dalam 6 jam.
4. Hematocele
Adalah penumpukan darah di dalam tunika vaginalis, biasanya didahului oleh
trauma.
5. Tumor testis
Keganasan pada pria terbanyak usia antara 15-35 tahun.
keluhan adanya pembesaran testis yang tidak nyeri.
Terasa berat pada kantong skrotum. Benjolan pada testis yang padat, keras,
tidak nyeri pada palpasi.
Penatalaksanaan
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri;
tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk
dilakukan koreksi. Mayoritas hidrokel pada neonates akan hilang karena penutupan
spontan dari PPPVP awal setelah kelahiran. Cairan dalam hidrokel biasanya akan
direabsorpsi sebelum bayi berumur 1 tahun. Berdasarkan fakta tersebut, observasi
umumnya dilakukan pada hidrokel pada bayi.
Indikasi operasi perbaikan hidrokel :
o Gagal untuk hilang pada umur 2 tahun
o Rasa tidak nyaman terus-menerus akibat hidrokel permagna
o Pembesaran volume cairan hidrokel sehingga dapat menekan pembuluh darah
- 49 -
o Adanya infeksi sekunder (sangat jarang)
- 50 -
Anak yang lebih besar – Paracetamol dengan kodein (1mg/kg kodein) setiap
6-8 jam
Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang (naik sepeda) harus
dihindari untuk mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari scrotum,
dimana dapat terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan cryptorchidism
sekunder.
Pada anak dengan usia sekolah, aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6
minggu.
Karena kebanyakan operasi hidrokel dilakuakn pada dasar pasien rawat jalan
(outpatient), pasien dapat kembali ke sekolah segera setelah tingkat
kenyamanan memungkinkan (biasanya 1-3 hari post-operasi).
- 51 -
- 52 -
A. Incisi pada kuadran bawah abdomen sepanjang 2-4cm, ke arah lateral dari titik
tepat di atas spina pubic.
B. Fascia superfisialis telah diincisi. Musculus obliqus externus terlihat.
C. Musculus obliqus externus telah diincisi, tampak kantung hidrokel dan cord.
D. Fascia oblique externus dijepit, memperlihatkan musculus cremaster dan fascia
spermaticus interna melapisi kantung dan cord.
E. Kantung yang melalui canalis inguinalis dan annulus inguinalis externa
dipisahkan dari cord di bawahnya. Ujung distal telah dibuka sebagian. Ujung
proximal akan dilakukan high ligation pada leher kantung.
F. Ujung proximal kantung diangkat. Retroperitoneal fat pad yang selalu ada dan
merupakan indikasi titik untuk high ligation. Jahitan dilakukan pada leher
kantung. Setelah dijahit, jahitan kedua dilakukan pada distal dari jahitan
pertama untuk memastikan ligasi yang permanen.
G. Musculus oblique externus dijahit.
H. Menjahit jaringan subcuticular.
Komplikasi operasi
Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan dan infeksi luka operasi.
Penyulit
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan
hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga
menimbulkan atrofi testis.
- 53 -
Prognosis
Dengan terapi operasi, angka rekurensi adalah kurang dari 1%.
- 54 -
DAFTAR PUSTAKA
1. Benson CD, Mustard WT. Pediatric Surgery. Volume 1. 1962. Year Book
Medical Publishers, Inc. USA. p. 580-582
2. Sjamsuhidajat R. dan Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 4, Jakarta,
EGC, 1997
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
4. Gerard M Doherty. Current Surgical Diagnosis and Treatment. Edisi 12.
McGraw-Hill Companies. New York. p 245-259
5. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United
States America : McGraw Hill, 2005.826-42.
6. Charles L. Snyder. Inguinal Hernias and Hydroceles in Ashcraft’s
Pediatric Surgery. Fifth Ed. 2010; 51:669-75.
7. O’Neil, Grosfeld, Fonkalsrud, et al. Disorders of the inguinal canal in
Principles of Pediatric Surgery. Second Ed. 2003; 42:437-450.
8. Philip L. Glick, Scott C. Boulanger. Inguinal Hernias and Hydroceles in
Grosfeld Pediatric Surgery. Sixth Ed. Vol 2. 2006; 74:1172-89.
9. Wester Tomas. Hernias in Prem Puri Pediatric Surgery Diagnosis and
Management. 2009; 51:497-506.
10. Zachariou zacharias. Abdominal Wall In Pediatric Surgery Digest.
2009;19:361-364.
- 55 -