Mikropaleontologi
Mikropaleontologi
Disusun Oleh:
Yusuf Anugerah P (072.10.064)
Teknik Geologi
Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi
Universitas Trisakti
Jakarta
2012
KATA PENGANTAR
Pertama-tama saya ucapkan puja dan puji syukur atas rahmat ALLAH
SWT karena berkat ridho-NYA saya dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul FORAMINIFERA dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.
Tidak lupa pula saya ucapkan terimakasih kepada Frans Edward Ricardo, selaku
asisten dosen praktikum mikropaleontologi yang membimbing saya dalam
pengerjaan tugas makalah ini. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada
teman-teman saya yang selalu setia membantu saya dalam hal mengumpulkan
data-data dalam pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini saya menjelaskan tentang foraminifera. Diantaranya
terdapat definisi foraminifera itu sendiri, fungsi dari foraminifera, dan serta
pengelompokkan berdasarkan family, genus, dan spesies. Mungkin dalam
pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum saya ketahui. Maka dari
itu saya mohon saran & kritik dari teman-teman maupun asisten dosen. Demi
tercapainya makalah yang sempurna.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang
atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil,
setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari
kamar-kamar yang tersusun sambung-menyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan
ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola
dengan satu lubang. Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau
partikel-partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau
aragonit) tergantung dari spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran
berkisar dari 100 mikrometer sampai 20 sentimeter. Penelitian tentang fosil foraminifera
mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan
mikropaleontologi dan geologi. Fosil foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi,
paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas bumi.
B. Maksud dan Tujuan
Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan
bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk
menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan
foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu.
Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang
berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-beda. Foraminifera mempunyai
populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di
semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan
pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang
dalam. Oleh karena itu perlu dipelajari fosil-fosil berukuran mikro guna tercapainya maksud
dan tujuan. Karena keterdapatan mikrofosil relatif banyak maka pada paper ini lebih di
fokuskan pada mikro fosil, antara lain foraminifera.
BAB II
FORAMINIFERA
A. Teori Dasar
Mikropalenteologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas semua sisa-sisa
organisme yang biasa disebut mikro fosil.yang dibahas antara lain adalah mikrofosil,
klasifikasi, morfologi, ekologi dan mengenai kepentingannya terhadap stratigrafi.
Pengertian Mikrofosil Menurut Jones (1936) Setiap fosil (biasanya kecil) untuk
mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah mikroskop. Umumnya fosil
ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang berukuran sampai 19 mm seperti genus fusulina
yang memiliki cangkang- cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari fosil-fosil makro
serta bagian-bagian tubuh dari fosil makro yang mengamainya menggunakan mikroskop serta
sayatan tipis dari fosil-fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera kenyataannya
foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya
Foraminifera adalah organisme bersel tunggal (protista) yang mempunyai cangkang
atau test (istilah untuk cangkang internal). Foraminifera diketemukan melimpah sebagai fosil,
setidaknya dalam kurun waktu 540 juta tahun. Cangkang foraminifera umumnya terdiri dari
kamar-kamar yang tersusun sambungmenyambung selama masa pertumbuhannya. Bahkan
ada yang berbentuk paling sederhana, yaitu berupa tabung yang terbuka atau berbentuk bola
dengan satu lubang. Cangkang foraminifera tersusun dari bahan organik, butiran pasir atau
partikel-partikel lain yang terekat menyatu oleh semen, atau kristal CaCO3 (kalsit atau
aragonit) tergantung dari spesiesnya. Foraminifera yang telah dewasa mempunyai ukuran
berkisar dari 100 mikrometer sampai 20 sentimeter. Penelitian tentang fosil foraminifera
mempunyai beberapa penerapan yang terus berkembang sejalan dengan perkembangan
mikropaleontologi dan geologi. Fosil foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi,
paleoekologi, paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas bumi.
a. Biostratigrafi
Foraminifera memberikan data umur relatif batuan sedimen laut. Ada beberapa alasan
bahwa fosil foraminifera adalah mikrofosil yang sangat berharga khususnya untuk
menentukan umur relatif lapisan-lapisan batuan sedimen laut. Data penelitian menunjukkan
foraminifera ada di bumi sejak jaman Kambrium, lebih dari 500 juta tahun yang lalu.
Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan demikian spesies yang
berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbedabeda. Foraminifera mempunyai
populasi yang melimpah dan penyebaran horizontal yang luas, sehingga diketemukan di
semua lingkungan laut. Alasan terakhir, karena ukuran fosil foraminifera yang kecil dan
pengumpulan atau cara mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang
dalam.
b. Paleoekologi dan Paleobiogeografi
Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala Geologi).
Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan yang berbeda pula,
seorang ahli paleontologi dapat menggunakan fosil foraminifera untuk menentukan
lingkungan masa lampau tempat foraminifera tersebut hidup. Data foraminifera telah
dimanfaatkan untuk memetakan posisi daerah tropik di masa lampau, menentukan letak garis
pantai masa lampau, dan perubahan perubahan suhu global yang terjadi selama jaman es.
Sebuah sampel kumpulan fosil foraminifera mengandung banyak spesies yang masih hidup
sampai sekarang, maka pola penyebaran modern dari spesies-spesies tersebut dapat
digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau di tempat kumpulan fosil foraminifera
diperoleh, ketika fosil foraminifera tersebut masih hidup. Jika sebuah sampel mengandung
kumpulan fosil foraminifera yang semuanya atau sebagian besar sudah punah, masih ada
beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menduga lingkungan masa lampau. Petunjuk
tersebut adalah keragaman spesies, jumlah relatif dari spesies plangtonik dan bentonik
(prosentase foraminifera planktonik dari total kumpulan foraminifera planktonik dan
bentonik), rasio dari tipe-tipe cangkang (rasio Rotaliidae, Miliolidae, dan Textulariidae), dan
aspek kimia material penyusun cangkang.
Aspek kimia cangkang fosil foraminifera sangat bermanfaat karena mencerminkan
sifat kimia perairan tempat foraminifera ketika tumbuh. Sebagai contoh, perbandingan isotop
oksigen stabil tergantung dari suhu air. Sebab air bersuhu lebih tinggi cenderung untuk
menguapkan lebih banyak isotop yang lebih ringan. Pengukuran isotop oksigen stabil pada
cangkang foraminifera plangtonik dan bentonik yang berasal dari ratusan batuan teras inti
dasar laut di seluruh dunia telah dimanfaatkan untuk meme-takan permukaan dan suhu dasar
perairan masa lampau. Data tersebut sebagai dasar pemahaman bagaimana iklim dan arus laut
telah berubah di masa lampau dan untuk memperkirakan perubahan-perubahan di masa yang
akan datang (keakurasiannya belum teruji).
c. Eksplorasi Minyak
Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi. Banyak spesies
foraminifera dalam skala biostratigrafi mempunyai kisaran hidup yang pendek. Dan banyak
pula spesies foraminifera yang diketemukan hanya pada lingkungan yang spesifik atau tertentu. Oleh karena itu, seorang ahli paleontologi dapat meneliti sekeping kecil sampel batuan
yang diperoleh selama pengeboron sumur minyak dan selanjutnya menentukan umur geologi
dan lingkungan saat batuan tersebut terbentuk.
Sejak 1920-an industri perminyakan memanfaatkan jasa penelitian mikropaleontologi
dari seorang ahli mikrofosil. Kontrol stratigrafi dengan menggunakan fosil foraminifera
memberikan sumbangan yang berharga dalam mengarahkan suatu pengeboran ke arah
samping pada horison yang mengandung minyak bumi guna meningkatkan produktifikas
minyak. Selain ketiga hal tersebut dia atas foraminifera juga memiliki kegunaan dalam
analisa struktur yang terjadi pada lapisan batuan. Sehingga sangatlah penting untuk
mempelajari foraminifera secara lengkap.
Dari cara hidupnya dibagi menjadi 2 :
1. Pellagic (mengambang)
a. Nektonic (bergerak aktif)
b. Lanktonic (bergerak pasif) mengikuti keadaan sekitarnya
2. Benthonic (pada dasar laut)
Dari dua bagian itu digunakan pada ilmu perminyakan dimana dari kedua fosil itu
identik dengan hidrokarbon yang terdapat pada trap (jebakan). Dalam geologi struktur
dimana dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya sesar, kekar serta lipatan.
B. Kegunaan Dari Mikro Fosil Foraminifera
Beberapa manfaat fosil antara laian sebagai berikut:
1. Dalam korelasi untu membantu korelasi penampang suatu daerah dengan daerah lain baik
bawah permukaan maupun di permukan.
2. Menentukan umur misalnya umur suatu lensa batu pasir yang terletak di dalam lapisan
serpih yang tebal dapat ditentukan dengan mikrofosil yang ada dalam batuan yang
melingkupi.
3. Membantu studi mengenai spesies.
4. Dapat memberikan keterangan-keterengan palenteologi yang penting dalam menyusun
suatu standar section suatu daerah.
5. Membantu menentukan batas-batas suatu transgresi/regresi serta tebal/tipis lapisan.
Berdasarkan kegunaannya dikenal beberapa istilah, yaitu :
1. Fosil indeks/fosil penunjuk/fosil pandu
Yaitu fosil yang dipergunakan sebagai penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini
mempuyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas, serta mudah dikenal.
Contohnya : Globorotalina Tumida penciri N18 atau Miocen akhir.
2. Fosil bathymetry/fosil kedalaman
Yaitu fosil yang dipergunakan untuk menentukan lingkungan kedalaman pengendapan.
Umumnya yang dipakai adalah benthos yang hidup di dasar. Contohnya : Elphidium spp
penciri lingkungan transisi.
3. Fosil horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic
Yaitu fosil yang mencirikan khas yang terdapat pada lapisan yang bersangkutan. Contoh :
Globorotalia tumida penciri N18.
4. Fosil lingkungan
Yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai penunjuk lingkungan sedimentasi. Contohnya
: Radiolaria sebagai penciri lingkungan laut dalam.
5. Fosil iklim
Yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk iklim pada saat itu. Contohnya :
Globigerina Pachyderma penciri iklim dingin.
C. Makna dan Tata Nama Penamaan Fosil
Seorang sarjana Swedia Carl Von Line (1707-1778) yang kemudian melatinkan
namanya menjadi Carl Von Linnaeus membuat suatu hukum yang dikenal dengan LAW OF
PRIORITY, 1958 yang pada pokoknya menyebutkan bahwa nama yang telah dipergunakan
pada suatu individu tidak dipergunakan untuk individu yang lain. Nama kehidupan pada
tingkat genus terdiri dari satu kata sedangkan tingkat spesies terdiri dari dua kata, tingkat
subspesies terdiri dari tiga kata. Nama-nama kehidupan selalu diikuti oleh nama orang yang
menemukannya.
Contoh penamaan fosil sebagai berikut:
Globorotalia menardi exilis Blow, 1998
Arti dari penamaan adalah fosil hingga subspesies diketemukan oleh BLOW pada
tahun 1969.
Globorotalia ruber elogatus (D Orbigny), 1826
Arti dari n. sp adalah spesies baru.
Pleurotoma carinata GRAY, Var Woodwardi MARTIN
Arti dari penamaan adalah GRAY memberikan nama spesies sedangkan MARTIN
memberikan nama varietas.
Globorotalia acostaensis pseudopima n sbsp BLOW, 1969
Arti dari n.sbsp adalah subspecies.
Dentalium (s.str) ruteni MARTIN
Arti dari penamaan adalah fosil tersebut sinonim dengan dentalium rutteni yang
diketemukan MARTIN.
Globorotalia of tumda
Arti dari penamaan ini adalah penemu tidak yakin apakah bentuk tersebut betul
Globorotalia tumida tetapi dapat dibandingkan dengan spesies ini.
Spaeroidinella aff dehiscens
Arti dari penamaan tersebut adalah fosil ini berdekatan (berfamily) dengan
sphaeroidinella dehiscens. (aff = affiliation)
Ammobaculites spp
Artinya mempunyai bermacam-macam spesies
Recurvoides sp
Artinya spesies (nama spesies belum dijelaskan)
D. Sistem Reproduksi
Foraminifera bereproduksi dengan 2 cara yaitu aseksual dan seksual. Cara aseksual
yaitu pada individu yang telah dewasa terdapat sebuah inti pada protoplasmanya. Inti tersebut
kemudian membelah diri terus menerus selama menjadi dewasa membentuk nuclei-nuclei.
Pada tahap selanjutnya inti-inti akan meninggalkan cangkangnya dan keluar sambil
membawa sebagian protoplasmanya. Kemudian inti-inti dengan protoplasma tersebut
membentuk cangkang baru dengan proloculum (kamar utama) yang besar dan cangkang yang
relatif kecil (megalosfer). Sedangkan selanjutnya dengan pada tahap seksual, pada bentukbentuk megalosfer ini membentuk kembali inti-inti kecil (nucleioli) yang semakin banyak
pada tahapan dewasa, dan akhirnya pecah keluar melalui apertur sambil membawa
protoplasma dan membentuk flagel untuk pergerakkannya. inti-inti dengan flagel itu disebut
sebagai gamet jantan/betina. gamet-gamet tersebut saling beregerak mencari pasangan yang
berlawanan untuk kemudian berkonjugasi (seksual fase) membentuk individu baru dengan
proloculum kecil dan cangkang yang relatif besar, disebut mikrosfer. pada tahap selanjutnya
mikrosfeer ini akan membelah diri kembali seperti pada tahap asexual dan selanjutnya
terulang kembali siklus yang sama.
BAB III
FORAMINIFERA PLANKTONIK
A. Genus dan Spesies Foraminifera Plankton
Foraminifera planktonik adalah foraminifera yang cara hidupnya mengambang atau
melayang di air, sehingga fosil ini sangat baik untuk menentukan umur dari suatu lingkungan
pengendapan (umur dari suatu batuan). Secara umum foraminifera dibagi berdasarkan family,
genus, serta spesies yang didasarkan antara ciri-ciri yang nampak. Ciri-ciri beserta
pembagiannya antara lain :
a. Family Globigerinidae
Family ini umumnya mempuyai test biconvex, bentuk kamar subglobular, susunan
kamar trochospiral , Aperture memanjang dari umbilicus ke pinggir test dan terletak pada
dasar apertural face. Pinggir test ada yang mempunyai keel dan ada yang tidak. Berdasarkan
bentuk test, bentuk kamar, aperture dan keel, maka family ini dapat dibagi atas dua genus,
yaitu :
Genus Globorotalia
Ciri-ciri morphologi dengan test hyaline, bentuk test biconvex, bentuk kamar
subglobular, atau angular conical. Aparture memanjang dari umbilicus ke pinggir
test. Pada pinggir test terdapat keel dan ada yang tidak. Berdasarkan ada tidaknya keel
maka genus ini dapat dibagi menjadi dua sub genus, yaitu :
Subgenus Globorotalia
Subgenus ini mencakup seluruh glabarotalia yang mempunyai keel.
Membedakan subgenus ini dengan yang lainnya maka dalam penulisan
Subgenus Turborotali
Subgenus mencakup seluruh globorotalia yang tidak memiliki keel.
Membedakannya, maka subgenus turborotalia dalam penulisan spesiesnya diberi
kode. Contoh : Globorotalia
Genus truncorotaloides
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline bentuk test truncate, bentuk kamar
angular truncate. Susunan kamar umbilical convex trochospiral dengan deeply
umbilicus. Aperture terbuka lebar yang memanjang dari umbilicus ke pinggir test.
Ciri-ciri khasnya dari genus ini ialah terdapatnya sutural supplementary aperture dan
dinding test yang kasar (seperti berduri) yang pada genus globorotalia hal ini tidak
akan dijumpai. Subgenus ini tidak dibahas lebih lanjut, karena terdapat pada lapisan
tua Eosen Tengah. Contoh Truncorotaloides rahri
c. Family Globigeriniidae
Family ini pada umumnya mempunyai bentuk test sperichal atau hemispherical, bentuk
kamar glubolar dan susunan kamar trochospiral rendah atau tinggi. Apaerture pada umumnya
terbuka lebar dengan posisi yang terletak pada umbilicus dan juga pada sutura atau pada
apertural face. Berdasarkan bentuk test, bentuk kamar, bentuk aperture dan susunan kamar
maka family ini dapat dibagi atas 14 genus yaitu:
Genus Globigerina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test speroical, bentuk kamar
globural, susunan kamar trochospiral. Aperture terbuka lebar dengan bentuk parabol
dan terletak pada umbilicus. Aperture ini disebut umbilical aperture.
Genus Globigerinoides
Ciri-ciri morphologi sama dengan Globigerina tetapi mempunyai supplementary
aperture, dengan demikian dapat dikatakan bahwa globigerinoides ini adalah
Globigerina yang mempunyai supplementary aperture. Contohnya: Globigerinoides
primordius.
Genus globoquadina
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar
globural, dan susunan kamar trochoid. Aperture terbuka lebar dan terletak pada
umbilicus dengan segi empat yang kadang-kadang mempunyai bibir. Contohya:
Globoquadrina alrispira
Genus Globorotaloides
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus Globorotalia tetapi umbilicusnya tertutup
oleh Bulla (bentuk segi enam yang tertutup).
Genus Pulleniatina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar
globural, susunan kamar trochospiral terpuntir. Aperture terbuka lebar memanjang
dari umbilicus ke arah dorsal dan terletak di dasar apertural face. Contohnya:
Pulleniatina obliquiloculate (N19 N23).
Genus Sphaeroidinella
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical atau oval,
bentuk kamar globural dengan jumlah kamar tiga buah yang saling berangkuman
(embracing). Aperture terbuka lebar dan memanjang didasar sutura. Pada dorsal
terdapat supplementary aperture. Salah satu spesies yang termasuk genus ini beserta
gambar dan keterangan. Spaeroidinella dehiscens Test trochospiral, equatorial periperi lobulate sangat ramping, sumbu peri-peri membulat. Dinding berlubang kasar,
permukaan licin. Kamar subglobular menjadi bertambah melingkupi pada saat
dewasa, tersusun dalam tiga putaran, tiga kamar dari putaran terakhir bertambah
ukurannya secara cepat. Suture tidak jelas tertekan radial. Aperture primer
interiomarginal umbirical, atau 2 aperture skunder pada sisi belakang terdapat pada
kamar terakhir.
Genus Sphaeroidinellopsis
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus Spaeroidinella tetapi tidak mempunyai
supplementary aperture, dengan demikian dapat dikatakan bahwa Spaeroidiniellopsis
itu adalah Spearoidinella yang tidak mempunyai supplementary aperture.
Genus Orbulina
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline dan bentuk test spherical, serta
aperture tidak kelihatan (small opening). Aperture ini adalah akibat dari
terselumbungnya seluruh kamar-kamar sebelumnya oleh kamar terakhir. Beberapa
speies yang termasuk pada genus ini beserta gambar. Urbulina universal, Orbulina
bilobata
Genus Biorbulina
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus orbulina, tetapi gandeng dua.
Genus Praeorbulina
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical atau agak lonjong.
Bentuk lonjong ini diakibatkan oleh kamar-kamar terakhir yang menyelumbungi
kamar-kamar sebelumnya. Aperture utama tidak terlihat lagi, yang terlihat hanya
supplementary aperture saja yang berbentuk strip-strip.
Genus Candeina
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, bentuk kamar
globural. Jumlah kamar tiga buah dan di sepanjang sutura terdapat sutural
supplementary aperture. Contohnya: Candeina nitida
Genus Globigerinatheca
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, dan bentuk kamar
globular. Susunan kamar pada permulaan trochospiral dan kemudian berangkuman
(embracing). Umbilicus tertutup dan terdapat secondary aperture yang berbentuk
parabol dan kadangkadang tertutup bulla.
Genus Globigerinita
Ciri-ciri morphologi sama dengan genus globigerina tetapi dengan bulla.
Genus Globigerinatella
Ciri-ciri morphologi dinding test hyaline, bentuk test spherical, susunan kamar pada
permulaan trochospiral dan kemudian berangkuman. Umbilicus samar-samar karena
tertutup bulla. Terdapat sutural secondary aperture bullae dengan infralaminal
aperture.
Genus Catapsydrax
Ciri-ciri morphologi dengan dinding test hyaline, bentuk test spherical, susunan kamar
trochospiral. Memiliki hiasan pada aperture yaitu berupa bulla pada catapsydrax
dissimilis dan tegilla pada catapsydrax stainforthi. Dengan memiliki accessory
aperture yaitu infralaminal accessory aperture pada tepi hiasan aperturenya.
Contohnya: Catapsydrax dissimilis
BAB IV
FORAMINIFERA BENTHONIK
A. Family, Genus Dan Spesies Foraminifera Benthonik
Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara hidup secara
vagile (merambat/merayap) dan sessile (menambat). Alat yang digunakan untuk merayap
pada benthos yang vagile adalah pseudopodia. Terdapat yang semula sesile dan berkembang
menjadi vagile serta hidup sampai kedalaman 3000 meter di bawah permukaan laut. Material
penyusun test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin, gampingan. Foraminifera benthonik
sangat baik digunakan untuk indikator paleoecology dan bathymetri, karena sangat peka
terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekologi dari
foraminifera benthonic ini adalah :
Kedalaman laut
Suhu/temperature
Salinitas dan kimia air
Cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis
Pengaruh gelombang dan arus (turbidit, turbulen)
Makanan yang tersedia
Tekanan hidrostatik dan lain-lain.
Faktor salinitas dapat dipergunakan untuk mengetahui perbedaan tipe dari lautan yang
mengakibatkan perbedaan pula bagi ekologinya. Streblus biccarii adalah tipe yang hidup pada
daerah lagoon dan daerah dekat pantai. Lagoon mempunyai salinitas yang sedang karena
merupakan percampuran antara air laut dengan air sungai. Foraminafera benthos yang dapat
digunakan sebagai indikator lingkungan laut secara umum (Tipsword 1966) adalah :
Pada kedalaman 0 5 m, dengan temperatur 0-27 derajat celcius, banyak dijumpai
genus-genus Elphidium, Potalia, Quingueloculina, Eggerella, Ammobaculites dan
bentuk-bentuk lain yang dinding cangkangnya dibuat dari pasiran.
Pada kedalaman 15 90 m (3-16 C), dijumpai genus Cilicides, Proteonina,
Ephidium, Cuttulina, Bulimina, Quingueloculina dan Triloculina.
Pada kedalaman 90 300 m (9-13oC), dijumpai genus Gandryna, Robulus, Nonion,
Virgulina, Cyroidina, Discorbis, Eponides dan Textularia.
Pada kedalaman 300 1000 m (5-8 C), dijumpai Listellera, Bulimina, Nonion,
Angulogerina, Uvigerina, Bolivina dan Valvulina
Macam-macam genus dari foraminifera benthos yang sering dijumpai :
Genus Ammobaculites Chusman. Termasuk famili Lituolidae, dengan cirri-ciri test
pada awalnya terputar, kemudian menjadi uniserial lurus, komposisi test pasiran,
aperture bulat dan terletak pada puncak kamar akhir. Muncul pada karbon resen.
Genus Amondiscus Reuses 1861. Termasuk famili Ammodiscidae dan ciri ciri test
monothalamus, terputar palnispiral, kompisisi test pasiran, aperture pada ujung
lingkaran. Muncul Silur Resent.
Genus Amphistegerina d Orbigny 1826. Famili berbentuk lensa, trochoid, terputar
involut, pada ventral terlihat surture bercabang tak teratur, komposisi test gampingan,
berpori halus, aperture kecil pada bagian ventral kecil pada bagian ventral
Polythalamus
Polythalamus merupakan suatu susunan kamar dan bentuk akhir
kamar foraminifera yang memiliki lebih dari satu kamar. Misalnya
uniserial saja atau biserial saja. Macam-macam polythalamus antara lain :
Uniformed yang terbagi menjadi:
lain :
Involute yaitu test yang terputar dengan putaran akhir
menutupi putaran yang sebelumnya, sehingga putaran
akhir saja yang terlihat. Contoh : Elphidium.
o Biserial
Biserial yaitu test yang tersusun oleh dua baris kamar yang terletak
berselang-seling. Contoh : Textularia.
BAB V
FORAMINIFERA BESAR BENTHONIK
Ordo foraminifera ini memiliki bentuk yang lebih besar di bandingkan dengan yang
lainnya. Sebagian besar hidup didasar laut degan kaki semu dan type Letuculose, juga ada
yang hidup di air tawar, seperti family Allogromidae. Memiliki satu kamar atau lebih yang
dipisahkan oleh sekat atau septa yang disebut suture . aperture terletak pada permukaan
septum kamar terakhir. Hiasan pada permukaan test ikut menentukan perbedaan tiaptiap
jenis. Foraminifera besar benthonik baik digunakan untuk penentu umur. Pengamatan
dilakukan degan mengunakan sayatan tipis vertical, horizontal, atau, miring di bawah
miroskop. Pemberiam sitematik foraminifera benthonik besar yang umum ( A. Chusman
1927).
a. Famili Discocyclidae
Genus Asslina : kenampakan luar pipih (lentukuler) discoidal, test besar ukuran 50
mm, di jumpai tonggak tonggak.
Genus Cycloclypeus : kenampakan luar seperti lensa dan kamarsekunder yang siku
siku terlihat dari luar.
Genus Nummulites : kenampakan luar seperti lensa, terputar secara planispiral,
hanya putaran terluar yang terlihat, pada umumnya licin.
c. Famili Alveolinelliadae
Bentuk test pipih, segitiga atau asimetris, kamar embryonik bilocular terletak
dipinggir (eksentris) atau dipuncak (apical ) terdiri dari protoconc yang hampir sama besar.
Genus Biplanispira : kenampakan luar pipih hingga seperti lensa, discoidal, hampir
bilateral simetri dengan/tanpa tonggak.
Genus Pellatispira : kenampakan luar seperti lensa (lentikuler) dan bulat sering
dijumpai tonggak.
f. Famili Orbitoididae
Golongan ini mempunyai test besar, lenticular/discoidal, biconcave, berkamar banyak dimana
hubungan antara kamar-kamarnya dilakukan dengan stolon (pori-pori yang terbentuk tabung),
dinding lateralnya berpori dan tebal, dimana terdapat kamar-kamar dan pillar-pillar. Untuk
bentuk yang megalosfer, kamar utamanya terdiri dari :
1. Kamar embrionik/initial chamber/nucleoconch
Merupakan kamar permulaan yang tersusun dari beberapa inti. Berdasarkan jumalah dan
kedudukan inti-inti tersebut dapat dibedakan beberapa bentuk yang akan membedakan
penamaan sub-genusnya. Dari susunan inti-intinya, nucleoconch dapat berbentuk :
o Bilocular, terdiri dari protoconch dan deuteroconch
beberapa deuteroconch lebih kecil dan mengelilingi protoconch polylepidina. Biasanya
terdapat pada bentuk yang microsfeer.
denteroconchsama besar dengan protococh Isolepidina atau sebagai Lepidocyclina ss.
deuteroconch lebih besar dari protoconch dan menutupi sebagian Nephrolepidina.
deuteroconchbesar sehingga melingkupi seluruh protoconch Eulepidina dan
trybliolepidina.
o Trilocular, terdiri dari 3 nucleuconch Orbitoides
o
uadrilocular, terdiri dari 4 nucleoconch Orbitoides
2. Kamar nepionik/pery-embryonic chamber
Merupakan kamar-kamar yang mengelilingi kamar embrionik, terletak antara kamar
embrionik dan kamar-kamar post nepionik. Berdasarkan letak dan susunan kamar nepionik
dapat digunakan untuk klasifikasi golongan Ortoididae (Tan Sin Hok, 1932)
3. Kamar post nepionik/median or equatorial chamber
Merupakan kamar-kamar yang terbentuk setelah kamar nepionik. Pada sayatan horizontal,
kamar ini dapat mempunyai bentuk yang bermacammacam, seperti rhombie hexagonal,
spatulate, arcuate, ogival. Bentukbentuk kamar post nepionik ini juga merupakan kendala
dalam klasifikasi foraminifera besar.
4. Kamar lateral
Merupakan rongga-rongga yang letaknya teratur, terletak di atas dan di bawah lapisan tengah
(median layer). Pada genus Lepidocyclina, kamar lateral ini dapat terbentuk lensa, menyudut
atau membulat.