Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS PROVENANCE BATUPASIR FORMASI KLASAMAN (TQk) DAERAH KLASAN

DAN SEKITARNYA DISTRIK MARIAT KABUPATEN SORONG PROVINSI PAPUA BARAT

SKRIPSI

JHONIS SARAGI
2016 69 015

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN
UNIVERSITAS PAPUA
MANOKWARI
2021

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan CH. Amri, P. Sanyoto, B. Hamonangan, S. Supriatna, W. Simanjuntak dan P. E.
Pieters (1990), berdasarkan tinjauan geologi sorong memiliki beragam Formasi, terdapat 31 Formasi yang
tersusun oleh batuan beku, sedimen dan metamorf. Keberagaman jenis batuan yang dapat ditemukan di
Regional ini tak lepas dari setting tektoniknya, menurut Hall (2002).
Berdasarkan CH. Amri, P. Sanyoto, B. Hamonangan, S. Supriatna, W. Simanjuntak dan P. E.
Pieters (1990), Berdasarkan Tinjauan Geologi Tinjauan Regional Sorong, Formasi Klasaman (TQk)
tersusun atas litologi batulumpur, serpih, batupasir, konglomerat, dan jarang batugambing koral-
ganggang.
Kehadiran batupasir pada Formasi Klasaman (TQk) merupakan hal yang menarik untuk diteliti,
dikarenakan Menurut Pettijohn (1987), batupasir dapat menjelaskan bagaimana ia terbentuk dan dari
mana sumbernya. Penelitian terkait provenance sangat penting dikarenakan batupasir dapat
merekonstruksi daerah asal dan setting tektoniknya, dikarenakan hal tersebutlah yang menyebabkan
penulis tertarik melakukan penelitian tentang provenance batupasir pada Formasi Klasaman (TQk).
Provenance sendiri merupakan semua faktor yang berhubungan dengan pembentukan batuan asal
pada batuan sedimen, khususnya pada komposisi batuan asal ketika sedimen tersebut terbentuk. Tujuan
utama analisis provenance yaitu untuk memahami karakteristik daerah asal sedimen sebuah batuan
melalui komposisi yang terdapat di batuan sedimen. Berdasarkan keunikan hal-hal tersebut di ataslah
yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian dengan Judul Analisis Provenance Batupasir Formasi
Klasaman (TQk) Daerah Klasan Dan Sekitarnya, Distrik Mariat, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua
Barat.
1.2 Rumusan Masalah
Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Dari mana sumber asal batupasir pada Formasi Klasaman (TQk).
2. Bagaimana tatanan tektonik asal batuan?

1.3 Batasan Masalah


Yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini, yaitu :
1. Penelitian terfokus pada batupasir Formasi Klasaman (TQk).
2. Hasil pembahasan hanya membahas tentang asal batuan dan tatanan tektonik asal batuan.
3. Hasil penelitian yang diperoleh dari data petrografi.
4. Analisis provenance dari batupasir Formasi Klasaman (TQk), dengan menggunakan metode
metode point counting  (Gazzi-Dickinson (Ingersoll dkk., 1984)menghitung persentase
kandungan mineral ringan penyusun batuan yang lalu diplot kedalam diagram Q-F-L atau
Kuarsa (Q), Felspar (F), dan Litik Fragmen (L) dari Dickinson dan Suczeck (1979) sehingga
didapatkan hasil berupa tatanan tektonik dari sumber sedimen penyusun batuan.

1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini, yaitu :
1. Mengetahui provenance batupasir pada Formasi Klasaman (TQk).pada daerah penelitian.
2. Mengetahui tatanan tektonik batuan asal batupasir pada Formasi Klasaman (TQk).

1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian, yaitu dapat memberikan informasi tentang batuan asal dan setting tektonik
batupasir sebagai informasi awal bagi penelitian selanjutnya, serta dapat menjadi acuan bagi penelitian
serupa ataupun berbeda.

2 II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL


2.1 Fisiografi Regional = Daerah Perbukitan Rendah
2.2 Struktur Geologi Regional = Bomkah kemum
2.3 Stratigrafi Regional = Formasi Klasaman (TQk),
2.4 Hipotesis = Berdasarkan kajian literatur dan Regional peneliti mengambil dugaan sementara yang
akan divalidasi pada pengamatan lapangan bahwa Provenance batupasir yang berada pada Formasi
klasaman (TQk) berasal dari Recycled Orogen Provenance, Dari satuan batuan sedimen malih,
batuan gunungapi, dan ultramafik dimana komposisi batupasir dihasilkan dari Formasi bancu tak
terpisahkan didalam sistem Sesar Sorong SFx.

3 III TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Batuan Sedimen
Kata sedimen berasal dari bahasa latin, yaitu sedimentum yang berarti pengendapan. Batuan
sedimen adalah batuan yang terbentuk dari suatu proses akumulasi atau kumpulan material hasil
perombakan batuan yang terlapukkan atau terusai dari batuan induk atau asalnya yang terbentuk dimuka
bumi, kemudian terendapkan pada suatu cekungan dibawah kondisi suhu dan tekanan rendah serta
mempunyai karakteristik terhadap lingkungan pengendapan, proses tersebut dikenal sebagai proses
sedimentasi (Pettijohn, 1975).
Komposisi batupasir menurut Dickinson & Suczek, 1979 dipengaruhi oleh
karakteristik lingkungan asal sedimentasi, proses-proses sedimentasi yang berlangsung
secara alami dalam cekungan pengendapan dan proses-proses yang berlangsung dari
Provenance menuju basin. Bila batuan ditinjau dari kelimpahannya, batuan sedimen hanya mempunyai
keterdapatan sebesar 7,9% dari total batuan yang menyusun kerak bumi. Ini sangat sedikit bila
dibandingkan dengan batuan beku dan batuan metamorf. Namun, batuan sedimen merupakan jenis batuan
yang tersebar paling luas dikulit bumi bila dibandingkan dengan batuan beku dan juga batuan metamorf
(Menurut Petijohn, Potter, dan Siever, 1987).

3.1.1 Asal Material Sedimen


Butirpasir terbentuk oleh hancuran batuan tua oleh proses pelapukan dan erosi dan dari material
yang terbentuk di dalam lingkungan transportasi dan pengendapan.
Hasil lapukan terbagi ke dalam dua kategori: butir mineral detrital, tererosi dari batuan yang
lebih tua, dan sedimen-sedimen berukuran pasir dari batuan atau fragmen batuan. Butiran yang
terbentuk di dalam lingkungan pengendapan umumnya berasal dari biogenik–bagian dari tanaman
atau hewan–tapi ada beberapa yang terbentuk dari reaksi kimia.
Material sedimen dapat berupa fragmen dari batuan yang sudah ada baik itu batuan beku, batuan
sedimen itu sendiri ataupun batuan metamorf, dan mineral-mineral lainnya. Selain itu, material
sedimen juga dapat berupa material organik, seperti terumbu koral di laut, sisa-sisa cangkang,
organisme air, vegetasi serta hasil evaporasi dan presipitasi yang membentuk garam di lingkungan
marin.
Berdasarkan cara dan proses pembentukannya, batuan sedimen dapat menjadi beberapa jenis,
yaitu :
1. Sedimen Terrigenous, adalah batuan sedimen yang material sedimennya berasal dari hasil
pelapukan fisika pada suatu tempat yang kemudian terangkut dan terendapkan pada suatu
cekungan. Contohnya konglomerat atau breksi, batupasir, batulanau, dan lempung.
2. Sedimen kimiawi/biokimia (chemical/biochemical), adalah batuan sedimen hasil pengendapan
dari proses kimiawi suatu larutan, organisme bercangkang atau pengendapan yang
mengandung mineral silika atau fosfat. Batuan yang termasuk dalam kumpulan ini adalah
vaporit, batuan sedimen karbonat, batuan sedimen bersilika, dan endapan organik.
Batuan sedimen juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ukuran dan bentuk butirnya, serta
komposisi material pembentuknya. Berdasarkan ukuran dan bentuk butirnya, batuan sedimen
dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Batuan sedimen klastik, terbentuk dari hasil pelapukan fisika yang terjadi pada suatu batuan
atau sisa-sisa organisme (cangkang binatang laut atau air tawar), baik yang masih utuh
maupun tidak, yang kemudian terangkut dan menghasilkan material fragmen-fragmen. Batuan
sedimen klastik dicirikan oleh butiran detritus yang mempunyai bentuk dan ukuran butir
beragam.
2. Batuan sedimen non-klastik atau biasa disebut dengan kimiawi atau organik, terbentuk dari
hasil proses kimia ataupun proses biologi selama sedimentasi.

3.2 Batuan Sedimen Klastik


Batuan sedimen klastik diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir. Ukuran partikel yang terendapkan
berhubungan dengan kecepatan transportasi, semakin besar kecepatannya semakin besar partikel yang
terbawa. Untuk membedakannya ukuran butir dibuat sebuah klasifikasi ukuran butir oleh Wentworth
yang dikenal sebagai klasifikasi skala Wentworth.
Tabel 3.1 Skala ukuran butir material sedimen yang dikenal sebagai skala Wentworth
(Modifikasi, folk, 1965)

Butiran besar pada batuan sedimen klastik disebut dengan istilah fragmen dan diikat oleh butiran –
butiran yang lebih halus yang dikenal dengan matriks.
Tabel 3.1 Klasifikasi batuan sedimen klastik
(Buku Petrologi., Dr. Eng. Adi Maulana, ST. M. Phi,2009)
Tekstur Ukuran Butir Komposisi Nama Batuan
Fragmen batuan
Konglomerat
membundar.
Kerikil (gravel) 2 mm
Fragmen batuan
Breksi
menyudut.
Batupasir
Mineral kuarsa dominan
kuarsa
Batupasir
Klastik kuarsa dan feldspar
1/16 – 2 mm arkose

Kuarsa, felspar, lempung Batupasir


dan fragmen batuan Graywacke

Laminasi Serpih
1/256 mm
Masif Lempung

Pettijohn (1975) mengklasifikasikan batuan sedimen, yaitu batupasir berdasarkan kandungan


mineralogi penyusun batuan serta material penyusunnya. Klasifikasi Pettijohn juga dikenal dengan QFL
plot (Quartz, feldspar, dan lithic Fragment), Pada klasifikasi ini secara umum terbagi menjadi tiga jenis
batuan yaitu Arenite, Wacke, dan Mudstone (matriks 75%). Pembagian ketiga jenis batuan tersebut
berdasar atas persen matriks.

Gambar 3.1 Klasifikasi batuan sedimen (Modifikasi, Pettijohn, 1975)

Klasifikasi batuan sedimen berdasarkan Pettijohn, sebagai berikut.


1. Arenite adalah batupasir dengan kandungan matriks 0-15%. Berdasarkan komposisi fragmennya, arenit
terbagi menjadi :
 Litharenite : jika kandungan fragmen batuan 25% atau lebih.
 Sublitharenite : Pembagian dari Litharenite dimana kandungan feldspar kurang dari 25%
 Arkosic arenite : Jika kandungan feldspar 25 % atau lebih
 Subarkose : Pembagian dari Arkosic arenite dimana kandungan feldspar kurang dari 25%
 Quartz arenite : jika kandungan feldspar atau litik tidak lebih dari 5%
2. Wacke adalah batupasir dengan kandungan matriks 15%-75%. Berdasarkan komposisi fragmennya,
Wacke terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
● Quartz Wacke : jika kandungan feldspar atau litik tidak lebih dari 5%
● Feldspar greywacke : jika kandungan feldspar 5% atau lebih.
● Lithic greywacke : jika kandungan fragmen batuan 5% atau lebih.
3. Mudstone adalah nama batuan jika kandungan matriks 75%-100%

3.3 Batuan Sedimen Non Klastik


Batuan sedimen Non klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk melalui suatu reaksi kimia,
seperti hasil aktivitas makhluk hidup (tumbuhan dan binatang). Pada umumnya, batuan sedimen non
klastik diklasifikasikan berdasarkan komposisi kimia dan teksturnya.
Batuan sedimen non klastik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang terbentuk secara anorganik
dan yang terbentuk secara biokimia. Adapun berdasarkan komposisinya, batuan anorganik
dikelompokkan menjadi batuan yang bersifat karbonat, silikaan hasil dari evaporasi yang mengandung
halit (halite) dan gypsum berdasarkan sifatnya kelompok batuan biokimia terbagi menjadi karbonatan
silikaan, dan karbonat.

3.4 Provenance
Proses terbentuknya batuan sedimen diantaranya dapat diketahui dengan mene-
liti lingkungan pengendapan dan sumber sedimennya (Provenance). Berdasarkan terminologi, kata
Provenance yang berasal dari bahasa Prancis yakni “provenir” yang bermakna sumber atau muncul
(Pettijohn, 1987 dalam Boggs, 2008). Provenance merupakan semua faktor yang berhubungan dengan
pembentukan batuan sedimen khususnya pada komposisi yang berhubungan dengan pembentukan batuan
sedimen, terlebih khusus pada batuan asal dan setting tektonik.
Studi mengenai Provenance mulai berkembang ketika dilakukan oleh Fleet (1926) yang
mengenalkan metode kuantitatif penghitungan butir mineral penyusun batuan untuk meningkatkan
estimasi frekuensi kehadiran mineral secara relatif melalui analisis petrografi. Penelitian oleh Dickinson
dan Valloni (1980) menjelaskan bahwa komposisi utama dari batupasir sangat dikontrol oleh pergerakan
dari lempeng tektonik. Interpretasi Provenance sangat penting dilakukan pada batuan sedimen
silisiklastik, karena mineral silisiklastik dan fragmen batuan yang tersimpan di dalam batuan sedimen
memberikan bukti penting dari litologi batuan sumber.

3.5 Analisis Provenance


Analisis Provenance dilakukan dengan cara menghitung total persentase kandungan mineral yang
menyusun suatu sampel batuan yang akan diplot ke dalam diagram Q-F-L (kuarsa, feldspar, dan litik
fragmen), dari Dickinson dan Suczek (1979) untuk menentukan komposisi menggunakan metode point
counting, dilakukan dengan cara menghitung jumlah setiap mineral yang terdapat pada batuan sampel
yang telah dianalisis sebelumnya pada pengamatan petrografi, kemudian setelah dilakukan plot data
sampel batuan berdasarkan keterdapatan mineral dilakukan plot data sampel pada diagram Dickinson dan
Suczeck (1979) (Gambar akan didapatkan hasil berupa tatanan tektonik dari batuan sumber).
Dickinson dan Suczek (1979) menggunakan parameter utama yang digunakan pada analisis
petrografi batupasir ini yaitu mineral kuarsa (Q), feldspar (F), dan fragmen litik (L). Sedangkan parameter
lain yang diperhatikan pada analisis petrografi batupasir ini adalah kuarsa monokristalin (Qm) dan kuarsa
polikristalin (Qp), plagioklas feldspar (Fp) dan alkali feldspar (Fa), serta litik metamorf (Lm), litik
vulkanik (Lv), dan litik sedimen (Ls).

Gambar 3.2 Parameter yang digunakan untuk analisis Provenance


(Modifikasi Dickinson,1985)

Pada analisis mineral yang dilakukan terdapat aspek-aspek yang harus diperhatikan yaitu sebagai
berikut.
1. Dilakukan dengan metode point counting dari ± 300 butir mineral secara umum pada sampel
sayatan tipis yang telah dianalisis sebelumnya pada pengamatan petrografi.
2. Kristal atau mineral yang memiliki ukuran > 0,0625 mm (Skala ukuran butir material sedimen
yang dikenal sebagai skala Wentworth (folk, 1965). pada fragmen batuan tidak termasuk dalam
perhitungan butir monomineralik (Decker dan helmond, 1985).
3. Penentuan tatanan tektonik dan asal batuan (Provenance) mengacu pada plot diagram Dickinson
dan Suczek (1979).
Dickinson dkk. (1983) dalam Boggs (1992) memberi penjelasan pembagian tipe Provenance secara
umum yang terbagi menjadi tiga tipe, yaitu continental blocks Provenance, recycled orogen Provenance
dan magmatic arc Provenance. Setiap tipenya memiliki hubungan dengan tatanan tektonik tertentu.

Gambar 3.3 Model klasifikasi setting tektonik (Modifikasi, Dickinson, 1983)

Mineral silika dan komposisi batuan dari batuan sedimen silisiklastik merupakan hal mendasar yang
dapat membedakannya dari batuan sedimen lainnya. Mineral adalah bagian penting untuk mempelajari
dan mengidentifikasi asal-usul batuan sedimen silisiklastik karena mineral merupakan bukti yang satu-
satunya tersedia di alam untuk daerah yang sudah hilang seperti gunungapi purba.
Jenis mineral silisiklastik dan fragmen batuan yang terkemas dalam batuan sedimen merupakan
bukti penting untuk sumber batuan. Fragmen batuan juga memberikan bukti langsung terkait sumber
batuan asal seperti fragmen batuan vulkanik mengidentifikasikan sumber batuannya adalah vulkanik,
fragmen batuan metamorf mengidentifikasikan sumber batuannya adalah metamorfik.
Feldspar dan mineral lainnya juga merupakan indikator yang penting. Sebagai contoh potasium
feldspar menunjuk kepada batuan beku plutonik. Dimana sodic plagioklas (mineral plagioklas kaya Na)
terbentuk dari batuan plutonik alkaline sedangkan calcic plagioclas (mineral plagioklas kaya Ca)
terbentuk dari batuan vulkanik dasar.
Quartz juga memiliki nilai sebagai indikator asal batuan. Basu dkk. (1975), menunjukkan bahwa
tingginya persentase butiran kuarsa dengan undulose > 5ᵒ yang dikombinasikan dengan tingginya
persentase butiran polycrystalline, mengandung lebih dari tiga unit kristal per butir mengidentifikasikan
berasal dari batuan metamorfik derajat tinggi atau batuan beku plutonik.
Seorang geologi tertarik pada sumber tatanan tektonik dan tempat terasosiasinya endapan dibangun
oleh teori pemekaran lantai samudera dan lempeng tektonik. Perhatian ini difokuskan pada
menginterpretasikan tatanan tektonik dalam istilah - istilah lempeng tektonik (Dickinson and Suczek,
1979; Dickinson, 1982; Dickinson dkk., 1983). Tiga tatanan tektonik atau Provenance yang telah
teridentifikasi adalah :
1. Continental Blocks Provenance
2. Recycled Orogen Provenance
3. Magmatic Arc Provenance

A. Continental Blocks Provenance


Gambar 3.4 Continental Block Provenances. (Dickinson, W. R., and C. A. Suczek, 1979).

Terletak di lempeng benua, yang dibatasi oleh pemekaran lempeng benua dan sabuk orogenesa atau
zona konvergensi lempeng. Sumber batuan terdiri dari batuan beku plutonik, metamorfik dan batuan
sedimen, termasuk juga batuan beku vulkanik. Sedimen yang terkikis dari sumber ini biasanya terdiri dari
pasir kuarsa, feldspar dengan rasio potasaium feldspar lebih melimpah terhadap plagioklas feldspar oleh
metamorfik dan fragmen batuan sedimen. Sedimen yang terkikis dari tempat ini tertransportasi (cekungan
laut marginal) yang dekat atau dapat terendapkan dari cekungan lempeng benua.
B. Recycled Orogen Provenance

Gambar 3.5 Recycled orogen Provenances (Dickinson, W. R., and C. A. Suczek, 1979)

Merupakan zona dari pertemuan lempeng, dimana kolusi lempeng utama membuat area sumber
terangkat di sepanjang sabuk pertemuan/kolusi. Ketika dua lempeng benua bertumbukan, sumber batuan
yang dihasilkan dari bagian yang terangkat biasanya sedimen dan metamorf yang hadir sepanjang batas
lempeng benua jauh sebelum tabrakan terjadi. Distribusi yang terlepas dari batuan induk umumnya terdiri
dari fragmen batuan sedimen atau metasedimen yang melimpah, kuarsa sedang dan rasio kuarsa yang
melimpah terhadap feldspar. Ketika kerak benua bertabrakan dengan kompleks busur magmatik, batuan
sumber yang mungkin terangkat yaitu batuan ultrabasa yang terdeFormasi, basal, dan batuan kerak
samudra, berbagai jenis batuan lain seperti greenstone (batuan beku yang termetamorfisme lemah) rijang,
argilit (batuserpih termetamorfisme lemah), batupasir litik, dan batugamping. Sedimen yang berasal dari
sumber ini mungkin mengandung banyak jenis fragmen batuan, kuarsa, feldspar dan rijang.
C. Magmatic Arc Provenance

Gambar 3.6 Magmatic arcs (Dickinson, W. R., and C. A. Suczek, 1979)

Terletak di zona dari pertemuan lempeng dimana sedimen tererosi terutama dari sum-
ber busur vulkanik yang terdiri dari dataran tinggi vulkanogenik. Aliran vulkanik klastik yang terlepas
dari dataran tinggi ini sebagian besar terdiri dari fragmen litik vulkanik dan feldspar plagioklas. Kuarsa
dan potassium feldspar. Potassium feldspar biasanya sangat jarang kecuali sedikit vulkanik tererosi
hingga memunculkan batuan plutonik yang mendasari di bawahnya. Sedimen yang tererosi dari sumber
ini dapat tertransport ke palung atau terendapkan di cekungan depan dan cekungan belakang.
IV METODE PENELITIAN

4.1 Tempat Dan Waktu


4.1.1 Tempat
Secara administratif daerah penelitian berada di Daerah Klasan, Distrik Mariat, Kabupaten Sorong,
Provinsi Papua Barat.

Gambar 4.1 Profil administrasi daerah penelitian (Modifikasi, Kabupaten Sorong 2020).
Secara astronomi daerah penelitian berada pada koordinat 131˚17’30’’– 131˚21’30’’ BT dan
01˚02’30’’– 01˚06’30’’ LS. Daerah penelitian memiliki waktu tempuh 20 menit menggunakan kendaraan
roda dua dengan jarak tempuh sejauh 9 Km dari Kantor Bupati Kabupaten Sorong. yang selanjutnya
proses pengambilan data dapat dilakukan dengan berjalan kaki.
4.3 Variabel Pengamatan
Adapun variabel yang diperhatikan pada penelitian ini dapat di lihat pada tabel berikut. (Tabel 4.2)
Tabel 4.2 Variabel Riset (Penulis, 2021)
Variabel Pengamatan Keterangan
Pendeskripsian secara megaskopis dan mikroskopis
Litologi
akan menghasilkan penaman batuan.
Penentuan asal dan tatanan tektonik batuan
Analisis petrografi
(Provenance) berdasarkan Model klasifikasi setting
(Kompisisi Mineral QFL)
tektonik (Modifikasi, Dickinson, 1983)

Penyajian Data
Data yang telah dianalisis kemudian akan disajikan dalam bentuk inFormasi tentang batuan asal dan
juga tatanan tektonik berdasarkan klasifikasi Dickinson dan Suczek (1979).

4.5 Metode Analisis


Metode analisis data dalam penelitian ini, yaitu :
1. Litologi
Sampel batuan yang telah diperoleh selanjutnya dideskripsi secara megaskopis yang selanjutnya
dilakukan analisis petrografi sehingga menghasilkan penamaan batuan yang valid, penamaan
sampel batuan dilakukan berdasarkan klasifikasi batuan sedimen (Pettijohn, 1975), berdasarkan
kandungan mineralogi yang terkandung pada batuan.
2. Analisis Provenance
Dickinson (1985) mengemukakan konsep komposisi batupasir merefleksikan tatanan tektonik
dan asal/sumber batuan. Untuk menentukan tatanan tektonik dan asal batuan berdasarkan data
komposisi butir dan mineralogi batuan yang selanjutnya dilakukan plotting dalam diagram
Dickinson Dan Suczek (1979) dengan parameter persentase kandungan Kuarsa (Q), Feldspar (F),
Dan Fragmen Litik (L) (Q-F-L).
4.6 Diagram Alir Penelitian
Prosedur penelitian dapat dilihat pada diagram alir penelitian berikut.
Gambar 4.2 Diagram Alir Penelitian

4V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Data Dan Metodologi


Sejumlah 9 (Sembilan) sampel batupasir Formasi Klasaman (TQk) yang telah diperoleh dari
lapangan, sampel yang diamati selanjutnya diamati secara megaskopis terlebih dahulu selanjutnya 7
(Tujuh) dari ke 9 (Sembilan) sampel tersebut dilakukan analisis secara petrografi menggunakan
mikroskop polarisasi dengan lensa PPL (Plane Polarized Light) dan XPL (Cross Polarized Light) untuk
mengetahui komposisi penyusun batupasir Formasi Klasaman (TQk). Dalam melakukan analisis pada
sayatan batupasir digunakan metode point counting, mineral yang dihitung adalah jumlah kandungan
mineral utama yaitu kandungan kuarsa, feldspar dan pecahan batuan (litik).
Hasil perhitungan persentase mineral penyusun berupa rasio kuarsa (Q), feldspar (F) dan pecahan
batuan atau litik (L) yang nantinya akan dijumlahkan ketiga komposisi mineral tersebut menjadi 100%.
Hasil perhitungan persentase komposisi mineral tersebut diplot ke dalam diagram yang merupakan
perbandingan jumlah persentase kandungan kuarsa, feldspar dan pecahan fragmen batuan (litik).
Pengeplotan dilakukan pada diagram segitiga Q-F-L Pettijohn, 1975 untuk penamaan batuan dan
Dickinson dan Suczek 1979 untuk mengetahui hubungan batupasir dengan sumber tektoniknya.
5.2 Hasil Analisis
5.2.1 Analisis Megaskopis dan Petrografi
Secara umum hasil analisis megaskopis batupasir Formasi Klasaman (TQk) yang berada pada lokasi
penelitian terbagi menjadi 4 (Empat) jenis litologi berdasarkan kenampakan dan klasifikasi skala ukuran
butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965, keempat jenis litologi tersebut merupakan batupasir
sedang, batupasir sedang-halus, batupasir halus dan batupasir sangat halus (Klasifikasi skala ukuran butir
material sedimen Wentworth, Folk, 1965) (Lampiran lepas 1 peta lintasan).
Melalui pengamatan analisis sayatan tipis atau pengamatan petrografi mengunakan metode point
counting didapatkan 2 (dua) jenis batupasir menurut klasifikasi (pattijhon, 1975) yakni Lithic Wacke dan
Lithic Greywacke, dimana dalam studi ini aspek Provenance yang akan diinterpretasikan adalah batuan
sumber yang berkaitan dengan tektonik.
Batupasir Formasi klasaman (TQk), pada 6 (enam) sampel yang diamati melalui analisis petrografi
secara umum dapat dirata-ratakan komposisinya kandungan kuarsa 10,64 % – 24,24%, feldspar 14,15 –
26,53% dan pecahan batuan atau litik 58,14% - 66,67%, selain komposisi mineral melalui analisis
petrografi pada batupasir Formasi klasaman (TQk) ditemukan juga komposisi seperti fosil foraminifera,
Alga dan Skeletal.
Pada Lp 1 memiliki karakteristik berwarna abu-abu, memiliki struktur perlapisan dengan ukuran
butir 0,50 – 0,25 mm/pasir sedang (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965) serta
memiliki Semen Karbonat yang diketahui melalui pengujian menggunakan larutan HCL, memiliki
ketebalan 2 meter dilapangan.

Gambar 5.1 Singkapan batupasir sedang pada Lp 1


(skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965) (Penulis, 2021).
Kode Sampel : LP 1
Tanggal Analisis : 06-07 Oktober 2021
Jenis Batuan : Batuan Sedimen
Nama Batuan : Lithic Greywacke (Pettijohn, 1987)
PPL (Plane Polarized Light) XPL (Cross
Polarized Light)

Pendeskripsian Mikroskopis :
Pada pengamatan tersebut dilakukan pada perbesaran okuler 10x dan perbesaran objektif 4x. Warna
abu-abu kecoklatan tekstur sedang klastik, butir lempung – pasir sedang (<0,001-0,25mm), pemilahan
sedang, tersusun atas matrik supported fabric berupa lithic (rombakan dari batuan sedimen dan batuan
beku mempunyai mineral kalsit, piroksen, plagioklas dan hornblende), matrik yang tersusun dari
microspar serta mineral lempung, adapun mineral lain seperti kuarsa, opak, dan feldspar. Pada
pengamatan juga ditemukan foraminifera, alga dan skeletal. Pada sayatan sudah menunjukkan adanya
proses diagenesis neomorfisme dan micrtisasi microbial.
Komposisi Utama :
A. Semen (10%)
Warna abu-abu hingga putih, berukuran 0,04-0,06mm (G6-G7, C4-C5 dan E2-E3), relief
bervariasi, warna interferensi kuning keabuan 0.172 orde IV (extreme birefringe), sudut
pemadaman simetri hadir sebagai microspar sebagai mengisi dalam rongga fosil.
B. Litik (30%)
Warna putih serta tanpa warna, hadir sebagai fragmen batuan sedimen dan beku berukuran
0,04-0,25mm, relief tinggi, bentuk menyudut tanggung. Hornblende warna kuningan kecoklatan
(F8 dan D6), n>nKB, BF 0.0019, pemadaman paralel, orientasi length-slow, bias rangkap sedang
orde 2. Kalsit warna abu-abu hingga putih (C5 dan B4), relief bervariasi, Piroksen warna biru,
relief tinggi, subhedral, sistem kristal ortorombik, bias rangkap 0,011-0,015, n>nKB, pemadaman
paralel, orientasi moderate - high (E7 dan H2). Plagioklas tidak berwarna-putih (G7 dan G5),
relief sedang-tinggi bentuk subhedral prismatik, bias rangkap lemah orde 1.
C. Feldspar (8%)
Dalam pengamatan terlihat tanpa warna (A6 dan E1), belahan 1 arah, relief rendah, tanpa
pleokrosime, berukuran 0,04-0,10mm subhedral-euhedral, warna interferensi putih abu-abu.
D. Matriks (14%)
Berupa lumpur karbonatan berwarna putih (G3, dan B3-C3), berukuran <0,01-0,03mm
warna interferensi kuning orde IV, sebagai besar telah terekristalisasi menjadi microcrystalline
microspar.
E. Foraminifera (12%)
Warna putih kecoklatan pada nikol sejajar berupa fosil foram besar berukuran 0,15-0,30mm
(C5, F2 dan F6), bentuk utuh menyudut tanggung sampai membulat tanggung, sudah terisi kalsit.
F. Skeletal (8%)
Warna kuning, berukuran 0,08-0,25mm, merupakan kerangka organik (B3, D3 dan H1),
bentuk tidak utuh.
G. Alga (3%)
Warna abu-abu kecoklatan (F4), relief sedang, berbentuk memanjang dan utuh, berukuran
0,10mm.
H. Opak (13%)
Dalam pengamatan terlihat hitam pekat isotrop, pada nikol silang dan nikol sejajar bentuk
prismatik pendek, berukuran 0,04-0,08mm, bentuk membulat tanggung (G2 dan D7).
I. Kuarsa (12%)
Warna putih-tidak berwarna relief rendah, bentuk anhedral berukuran 0,08-0,25mm, n<nKB,
bias rangkap lemah orde 1 (B6, C7 dan F1).

Lp 2 memiliki karakteristik berwarna abu-abu kehitaman memiliki stuktur perlapisan dengan


ukuran butir sedimen berukuran 0,125 – 0,0625 mm/pasir sangat halus (skala ukuran butir material
sedimen Wentworth, Folk, 1965) serta memiliki semen karbonat yang diketahui melalui pengujian
menggunakan larutan HCL, memiliki ketebalan 1,5 meter dilapangan.
Gambar 5.2 Singkapan batupasir sangat halus pada Lp 2
(skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965) (Penulis, 2021).

Lp 3 memiliki karakteristik berwarna abu-abu memiliki stuktur perlapisan dengan ukuran butir 0,50
– 0,25 mm/pasir sedang (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965) serta memiliki
semen karbonat yang diketahui melalui pengujian menggunakan larutan HCL, memiliki ketebalan 40 cm
dilapangan.

Gambar 5.3 Singkapan batupasir sedang pada Lp 3


(skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965) (Penulis, 2021).

Kode Sampel : LP 3
Tanggal Analisis : 06-07 Oktober 2021
Jenis Batuan: Batuan Sedimen
Nama Batuan : Lithic Greywacke (Pettijohn, 1987)
PPL (Plane Polarized Light) XPL (Cross Polarized Light)
Pendeskripsian Mikroskopis :
Pada pengamatan tersebut dilakukan pada perbesaran okuler 10x dan perbesaran objektif 4x. Warna
abu-abu kecoklatan tekstur sedang klastik, butir lempung – pasir sedang (<0,001-0,25mm), pemilahan
sedang, tersusun atas matrik supported fabric berupa lithic (rombakan dari batuan sedimen lempung dan
gamping yang mempunyai mineral lempung dan kalsit), matrik yang tersusun dari mikrospar serta
mineral lempung, adapun mineral lain seperti kuarsa dan feldspar. Pada pengamatan juga ditemukan alga
dan foraminifera. Pada sayatan sudah menunjukkan adanya proses diagenesis neomorfisme, pelarutan dan
micrtisasi microbial.
Komposisi Utama :
A. Semen (15%)
Warna abu-abu hingga putih, berukuran 0,04 - 0,08mm (A5-F5), relief bervariasi, warna
interferensi kuning keabuan 0.172 orde IV (extreme birefringe), sudut pemadaman simetri hadir
sebagai microspar sebagai mengisi dalam rongga fosil.
B. Litik (30%)
Warna putih serta tanpa warna, hadir sebagai fragmen batuan sedimen lempung dan gamping
berukuran <0,004-0,30mm, relief tinggi, bentuk menyudut tanggung. Lempung warna abu-abu
kecoklatan pada pengamatan XPL, berbutir halus, warna interferensi kuning orde IV (H1-H2).
Kalsit warna abu-abu hingga putih (D6-D8, E6-G6 dan D1-G1), relief bervariasi, warna
interferensi kuning keabuan 0.172 orde IV.
C. Matriks (10%)
Berupa lumpur karbonatan berwarna putih (H1-H4), berukuran <0,01-0,03mm warna
interferensi kuning orde IV, sebagai besar telah terkristalisasi menjadi microcrystalline microspar.
D. Kuarsa (5%)
Warna putih-tidak berwarna relief rendah, bentuk anhedral berukuran 0,04mm, n<nKB, bias
rangkap lemah orde 1 (G8 dan C8), mineral relatif kecil hampir merata di sayatan.
E. Feldspar (12%)
Dalam pengamatan terlihat tanpa warna (H4 dan B2), belahan 1 arah, relief rendah, tanpa
pleokrosime, berukuran 0,04-0,28mm subhedral-euhedral, warna interferensi putih abu-abu.
F. Foraminifera (20%)
Warna putih kecoklatan pada nikol sejajar berupa fosil foram besar-kecil berukuran 0,15-
0,60mm (D3- D6 dan B1-C1), bentuk utuh menyudut tanggung sampai membulat tanggung,
sudah terisi microspar, sebagai foram mengalami pelarutan.
G. Alga (8%)
Warna abu-abu kecoklatan (H6-H7 dan A1-A2), relief sedang, berbentuk memanjang dan
utuh, berukuran 0,15-035mm.

Pada Lp 4 memiliki karakteristik berwarna abu-abu kecoklatan memiliki stuktur perlapisan dengan
ukuran butir 0,125 – 0,0625mm/pasir sangat halus (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk,
1965), serta memiliki kandungan fosil berupa pecahan cangkang serta kandungan semen karbonat yang
diketahui melalui pengujian menggunakan larutan HCL, memiliki ketebalan 1 meter dilapangan.
Gambar 5.4 Singkapan batupasir sangat halus pada Lp 4 (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965)
(Penulis, 2021)

Kode Sampel : LP 4
Tanggal Analisis : 06-07 Oktober 2021
Jenis Batuan : Batuan Sedimen
Nama Batuan : Lithic Wacke (Pettijohn, 1987)
PPL (Plane Polarized Light) XPL (Cross
Polarized Light)

Pendeskripsian Mikroskopis :
Pada pengamatan tersebut dilakukan pada perbesaran okuler 10x dan perbesaran objektif 4x.
Warna abu-abu kecoklatan tekstur sedang klastik, butir lempung – pasir sedang (<0,001-0,25mm),
pemilahan sedang, tersusun atas matrik supported fabric berupa litik (rombahakan dari batuan sedimen
lempung dan gamping yang mempunyai mineral lempung dan kalsit), matrik yang tersusun dari
microspar serta mineral lempung, adapun mineral lain seperti kuarsa, feldspar. Pada pengamatan juga
ditemukan skeletal dan foraminifera.
Komposisi Utama :
A. Semen (8%)
Warna abu-abu hingga putih, berukuran (0,04-0,08mm) (H2 dan F3), relief berfariasi,
warna interferensi kuning keabuan 0.172 orde IV (extreme birefringe), bentuk kecil-kecil di
antara butir, sudut pemadaman simetri hadir sebagai microspar (mineral lempung yang sudah
mengalami rekristalisasi).
B. Foraminerfera (30%)
Warna coklat pada nikol sejajar berupa fosil foram besar berukuran 0,58mm (D1-D5), bentuk
utuh membulat tanggung.
C. Litik (25%)
Warna putih serta tanpa warna, hadir sebagai fragman batuan sedimen lempung dan gamping
berukuran <0,004-0,08mm, relief tinggi, bentuk menyudut tanggung. Lempung warna
abu-abu kecoklatan pada pengamatan XPL, berbutir halus menjadi masa dasar fragman, warna
interferensi kuning orde IV (A1-A5). Kalsit warna abu-abu hingga putih (E5-E6), relief
bervariasi, warna interferensi kuning keabuan 0.172 orde IV (extreme birefringe), bentuk mineral
relatif kecil-kecil.
D. Kuarsa (10%)
Warna putih tidak berwarna relief rendah, bentuk anhedral berukuran 0,04 mm, n<nKB,
bias rangkap lemah orde 1 (B1, B3 dan F2), mineral relatif kecil hampir merata di sayatan.
E. Skeletal (3%)
Warna kuning, berukuran 0,02mm, merupakan kerangka organik (F2).
F. Feldspar (8%)
Dalam pengamatan terlihat tanpa warna (B6 dan H5), belahan 1 arah, relief rendah, tanpa
pleokrosime, berukuran 0,03-0,08mm subhedral-euhedral, warna interferensi putih abu-abu.
G. Matrik (16%)
Warna abu-abu kecoklatan, berukuran <0,01-0,03mm warna interferensi kuning orde IV,
sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi microspar. Hadir merata pada sayatan (G1-G6).

Lp 5 memiliki karakteristik berwarna hitam – coklat memiliki stuktur masif dengan ukuran butir
0,50 – 0,125 mm/pasir sedang – pasir halus (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965),
serta memiliki semen karbonat yang diketahui melalui pengujian menggunakan larutan HCL, memiliki
ketebalan 1 meter dilapangan.

Gambar 5.5 Singkapan batupasir pasir sedang – pasir halus pada Lp 5 (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk,
1965) (Penulis, 2021)

Kode Sampel : LP 5
Tanggal Analisis : 06-07 Oktober 2021
Jenis Batuan : Batuan Sedimen
Nama Batuan : Lithic Wacke (Pettijohn, 1987)
PPL (Plane Polarized Light) XPL (Cross Polarized Light)
Pendeskripsian Mikroskopis :
Pada pengamatan tersebut dilakukan pada perbesaran okuler 10x dan perbesaran objektif 4x.
Warna abu-abu kecoklatan tekstur sedang klastik, butir lempung – pasir sedang (<0,001-0,25mm),
pemilahan sedang, tersusun atas matrik supported fabric berupa litik (rombahakan dari batuan sedimen
dan batuan beku mempunyai mineral lempung, kalsit, piroksen, dan hornblende), matrik yang tersusun
dari mikrospar serta mineral lempung, adapun mineral lain seperti kuarsa, opak feldspar. Pada
pengamatan juga ditemukan foraminifera, dan skeletal. Pada sayatan sudah menunjukkan adanya proses
diagenesis neomorfisme.
Komposisi Utama :
A. Semen (8%)
Warna abu-abu hingga putih, berukuran 0,04-0,06mm (B5 dan C5), relief bervariasi, warna
interferensi kuning keabuan 0.172 orde IV (extreme birefringe), sudut pemadaman simetri hadir
sebagai microspar mengisi pada bagian rongga fosil.
B. Foraminerfera (8%)
Warna coklat pada nikol sejajar berupa fosil foram kecil berukuran 0,05-0,18mm (B5-B6 dan
C5), bentuk utuh membulat tanggung sebagian sudah pecah.
C. Litik (30%)
Warna putih serta tanpa warna, hadir sebagai fragmen batuan sedimen dan beku berukuran
<0,004-0,25mm, relief tinggi, bentuk menyudut tanggung. Lempung warna abu-abu
kecoklatan pada pengamatan XPL, berbutir halus menjadi masa dasar fragmen, warna
interferensi kuning orde IV (B4 dan F6-F7). Kalsit warna abu-abu hingga putih (B2, F3 dan G7),
relief bervariasi, warna interferensi kuning keabuan 0.172 orde IV (extreme birefringe), bentuk
mineral relatif kecil-kecil. Hornblende warna kuningan ke coklatan (F4 dan D5-E5), n>nKB, BF
0.0019, pemadaman paralel, orientasi length-slow, bias rangkap sedang orde 2. Piroksen warna
biru, relief tinggi, subhedral, sistem kristal ortorombik, bias rangkap 0,011-0,015, n>nKB,
pemadaman paralel, orientasi moderate - high (E3 dan D6).
D. Skeletal (3%)
Warna kuning, berukuran 0,04-0,08mm, merupakan kerangka organik (B4 dan E6), bentuk
tidak utuh.
E. Feldspar (8%)
Dalam pengamatan terlihat tanpa warna (B6, F3 dan F2), belahan 1 arah, relief
rendah, tanpa pleokrosime, berukuran 0,04-0,15mm subhedral-euhedral, warna interferensi
putih abu-abu.
F. Matrik (25%)
Warna abu-abu kecoklatan, berukuran <0,01-0,03mm warna interferensi kuning orde IV,
sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi microspar. Hadir merata pada sayatan (F6-F8,
B4-B5 dan G5- G6).
G. Kuarsa (10%)
Warna putih tidak berwarna relief rendah, bentuk anhedral berukuran 0,08-0,25mm, n<nKB,
bias rangkap lemah orde 1 (D6, A7 dan E1).
H. Opak (5%)
Dalam pengamatan terlihat hitam pekat isotrop, pada nikol silang dan nikol sejajar bentuk
prismatik pendek, berukuran 0,04-0,18mm, bentuk membulat tanggung (F1 dan A3).

Lp 6 memiliki karakteristik berwarna abu-abu kecoklatan memiliki stuktur masif dengan ukuran
butir 0,25 – 0,125mm/pasir halus (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965), serta
memiliki kandungan fosil berupa pecahan cangkang serta kandungan semen karbonat yang diketahui
melalui pengujian menggunakan larutan HCL, memiliki ketebalan 1,5 meter dilapangan.

Gambar 5.6 Singkapan batupasir halus pada Lp 6 (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965) (Penulis,
2021)

Lp 7 memiliki karakteristik berwarna abu-abu memiliki stuktur perlapisan dengan ukuran butir 0,50
– 0,25 mm/pasir sedang (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965), serta memiliki
semen karbonat yang diketahui melalui pengujian menggunakan larutan HCL, memiliki ketebalan 3 meter
dilapangan.

Gambar 5.7 Singkapan batupasir sedang pada Lp 7 (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965) (Penulis,
2021)

Kode Sampel : LP 7
Tanggal Analisis : 06-07 Oktober 2021
Jenis Batuan : Batuan Sedimen
Nama Batuan : Lithic Greywacke (Pettijohn, 1987)
PPL (Plane Polarized Light) XPL (Cross Polarized Light)
Pendeskripsian Mikroskopis :
Pada pengamatan tersebut dilakukan pada perbesaran okuler 10x dan perbesaran objektif 4x.
Warna abu-abu kecoklatan tekstur sedang klastik, butir lempung – pasir sedang (<0,001-0,25mm),
pemilahan sedang, tersusun atas matrik supported fabric berupa litik (rombakan dari batuan sedimen dan
batuan beku mempunyai mineral kalsit, piroksen, plagioklas dan hornblende), matrik yang tersusun dari
microspar serta mineral lempung, adapun mineral lain seperti kuarsa, opak, feldspar. Pada pengamatan
juga ditemukan foraminifera, alga dan skeletal. Pada sayatan sudah menunjukkan adanya proses
diagenesis neomorfisme dan micrtisasi microbial.
Komposisi Utama :
A. Semen (12%)
Warna abu-abu hingga putih (G1-G2, D2-D3 dan E5-E6), berukuran 0,04-0,08mm, relief
bervariasi, warna interferensi kuning keabuan 0.172 orde IV (extreme birefringe), sudut
pemadaman simetri hadir sebagai microspar sebagai mengisi dalam rongga fosil.
B. Litik (30%)
Warna putih serta tanpa warna, hadir sebagai fragmen batuan sedimen dan beku berukuran
0,08- 0,25mm, relief tinggi, bentuk menyudut tanggung. Hornblende warna kuningan (D4 dan
F2), n>nKB, BF 0.0019, pemadaman paralel, orientasi length-slow, bias rangkap sedang orde 2.
Kalsit warna abu- abu hingga putih (F7, H3 dan E7), relief bervariasi, Piroksen warna biru, relief
tinggi, subhedral,sistem kristal ortorombik, bias rangkap 0,011-0,015, n>nKB, pemadaman
paralel, orientasi moderate – high (C4). Plagioklas tidak berwarna-putih (F7, D7 dan D5),
relief sedang-tinggi, bentuk subhedral prismatik, bias rangkap lemah orde 1.
C. Matriks (21%)
Berupa lumpur karbonatan berwarna putih (A2-A3, C6-E6 dan H6), berukuran <0,001-
0,03mm warn interferensi kuning orde IV, sebagai besar telah terkristalisasi menjadi
microcrystalline microspar.
D. Foraminifera (12%)
Warna putih kecoklatan pada nikol sejajar berupa fosil foram besar-kecil berukuran 0,15-
0,30mm (G1- G2, D4-F4 dan E2), bentuk utuh menyudut tanggung sampai membulat tanggung,
sudah terisi kalsit.
E. Skeletal (5%)
Warna kuning, berukuran 0,08mm, merupakan kerangka organik (B7), bentuk tidak utuh.
F. Opak (5%)
Dalam pengamatan terlihat hitam pekat isotrop, pada nikol silang dan nikol sejajar bentuk
prismatik pendek, berukuran 0,04-0,15mm, bentuk membulat tanggung (B3 dan B4).
G. Feldspar (8%)
Dalam pengamatan terlihat tanpa warna (F8 dan B8), belahan 1 arah, relief rendah, tanpa
pleokrosime, berukuran 0,10mm subhedral-euhedral, warna interferensi putih abu-abu.
H. Kuarsa (7%)
Warna putih-tidak berwarna relief rendah, bentuk anhedral berukuran 0,08-0,25mm, n<nKB,
bias rangkap lemah orde 1 (C8, G7 dan A1).
Lp 8 L1 memiliki karakteristik berwarna abu-abu memiliki stuktur laminasi dengan Ukuran butir
0,25 – 0,125mm/pasir halus (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965), serta memiliki
semen karbonat yang diketahui melalui pengujian menggunakan larutan HCL, memiliki ketebalan 21
meter dilapangan.
Lp 8 L2 memiliki karakteristik berwarna abu-abu memiliki stuktur masif dengan Ukuran butir 0,25
– 0,0625mm/pasir halus – pasir sangat halus (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk,
1965), serta memiliki kandungan fosil berupa pecahan cangkang serta kandungan semen karbonat yang
diketahui melalui pengujian menggunakan larutan HCL, memiliki ketebalan 4,3 meter dilapangan.

Gambar 5.8 Singkapan batupasir pasir halus pada Lp 8 L, Lp 8 L2 batupasir halus – pasir sangat halus (skala ukuran butir
material sedimen Wentworth, Folk, 1965) (Penulis, 2021)
Lp 9 memiliki karakteristik berwarna abu-abu kecoklatan memiliki stuktur masif dengan ukuran
butir 0.25 – 0,125mm/pasir halus (skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965), serta
memiliki kandungan fosil berupa pecahan cangkang serta kandungan semen karbonat yang diketahui
melalui pengujian menggunakan larutan HCL, memiliki ketebalan 2 meter dilapangan.
Gambar 5.9 Singkapan batupasir halus pada Lp 9(skala ukuran butir material sedimen Wentworth, Folk, 1965)(Penulis, 2021)

Kode Sampel : LP 9
Tanggal Analisis : 06-07 Oktober 2021
Jenis Batuan : Batuan Sedimen
Nama Batuan : Lithic wacke (Pettijohn, 1987)
PPL (Plane Polarized Light) XPL (Cross Polarized Light)

Pendeskripsian Mikroskopis :
Pada pengamatan tersebut dilakukan pada perbesaran okuler 10x dan perbesaran objektif 4x.
Warna abu-abu kecoklatan tekstur sedang klastik, butir lempung – pasir sedang (<0,001-0,25mm),
pemilahan sedang, tersusun atas matrik supported fabric berupa litik (rombakan dari batuan sedimen dan
batuan beku mempunyai mineral lempung dan hornblende), matrik yang tersusun dari microspar serta
mineral lempung, adapun mineral lain seperti kuarsa, feldspar. Pada pengamatan juga ditemukan
foraminifera. Pada sayatan sudah menunjukkan adanya proses diagenesis neomorfisme dan micrtisasi
microbial (merupakan produk diagenesis oleh aktivitas organisme yang sangat aktif, maka akan
menghasilakan cangkang fosil yang sepenuhnya termikritisasi untuk melindungi cangkang fosil tersebut
sehingga lebih tahan terhadap pelarutan.
Komposisi Utama :
A. Semen (12%)
Warna abu-abu hingga putih, berukuran 0,04-0,08mm (D6 dan H3-H4), relief bervariasi,
warna interferensi kuning keabuan 0.172 orde IV (extreme birefringe), sudut pemadaman simetri
hadir sebagai microspar (mineral lempung yang sudah mengalami rekristalisasi sebagai mengisi
dalam rongga cangkang fosil).
B. Foraminerfera (15%)
Warna coklat pada nikol sejajar berupa fosil foram kecil berukuran 0,18-0,30mm (B4-B5, D6
dan H3- H4), bentuk utuh menyudut tanggung sampai membulat tanggung, sudah terisi semen
microspar.
C. Litik (20%)
Warna putih serta tanpa warna, hadir sebagai fragmen batuan sedimen dan beku berukuran
<0,004- 0,25mm, relief tinggi, bentuk menyudut tanggung. Lempung warna abu-abu kecoklatan
pada pengamatan XPL, berbutir halus menjadi masa dasar fragmen, warna interferensi kuning
orde IV (H1- H2 dan H5-H6). Hornblende warna kuningan ke coklatan (F5 dan F7), n>nKB, BF
0.0019, pemadaman paralel, orientasi length-slow, bias rangkap sedang orde 2.
D. Kuarsa (8%)
Warna putih-tidak berwarna relief rendah, bentuk anhedral berukuran 0,04mm, n<nKB, bias
rangkap lemah orde 1 (A7, G7 dan F1), mineral relatif kecil hampir merata di sayatan.
E. Feldspar (5%)
Dalam pengamatan terlihat tanpa warna (B1 dan F6), belahan 1 arah, relief rendah, tanpa
pleokrosime, berukuran 0,04-0,08mm subhedral-euhedral, warna interferensi putih abu-abu.
F. Matrik (40%)
Warna abu-abu kecoklatan, berukuran <0,01-0,03mm warna interferensi kuning orde IV,
sebagian telah mengalami rekristalisasi menjadi microspar. Hadir merata pada sayatan (C1-G1,
dan D3-D5).

5.3 Analisis Provenance


Sampel batupasir yang akan dianalisis Provenance berjumlah 6 (Enam) sampel dari sejumlah
sampel batupasir Formasi Klasaman (TQk) yang diperoleh dari lokasi penelitian, ke 6 (Enam) sampel
tersebut telah dilakukan analisis petrografi sebelumnya untuk mengetahui komposisi penyusun utama
batupasir Formasi Klasaman (TQk) yang telah dipilih sebelumnya berdasarkan karakteristik seluruh
sampel yang ditemukan dilapangan.
Tabel 5.1 Komposisi batupasir (Cv. Geoaccess Indonesia, 2021)
KOMPOSISI KODE SAMPEL
Lp 1 Lp 3 Lp 4 Lp 5 Lp 7 Lp 9
Matriks 56 40 64 100 84 160
Semen 40 60 32 32 48 48
Foraminifera 48 80 120 34 48 60
Alga 12 32 - - - -
Skeletal 32 - 12 12 20 -
Opak 12 - - 20 20 -
Kuarsa 48 20 40 40 28 32
Feldspar 32 48 32 32 32 20
Litik 120 120 100 120 120 80

Tabel 5.2 Persentase Mineral Kuarsa, Feldspar, dan Litik (Cv. Geoaccess Indonesia, 2021)
Kode Sampel Kuarsa feldspar Litik Total (%) Nama Batuan
Lp 1 24 18,6 58,14 100 Lithic Greywacke Setelah
Lp 3 10,64 25,53 63,83 100 Lithic Greywacke didapatkan
Lp 4 23,26 18,6 58,14 100 Lithic Wacke persentase mineral
Lp 5 20,83 16,67 62,5 100 Lithic Wacke utama penyusun
Lp 7 15,56 17,77 66,67 100 Lithic Greywacke batupasir Formasi
Lp 9 24,24 14,15 61,61 100 Lithic Wacke Klasman (TQk)
selanjutnya
dilakukan plotting pada diagram segitiga Dickinson & Suczek (1979), melalui hasil plotting diagram
tersebut batupasir Formasi Klasaman yang berada paada daerah penelitian menunjukkan tipe Provenance
yang berasal dari Magmatic Arc, Magmatic Arc terbagi menjadi 3 zona yaitu Dissected Arc, Transional
Arc dan Undissected Arc. Batupasir Formasi Klasaman daerah penelitian berada pada Zona Transitional
Arc dan Undissected arc, yang dimana Lp (Lokasi Penelitian) yang berada pada Transitional Arc adalah
Lp 1, 4, 5 dan 9 sedangkan Lp 7 dan 3 berada pada Undissected Arc.

Gambar 5.10 hasil pengeplotan pada klasifikasi diagram setting tektonik Dickinson & suczek 197 (Dickinson & Suczek,
1979)

5.4 Analisis Batuan Asal Dan Ketektonikan Daerah Penelitian


Tektonik Indonesia bagian Timur secara regional dipengaruhi oleh interaksi antara lempeng benua
Indo-Australia, lempeng benua Eurasia dan Lempeng Samudera Pasifik. Akibat adanya pergerakan dari
lempeng benua Indo-Australia kearah utara sebagai Passive Margin kemudia berinteraksi dengan
lempeng samudra pasifik yang bergerak relatif ke arah barat pada kala miosen tengah, sehingga
mengakibatkan berkembanya sesar sinistral sorong (hamilton, 1978).
Evolusi dari tektonik cekungan salawati diawali saat terjadinya riffthing oleh lempeng Australia
Pada jurasic awal, yang menyebabkan terjadinya passive margin, kemudian lempeng Australia menabrak
busur banda dan lempeng pasifik menghasilkan collision yang menyebabkan terbentuknya jalur lipatan
anjakan Papua dan Lengguru, serta Antiklin Misool-Onin, dibagian utara cekungan salawati dibatasi oleh
stuktur sesar sinistral utama sorong dan pada bagian selatan dan timur dibatasi oleh ayamaru platform
(Satyana 1999).
Gambar 5.11 Setting tektonik daerah papua (Sapiie, 1998)

Pada penelitian ini difokuskan pada Formasi Klasaman, dimana pengendapan pada cekungan
Salawati ini merupakan pengendapan Tersier, basement dari cekungan ini berumur Silur-Devonian.
Rifting yang terjadi selama Permian-Triassik menyebabkan terjadinya ocean floor spreading pada batas
utara Australia saat Jurasik tengah-akhir. Bagian Kepala Burung Papua merupakan fragmen dari lempeng
benua Australia yang diperkirakan terpecahkan dan rifted dari bagian Australia dan menjadi
Microcontinent Papua Barat, yang berdasarkan tectonic setting berada pada Foreland Basin.
Penelitian regional yang dilakukan oleh Awang Satyana (2003) yang dilakukan mulai dari 1997-
2000 bahwa cekungan Salawati selama Paleozoik-Pliosen awal menjadi berarah utara-barat laut, namun
sejak Pliosen akhir setelah terjadinya sesar sinistral Sorong, trend struktur Cekungan Salawati berubah
arah menjadi timur laut-barat daya.
Batupasir Klasaman adalah batupasir yang termasuk dalam formasi klasaman bagian atas, yang
berumur Pliosen Atas. Kegiatan seismic regional dan data sumur menunjukkan bahwa pengendapan Intra-
Klasaman relative tersebar luas dengan pengendapan utamanya terjadi di sepanjang daerah selat sele,
bagian utara Cekungan Salawati. Kandungan batupasir umumnya berkurang ke baratdaya menunjukkan
bahwa provenance dari batupasir berasal dari bagian timurlaut cekungan. Batupasir terendapkan di inner-
middle sublittoral (lingkungan subtidal) (Awang Satyana, 2001).
Lebih dekat kepada asal batuannya, batupasir tersebut berukuran sedang – sangat kasar, terkadang
berukuran kerikil – kerakal, dengan tingkat keseragaman butir buruk – baik. Jenis butiran detritus yang
paling melimpah dan masih bertahan adalah fragmen litik yang tersusun atas 60% . Mineral Kuarsa hadir
sekitar 8%. Lebih jauh ke selatan pada jarak tertentu, kandungan kuarsa semakin berlimpah (Awang
Satyana, 2001).
Berdasarkan hasil pengamatan petrografi sayatan tipis dan analisis Provenance, yang didasarkan
pada presentase mineral utama yang terkandung dalam sampel batupasir didaerah penelitian terendapkan
pada tatanan tektonik Magmatic Arc.
Gambar 5.12 Magmatic arc (Dickinson, W. R., and C. A. Suczek, 1979)

Lebih lanjut, hasil penelitian menunjukkan bahwa batupasir didaerah penelitian menempati
subkelas Transitional Arc dan Undissected arc. Hasil ini didasarkan pada pada presentase kehadiran litik
rata-rata 61% yang diikuti dengan kehadiran kuarsa rata-rata 20% serta Feldspar 18,6%. Hal ini
menjelaskan bahwa batupasir didaerah penelitian terendapkan pada zona pertemuan/transisi (retroarc
forland basin) dimana berada diantara busur gunungapi Magmatic arc dan kerak benua continental crust.

Gambar 5.13 Tatanan Tektonik (Dickinson, W. R., and C. A. Suczek, 1979)

Batupasirlitik didaerah penelitian tergabung dalam Formasi klasaman. Berdasa-


rkan penelitian terdahulu. Formasi ini terbentuk pada masa pliosen awal-pliosen akhir (Satyana 2002).
Pengendapan Formasi ini dipicu oleh aktifitas sesar geser utama sinistral sorong pada masa pliosen awal.
Menurutnya, aktifitas yang berlangsung pada masa itu membuat proses pengisian cekungan oleh sedimen
Formasi-Formasi tua sekitar menjadi cepat dengan mekanisme debris.
Berdasarkan analisis petrografi dari sampel batupasir didaerah penelitian komposisi yang
mendominasi ditemui adanya litik dan kuarsa serta mineral lainnya, berdasarkan analisis petrografi
komponen utama penyusun batupasir litik, dijumpai mineral piroksen, hornblende, plagioklas dan sedikit
litik karbonat (gamping) yang merupakan mineral pembentuk batuan beku kelompok mafik. Hal ini
mengidentifikasi batupasir litik yang bersumber dari aktivitas vulkanik yang bersumber dari batuan
gunungapi.
Berdasarkan hasil petrografi kehadiran litik dan mengacu pada lembar regional, indikasi batuan
sumber pembentuk batupasir daerah penelitian berasal dari salah satu Formasi tua yang terletak dibagian
utara cekungan salawati yaitu Formasi gunungapi dore yang berumur miosen bawah-miosen akhir.
VI PENUTUP

6.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Secara megaskopis melalui pengamatan lapangan sampel batupasir Formasi Klasaman (TQk) pada
daerah penelitian terbagi menjadi 2 jenis litologi yaitu betupasir karbonatan dan batupasir fosilan.
2. Petrografi, melalui asnalisis sayatan tipis, batupasir daerah penelitian terdapat 2 (dua) jenis
batupasir menurut Klasifikasi Pettijohn, 1987 yaitu batupasir Lithic Greywacke dan Lithic wacke.
3. Provenance, berdasarkan hasil pengeplotan pada diagram setting tektonik provenance yang
dilakukan pada diagram segitiga Dickinson & Suczek, 1979, menunjukkan secara umum asal
setting tektonik berada pada magmatic arc dengan subzona Transional Arc dan Undissected Arc.
4. Batuan asal, berdasarkan komposisi mineral batupasir yang telah diamati dapat diinterpretasikan
bahwa batupasir Formasi Klasaman (TQk) pada daerah penelitian berasal dari salah satu Formasi
yang berada di utara cekungan salawati yakni Batuan Gunungapi Dore (Tmdo), dengan kandunga
mineral penyusun yang mendominasi adalah pecahan batuan (litik) yang dimana kandungan litik
dalam kajian literatur dapat menjelaskan atau menginterpretasikan darimana sumber batuan asal,
litik pada sampel batupasir pada Formasi Klasaman (TQk) dominan memiliki pecahan mineral
penyunsun batuan beku mafic.
5. Berdasarkan tinjauan hasil sebelumnya (Hipotetsis), didapatkan hasil yang berbeda antara
Hopotesis dan hasil, hal tersebut dapat terjadi dikarena kesalahan atau kekurangan penulis yang
hanya berpatokan pada tinjauan regional sorong tanpa melihat kajian atau referensi yang lebih
tentang proses geologi yang bekerja pada lingkungan daerah penelitian.

6.2 SARAN

Berdasarkan pembahasan dan hasil temuan penelitian, penulis memberikan saran sebagai berikut
1. Perlunya pemetaan mendetail dengan skala yang lebih besar menggunakan beberapa variasi
metode untuk membuktikan bahwa adanya pengaruh material gunungapi terhadap pembentukan
batuan pada formasi klasaman bagian atas, serta pengaruhnya terhadap pengisian cekungan
salawati.
2. Perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi butiran litik penyusun batupasir pada
formasi klasaman bagian atas memiliki hubungan/genesa dari formasi gunungapi Dore (Tmdo)

Anda mungkin juga menyukai