Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM TEKNOLOGI STERILISASI DAN ASEPTIK


SALEP MATA KLORAMFENIKOL

KELOMPOK A4 :
LUTHFI
PRIASDHIKA
13613048
NANDA NUR RIZKI H

13613049

WIKY DELINDA

13613050

AULIA ELVA AMANDA


LISYANA SALSABILA P

13613051
13613052

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2016

SALEP MATA KLORAMFENIKOL


A. TUJUAN
1. Mampu melakukan studi pra formulasi sediaan salep mata
2. Mampu melakukan pembuatan sediaan salep mata

3. Mampu melakukan evaluasi sediaan salep mata


B. TINJAUAN PUSTAKA
1. SEDIAAN SALEP MATA
Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek lokal pada
pengobatan bagian permukaan mata atau pada bagian dalamnya. Karena
kapasitas mata untuk menahan atau menyimpan cairan dan salep terbatas,
pada umumnya obat mata diberikan dalam volume kecil, preparat cairan
sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes dan salep dengan mengoleskan
salep yang tipis pada pelupuk mata

(1)

.
(2)

Salep mata adalah salep yang digunakan pada mata

. Menurut Ansel,

dermatologi salep mata yang baik harus memenuhi beberapa syarat, antara
lain : steril, bebas hama/bakteri, tidak mengiritasi mata, difusi obat keseluruh
bagian mata yang dibasahi cairan mata, dan dasar salep harus mempunyai
titik lebur atau titik leleh yang mendekati suhu tubuh . Basis yang umum
digunakan adalah lanolin, vaselin, dan paraffin liquidum serta dapat
mengandung bahan pembantu yang cocok seperti antioksidan, zat penstabil,
dan pengawet(1). Salep mata digunakan untuk tujuan terapeutik dan
diagnostik, dapat mengandung satu atau lebih zat aktif (kortikosteroid,
antimikroba atau antibakteri/antivirus, antiinflamasi nonsteroid dan midriatik )
yang terlarut atau terdispersi dalam basis yang sesuai

(3)

. Sebagai sediaan

farmasetika yang steril, salep mata mensyaratkan beberapa hal berikut:


a. Salep mata harus mengandung bahan atau campuran bahan yang
sesuai untuk mencegah pertumbuhan atau pemusnahan mikroba yang
mungkin masuk secara tidak sengaja bila wadah dibuka pada waktu
penggunaan, kecuali dinyatakan lain dalam monografi dan formulanya
sendiri sudah bersifat bakteriostatik.
b. Salep mata harus bebas dari partikel kasar.

c. Salep mata harus memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam pada
uji salep mata.
d. Wadah untuk salep mata harus berada dalam keadaan steril saat
pengisian maupun penutupan, serta harus tertutup rapat dan disegel
untuk menjamin sterilisasinya pada pemakaian pertama.
e. Dasar salep yang digunakan tidak boleh mengiritasi mata.
f.

Dasar salep memungkinkan difusi obat dalam cairan mata.

g. Dasar salep tetap mempertahankan aktivitas obat dalam jangka waktu


tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat.
h. Dasar salep mata yang digunakan harus memiliki titik lebur yang
mendekati suhu tubuh (4).
Pada pembuatan salep mata harus diberi perhatian khusus. Sediaan
dibuat dari bahan yang sudah disterilkan dengan melakukan aseptik yang
ketat serta memenuhi syarat uji sterilisasi. Bila bahan tertentu yang
digunakan dalam formulasi tidak dapat disterilkan dengan cara biasa, maka
dapat digunakan bahan yang memenuhi syarat uji sterilitas dengan
pembuatan secara aseptik. Salep mata harus mengandung bahan atau
campuran

bahan

yang

sesuai

untuk

mencegah

pertumbuhan

atau

memusnahkan mikroba yang mungkin masuk secara tidak sengaja bila


wadah dibuka pada penggunaan, kecuali dinyatakan lain dalam monografi
atau formulanya sendiri sudah bersifat bakteriostatik. Zat antimikroba yang
dapat digunakan antara lain: klorbutanol dengan konsentrasi 0,5%, paraben
dan benzalkonium klorida dengan konsentrasi 0,01-0,02%. Bahan obat
ditambahkan ke dalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk halus.
Salep mata harus bebas dari partikel kasar dan harus memenuhi syarat
kebocoran dan partikel logam pada uji salep mata

(2)

Beberapa dasar salep yang dapat menyerap, bahan dasar yang mudah
dicuci dengan air dan bahan dasar larut dalam air yang dapat digunakan

untuk obat yang larut dalam air. Bahan dasar salep seperti ini memungkinkan
dispersi obat larut air yang lebih baik, tetapi tidak boleh menyebabkan iritasi
pada mata (2). Adapun sediaan salep mata yang ideal adalah :
a. Sediaan yang sedemikian sehingga dapat diperoleh efek terapi yang
diinginkan dan sediaan ini dapat digunakan dengan nyaman oleh
penderita.
b. Salep

mata

yang

menggunakan

semakin

sedikit

bahan

dalam

pembuatannya akan memberikan keuntungan karena akan menurunkan


kemungkinan interferensi dengan metode analitik dan menurunkan
bahaya reaksi alergi pada pasien yang sensitif

(5)

c. Tidak boleh mengandung bagian-bagian kasar.


d. Dasar salep tidak boleh merangsang mata dan harus memberi
kemungkinan obat tersebar dengan perantaraan air mata.
e. Obat harus tetap berkhasiat selama penyimpanan.
f.

Salep mata harus steril dan disimpan dalam tube yang steril

(6)

Keuntungan utama suatu salep mata dibandingkan larutan untuk mata


adalah waktu kontak antara obat dengan mata yang lebih lama. Sediaan
mata umumnya dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada
sediaan larutan dalam air yang ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu
kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi.
Satu kekurangan bagi pengguna salep mata adalah kaburnya pandangan
yang terjadi begitu dasar salep meleleh dan menyebar melalui lensa mata
2. KLORAMFENIKOL (BAHAN AKTIF)
2.1 Sifat Fisikokimia
1. Struktur Molekul(2)

(1)

2. Rumus Molekul (2)

: C12H11Cl12N2O5

3. Pemerian Bahan

: Bentuk kristal atau jarum, berwarna putih


hingga kekuning-kuningan

4. Kelarutan

:
Pelarut

Kelarutan

Air

Sukar larut (1:400)

Kloroform

Sukar larut

Eter

Sukar larut

Etanol

Mudah larut (1:2,5)

Propilen glikol

Mudah larut (1:7)

Aseton

Mudah larut

Etil asetat

Mudah larut

5. Stabilitas

Kloramfenikol dalam keadaan kering atau padat dapat bertahan


hingga waktu yang cukup lama dengan menempatkan sediaan pada
kondisi yang optimum selama penyimpanan.

Terhadap Cahaya

Penyimpanan sediaan salep mata


kloramfenikol diusahakan terlindung dari
cahaya atau sinar matahari karena tidak
stabil

Terhadap Suhu

Sediaan ini bertambah stabil pada suhu


350C dengan penambahan sodium

metabisulfit dan disodium edetat.


Umumnya stabilitas akan berkurang pada
suhu 250C. Sediaan kloramfenikol stabil
selama 2 tahun jika disimpan pada suhu
200-250C.
Terhadap pH

Tidak stabil pada suasana basa, stabil


pada pH 2-7

Terhadap Oksigen

Sediaan ini tidak stabil dengan adanya

oksigen
6. Titik Lebur

1490-1530C

7. Inkompatibilitas

Aminophyline, Ampicillin, Ascorbic acid,

Calcium

chloride,

Carbenicillin

sodium,

Chlorpromazine

HCl,

Erythromycin salts, Gentamicin sulfat, Hydrocortisone sodium


succinate, Hydroxyzine HCl, Methicilin sodium, Methylprednisolone
sodium

succinate,

Oxytetracycline,

Nitrofurantoin

Phenytoin

sodium,

sodium,

Novobiocin

Polymixin

sodium,
sulphate,

Prochlorperazine salts, Promazine HCl, Vancomycin HCl, Vitamin B


complex (7).
2.2 Farmakokinetik
Untuk penggunaan secara topikal pada mata, kloramfenikol diabsorpsi
melalui cairan mata. Berdasarkan penelitian, penggunaan kloramfenikol pada
penyakit mata yaitu katarak memberi hasil yang baik namun hasil ini sangat

dipengaruhi oleh dosis dan bagaimana cara mengaplikasikan sediaan


tersebut. Jalur ekskresi kloramfenikol utamanya melalui urine. Perlu diingat
untuk penggunaan secara oral, obat ini mengalami inaktivasi pada hati.
Proses absorpsi, metabolisme, ekskresi dari obat untuk setiap pasien, sangat
bervariasi, khususnya pada anak dan bayi. Resorpsinya dari usus cepat dan
agak lengkap. Difusi kedalam jaringan, rongga, dan cairan tubuh baik sekali,
kecuali dalam empedu. Kadarnya dalam CCS tinggi sekali dibandingkan
dengan antibiotika lain, juga bila terdapat meningitis. Plasma waktu paruh
rata-rata 3 jam. Di dalam hati, zat ini dirombak 90% menjadi glukoronida
inaktif. Bayi yang baru dilahirkan belum memiliki enzim perombakan
secukupnya maka mudah mengalami keracunan dengan akibat fatal.
Ekskresinya melalui ginjal, terutama sebagai metabolit inaktif dan lebih
kurang 10% secara utuh (8).
2.3 Farmakologi
(belum)

2.4 Mekanisme Kerja


Kloramfenikol merupakan bakteriostatik yang memiliki spektrum yang
luas terhadap berbagai jenis bakteri gram negatif dan gram positif.
Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik yang memiliki mekanisme kerja
menghambat sintesis protein pada tingkat ribosom. Obat ini mengikatkan
dirinya pada situs-situs terdekat pada subunit 50S dari ribosom RNA 70S.
Kloramfenikol menyekatkan ikatan persenyawaan aminoacyl dari molekul
tRNA yang bermuatan ke situs aseptor kompleks mRNA ribosom. Ikatan
tRNA pada kodonnya tidak terpengaruh. Kegagalan aminoacyl untuk
menyatu

dengan

baik

dengan

situs

aseptor

menghambat

reaksi

transpeptidase yang dikatalisasi oleh peptidyl transferase. Peptida yang ada


pada situs donor pada kompleks ribosom tidak ditransfer ke asam amino
aseptornya, sehingga sintesis protein terhenti
2.5 Efek Samping

(9)

Rasa pedih dan terbakar mungkin terjadi saat aplikasi kloramfenikol pada
mata. Reaksi hipersensitifitas dan inflamasi termasuk konjungtivitas,
terbakar, angioheurotic edema, urticaria vesicular atau maculopapular
dermatitis (jarang terjadi) (10).
2.6 Dosis
Untuk sediaan salep mata, kloramfenikol digunakan sebanyak 0,5-1 %
dalam sediaan

(1)

. Dalam pengobatan infeksi mata, kloramfenikol biasanya

digunakan sebanyak 0,5% dalam larutan atau sebanyak 1% dalam salep


mata (11).
2.7 Penyimpanan
Disimpan pada wadah tertutup rapat dan terlindung cahaya serta
disimpan pada suhu dibawah 300C (7).

3. EKSIPIEN
3.1 Lanolin (Adeps lanae)
Lemak bulu domba adalah zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh
dari bulu domba Ovis aries Linne (Famili Bovidae), yang dibersihkan,

dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih dari 0,25% dan
antioksidan yang sesuai tidak lebih dari 0,02%. (2) Lanolin memiliki bobot jenis
0,932-0,945 g/cm3 dan titik lebur 380-440C.
Sifat Fisikokima
1. Pemerian bahan
Lanolin berwarna kuning pucat, zat serupa lilin, bau lemah.
Peleburan lanolin berwarna jernih atau hampir jernih, cairan kuning.
2. Kelarutan
Larut dalam benzen, kloroform, eter dan petroleum, larut dalam
etanol dingin (95%) dan juga larut dalam etanol mendidih (95%),
praktis tidak larut dalam air
3. Stabilitas
Lanolin dapat mengalami autooksidasi, sehingga didalamnya
ditambahkan antioksidan yaitu butilated hidroksitoluena. Terpaparnya
pemanasan yang lama dapat menyebabkan warna lanolin menjadi
gelap dan menimbulkan bau yang tengik. Lanolin dapat disterilisasi
dengan sterilisasi panas kering pada suhu 150 0C. Pada sediaan
salep mata yang mengandung lanolin, dapat menggunakan sterilisasi
filtrasi atau dengan radiasi sinar gamma.

4. Penyimpanan
Disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya atau
sinar matahari, di tempat sejuk dan kering serta pada temperatur 15 0300C.

5. Penggunaan
Lanolin dalam sediaan salep mata umumnya digunakan sebagai
basis salep dan agen pengemulsi
6. Inkompatibilitas
Kemungkinan lanolin mengandung prooksidan, yang mana
mungkin mempengaruhi stabilitas dari beberapa obat aktif

(12)

3.2 Setil alkohol


(belum)

3.3 Paraffin Cair


Paraffin cair adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak
mineral,

sebagai

zat

pemantap

dapat

ditambahkan

tokoferol

atau

butylhidroksitoluena tidak lebih dari 10 bpj. (2) Paraffin cair memiliki bobot jenis
sebesar 0,827 0,89 g/ cm3 pada suhu 20 0C.
Sifat Fisikokimia
1. Pemerian bahan
Transparan, kurang berwarna, kental, tidak berasa dan berbau
ketika dingin, dan berbau minyak lemah ketika dipanaskan.
2. Kelarutan
Praktis tidak larut dalam etanol ( 95 % ), gliserin dan air, larut
dalam aseton, benzen, kloroform, karbon disulfida, eter dan
petroleum eter, larut dengan minyak atsiri kecuali minyak jarak.
3. Stabilitas
Paraffin merupakan zat yang stabil, kecuali dengan pemanasan
dan pembekuan yang berulang dapat mengubah komponen fisiknya.

4. Penyimpanan
Paraffin harus disimpan pada tempat yang tertutuprapat, dengan
temperatur tidak kurang dari 400C.
5. Penggunaan
Sebagai basis salep, emollien dan pembersih pada kondisi kulit
tertentu, dan sebagai lubrikan dalam sediaan mata pada pengobatan
mata yang kering
6. Inkompatibilitas
Paraffin cair memiliki inkompatibel dengan agen pengoksidasi
yang kuat (12).
3.4 Vaselin Flavum
Vaselin kuning merupakan campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon
setengah padat yang diperoleh dari minyak bumi. Dapat mengandung zat
penstabil yang sesuai.(2) Vaselin kuning memiliki bobot jenis antara 0,815 dan
0,880 dan memiliki titik lebur sebesar 38-600C.
Sifat Fisikokima
1. Pemerian Bahan
Massa lunak, lengket, bening, putih; sifat ini tetap setelah zat
dileburkan dan dibiarkan hingga dingin tanpa diaduk.
2. Kelarutan
Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam
kloroform P, dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P, larutan
kadang-kadang beropalesensi lemah.
3. Stabilitas

Vaselin tidak stabil pada cahaya atau sinar matahari, bila terpapar
oleh cahaya bisa menyebabkan teroksidasi yang dapat mengalami
perubahan

warna

vaselin

dan

menghasilkan

bau

yang

tidak

diinginkan. Vaselin tidak stabil terhadap pemanasan untuk periode


yang panjang (kira-kira 700C).

4. Penyimpanan
Vaselin harus disimpan pada tempat yang tertutup baik dan
terlindung dari cahaya.
5. Penggunaan
Vaselin

digunakan

sebagai

basis

salep

dan

emolien

pada

pengobatan penyakit kulit


6. Inkompatibilitas
Vaselin

flavum

inkompatibilitas

(12)

merupakan

bahan

inert

dengan

beberapa

C. PRODUK KOMPETITOR
1. Erlamycetin (PT.Erela)
2. Chloramphenicol (PT.Novapharma)
3. Ikamicetin (PT.Ikapharmindo)

D. DESAIN FORMULA
1. Formulasi Acuan
No

Nama Bahan

Fungsi

Persen
Pemakaian

Kloramfenikol

Bahan aktif

1%

Parafin cair

Basis salep

3-6%

Polyethylen glycol

Emollient

2. Formulasi Modifikasi
No

Nama Bahan

Fungsi

Kloramfenikol

Bahan aktif

Persen
Pemakaian
1%

Paraffin cair

Basis salep

4%

Lanolin anhidrat

Basis salep

2%

Vaselin flavum

Emollient

ad 10 gram

3. Formulasi yang dikerjakan


No

Nama Bahan

Fungsi

Kloramfenikol

Bahan aktif

Persen
Pemakaian
1%

Adeps Lanae

Basis salep

6%

Setil alkohol

Pengental

2,5%

Paraffin Cair

Basis Salep

30%

Vaselin flavum

Emollient

ad 10 gram

4. Perhitungan Bahan
a. Kloramfenikol = 1% x 10 gram

= 0,1 gram

b. Adeps Lanae

= 6% x 10 gram

= 0,6 gram

c. Setil alkohol

= 2,5% x 10 gram = 0,25 gram

d. Paraffin cair

= 30% x 10 gram

= 3 gram

e. Vaselin flavum = 10 gram - (0,1+0,6+0,25+3) gram


= 6,05 gram
5. Perhitungan dilebihkan 5%

a. Kloramfenikol = (0,1 gram x 5%) + 0,1 gram

= 0,105 gram

b. Adeps Lanae

= (0,6 gram x 5%) + 0,6 gram

= 0,639 gram

c. Setil alkohol

= (0,25 gram x 5%) + 0,25 gram

= 0,2625 gram

d. Paraffin cair

= (3 gram x 5%) + 3 gram

= 3,15 gram

e. Vaselin flavum = (6,05 gram x 5%) + 6,05 gram

= 6,35 gram

E. CARA PEMBUATAN SEDIAAN


a) Pembuatan salep mata kloramfenikol
1. Dicampur bahan-bahan setil asetat, adeps lanae, setengah parafin cair,
vaselin flavum sebagai basis.
2. Dimasukan basis ke dalam oven, kemudian zat aktif (kloramfenikol) dan
setengah paraffin cair dimasukan dalam LAF.
3. Dihaluskan zat aktif menggunakan mortir dan stemper di LAF kemudian
ditambahkan setengah paraffin cair diaduk hingga homogen
4. Disaring basis selagi panas dan dicampur basis dengan campuran zat
aktif dan paraffin cair hingga homogen.
5. Dimasukkan dalam tube.
b) Prosedur
1. Black area
Dicuci semua alat hingga bersih

Dikeringkan semua alat yang telah dicuci


2. Grey area
Dibungkus semua alat dengan kertas perkamen, lalu disterilisasi
menggunakan autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit

Ditimbang semua bahan sesuai dengan perhitungan

Dicampur semua bahan kecuali zat aktif dan setengah paraffin cair

Ditutup wadah yang berisi basis salep dengan aluminium oil lalu disalurkan ke
white area

3. White area

Dimasukkan kedalam LAF setelah alat disterilisasi dengan autoclave

Setelah ditimbang zat aktif dan setengah paraffin cair dimasukkan kedalam
LAF

Ditutup LAF, dinyalakan lampu UV dan didiamkan selama 15 menit

Dimasukkan campuran basis yang sudah ditutup dengan aluminium oil


kedalam oven selama 15 menit pada suhu 150 0C

Dipindahkan campuran basis kedalam LAF disaring basis selagi panas

Digerus zat aktif hingga halus dengan stamper dan mortir

Dicampur zat aktif dengan setengah paraffin cair di dalam mortir diaduk
hingga homogen

Dicampur basis yang telah disaring dengan campuran zat aktif dengan
paraffin cair, diaduk hingga terbentuk salep

Dimasukkan salep yang sudah jadi ke dalam wadah tube yang telah disiapkan
kemudian dikemas dalam wadah sekunder, beri etiket

F. CARA EVALUASI SEDIAAN


(belum)

G. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. HASIL
a. Uji Homogenitas

Pada uji ini diperoleh hasil :


Tidak ada partikel yang berukuran lebih besar
Ukuran partikel terlihat hampir sama
Susunan partikelnya tersebar merata
Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa sediaan salep mata
kloramfenikol homogen.
b. Uji pH

Pada uji ini diperoleh hasil :


Replikasi I : pH 5,0
Replikasi II : pH 5,0
pH tergolong asam lemah
Dari hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa sediaan salep mata
kloramfenikol belum sesuai dengan pH mata 7,4.
2. PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini adalah mampu dalam melakukan studi
pra

formulasi

sediaan

salep

mata,

mampu

dalam

melakukan

pembuatan sediaan salep mata serta mampu melakukan evaluasi


sediaan salep mata.
Keuntungan sediaan salep mata adalah dapat memberikan
bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air yang
ekuivalen. Hal ini disebabkan karena waktu kontak yang lebih lama
sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi. Sedangkan
kekurangan salep mata adalah dapat mengganggu penglihatan,
kecuali jika digunakan saat akan tidur

(1)

Pada praktikum ini dilakukan pembuatan sediaan salep mata.


Adapun bahan-bahan yang digunakan antara lain bahan aktif dan
bahan eksipien. Bahan aktif yang digunakan adalah kloramfenikol.
Dalam

formulasi

sediaan

salep

mata,

kloramfenikol

digunakan

sebagai zat aktif dimana untuk mengobati infeksi mata yang


disebabkan oleh bakteri. Selain itu, bahan eksipien yang digunakan
yaitu adeps lanae, setil alkohol, paraffin cair dan vaselin flavum.
Dalam formulasi, adeps lanae dan paraffin cair digunakan sebagai
basis salep. Setil alkohol digunakan sebagai stiffening agent (sebagai
pengental untuk sediaan salep mata). Sedangkan, vaselin flavum
digunakan sebagai emolien pada sediaan salep mata.

Pada pembuatan sediaan salep mata diperlukan teknik aseptis


pada bahan maupun alat yang digunakan. Cara aspetis tersebut
dapat menggunakan sterilisasi dengan alat Autoclave, Oven, maupun
LAF. Untuk alat-alat gelas yang digunakan dapat disterilisasi dengan
menggunakan autoclave. Autoclave merupakan proses sterilisasi
panas basah menggunakan temperatur diatas 100 0C (yaitu 1210C)
dilakukan dengan uap. Prinsip autoklaf adalah pemanasan basah
dengan temperatur 1210C selama 15 menit menggunakan uap
bertekanan tinggi sampai 1 atmosfir (atm). Dalam autoklaf terjadi
koagulasi yang lebih cepat dalam keadaan basah dibandingkan
keadaan kering. Proses sterilisasi dengan menggunakan autoklaf ini
dapat membunuh mikroorganisme dengan cara mendenaturasi atau
mengkoagulasi protein pada enzim dan membran sel mikroorganisme
(13)

. Fungsi autoklaf pada praktikum ini, digunakan sebagai sterilisasi

terhadap alat-alat gelas seperti gelas beaker, corong, cawan porselin


dll maupun mortar dan stamper juga disterilisasi dengan autoklaf.
Selain itu, sterilisasi juga dapat menggunakan oven. Oven
merupakan proses sterilisasi panas kering menggunakan temperatur
sekitar 1600C sampai 1700C

(13)

. Fungsi oven pada praktikum ini selain

digunakan sebagai sterilisasi alat maupun bahan - bahan eksipien,


juga digunakan untuk meleburkan basis salep yaitu adeps lanae,
setengah paraffin cair, setil alkohol maupun vaselin falvum dengan
suhu sekitar 1500C selama 15 menit. Sedangkan, sterilisasi zat aktif
dan setengah paraffin cair digunakan sterilisasi sinar UV pada LAF.
Kegunaan LAF pada praktikum ini selain untuk mensterilisasi zat aktif
dan setengah paraffin cair dengan sinar UV juga digunakan untuk
melakukan proses pencampuran maupun pembuatan sediaan salep
mata agar mencegah sediaan salep mata terkontaminasi oleh
mikroorganisme di lingkungan sekitar. Proses pencampuran maupun
pembuatan sediaan salep mata pada LAF tentunya menggunakan
lampu kerja bukan menggunakan lampu UV.

Basis salep yang telah dilakukan peleburan selanjutnya dilakukan


proses penyaringan. Fungsi perlakuan ini untuk mencegah butirbutiran basis salep yang tidak melebur dengan sempurna atau
menghasilkan cairan lebur tanpa ada pengotornya. Penyaringan
sebaiknya

dilakukan

selagi

panas,

hal

ini

dikarenakan

untuk

mencegah hasil leburan memadat pada corong pisah. Tentu saja ini
dapat mengurangi komposisi dari basis salep itu sendiri. Untuk
menghaluskan zat aktif dapat digunakan mortar dan stamper. Mortar
dan stamper juga digunakan untuk menghomogenkan zat aktif
dengan hasil leburan (bahan eksipien) untuk memperoleh sediaan
salep

mata.

Sediaan

salep

mata

yang

telah

jadi

kemudian

dimasukkan ke wadah primer yaitu tube, dengan menggunakan


needle untuk memudahkan sediaan masuk ke dalam tube. Kemudian
dilakukan uji evaluasi dengan tujuan untuk memperoleh sediaan salep
mata yang memenuhi syarat yaitu steril, homogen dan stabil (pH
sesuai dengan mata).
Pada praktikum kali ini dilakukan dua uji untuk mengevaluasi
sediaan salep mata steril, yaitu uji pH dan uji homogenitas. Uji
tersebut merupakan evaluasi secara fisik. Untuk uji pH dilakukan
dengan menggunakan kertas pH dilakukan 2x replikasi hasil yang di
dapat pada uji pH menunjukan bahwa pH yang didapat adalah 5. Hal
ini dapat dikatakan bahwa sediaan yang dibuat kurang baik dalam
segi pH, karena pH yang diperbolehkan dalam sediaan salep mata
harus sesuai atau mendekati dengan pH air mata yaitu 7,4

(2)

. Hasil

pH yang diperoleh sebesar 5 dapat mengakibatkan mata menjadi


perih atau menyebabkan mata merah karena pH (asam lemah) tidak
sesuai dengan syarat pH salep mata yaitu 7,4. Kemudian uji yang
kedua adalah uji homogenitas, uji homogenitas dilakukan dengan
mengoleskan sediaan ke kaca arloji atau bahan transparan lain yang
cocok harus menunjukan susunan yang homogen. Dari sediaan yang
dibuat terlihat tidak ada partikel yang berukuran lebih besar, ukuran
partikel terlihat hampir sama serta susunan partikelnya tersebar

merata.

Hal

ini

berarti

persyaratan homogenitas

(2)

sediaan

yang

dibuat

sesuai

dengan

H. KESIMPULAN
1. Dalam melakukan studi pra formulasi sediaan salep mata perlu
diperhatikan khususnya basis salep yang digunakan sebaiknya basis
salep yang dipilih tidak boleh mengiritasi mata, memungkinkan difusi
obat dalam cairan mata dan tetap mempertahankan aktivitas obat
dalam waktu tertentu pada kondisi penyimpanan yang tepat.
2. Dalam pembuatan sediaan salep mata perlu diperhatikan teknik
aseptis khususnya alat-alat dan bahan yang digunakan harus dalam
keadaan steril maupun prosedur pembuatan juga harus dalam
keadaan steril. Sterilisasi dapat menggunakan autoclave, oven, dan
LAF.
3. Dalam evaluasi sediaan salep mata diperoleh hasil uji pH untuk 2
replikasi adalah 5,0 dimana pH tersebut tergolong asam lemah. Hasil
pH tersebut tidak sesuai dengan pH mata yaitu 7,4. Sedangkan, uji
homogenitas diperoleh hasil : terlihat tidak ada partikel yang
berukuran lebih besar, ukuran partikel terlihat hampir sama serta
susunan partikelnya tersebar merata. Hal ini berarti sediaan yang
dibuat sesuai dengan persyaratan homogenitas.

I.

DAFTAR PUSTAKA
1. Ansel, H.C, 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat, UI
Press, Jakarta, 562.
2. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta, 58; 72; 189; 652; 823.
3. Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Kelima, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.

4. Widodo, H., 2013, Ilmu Meracik Obat Apoteker, D-Medika, Yogyakarta.,


185-194.
5. Lachman, L., H.A. Lieberman dan J.L.Kanig, 2008, Teori dan Praktek
Farmasi Industri, UI Press, Jakarta.
6. Anief, M., 2000, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
7. Lund, W., 1994, The Pharmaceutical Codex Twelfth edition, The
Pharmaceutical Press, London.
8. Tjay, Hoan Tan dan Rahardja K., 2007, Obat-Obat Penting, Elex Media
Komputindo, Jakarta.
9. Katzung, B.G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 3 Edisi 8,
Penerbit Salemba Medika, Jakarta.
10. McEvoy, G.K., 2002, AHFS Drug Information, American Society of Health
System Pharmacists, United State of America.
11. Sweetman, Sean C., 2009, Martindale The Extra Pharmacopea Twentyeight Edition Book I, Pharmaceutical Press, London.
12. Rowe, Raymond C., Paul J Sheskey, dan Marian E Quinn, 2009,
Handbook

of

Pharmaceutical

Excipients

sixth

edition,

Royal

Pharmaceutical Society of Great Britain, London, 378, 445, 481.


13. Pratiwi, Sylvia T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Erlangga Medical Series,
Jakarta, 137138.

LAMPIRAN
1) DESAIN ETIKET
Apotek HoreFarma
JL. Kaliurang km 14,5 Telp: 021-0080088
Apoteker : Pioneeria, S.Farm, Apt
SIPA :180/per/XIV/2016
No. Resep:

Tgl:

Jumlah obat :.....Tube


OBAT LUAR
SEMOGA LEKAS SEMBUH

HARUS DENGAN RESEP DOKTER

2) DESAIN KEMASAN
3) DESAIN BROSUR
4) FOTO HASIL SEDIAAN

Anda mungkin juga menyukai