Anda di halaman 1dari 36

AR4151

SEMINAR ARSITEKTUR

KAJIAN TINGKAT KELAYAKAN HUNIAN MASYARAKAT


KAMPUNG KOTA

Oleh:
1.

Eric Dwi Novianto

(NIM: 15212047)

2.

Leviandri

(NIM: 15212057)

3.

Leonardus Richard Salim (NIM: 15212061)

PROGRAM STUDI SARJANA ARSITEKTUR


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
i

ABSTRAK
KAJIAN TINGKAT KELAYAKAN HUNIAN MASYARAKAT KAMPUNG KOTA
Pembimbing:
DEWI LARASATI, ST., MT., Ph.D
Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan huni
masyarakat kampung kota. Penelitian ini didasarkan pada kegelisahan akan permukiman
padat dan kumuh yang terus berkembang di kota-kota besar Indonesia, termasuk Bandung
didalamnya. Hasil dari penelitian ini akan menunjukkan standar hunian masyarakat
kampung kota dari segi ruang dan dampaknya terhadap kenyamanan ruang dan kesehatan
penghuninya. Harapannya tingkat kepekaan masyarakat dan pemerintah tentang kelayakan
huni masyarakat kampung kota dan tingkat pengetahuan masyarakat akan kelayakan huni
di huniannya masing-masing bisa meningkat sehingga meningkatkan standar kehidupan
masyarakat kampung kota itu sendiri.
Penelitian akan dilaksanakan dengan mengambil kasus studi masyarakat bantaran sungai
Cikapundung pada kawasan Tamansari. Penelitian akan dilakukan dengan mengambil
sampel acak beberapa rumah yang letaknya tersebar di sepanjang bantaran sungai
Cikapundung di kawasan Tamansari. Metode pengambilan data yang digunakan adalah
wawancara dan observasi langsung dari permukiman masyarakat Tamansari. Wawancara
akan dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana preferensi masyarakat kampung kota
dalam membangun masing-masing tempat tinggalnya. Sedangkan observasi akan
menghasilkan data kuantitatif kondisi nyata hunian masyarakat kampung kota berdasarkan
poin-poin yang dinilai dalam standar kelayakan huni dan persentase keseluruhan
masyarakat kampung kota berdasarkan tingkat kelayakan huniannya. Data yang diperoleh
akan dianalisis dengan metode kuantatif maupun kualitatif.
Kata kunci: Kampung Kota, Tamansari, Kelayakan Huni, Kenyamanan Ruang

ii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM ............................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ vi
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
1.1.

Latar Belakang........................................................................................................... 1

1.2.

Identifikasi Masalah .................................................................................................. 2

1.3.

Batasan Masalah ........................................................................................................ 2

1.4.

Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2

1.5.

Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 3

1.6.

Manfaat Penelitian ..................................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 4


2.1.

Kajian Teori ............................................................................................................... 4


2.1.1. Menurut Winslow dan APHA ......................................................................... 4
2.1.2. Menurut

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

829/Menkes/SK/VII/1999 ............................................................................... 4
2.2.

Kerangka Berpikir .................................................................................................. 10

2.3.

Hipotesis .................................................................. Error! Bookmark not defined.

METODE PENELITIAN .................................................................................................... 11


3.1.

Jenis dan Pendekatan Penelitian .............................................................................. 11

3.2.

Populasi dan Sampel................................................................................................ 11

3.3.

Instrumen Penelitian ................................................................................................ 12

3.4.

Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................... 12

3.5.

Teknik Analisis Data ............................................................................................... 13

HASIL DAN DATA OBSERVASI .................................................................................... 14

iii

ANALISIS DAN PEMBAHASAN ..................................................................................... 21


5.1.

Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Kebutuhan Ruang Dasar ........................ 21

5.2.

Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Kebutuhan Minimal Luas Bangunan ..... 21

5.3.

Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Intensitas Pencahayaan .......................... 22

5.4.

Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Keberadaan Ventilasi untuk Penghawaan


................................................................................................................................. 23

5.5.

Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Temperatur dan Kelembaban Udara ...... 23

5.6.

Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Sistem Pembuangan Limbah WC .......... 24

5.7.

Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Kondisi Material Bangunan ................... 25

5.8.

Analisis Pengetahuan Masyarakat tentang Standar Kelayakan Hunian .................. 26

5.9.

Analisis Kelayakan Hunian Masyarakat Kampung Tamansari ............................... 26

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 28


6.1.

Kesimpulan .............................................................................................................. 28

6.2.

Saran ........................................................................................................................ 28

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 30

iv

DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM


Gambar 1 Diagram Kerangka Berpikir. .............................................................................. 10
Gambar 2 Peta Rumah Masyarakat Kampung Kota Random Sampling .......................... 14
Gambar 3 Diagram kelayakan hunian berdasarkan keberadaan ruang dasar. ..................... 21
Gambar 4 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan Luas Minimum Lantai Bangunan perjiwa .................................................................................................................... 22
Gambar 5 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan Intensitas Pencahayaan .................... 22
Gambar 6 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan Keberadaan Ventilasi Udara ............ 23
Gambar 8 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan Temperatur Udara didalam Ruang
Duduk ................................................................................................................ 24
Gambar 8 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan Kelembaban Udara didalam Ruang
Duduk ................................................................................................................ 24
Gambar 9 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan Sistem Pembuangan Limbah WC .... 25
Gambar 10 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan Kondisi Material Bangunan ........... 25
Gambar 11 Diagram Kelayakan Hunian Masyarakat Kampung Tamansari ....................... 27

DAFTAR TABEL
Table 1 Kalkulasi Kebutuhan Luas Bangunan per jiwa. ....................................................... 6
Table 2 Data Observasi........................................................................................................ 20

vi

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masyarakat di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Tumbuh dan berkembang
dengan sangat cepat. Pertumbuhan permukiman masyarakat di Indonesia tidak sedikit
yang tumbuh secara incremental. Pertumbuhan permukiman ini dibentuk atas inisiatif
masyarakat yang tinggal disana baik sebagai masyarakat asli ataupun pendatang. Hal
ini akhirnya menciptakan permukiman yang tidak direncanakan oleh Pemerintah yang
sering disebut dengan Kampung Kota.
Bandung sebagai salah satu kota besar di Indonesia pun mengalami permasalahan
yang sama. Kota-kota besar di Indonesia punya daya tarik yang sangat besar bagi para
pendatang Hal ini membuat semakin banyak pula pendatang dari luar kota yang
tinggal menetap di kota Bandung. Akhirnya, banyak pula kampung kota yang
terbentuk ditengah-tengah perkembangan masyarakat yang semakin mengkota.
Permukiman jenis ini akan terus meningkat karena kebutuhan akan lahan dan tempat
tinggal akan terus meningkat seiring dengan pola perpindahan masyarakat ke kota.
Harga lahan yang akan semakin meningkat juga menjadi salah satu pendorong
perkembangan kampung kota karena masyarakat berpenghasilan rendah semakin
tidak bisa memperoleh lahan yang layak untuk ditinggali.
Perkembangan yang terjadi secara incremental membuat hunian setiap warga menjadi
berbeda-beda. Luasan lahan tempat dibangun setiap warga berbeda begitu juga
dengan luasan lantai dan jumlah lantainya. Program ruang didalam hunian masyarakat
kampung kota juga berbeda-beda sesuai dengan luasan lantai dan kebutuhan masingmasing keluarga. Tidak dibuatnya standar atau peraturan ini membuat keberadaan
hunian yang tidak layak huni di kampung kota semakin meningkat. Pengetahuan
masyarakat akan hunian yang nyaman dan layak huni yang rendah dan kemampuan
finansial menengah kebawah di masyarakat kampung kota menambah kemungkinan
munculnya hunian yang tidak layak huni didalamnya.
Keberagaman rumah masyarakat kampung kota membuat tidak menentunya tingkat
kenyamanan untuk tinggal didalam permukiman masyarakat kampung kota. Banyak
diantara masyarakat yang tinggal didalamnya sudah memiliki rumah dengan fasilitas
yang sangat baik seperti sanitasi dan pencahayaan yang baik, jarang memunculkan
penyakit dan sebagainya, namun tidak sedikit juga rumah yang tingkat kenyamanan

dan kelayakan huninya rendah sehingga memengaruhi kualitas hidup dari masyarakat
yang tinggal didalamnya terutama terkait dengan kesehatan dan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, masalah dapat
diidentifikasikan adalah pertumbuhan perumahan dan permukiman informal dibentuk
oleh masyarakat tanpa campur tangan pihak praktisi perencanaan dan perancangan
maupun pemerintah, hal ini terbukti dari:
a.

Beragamnya ukuran dan program ruang didalam masing-masing rumah


masyarakat kampung kota yang berpengaruh pada kualitas ruang dalam yang ada,

b.

Penggunaan material konstruksi rumah yang beragam dan diantaranya beberapa


kurang layak huni,

c.

Tidak jelasnya batas antara ruang privat dan ruang publik dari rumah-rumah
masyarakat kampung kota dan akses penghubungnya karena lokasinya yang
sangat padat.

1.3. Batasan Masalah


Untuk memfokuskan pembahasan masalah yang terkait proses desain arsitektural
rumah masyarakat kampung kota dan mempermudah pengambilan data dan informasi
serta proses analisis yang diperlukan, maka penulis menetapkan batasan-batasan
sebagai berikut:
1. Obyek penelitian akan difokuskan pada kenyamanan ruang didalam rumah
masyarakat kampung kota dan berbagai aspek yang memengaruhi kenyamanan
ruang dalam,
2. Aktivitas dan keputusan yang dibuat berdasarkan peraturan pemerintah tidak akan
menjadi bahan pertimbangan utama, dan
3. Bangunan yang dijadikan obyek penelitian adalah bangunan yang berfungsi
sebagai rumah tinggal masyarakat kampung kota.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dikemukakan diatas, masalah yang
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.

Seberapakah tingkat kelayakan huni rumah masyarakat kampung kota?


2

2.

Apakah masyarakat kampung kota sudah mengetahui adanya standar kelayakan


huni dalam sebuah rumah?

3.

Apakah masyarakat kampung kota sudah menerapkan standar kelayakan huni?

1.5. Tujuan Penelitian


Untuk menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka dibuat
tujuan penelitian sebagai berikut:
1.

Mengetahui tingkat kelayakan hunian masyarakat kampung kota

2.

Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat kampung kota akan rumah layak


huni

3.

Mengetahui penyebab tingkat ketidaklayakan hunian masyarakat kampung kota

1.6. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi:
1.

Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang dapat dijadikan rujukan
bagi upaya perbaikan kawasan permukiman masyarakat kampung kota dan
bermanfaat juga untuk menjadi referensi bagi mahasiswa yang melakukan kajian
dan penelitian tentang tingkat kenyamanan rumah masyarakat kampung kota.

2.

Manfaat praktis
Bagi penulis, hasil penelitian diharapkan dapat memperluas wawasan tentang
aplikasi teori yang dipelajari selama perkuliahan dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat, terutama masyarakat kampung kota.
Bagi pemerintah, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi rujukan data dan
informasi masyarakat sehingga kebijakan yang akan dikeluarkan maupun upaya
perbaikan secara langsung dapat menyelesaikan permasalahan yang benar-benar
ada di masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Menurut peraturan menteri negara perumahan rakyat republik Indonesia nomor :
22/Permen/M/2008 tentang standar pelayanan minimal bidang perumahan rakyat
daerah provinsi dan daerah kabupaten / kota menyatakan bahwa : rumah layak huni
adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan
minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya.
2.1.1. Menurut Winslow dan APHA
Pengertian rumah layak huni dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu :
Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain, pecahayaan, penghawaan dan
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain, privacy yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni
rumah, yaitu dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah
rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan
minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang
cukup.
Memenuhi persayaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan
garis sempanan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah
terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
2.1.2. Menurut

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.

829/Menkes/SK/VII/1999
2.1.2.1. Konsepsi Rumah Inti Tumbuh
Rancangan Rumah Inti Tumbuh (RIT) memenuhi tuntutan kebutuhan
paling mendasar dari penghuni untuk mengembangkan rumahnya,
dalam upaya peningkatan kualitas kenyamanan, dan kesehatan
penghuni dalam melakukan kegiatan hidup sehari-hari, dengan ruangruang yang perlu disediakan sekurang-kurangnya terdiri dari:

1 ruang tidur yang memeuhi persyaratan keamanan dengan bagian


bagiannya tertutup oleh dinding dan atap serta memiliki
pencahayaan yang cukup berdasarkan perhitungan serta ventilasi
cukup dan terlindung dari cuaca. Bagian ini merupakan ruang
yang utuh sesuai dengan fungsi utamannya.

1 ruang serbaguna merupakan ruang kelengkapan rumah dimana


didalamnya dilakukan interaksi antara keluarga dan dapat
melakukan aktivitas-aktivitas lainnya. Ruang ini terbentuk dari
kolom, lantai dan atap, tanpa dinding sehingga merupakan ruang
terbuka namun masih memenuhi persyaratan minimal untuk
menjalankan

fungsi

awal

dalam

sebuah

rumah

sebelum

dikembangkan.

1 kamar mandi/kakus/cuci marupakan bagian dari ruang servis


yang sangat menentukan apakah rumah tersebut dapat berfungsi
atau tidak, khususnya untuk kegiatan mandi cuci dan kakus.

Ketiga ruang tersebut diatas merupakan ruang-ruang minimal yang


harus dipenuhi sebagai standar minimal dalam pemenuhan kebutuhan
dasar, selain itu sebagai cikal bakal rumah sederhana sehat. Konsepsi
cikal bakal dalam hal ini diwujudkan sebagai suatu Rumah Inti yang
dapat tumbuh menjadi rumah sempurna yang memenuhi standar
kenyamanan, kemanan, serta kesehatan penghuni, sehingga menjadi
rumah sederhana sehat.
2.1.2.2. Kebutuhan Minimal Masa (penampulan) dan Ruang (luar-dalam)
Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar
manusia didalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi
aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi kakus, cuci, dan masak
serta ruang gerak lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per
orang adalah 9 m2 atau standar ambang dengan angka 7,2 m2 per
orang dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit 2.80 m.

Table 1 Kalkulasi Kebutuhan Luas Bangunan per jiwa.

2.1.2.3.

Kebutuhan Kesehatan dan Kenyamanan


Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan
dan kenyamanan dipengaruhi oleh tiga aspek, yaitu pencahayaan,
penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan.
a. Pencahayaan
Matahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan
sebagai pencahayaan alami pada siang hari. Pencahayaan yang
dimaksud adalah penggunaan terang langit atau pencahayaan
alami, dengan ketentuan sebagai berikut:

Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak


langsung

dapat

menerangi

intensitas

penerangan

seluruh

minimal

60

ruangan
lux

dan

dengan
tidak

menyilaukan mata.

Luas jendela yang baik minimal 10% - 20% dari luas lantai.

Ruang kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya dan


terdistribusi secara merata.

Sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum


satu jam setiap hari.

Dan cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai


dengan jam 16.00.

b. Penghawaan
Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas
sepanjang hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh dalam

menentukan kenyamanan pada bangunan rumah. Selain


memberikan kenyamanan, pertukuran udara juga dimaksudkan
untuk mengeluarkan kuman penyakit dalam udara, seperti
bakteri dan virus. Kenyamanan akan memberikan kesegaran
terhadap penghuni dan terciptanya rumah ayng sehat, apabila
terjadi pengaliran atau pergantian udara secara kontinu melalui
ruangan-ruangan, serta lubang-lubang pada bidang pembatas
dinding atau partisi sebagai ventilasi, dengan ketentuan sebagai
berikut:

Luas lubang penghawaan tetap minimal 5% dari luas lantai


ruangan, sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat
dibuka dan ditutup) minimal 5% sehingga minimal
keduanya 10% dari luas lantai ruangan.

Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara


yang mengalir keluar ruangan.

Udara yang masuk adalah udara bersih, tidak berasal dari


asap dapur, asap dari sampah atau pabrik, dari knalpot
kendaraan, debu dan bau dari kamar mandi/WC

c. Suhu udara dan kelembaban


Kelembaban adalah jumlah partikel air (uap air) yang ada di
udara. Udara memiliki kapasitas tertentu untuk menahan
partikel-partikel air yang sering bervariasi dengan suhu
sekitarnya.
Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh
penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau
tidak lancer akan menjadikan ruangan terasa pengap dan akan
menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan. Untuk
mengatur suhu udara dan kelembaban normal untuk ruangan
dan

penghuni

dalam

melakukan

kegiatannya,

perlu

memperhatikan:

Keseimbangan penghawaan antara volume udara yang


masuk dan keluar.

Pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan


tidak bergerak.

Bagaimana bangunan tersebut dilindungi dari kelembaban,


dan lain-lain, serta kebocoran.

Aktivitas seperti mandi, pengukusan, pengeringan pakaian


basah dan lain-lain.

Suhu udara yang nyaman antara 18-30 C

Kelembaban udara yang baik antara 40% - 70%

Dan komponen dari sebuah rumah:


a. Lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10
cm dari perkarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan
kedap air, untuk rumah panggung dapat terbuat dari
papan atau anyaman bambu.
b. Dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk
mendukung atau menyangga atap, menahan angin dan
air hujan, melindungan dari panas dan debu dari luas,
serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya.
c. Langit-langit untuk menahan dan menyerap panas terik
matahari, minimum 2.4 m dari lantai, bisa dari bahan
papan, anyaman bambu, tripleks atau gipsum.
d. Atap untuk melindungi bagian-bagian dalam bangunan
serta penghuninya terhadap panas dan hujan, oleh
karena itu atap harus rapat air serta padat dan letaknya
tidak mudah bergeser, tidak mudah terbakar dan
bobotnya ringan dan tahan lama.

d. Pembuangan limbah
Limbah pembuangan rumah tinggal dibagi menjadi dua yaitu
limbah cair dan limbah padat termasuk didalamnya limbah dari
kamar mandi/WC. Ketentuan pembuangan limbah yang layak
untuk rumah tinggal, yaitu:

Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak


mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak
mencemari permukaan tanah.

Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak


menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan
air tanah.

Data awal yang diperoleh yaitu :


Dari sisi keamanan, kelurahan Tamansari berada di kawasan tengah Sungai
Cikapundung dengan aliran sungai berkelok-kelok yang rawan terhadap erosi,
banjir dan longsor.
Karakteristik penghuni di bantaran sungai Cikapundung khususnya di Cihampelas,
yang lebih mendominasi adalah permukiman kumuh dan berekonomi rendah (dari
segi pendapatannya).
Dari total penduduk, 40% merupakan penduduk luar dan 70% penduduk telah
menetap lebih dari 30 tahun.
Kondisi pemukiman di Kelurahan Tamansari khususnya di daerah sempadan
Sungai Cikapundung sangat padat yang menyebabkan jarak antar bangunan hanya
0-1 m dan arah bangunan yang ada di sempadan sungai membelakangi Sungai
Cikapundung. 70% bangunan merupakan milik sendiri, 59% bangunan tidak
memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan), tidak bersertifikat dan di lahan
pemerintah.
Dari data awal tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar (lebih dari 50%)
hunian di kawasan sekitar Cikapundung merupakan rumah yang tidak layak huni
karena tidak memenuhi syarat keamanan, kenyamanan dan kesehatan.

2.2.Kerangka Berpikir

Gambar 1 Diagram Kerangka Berpikir.

10

METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, pendekatan penelitian yang dilakukan adalah
pendekatan empiris yang artinya sumber data adalah data primer hasil observasi dan
wawancara. Data yang diperoleh diharapkan menggambarkan kondisi aktual yang ada
di masyarakat pada waktu penelitian berlangsung. Metode penelitian yang digunakan
yaitu pendekatan kuantitatif.
Penelitian kuantitatif menurut Sugiyono adalah metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu. Penelitian kuantitatif digunakan saat pengumpulan data, analisis data serta
penyajian data hasil analisis dan kesimpulan (Sugiyono, 2012:7). Metode penelitian
kuantitatif disebut juga sebagai metode ilmiah karena memenuhi kaidah-kaidah ilmiah
yaitu konkrit, empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Penelitian kuantitatif
ini dipilih untuk menunjukkan data berdasarkan tujuan penelitian yang telah
dikemukakan diatas yaitu persentase kelayakan huni masyarakat kampung kota.
Sedangkan jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan data yang didapatkan dari pendekatan
kuantitatif dari hasil dan data observasi. Deskripsi yang dituliskan akan menjelaskan
persentase rumah layak huni dan korelasinya dengan pengetahuan masyarakat yang
ada disana tentang rumah yang layak huni.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan untuk pengambilan data adalah RW 6, 7, dan 8 Kelurahan
Taman Sari, Kecamatan Lebak Siliwangi, Bandung. Kawasan ini dipilih berdasarkan
jenisnya yang merupakan kampung kota dan lokasinya yang terletak di pinggiran
sungai Cikapundung. Pemilihan populasi yang memanjang dan tidak memusat adalah
agar setiap rumah memiliki pertimbangan yang sama dalam memilih atau membangun
rumahnya karena dekat dengan sungai.
Pengambilan sampel rumah dan responden dari pemilik rumah diambil secara acak
terstruktur dari ketiga RW yang ada disepanjang sungai. Jumlah sampel dan
responden yang akan diteliti sebanyak tiga puluh rumah dengan spesifikasi lima belas
rumah yang berada di bantaran sungai Cikapundung dan lima belas rumah lainnya
yang berada di seberangnya yang dipisahkan dengan jalan dengan masing-masing RW
11

sepuluh rumah. Dengan tiga puluh sampel ini diharapkan dapat mewakilkan satu
permukiman masyarakat kampung kota yang ada di Bandung dan dapat
mencerminkan permukiman masyarakat kampung kota yang lain di Bandung.

3.3. Instrumen Penelitian


Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan adalah sebagai
berikut:
1. Lembar observasi untuk mencatat hasil observasi lapangan secara langsung dan
hasil wawancara dengan responden,
2. Aplikasi Lux Meter digital untuk mengukur intensitas cahaya di ruang dalam
rumah yang akan diobservasi,
3. Termometer bola kering dan basah untuk mengukur temperatur kering dan basah
dan mendapatkan kelembaban udara didalam rumah,
4. Meteran digital untuk mengukur dimensi ruangan didalam rumah dan
mendapatkan luasan lantai keseluruhan rumah
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini agar diperoleh data yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan,
maka data diperoleh melalui:
1. Wawancara
Wawancara adalah upaya untuk mendekatkan informasi dengan cara bertanya
langsung kepada informan. Wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara
terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilaksanakan secara
terencana dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya.
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang masyarakat yang
tinggal didalam rumah-rumah yang diobservasi. Untuk itu wawancara akan
dilakukan kepada keluarga yang tinggal didalam rumah yang akan menjadi obyek
observasi. Informasi yang akan diperoleh adalah aspek-aspek yang ada didalam
masyarakat yang tinggal di permukiman kampung kota yang akan memengaruhi
tingkat kelayakan huni.
Daftar pertanyaan yang diajukan saat melaksanakan wawancara adalah jumlah
anggota keluarga yang tinggal didalam rumah, lama tinggalnya, kepemilikan
12

rumah (untuk mengetahui proses terbentuknya ruangan yang ada didalam rumah),
kenyamanan individu terhadap kondisi rumah secara ruang, keinginan pengguna
untuk mengembangkan rumah dengan ruangan baru, penyakit yang sering muncul
dan bagaimana proses pembuangan limbah atau sampah yang ada.
2. Observasi Langsung
Observasi langsung adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan
pencatatan dan pengukuran secara cermat dan sistematik. Observasi langsung
dilakukan untuk memperoleh data primer tentang kondisi rumah-rumah
masyarakat kampung kota yang ada di kelurahan Taman Sari.
Observasi dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan ruang
duduk, ruang tidur dan kamar mandi serta ventilasi udaranya, suhu dan
kelembaban di ruang duduk, tingkat intensitas cahaya, dimensi dan luasan ruangan
didalam rumah, kondisi material dan kenyamanan didalam ruangan. Hasil
observasi akan didata per-rumah dan digabungkan untuk memperoleh gambaran
keseluruhan dari rumah-rumah masyarakat kampung kota di Taman Sari.
3.5. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan analisis induktif. Analisis
induktif digunakan untuk memperoleh simpulan akhir dari data yang diperoleh selama
proses pengambilan data. Analisis dilakukan dengan melihat persentase dari data yang
diperoleh berdasarkan tujuan dan kriteria penelitian yang sudah dikemukakan diatas.
Persentase yang muncul adalah gambaran dari kondisi permukiman masyarakat
kampung kota khususnya di kawasan Taman Sari.
Analisis data menggunakan metode analisis kuantitatif dengan menggabungkan data
yang diperoleh dan dipersentasekan masing-masing kategorinya agar terlihat
gambaran atau kondisi masyarakat sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
dijabarkan diatas.

13

HASIL DAN DATA OBSERVASI

Gambar 2 Peta Rumah Masyarakat Kampung


Kota Random Sampling

14

15

Pembuanga
n Limbah

Disalurkan
ke riool kota

Disalurkan
ke riool kota

Disalurkan
langsung ke
sungai

Disalurkan
ke riool kota

Disalurkan
ke riool kota

Responden

Jumlah
Anggota
Keluarga

No.

K. Tidur

Ke jalan
v

K. Tidur

Ke sungai
Ke sungai

v
v
v
v

Dapur

K. Tidur

Ke jalan

v
v

R. Duduk

v
v

Dapur

K. Mandi

K. Mandi

exhaust
fan

Ke jalan
v

R. Duduk

Dapur

Ventiliasi
ke atas

K. Mandi

Dapur
R. Duduk

K. Mandi

Berada
diluar

Ke sungai

K. Tidur

Ke sungai

Ke jalan

R. Duduk

Dapur

v
Kamar
mandi
umum
Berada
diluar

Ke jalan

K. Tidur
-

R. Duduk

Ket.

Ket.

Ventilasi
Keberadaan

Kelayakan

Material

K. Mandi

Keberadaan

Nama Ruang

125

183

99

107

35

27

25

24

24

25

30

30

30

30

30

Temperatur
Intensitas
Cahaya
Basah Kering

70%

61%

52%

52%

61%

Kelembaban

88 m2

120 m2

100 m2

70 m2

30 m2

Kelayakan

2 lantai

2 lantai

2 lantai

1 lantai

1 lantai

Keteranga
n

Luas Total

16

Disalurkan
langsung ke
sungai

Disalurkan
langsung ke
sungai

Disalurkan
langsung ke
sungai

Disalurkan
langsung ke
sungai

11

10

11

Disalurkan
ke riool kota

Disalurkan
ke riool kota

Ke gang

v
v

v
v
v

v
v
v

Dapur
R. Duduk
K. Tidur

v
v

v
v

v
v

K. Mandi
Dapur

v
v

R. Duduk

v
v
v
v
v
v
v
v

v
v
v
v

R. Duduk
K. Tidur
K. Mandi
Dapur

Dapur

K. Tidur

K. Mandi

R. Duduk
K. Tidur

Dapur

K. Mandi

K. Tidur
Dinding
sudah mulai
lapuk

R. Duduk

Ke sungai

Ke sungai

Ke jalan
Ke sungai
Ke sungai
Ke sungai

Ke jalan

Ke jalan

Ke sungai

Dapur
v

Ke sungai

K. Mandi

Atapnya
bocor

Ke jalan

K. Mandi

Ke jalan

K. Tidur

Ke jalan

Atapnya
bocor
v

R. Duduk

15

41

247

95

251

71

25

29

28

28

27

25

27

33

32.5

33

31

30

76%

71%

64%

64%

70%

61%

70 m2

72 m2

112 m2

75 m2

105 m2

66 m2

1 lantai

1 lantai

2 lantai

1 lantai

1 lantai

2 lantai

17

Disalurkan
langsung ke
sungai

Disalurkan
langsung ke
sungai

Disalurkan
langsung ke
sungai

15

16

Disalurkan
langsung ke
sungai

13

14

Disalurkan
langsung ke
sungai

12

Atapnya
bocor
dinding
triplek

v
v

v
v

v
v

Dapur

K. Mandi

R. Duduk
v

Dapur

K. Tidur

K. Mandi

R. Duduk
v

Dapur

K. Tidur

K. Mandi

R. Duduk
K. Tidur

Dapur
v

K. Mandi

R. Duduk
v

Dapur

K. Tidur

K. Mandi

K. Tidur

R. Duduk

Ke jalan

Ke jalan

Ke jalan

Ke jalan

Ke gang

ke sungai

ke jalan

Ke jalan

Ke sungai

Ke jalan

105

117

61

27

41

25

25

25

26

25

29

28

29

28

28

68%

68%

68%

84%

76%

100 m2

84 m2

50 m2

60 m2

45 m2

2 lantai

2 lantai

1 lantai

2 lantai

1 lantai

18

Disalurkan
langsung ke
sungai

Disalurkan
langsung ke
sungai

21

22

19

Disalurkan
ke riool kota

Disalurkan
ke riool kota

18

Disalurkan
langsung ke
sungai

13

17

20

Disalurkan
ke riool kota

Ke sungai

v
v
v

dinding
rotan
lantai beton

v
v
v

v
v
v

Dapur
R. Duduk
K. Tidur

v
-

v
v

v
v

Dapur

K. Mandi

v
v

R. Duduk
v

Dapur

K. Tidur

K. Mandi

R. Duduk
v

ke taman
v

Dapur

K. Tidur

ke taman

K. Mandi

Ke jalan

Ke sungai

Ke jalan

v
v

K. Tidur

Ke jalan

Ke sungai

R. Duduk

Atapnya
bocor

Dapur

kamar
mandi
bersama

K. Mandi

Ke jalan

K. Tidur
-

Ke jalan

R. Duduk

K. Mandi

Ke sungai
Ke sungai

Ke jalan

v
v
v

v
v
v
v

v
v
v
v

R. Duduk
K. Tidur
K. Mandi
Dapur

30

47

63

27

47

53

28

28

25

27

28

26

30

30

27

30

30

29

85%

85%

84%

77%

77%

76%

12 m2

116 m2

90 m2

44 m2

32 m2

196 m2

mezanin

2 lantai

1 lantai

2 lantai

2 lantai

2 lantai

19

Disalurkan
ke riool kota

Disalurkan
langsung ke
sungai

Disalurkan
ke riool kota

26

27

Disalurkan
ke riool kota

24

25

Disalurkan
langsung ke
sungai

23

K. Tidur

Ke sungai

v
v

v
v
v

v
v
v

Dapur
R. Duduk
K. Tidur

v
v
v

Dapur

v
v

K. Tidur

R. Duduk

Dapur

K. Mandi

K. Mandi

R. Duduk
v

Ke sungai

Dapur

K. Tidur

Ke sungai

K. Mandi

dinding
triplek

Ke sungai

K. Mandi

R. Duduk

dinding
retak

Dapur

dinding
triplek
Atapnya
bocor

K. Mandi

K. Tidur

R. Duduk

100

115

51

21

71

27

27

26

27

27

29

30

28

29

29

84%

77%

76%

84%

84%

112 m2

18 m2

50 m2

40 m2

40 m2

2 lantai

2 lantai

2 lantai

2 lantai

1 lantai

20

30

20

Disalurkan
langsung ke
sungai

29

Disalurkan
langsung ke
sungai

Disalurkan
langsung ke
sungai

28

K. Tidur

v
-

v
v
-

K. Mandi
Dapur
R. Duduk

lantai beton

V
V

K. Mandi
Dapur

Atapnya
bocor

K. Tidur

R. Duduk
v

Dapur

K. Tidur

K. Mandi

dinding
triplek

R. Duduk

600

67

25

26

27

27

29

28

30

76%

84%

77%

40 m2

56 m2

36 m2

2 lantai

2 lantai

1 lantai

Table 2 Data Observasi

ANALISIS DAN PEMBAHASAN


5.1. Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Kebutuhan Ruang Dasar
Berdasarkan standar kebutuhan ruang
Kelayakan Hunian Berdasarkan
Keberadaan Ruang Dasar

dasar yaitu 1 ruang tidur, 1 ruang


serbaguna, dan 1 kamar mandi/WC

Tidak
Layak
10%

didapatkan
ditunjukkan

data
pada

seperti

yang

gambar

2.

Sebanyak 27 rumah (90%) sudah


memenuhi

Layak
90%

kriteria

sedangkan

rumah (10%) yang disurvei tidak


memenuhi kriteria tersebut. Ruangan

Gambar 3 Diagram kelayakan hunian berdasarkan


keberadaan ruang dasar.

yang tidak terpenuhi adalah dua


diantaranya kamar mandi/WC dan

sisanya ruang duduk/berkumpul.


Dari kebutuhan ruang itu, kamar tidur dan dapur merupakan ruang yang selalu
ditemukan di setiap rumah. Dua rumah tidak memiliki kamar mandi, dikarenakan
menggunakan kamar mandi bersama. Sedangkan ruang duduk tidak ditemukan pada
salah satu rumah, hal ini dikarenakan luas lahan yang sempit dan jumlah penghuni
yang cukup banyak sehingga tidak memungkinkan adanya ruang duduk dan
dimanfaatkan untuk ruang tidur. Ruang duduk juga dirasa tidak cukup penting karena
kegiatan berkumpul bisa dilakukan di teras rumah.
5.2. Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Kebutuhan Minimal Luas Bangunan
Berdasarkan standar kebutuhan luas minimal lantai bangunan per-jiwa yaitu 7.2 m2
per-jiwa didapatkan data seperti yang ditunjukkan pada gambar 3. Sebanyak 21 rumah
(75%) sudah memenuhi kriteria sedangkan 9 rumah (25%) tidak memenuhi kriteria
tersebut. Jumlah anggota keluarga dengan luasan bangunan yang ada sangat bervariasi
seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.

21

Kelayakan Hunian Berdasarkan


Luas Mininum Lantai Bangunan
per-jiwa

Hal ini disebabkan sebagian besar


rumah merupakan rumah hasil waris
dari orang tua dan dengan luas tanah
yang tetap, jumlah anggota keluarga
yang tinggal semakin bertambah,

Tidak
Layak
30%

menyebabkan luas bangunan tidak


lagi cukup untuk menampung jumlah

Layak
70%

anggota keluarga yang tinggal di


rumah tersebut. Berdasarkan data

Gambar 4 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan Luas


Minimum Lantai Bangunan per-jiwa

yang didapatkan, sebuah rumah bisa


dihuni hingga mencapai 5 keluarga

(sekitar 20 orang) dengan luas bangunan yang hanya 40 m2.


Keterbatasan dana serta keterbatasan lahan juga menjadi salah satu faktor penyebab
ketidaklayakan luas bangunan per penghuni, sehingga penghuni tidak dapat
mengembangkan rumahnya agar layak untuk memenuhi luas bangunan per penghuni
di dalam rumah tersebut.
5.3. Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Intensitas Pencahayaan
Berdasarakan

Kelayakan Hunian Berdasarkan


Intensitas Pencahayaan

standar

kebutuhan

intensitas cahaya sebesar 60-120 lux


dan tidak menyilaukan pada setiap
ruangan bangunan, didapatkan data
seperti yang ditunjukkan pada gambar

Tidak
Layak
47%

4. Sebanyak 16 rumah (53%) yang

Layak
53%

sudah memenuhi kriteria, sedangkan


14

rumah

lainnya

(47%)

tidak

memenuhi kriteria tersebut.


Gambar 5 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan
Intensitas Pencahayaan

Perbandingan ketinggian bangunan


dan jarak antar bangunan merupakan

penyebab dari tingkat intensitas cahaya yang rendah. Dengan jarak antar muka
bangunan yang sangat dekat (sekitar 1-1.5 meter) dengan ketinggian bangunan yang
rata-rata dua lantai menyebabkan hanya sedikit cahaya yang dapat masuk melalui
bukaan.

22

Sebagian besar rumah merupakan rumah deret yang saling menempel minimal pada
kedua sisi bangunan sehingga tidak memungkinkan adanya bukaan untuk
memasukkan cahaya dan penyebaran cahaya di setiap ruangan juga tidak merata.
Selain itu, penggunaan lampu berdaya rendah menghasilkan intensitas pencahayaan
yang rendah juga, menyebabkan meskipun sudah menggunakan pencahayaaan buatan,
intensitas cahaya di dalam ruangan tetap rendah.
5.4. Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Keberadaan Ventilasi untuk Penghawaan
Berdasarkan standar kebutuhan akan
Kelayakan Hunian Berdasarkan
Keberadaan Ventilasi Udara

penghawaan

terdapatnya

pertukaran udara didalam bangunan


didapatkan
ditunjukkan

Tidak
Layak
47%

dengan

data
pada

seperti
gambar

yang
5.

Sebanyak 16 rumah (53%) setiap


Layak
53%

bagian ruangannya sudah memiliki


ventilasi untuk mengalirkan udara,
sedangkan 14 rumah lainnya (47%)

Gambar 6 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan


Keberadaan Ventilasi Udara

belum seluruh ruangan didalamnya


dapat mengalirkan udara. Sebagian

besar ruangan yang tidak memiliki ventilasi adalah kamar mandi dan dapur dan
sebagian kamar tidur, sedangkan ruang duduk selalu memiliki ventilasi keluar
bangunan.
Hal ini disebabkan sebagian besar rumah merupakan rumah deret yang saling
menempel dengan bangunan disekitarnya yang menyebabkan tidak memungkinkan
adanya ventilasi di setiap ruang. Sedangkan ruang yang selalu memiliki ventilasi yaitu
ruang duduk, dikarenakan ruang duduk terletak di bagian depan rumah yang langsung
menghadap ke jalan sehingga memungkinkan adanya ventilasi. Dapur dan kamar
mandi pada bangunan rumah yang terletak di pinggiran sungai memiliki ventilasi ke
arah sungai.
5.5. Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Temperatur dan Kelembaban Udara
Berdasarkan standar kenyamanan ruangan dengan rentang temperatur udara yang
diukur pada ruang duduk/ruang serbaguna antara 18-30C didapatkan data seperti
yang ditunjukkan pada gambar 6. Sebanyak 26 rumah (87%) sudah memenuhi

23

kriteria, sedangkan 4 rumah (13%) tidak memenuhi kriteria tersebut. Rata-rata


temperatur kering sebesar 29.53C dan temperatur basah sebesar 26.38C.

Kelayakan Hunian Berdasarkan


Temperatur Udara didalam Ruang
Duduk

Kelayakan Hunian Berdasarkan


Kelembaban Udara didalam
Ruang Duduk

Tidak
Layak
13%
Layak
40%
Tidak
Layak
60%

Layak
87%

Gambar 8 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan Gambar 8 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan
Temperatur Udara didalam Ruang Duduk
Kelembaban Udara didalam Ruang Duduk

Berdasarkan standar kenyamanan ruangan dengan rentang kelembaban antara 40%70% didapatkan data seperti yang ditunjukkan pada gambar 7. Sebanyak 12 rumah
(40%) sudah memenuhi kriteria, sedangkan 18 rumah lainnya (60%) belum memenuhi
kriteria tersebut. Rata-rata kelembaban dari rumah-rumah warga yang diobservasi
sebesar 73%.
Hal ini disebabkan sirkulasi udara pada bangunan yang kurang baik. Udara hanya
masuk melalui ventilasi di bagian depan bangunan dan tidak mengalami sirkulasi
silang karena tidak terdapat ventilasi di sisi lain bangunan. Penggunaan material juga
mempengaruhi temperatur ruangan. Penggunaan material seperti seng akan menyerap
panas sehingga menyebabkan suhu ruangan meningkat. Pengambilan data pada waktu
yang berbeda-beda namun tetap dalam rentang jam 11.0015.00 juga menyebabkan
variasi data yang sangat beragam.
5.6. Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Sistem Pembuangan Limbah WC
Berdasarkan standar keberadaan sistem pengolahan limbah WC sebelum akhirnya
disalurkan ke riool kota didapatkan data seperti yang ditunjukkan pada gambar 8.
Sebanyak 12 rumah (40%) memenuhi kriteria sedangkan 18 rumah lainnya (60%)
tidak memenuhi kriteria tersebut. Seluruhnya yang tidak memiliki sistem pengolahan
limbah langsung membuang limbah WC ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu.

24

Sebanyak 60% dari rumah yang

Kelayakan Hunian Berdasarkan


Sistem Pembuangan Limbah WC

diteliti

pembuangan

disalurkan

langsung

Cikapundung,

limbah
ke

Sungai

sedangkan

sisanya

pembuangan limbah disalurkan ke

Layak
40%

septictank

Tidak
Layak
60%

atau

menuju

pipa

pembuangan ke riool kota yang


kemudian

akan

diolah

menjadi

biogas. Pipa saluran pembuangan ini


Gambar 9 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan Sistem
Sistem Pembuangan Limbah WC

dibangun oleh pemerintah pada masa


pemerintahan Walikota Dada Rosada,

dan terhenti di pertengahan RW07 Kelurahan Tamansari.


Selain pembangunan yang tidak merata, keterbatasan lahan juga menjadi kendala
untuk memperoleh saluran pembuangan yang layak. Dikarenakan lahan yang sempit,
seluruh lahan digunakan untuk bangunan sehingga tidak memungkinkan untuk
membuat septictank.
Pembangunan yang tidak merata dan keterbatasan lahan menyebabkan sebagian
rumah di RW07 dan RW08 dapat dikategorikan tidak layak karena pembuangan
limbah langsung disalurkan ke Sungai Cikapundung dan mencemari sungai.
Pencemeran sungai akan berakibat pada kesehatan dan pencemaran sumber air
sehingga dikategorikan sebagai pembuangan limbah yang tidak layak.
5.7. Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Kondisi Material Bangunan
Berdasarkan standar dimana kondisi
Kelayakan Hunian Berdasarkan
Kondisi Material Bangunan

material bangunan pada lantai, dinding,


langit-langit dan atap harus kedap air
dan mudah dibersihkan didapatkan data
seperti yang ditunjukkan pada gambar 9.

Tidak
Layak
30%

Sebanyak 21 rumah (70%) memenuhi


kriteria sedangkan 9 rumah lainnya

Layak
70%

(30%) tidak memenuhi kriteria tersebut.


Terdapat

Gambar 10 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan


Kondisi Material Bangunan

25

beberapa

penghuni

yang

mengaku mengalami kebocoran pada

atap ketika hujan deras dikarenakan kondisi material penutup atap yang kurang baik,
dengan plafon kayu yang sudah lapuk dan hancur karena rembesan air dari atap yang
bocor. Beberapa bangunan hunian hanya berdinding bata dan tidak diplester dengan
lantai beton yang tidak dikeramik, sehingga rawan lembab dan sulit dibersihkan.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan dana dari penghuni yang tidak memungkinkan
untuk melakukan renovasi dan mengganti material bangunan yang sudah rusak.
Sebagian rumah sudah mengalami perbaikan dengan bantuan pemerintah, namun
bantuan tersebut tidak dilakukan secara menyeluruh sehingga ada bagian bangunan
yang masih perlu diperbaiki.
5.8. Analisis Pengetahuan Masyarakat tentang Standar Kelayakan Hunian
Berdasarkan hasil wawancara, 19 rumah merupakan tanah dan bangunan milik
sendiri, 10 rumah merupakan tanah milik PJKA yang dibangun sendiri dan 1 rumah
yang disurvei adalah rumah yang dikontrakkan. Dengan memiliki tanah sendiri, setiap
penghuni dapat membangun, menambahkan, atau memperbaiki rumahnya masingmasing. Banyak diantara penghuni rumah yang menyadari kekurangan rumahnya
dalam pemenuhan standar namun dengan alasan keterbatasan dana dan lahan dengan
banyaknya kebutuhan dari jumlah anggota keluarga yang menghuni sebuah rumah,
standar kelayakan huni dalam segala aspek dinomorduakan.
Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hampir seluruh masyarakat yang
tinggal di kampung kota punya kuasa untuk membangun hunian yang memenuhi
kriteria kelayakan hunian namun dari data yang ditampilkan diatas banyak rumah
masyarakat kampung kota yang tidak memenuhi seluruh kriteria hunian yang layak
huni. Maka dari itu masyarakat masih secara parsial memahami dan menyadari
standar kelayakan huni sebuah rumah.
5.9. Analisis Kelayakan Hunian Masyarakat Kampung Tamansari
Berdasarkan data yang sudah disampaikan diatas, kriteria rumah layak huni adalah
rumah yang memenuhi semua poin kriteria yang telah disebutkan diatas sehingga
didapatkan data seperti yang ditunjukkan pada gambar 10. Hanya sebanyak 2 rumah
(7%) yang memenuhi semua kriteria sedangkan sisanya (93%) tidak memenuhi semua
kriteria.

26

Pembangunan

Kelayakan Hunian Masyarakat


Kampung Tamansari

informal
Layak
7%

tanpa

secara
bantuan

profesional ditambah lagi


dengan pembangunan secara
incremental
banyak

rumah

membuat
warga

kampung kota yang tidak

Tidak Layak
93%

sepenuhnya

memenuhi

kriteria rumah yang layak


Gambar 11 Diagram Kelayakan Hunian Masyarakat Kampung
Tamansari

huni. Banyak poin kriteria


yang

tidak

dijadikan

pertimbangan saat membangun yang akhirnya membuat rancangan rumah yang


dibangun kurang memenuhi standar kelayakan hunian.
Rendahnya persentase kelayakan hunian masyarakat kampung kota menunjukkan
buruknya pengembangan dan perencanaan pembangunan hunian di kampung kota
secara menyeluruh. Standar yang dikeluarkan pemerintah pun tidak diterapkan secara
langsung dalam praktek konstruksi bangunan di kawasan kampung kota Tamansari
sehingga banyak bangunan yang hanya memenuhi sebagian standar kelayakan
hunian.

27

KESIMPULAN DAN SARAN


6.1. Kesimpulan
Secara keseluruhan hanya 2 dari 30 (6.7%) sampel rumah yang diteliti yang
memenuhi semua standard kelayakan berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman
dan Prasarana Wilayah No. 403/KPTS/M/2002, Winslow, dan APHA (American
Public Health Association). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar rumah
penduduk RW06, RW07, dan RW08 di sekitar bantaran Sungai Cikapundung di
Kelurahan Tamansari tidak layak untuk ditinggali.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
masyarakat menyadari bahwa rumah yang ditinggali tidak layak huni tetapi tidak
dapat memperbaiki bangunan dikarenakan tingkat ekonomi masyarakat yang rendah
dan keterbatasan lahan yang tersedia. Beragamnya tingkat pengetahuan masyarakat
menyebabkan perbedaan tingkat pemenuhan aspek kelayakan hunian yang ada.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa rendahnya tingkat
kelayakan huni masyarakat disebabkan oleh:

jarak antar bangunan,

tipologi bangunan hunian berupa rumah deret yang menyebabkan rendahnya


tingkat pencahayaan dan penghawaan pada hunian masyarakat kampung kota,

tingkat ekonomi masyarakat yang rendah yang menyebabkan tidak terjadinya


pemenuhan kebutuhan dan keinginan untuk hunian yang layak huni,

Pembangunan secara mandiri dan parsial tanpa adanya perencanaan secara


menyeluruh satu kawasan kampung kota membuat variasi yang sangat beragam
tentang tingkat ketidaklayakan hunian masyarakat kampung kota,

serta keterbatasan lahan yang tersedia untuk mengembangkan.

6.2. Saran
Daerah bantaran sungai cikapundung sebaiknya dilakukan perbaikan atau penataan
ulang kawasan dikarenakan kondisi yang hunian yang tidak memenuhi standar
kelayakan. Dalam perbaikan dan penataan ulang kawasan diperlukan campur tangan
pemerintah agar kualitas dari hunian penduduk dan lingkungan di Kelurahan
Tamansari, khususnya di daerah bantaran Sungai Cikapundung dapat lebih baik dan
sesuai standard kelayakan huni. Hal ini dikarenakan tidak mungkin untuk

28

memperbaiki kualitas lingkungan dan hunian oleh warga sendiri terkait dengan
keterbatasan lahan dan ekonomi warga.
Citra masyarakat kampung kota yang kumuh harus mulai dihilangkan karena sebagian
besar lahan kampung kota di Bandung sendiri sudah dikembangkan dan ditata lebih
baik. Isu relokasi yang muncul di masyarakat kampung kota bukan solusi terbaik
untuk menata ulang kampung kota di kota Bandung tetapi lebih kepada perbaikan
kualitas dari setiap rumah dan lingkungan sekitarnya agar tingkat kelayakan huni
masyarakat kampung kota dapat lebih baik karena didukung oleh kualitas lingkungan
yang baik.
Perbaikan dapat dilakukan dengan perbaikan prasarana sanitasi dan utilitas untuk
mengatasi permasalahan kesehatan dan kebersihan lingkungan dan rumah. Pelebaran
area sirkulasi dan relokasi rumah-rumah warga yang terlalu padat dan terbengkalai
dan dapat dimanfaatkan untuk ruang terbuka publik atau ruang terbuka hijau.

29

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2002, Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Direktorat
Jenderal PPM & PL, Jakarta.
Departemen Kesehatan, 1999, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.829/Menkes/SK/VII/1999
Singarimbun, Masri dan Efendi Sofwan, 1989, Metodologi Penelitian Survei, Jakarta,
LP3S
Sugiyono, 2012, Metodologi Penelitian Ilmiah
Winslow, Charles-Edward Amory, Encyclopedia of Public Health, Ed. Lester Breslow,
Gale

Group,

Inc.,

2002.

eNotes.

com.

2006,

24

March

<http://www.enotes.com/public-health-encyclopedia/winslow-charles-edwardamory>

30

2008

Anda mungkin juga menyukai