SEMINAR ARSITEKTUR
Oleh:
1.
(NIM: 15212047)
2.
Leviandri
(NIM: 15212057)
3.
ABSTRAK
KAJIAN TINGKAT KELAYAKAN HUNIAN MASYARAKAT KAMPUNG KOTA
Pembimbing:
DEWI LARASATI, ST., MT., Ph.D
Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan huni
masyarakat kampung kota. Penelitian ini didasarkan pada kegelisahan akan permukiman
padat dan kumuh yang terus berkembang di kota-kota besar Indonesia, termasuk Bandung
didalamnya. Hasil dari penelitian ini akan menunjukkan standar hunian masyarakat
kampung kota dari segi ruang dan dampaknya terhadap kenyamanan ruang dan kesehatan
penghuninya. Harapannya tingkat kepekaan masyarakat dan pemerintah tentang kelayakan
huni masyarakat kampung kota dan tingkat pengetahuan masyarakat akan kelayakan huni
di huniannya masing-masing bisa meningkat sehingga meningkatkan standar kehidupan
masyarakat kampung kota itu sendiri.
Penelitian akan dilaksanakan dengan mengambil kasus studi masyarakat bantaran sungai
Cikapundung pada kawasan Tamansari. Penelitian akan dilakukan dengan mengambil
sampel acak beberapa rumah yang letaknya tersebar di sepanjang bantaran sungai
Cikapundung di kawasan Tamansari. Metode pengambilan data yang digunakan adalah
wawancara dan observasi langsung dari permukiman masyarakat Tamansari. Wawancara
akan dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana preferensi masyarakat kampung kota
dalam membangun masing-masing tempat tinggalnya. Sedangkan observasi akan
menghasilkan data kuantitatif kondisi nyata hunian masyarakat kampung kota berdasarkan
poin-poin yang dinilai dalam standar kelayakan huni dan persentase keseluruhan
masyarakat kampung kota berdasarkan tingkat kelayakan huniannya. Data yang diperoleh
akan dianalisis dengan metode kuantatif maupun kualitatif.
Kata kunci: Kampung Kota, Tamansari, Kelayakan Huni, Kenyamanan Ruang
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR DAN DIAGRAM ............................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ vi
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
1.1.
Latar Belakang........................................................................................................... 1
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.
1.6.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
829/Menkes/SK/VII/1999 ............................................................................... 4
2.2.
2.3.
3.2.
3.3.
3.4.
3.5.
iii
5.2.
5.3.
5.4.
5.5.
5.6.
5.7.
5.8.
5.9.
Kesimpulan .............................................................................................................. 28
6.2.
Saran ........................................................................................................................ 28
iv
DAFTAR TABEL
Table 1 Kalkulasi Kebutuhan Luas Bangunan per jiwa. ....................................................... 6
Table 2 Data Observasi........................................................................................................ 20
vi
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masyarakat di Indonesia, khususnya di kota-kota besar. Tumbuh dan berkembang
dengan sangat cepat. Pertumbuhan permukiman masyarakat di Indonesia tidak sedikit
yang tumbuh secara incremental. Pertumbuhan permukiman ini dibentuk atas inisiatif
masyarakat yang tinggal disana baik sebagai masyarakat asli ataupun pendatang. Hal
ini akhirnya menciptakan permukiman yang tidak direncanakan oleh Pemerintah yang
sering disebut dengan Kampung Kota.
Bandung sebagai salah satu kota besar di Indonesia pun mengalami permasalahan
yang sama. Kota-kota besar di Indonesia punya daya tarik yang sangat besar bagi para
pendatang Hal ini membuat semakin banyak pula pendatang dari luar kota yang
tinggal menetap di kota Bandung. Akhirnya, banyak pula kampung kota yang
terbentuk ditengah-tengah perkembangan masyarakat yang semakin mengkota.
Permukiman jenis ini akan terus meningkat karena kebutuhan akan lahan dan tempat
tinggal akan terus meningkat seiring dengan pola perpindahan masyarakat ke kota.
Harga lahan yang akan semakin meningkat juga menjadi salah satu pendorong
perkembangan kampung kota karena masyarakat berpenghasilan rendah semakin
tidak bisa memperoleh lahan yang layak untuk ditinggali.
Perkembangan yang terjadi secara incremental membuat hunian setiap warga menjadi
berbeda-beda. Luasan lahan tempat dibangun setiap warga berbeda begitu juga
dengan luasan lantai dan jumlah lantainya. Program ruang didalam hunian masyarakat
kampung kota juga berbeda-beda sesuai dengan luasan lantai dan kebutuhan masingmasing keluarga. Tidak dibuatnya standar atau peraturan ini membuat keberadaan
hunian yang tidak layak huni di kampung kota semakin meningkat. Pengetahuan
masyarakat akan hunian yang nyaman dan layak huni yang rendah dan kemampuan
finansial menengah kebawah di masyarakat kampung kota menambah kemungkinan
munculnya hunian yang tidak layak huni didalamnya.
Keberagaman rumah masyarakat kampung kota membuat tidak menentunya tingkat
kenyamanan untuk tinggal didalam permukiman masyarakat kampung kota. Banyak
diantara masyarakat yang tinggal didalamnya sudah memiliki rumah dengan fasilitas
yang sangat baik seperti sanitasi dan pencahayaan yang baik, jarang memunculkan
penyakit dan sebagainya, namun tidak sedikit juga rumah yang tingkat kenyamanan
dan kelayakan huninya rendah sehingga memengaruhi kualitas hidup dari masyarakat
yang tinggal didalamnya terutama terkait dengan kesehatan dan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, masalah dapat
diidentifikasikan adalah pertumbuhan perumahan dan permukiman informal dibentuk
oleh masyarakat tanpa campur tangan pihak praktisi perencanaan dan perancangan
maupun pemerintah, hal ini terbukti dari:
a.
b.
c.
Tidak jelasnya batas antara ruang privat dan ruang publik dari rumah-rumah
masyarakat kampung kota dan akses penghubungnya karena lokasinya yang
sangat padat.
2.
3.
2.
3.
Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang dapat dijadikan rujukan
bagi upaya perbaikan kawasan permukiman masyarakat kampung kota dan
bermanfaat juga untuk menjadi referensi bagi mahasiswa yang melakukan kajian
dan penelitian tentang tingkat kenyamanan rumah masyarakat kampung kota.
2.
Manfaat praktis
Bagi penulis, hasil penelitian diharapkan dapat memperluas wawasan tentang
aplikasi teori yang dipelajari selama perkuliahan dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat, terutama masyarakat kampung kota.
Bagi pemerintah, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi rujukan data dan
informasi masyarakat sehingga kebijakan yang akan dikeluarkan maupun upaya
perbaikan secara langsung dapat menyelesaikan permasalahan yang benar-benar
ada di masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Menurut peraturan menteri negara perumahan rakyat republik Indonesia nomor :
22/Permen/M/2008 tentang standar pelayanan minimal bidang perumahan rakyat
daerah provinsi dan daerah kabupaten / kota menyatakan bahwa : rumah layak huni
adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan
minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya.
2.1.1. Menurut Winslow dan APHA
Pengertian rumah layak huni dapat dipandang dari berbagai segi, yaitu :
Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain, pecahayaan, penghawaan dan
ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain, privacy yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni
rumah, yaitu dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah
rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan
minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang
cukup.
Memenuhi persayaratan pencegahan terjadinya kecelakaan, baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan
garis sempanan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah
terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
2.1.2. Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
829/Menkes/SK/VII/1999
2.1.2.1. Konsepsi Rumah Inti Tumbuh
Rancangan Rumah Inti Tumbuh (RIT) memenuhi tuntutan kebutuhan
paling mendasar dari penghuni untuk mengembangkan rumahnya,
dalam upaya peningkatan kualitas kenyamanan, dan kesehatan
penghuni dalam melakukan kegiatan hidup sehari-hari, dengan ruangruang yang perlu disediakan sekurang-kurangnya terdiri dari:
fungsi
awal
dalam
sebuah
rumah
sebelum
dikembangkan.
2.1.2.3.
dapat
menerangi
intensitas
penerangan
seluruh
minimal
60
ruangan
lux
dan
dengan
tidak
menyilaukan mata.
Luas jendela yang baik minimal 10% - 20% dari luas lantai.
b. Penghawaan
Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas
sepanjang hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh dalam
penghuni
dalam
melakukan
kegiatannya,
perlu
memperhatikan:
d. Pembuangan limbah
Limbah pembuangan rumah tinggal dibagi menjadi dua yaitu
limbah cair dan limbah padat termasuk didalamnya limbah dari
kamar mandi/WC. Ketentuan pembuangan limbah yang layak
untuk rumah tinggal, yaitu:
2.2.Kerangka Berpikir
10
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, pendekatan penelitian yang dilakukan adalah
pendekatan empiris yang artinya sumber data adalah data primer hasil observasi dan
wawancara. Data yang diperoleh diharapkan menggambarkan kondisi aktual yang ada
di masyarakat pada waktu penelitian berlangsung. Metode penelitian yang digunakan
yaitu pendekatan kuantitatif.
Penelitian kuantitatif menurut Sugiyono adalah metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu. Penelitian kuantitatif digunakan saat pengumpulan data, analisis data serta
penyajian data hasil analisis dan kesimpulan (Sugiyono, 2012:7). Metode penelitian
kuantitatif disebut juga sebagai metode ilmiah karena memenuhi kaidah-kaidah ilmiah
yaitu konkrit, empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Penelitian kuantitatif
ini dipilih untuk menunjukkan data berdasarkan tujuan penelitian yang telah
dikemukakan diatas yaitu persentase kelayakan huni masyarakat kampung kota.
Sedangkan jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan data yang didapatkan dari pendekatan
kuantitatif dari hasil dan data observasi. Deskripsi yang dituliskan akan menjelaskan
persentase rumah layak huni dan korelasinya dengan pengetahuan masyarakat yang
ada disana tentang rumah yang layak huni.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan untuk pengambilan data adalah RW 6, 7, dan 8 Kelurahan
Taman Sari, Kecamatan Lebak Siliwangi, Bandung. Kawasan ini dipilih berdasarkan
jenisnya yang merupakan kampung kota dan lokasinya yang terletak di pinggiran
sungai Cikapundung. Pemilihan populasi yang memanjang dan tidak memusat adalah
agar setiap rumah memiliki pertimbangan yang sama dalam memilih atau membangun
rumahnya karena dekat dengan sungai.
Pengambilan sampel rumah dan responden dari pemilik rumah diambil secara acak
terstruktur dari ketiga RW yang ada disepanjang sungai. Jumlah sampel dan
responden yang akan diteliti sebanyak tiga puluh rumah dengan spesifikasi lima belas
rumah yang berada di bantaran sungai Cikapundung dan lima belas rumah lainnya
yang berada di seberangnya yang dipisahkan dengan jalan dengan masing-masing RW
11
sepuluh rumah. Dengan tiga puluh sampel ini diharapkan dapat mewakilkan satu
permukiman masyarakat kampung kota yang ada di Bandung dan dapat
mencerminkan permukiman masyarakat kampung kota yang lain di Bandung.
rumah (untuk mengetahui proses terbentuknya ruangan yang ada didalam rumah),
kenyamanan individu terhadap kondisi rumah secara ruang, keinginan pengguna
untuk mengembangkan rumah dengan ruangan baru, penyakit yang sering muncul
dan bagaimana proses pembuangan limbah atau sampah yang ada.
2. Observasi Langsung
Observasi langsung adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan
pencatatan dan pengukuran secara cermat dan sistematik. Observasi langsung
dilakukan untuk memperoleh data primer tentang kondisi rumah-rumah
masyarakat kampung kota yang ada di kelurahan Taman Sari.
Observasi dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan ruang
duduk, ruang tidur dan kamar mandi serta ventilasi udaranya, suhu dan
kelembaban di ruang duduk, tingkat intensitas cahaya, dimensi dan luasan ruangan
didalam rumah, kondisi material dan kenyamanan didalam ruangan. Hasil
observasi akan didata per-rumah dan digabungkan untuk memperoleh gambaran
keseluruhan dari rumah-rumah masyarakat kampung kota di Taman Sari.
3.5. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan analisis induktif. Analisis
induktif digunakan untuk memperoleh simpulan akhir dari data yang diperoleh selama
proses pengambilan data. Analisis dilakukan dengan melihat persentase dari data yang
diperoleh berdasarkan tujuan dan kriteria penelitian yang sudah dikemukakan diatas.
Persentase yang muncul adalah gambaran dari kondisi permukiman masyarakat
kampung kota khususnya di kawasan Taman Sari.
Analisis data menggunakan metode analisis kuantitatif dengan menggabungkan data
yang diperoleh dan dipersentasekan masing-masing kategorinya agar terlihat
gambaran atau kondisi masyarakat sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
dijabarkan diatas.
13
14
15
Pembuanga
n Limbah
Disalurkan
ke riool kota
Disalurkan
ke riool kota
Disalurkan
langsung ke
sungai
Disalurkan
ke riool kota
Disalurkan
ke riool kota
Responden
Jumlah
Anggota
Keluarga
No.
K. Tidur
Ke jalan
v
K. Tidur
Ke sungai
Ke sungai
v
v
v
v
Dapur
K. Tidur
Ke jalan
v
v
R. Duduk
v
v
Dapur
K. Mandi
K. Mandi
exhaust
fan
Ke jalan
v
R. Duduk
Dapur
Ventiliasi
ke atas
K. Mandi
Dapur
R. Duduk
K. Mandi
Berada
diluar
Ke sungai
K. Tidur
Ke sungai
Ke jalan
R. Duduk
Dapur
v
Kamar
mandi
umum
Berada
diluar
Ke jalan
K. Tidur
-
R. Duduk
Ket.
Ket.
Ventilasi
Keberadaan
Kelayakan
Material
K. Mandi
Keberadaan
Nama Ruang
125
183
99
107
35
27
25
24
24
25
30
30
30
30
30
Temperatur
Intensitas
Cahaya
Basah Kering
70%
61%
52%
52%
61%
Kelembaban
88 m2
120 m2
100 m2
70 m2
30 m2
Kelayakan
2 lantai
2 lantai
2 lantai
1 lantai
1 lantai
Keteranga
n
Luas Total
16
Disalurkan
langsung ke
sungai
Disalurkan
langsung ke
sungai
Disalurkan
langsung ke
sungai
Disalurkan
langsung ke
sungai
11
10
11
Disalurkan
ke riool kota
Disalurkan
ke riool kota
Ke gang
v
v
v
v
v
v
v
v
Dapur
R. Duduk
K. Tidur
v
v
v
v
v
v
K. Mandi
Dapur
v
v
R. Duduk
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
R. Duduk
K. Tidur
K. Mandi
Dapur
Dapur
K. Tidur
K. Mandi
R. Duduk
K. Tidur
Dapur
K. Mandi
K. Tidur
Dinding
sudah mulai
lapuk
R. Duduk
Ke sungai
Ke sungai
Ke jalan
Ke sungai
Ke sungai
Ke sungai
Ke jalan
Ke jalan
Ke sungai
Dapur
v
Ke sungai
K. Mandi
Atapnya
bocor
Ke jalan
K. Mandi
Ke jalan
K. Tidur
Ke jalan
Atapnya
bocor
v
R. Duduk
15
41
247
95
251
71
25
29
28
28
27
25
27
33
32.5
33
31
30
76%
71%
64%
64%
70%
61%
70 m2
72 m2
112 m2
75 m2
105 m2
66 m2
1 lantai
1 lantai
2 lantai
1 lantai
1 lantai
2 lantai
17
Disalurkan
langsung ke
sungai
Disalurkan
langsung ke
sungai
Disalurkan
langsung ke
sungai
15
16
Disalurkan
langsung ke
sungai
13
14
Disalurkan
langsung ke
sungai
12
Atapnya
bocor
dinding
triplek
v
v
v
v
v
v
Dapur
K. Mandi
R. Duduk
v
Dapur
K. Tidur
K. Mandi
R. Duduk
v
Dapur
K. Tidur
K. Mandi
R. Duduk
K. Tidur
Dapur
v
K. Mandi
R. Duduk
v
Dapur
K. Tidur
K. Mandi
K. Tidur
R. Duduk
Ke jalan
Ke jalan
Ke jalan
Ke jalan
Ke gang
ke sungai
ke jalan
Ke jalan
Ke sungai
Ke jalan
105
117
61
27
41
25
25
25
26
25
29
28
29
28
28
68%
68%
68%
84%
76%
100 m2
84 m2
50 m2
60 m2
45 m2
2 lantai
2 lantai
1 lantai
2 lantai
1 lantai
18
Disalurkan
langsung ke
sungai
Disalurkan
langsung ke
sungai
21
22
19
Disalurkan
ke riool kota
Disalurkan
ke riool kota
18
Disalurkan
langsung ke
sungai
13
17
20
Disalurkan
ke riool kota
Ke sungai
v
v
v
dinding
rotan
lantai beton
v
v
v
v
v
v
Dapur
R. Duduk
K. Tidur
v
-
v
v
v
v
Dapur
K. Mandi
v
v
R. Duduk
v
Dapur
K. Tidur
K. Mandi
R. Duduk
v
ke taman
v
Dapur
K. Tidur
ke taman
K. Mandi
Ke jalan
Ke sungai
Ke jalan
v
v
K. Tidur
Ke jalan
Ke sungai
R. Duduk
Atapnya
bocor
Dapur
kamar
mandi
bersama
K. Mandi
Ke jalan
K. Tidur
-
Ke jalan
R. Duduk
K. Mandi
Ke sungai
Ke sungai
Ke jalan
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
R. Duduk
K. Tidur
K. Mandi
Dapur
30
47
63
27
47
53
28
28
25
27
28
26
30
30
27
30
30
29
85%
85%
84%
77%
77%
76%
12 m2
116 m2
90 m2
44 m2
32 m2
196 m2
mezanin
2 lantai
1 lantai
2 lantai
2 lantai
2 lantai
19
Disalurkan
ke riool kota
Disalurkan
langsung ke
sungai
Disalurkan
ke riool kota
26
27
Disalurkan
ke riool kota
24
25
Disalurkan
langsung ke
sungai
23
K. Tidur
Ke sungai
v
v
v
v
v
v
v
v
Dapur
R. Duduk
K. Tidur
v
v
v
Dapur
v
v
K. Tidur
R. Duduk
Dapur
K. Mandi
K. Mandi
R. Duduk
v
Ke sungai
Dapur
K. Tidur
Ke sungai
K. Mandi
dinding
triplek
Ke sungai
K. Mandi
R. Duduk
dinding
retak
Dapur
dinding
triplek
Atapnya
bocor
K. Mandi
K. Tidur
R. Duduk
100
115
51
21
71
27
27
26
27
27
29
30
28
29
29
84%
77%
76%
84%
84%
112 m2
18 m2
50 m2
40 m2
40 m2
2 lantai
2 lantai
2 lantai
2 lantai
1 lantai
20
30
20
Disalurkan
langsung ke
sungai
29
Disalurkan
langsung ke
sungai
Disalurkan
langsung ke
sungai
28
K. Tidur
v
-
v
v
-
K. Mandi
Dapur
R. Duduk
lantai beton
V
V
K. Mandi
Dapur
Atapnya
bocor
K. Tidur
R. Duduk
v
Dapur
K. Tidur
K. Mandi
dinding
triplek
R. Duduk
600
67
25
26
27
27
29
28
30
76%
84%
77%
40 m2
56 m2
36 m2
2 lantai
2 lantai
1 lantai
Tidak
Layak
10%
didapatkan
ditunjukkan
data
pada
seperti
yang
gambar
2.
Layak
90%
kriteria
sedangkan
21
Tidak
Layak
30%
Layak
70%
standar
kebutuhan
Tidak
Layak
47%
Layak
53%
rumah
lainnya
(47%)
tidak
penyebab dari tingkat intensitas cahaya yang rendah. Dengan jarak antar muka
bangunan yang sangat dekat (sekitar 1-1.5 meter) dengan ketinggian bangunan yang
rata-rata dua lantai menyebabkan hanya sedikit cahaya yang dapat masuk melalui
bukaan.
22
Sebagian besar rumah merupakan rumah deret yang saling menempel minimal pada
kedua sisi bangunan sehingga tidak memungkinkan adanya bukaan untuk
memasukkan cahaya dan penyebaran cahaya di setiap ruangan juga tidak merata.
Selain itu, penggunaan lampu berdaya rendah menghasilkan intensitas pencahayaan
yang rendah juga, menyebabkan meskipun sudah menggunakan pencahayaaan buatan,
intensitas cahaya di dalam ruangan tetap rendah.
5.4. Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Keberadaan Ventilasi untuk Penghawaan
Berdasarkan standar kebutuhan akan
Kelayakan Hunian Berdasarkan
Keberadaan Ventilasi Udara
penghawaan
terdapatnya
Tidak
Layak
47%
dengan
data
pada
seperti
gambar
yang
5.
besar ruangan yang tidak memiliki ventilasi adalah kamar mandi dan dapur dan
sebagian kamar tidur, sedangkan ruang duduk selalu memiliki ventilasi keluar
bangunan.
Hal ini disebabkan sebagian besar rumah merupakan rumah deret yang saling
menempel dengan bangunan disekitarnya yang menyebabkan tidak memungkinkan
adanya ventilasi di setiap ruang. Sedangkan ruang yang selalu memiliki ventilasi yaitu
ruang duduk, dikarenakan ruang duduk terletak di bagian depan rumah yang langsung
menghadap ke jalan sehingga memungkinkan adanya ventilasi. Dapur dan kamar
mandi pada bangunan rumah yang terletak di pinggiran sungai memiliki ventilasi ke
arah sungai.
5.5. Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Temperatur dan Kelembaban Udara
Berdasarkan standar kenyamanan ruangan dengan rentang temperatur udara yang
diukur pada ruang duduk/ruang serbaguna antara 18-30C didapatkan data seperti
yang ditunjukkan pada gambar 6. Sebanyak 26 rumah (87%) sudah memenuhi
23
Tidak
Layak
13%
Layak
40%
Tidak
Layak
60%
Layak
87%
Gambar 8 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan Gambar 8 Diagram Kelayakan Hunian Berdasarkan
Temperatur Udara didalam Ruang Duduk
Kelembaban Udara didalam Ruang Duduk
Berdasarkan standar kenyamanan ruangan dengan rentang kelembaban antara 40%70% didapatkan data seperti yang ditunjukkan pada gambar 7. Sebanyak 12 rumah
(40%) sudah memenuhi kriteria, sedangkan 18 rumah lainnya (60%) belum memenuhi
kriteria tersebut. Rata-rata kelembaban dari rumah-rumah warga yang diobservasi
sebesar 73%.
Hal ini disebabkan sirkulasi udara pada bangunan yang kurang baik. Udara hanya
masuk melalui ventilasi di bagian depan bangunan dan tidak mengalami sirkulasi
silang karena tidak terdapat ventilasi di sisi lain bangunan. Penggunaan material juga
mempengaruhi temperatur ruangan. Penggunaan material seperti seng akan menyerap
panas sehingga menyebabkan suhu ruangan meningkat. Pengambilan data pada waktu
yang berbeda-beda namun tetap dalam rentang jam 11.0015.00 juga menyebabkan
variasi data yang sangat beragam.
5.6. Analisis Kelayakan Hunian Berdasarkan Sistem Pembuangan Limbah WC
Berdasarkan standar keberadaan sistem pengolahan limbah WC sebelum akhirnya
disalurkan ke riool kota didapatkan data seperti yang ditunjukkan pada gambar 8.
Sebanyak 12 rumah (40%) memenuhi kriteria sedangkan 18 rumah lainnya (60%)
tidak memenuhi kriteria tersebut. Seluruhnya yang tidak memiliki sistem pengolahan
limbah langsung membuang limbah WC ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu.
24
diteliti
pembuangan
disalurkan
langsung
Cikapundung,
limbah
ke
Sungai
sedangkan
sisanya
Layak
40%
septictank
Tidak
Layak
60%
atau
menuju
pipa
akan
diolah
menjadi
Tidak
Layak
30%
Layak
70%
25
beberapa
penghuni
yang
atap ketika hujan deras dikarenakan kondisi material penutup atap yang kurang baik,
dengan plafon kayu yang sudah lapuk dan hancur karena rembesan air dari atap yang
bocor. Beberapa bangunan hunian hanya berdinding bata dan tidak diplester dengan
lantai beton yang tidak dikeramik, sehingga rawan lembab dan sulit dibersihkan.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan dana dari penghuni yang tidak memungkinkan
untuk melakukan renovasi dan mengganti material bangunan yang sudah rusak.
Sebagian rumah sudah mengalami perbaikan dengan bantuan pemerintah, namun
bantuan tersebut tidak dilakukan secara menyeluruh sehingga ada bagian bangunan
yang masih perlu diperbaiki.
5.8. Analisis Pengetahuan Masyarakat tentang Standar Kelayakan Hunian
Berdasarkan hasil wawancara, 19 rumah merupakan tanah dan bangunan milik
sendiri, 10 rumah merupakan tanah milik PJKA yang dibangun sendiri dan 1 rumah
yang disurvei adalah rumah yang dikontrakkan. Dengan memiliki tanah sendiri, setiap
penghuni dapat membangun, menambahkan, atau memperbaiki rumahnya masingmasing. Banyak diantara penghuni rumah yang menyadari kekurangan rumahnya
dalam pemenuhan standar namun dengan alasan keterbatasan dana dan lahan dengan
banyaknya kebutuhan dari jumlah anggota keluarga yang menghuni sebuah rumah,
standar kelayakan huni dalam segala aspek dinomorduakan.
Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hampir seluruh masyarakat yang
tinggal di kampung kota punya kuasa untuk membangun hunian yang memenuhi
kriteria kelayakan hunian namun dari data yang ditampilkan diatas banyak rumah
masyarakat kampung kota yang tidak memenuhi seluruh kriteria hunian yang layak
huni. Maka dari itu masyarakat masih secara parsial memahami dan menyadari
standar kelayakan huni sebuah rumah.
5.9. Analisis Kelayakan Hunian Masyarakat Kampung Tamansari
Berdasarkan data yang sudah disampaikan diatas, kriteria rumah layak huni adalah
rumah yang memenuhi semua poin kriteria yang telah disebutkan diatas sehingga
didapatkan data seperti yang ditunjukkan pada gambar 10. Hanya sebanyak 2 rumah
(7%) yang memenuhi semua kriteria sedangkan sisanya (93%) tidak memenuhi semua
kriteria.
26
Pembangunan
informal
Layak
7%
tanpa
secara
bantuan
rumah
membuat
warga
Tidak Layak
93%
sepenuhnya
memenuhi
tidak
dijadikan
27
6.2. Saran
Daerah bantaran sungai cikapundung sebaiknya dilakukan perbaikan atau penataan
ulang kawasan dikarenakan kondisi yang hunian yang tidak memenuhi standar
kelayakan. Dalam perbaikan dan penataan ulang kawasan diperlukan campur tangan
pemerintah agar kualitas dari hunian penduduk dan lingkungan di Kelurahan
Tamansari, khususnya di daerah bantaran Sungai Cikapundung dapat lebih baik dan
sesuai standard kelayakan huni. Hal ini dikarenakan tidak mungkin untuk
28
memperbaiki kualitas lingkungan dan hunian oleh warga sendiri terkait dengan
keterbatasan lahan dan ekonomi warga.
Citra masyarakat kampung kota yang kumuh harus mulai dihilangkan karena sebagian
besar lahan kampung kota di Bandung sendiri sudah dikembangkan dan ditata lebih
baik. Isu relokasi yang muncul di masyarakat kampung kota bukan solusi terbaik
untuk menata ulang kampung kota di kota Bandung tetapi lebih kepada perbaikan
kualitas dari setiap rumah dan lingkungan sekitarnya agar tingkat kelayakan huni
masyarakat kampung kota dapat lebih baik karena didukung oleh kualitas lingkungan
yang baik.
Perbaikan dapat dilakukan dengan perbaikan prasarana sanitasi dan utilitas untuk
mengatasi permasalahan kesehatan dan kebersihan lingkungan dan rumah. Pelebaran
area sirkulasi dan relokasi rumah-rumah warga yang terlalu padat dan terbengkalai
dan dapat dimanfaatkan untuk ruang terbuka publik atau ruang terbuka hijau.
29
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, 2002, Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Direktorat
Jenderal PPM & PL, Jakarta.
Departemen Kesehatan, 1999, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.829/Menkes/SK/VII/1999
Singarimbun, Masri dan Efendi Sofwan, 1989, Metodologi Penelitian Survei, Jakarta,
LP3S
Sugiyono, 2012, Metodologi Penelitian Ilmiah
Winslow, Charles-Edward Amory, Encyclopedia of Public Health, Ed. Lester Breslow,
Gale
Group,
Inc.,
2002.
eNotes.
com.
2006,
24
March
<http://www.enotes.com/public-health-encyclopedia/winslow-charles-edwardamory>
30
2008