Anda di halaman 1dari 13

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR

.../Kpts/.../F/.../2016

TANGGAL

... ... 2016

PEDOMAN TEKNIS PENINGKATAN PRODUKSI TERNAK MELALUI


PENAMBAHAN SAPI INDUKAN TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk mendorong peningkatan kebutuhan
protein asal hewani. Untuk itu, Kementerian Pertanian melalui
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mempunyai visi
memenuhi kebutuhan protein hewani melalui pemenuhan pangan asal
ternak untuk mewujudkan ketahanan pangan. Dalam rangka
optimalisasi pemberdayaan semua komoditas ternak dan mendorong
peningkatan populasi, produksi dan daya saing peternak diperlukan
langkah-langkah khusus terutama dalam upaya meningkatkan
populasi dan produksi.
Selama lima tahun terakhir (2010-2014) populasi ternak sapi potong,
sapi perah dan kerbau di Indonesia mengalami kenaikan hanya
sebesar 1.69% setiap tahunnya, sedangkan tingkat kebutuhan
konsumsi protein hewani terus meningkat setiap tahunnya sebanyak
3%. Tingkat kelahiran dan produktivitas yang rendah menjadi salah
satu permasalahan dalam rangka meningkatkan populasi ternak, oleh
karena itu diperlukan upaya untuk mendukung proses percepatan
penambahan populasi.
Penambahan indukan menjadi salah satu solusi dalam pemecahan
permasalahan tersebut. Kegiatan pengembangan indukan Tahun 2016,
dilaksanakan pada kelompok peternak dan Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) yang diharapkan dapat mendukung peningkatan
populasi ternak di Indonesia yang pada akhirnya memenuhi
kebutuhan protein hewani.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tahun anggaran
2016 akan melaksanakan kegiatan penambahan sapi indukan dari luar negeri
sebanyak 50.000 ekor yang akan dilaksanakan oleh Direktorat Perbibitan dan
Produksi Ternak sebanyak 30.000 ekor dan Direktorat Pakan Ternak sebanyak
20.000 ekor. Selanjutnya akan didistribusikan dan dikembangkan diantaranya
di UPTD dan peternak yang tergabung dalam kelompok serta di lahan
penggembalaan lokasi integrasi sapi sawit.

B. Maksud
Pedoman ini dimaksudkan sebagai acuan bagi pemerintah,
pemerintah daerah, kelompok peternak dan stakeholder terkait dalam
pelaksanaan kegiatan peningkatan produksi ternak melalui
penambahan sapi indukan Tahun 2016.
C. Tujuan
Tujuan kegiatan peningkatan produksi ternak melalui penambahan
sapi indukan Tahun 2016 adalah untuk:
1. meningkatkan produksi sapi potong indukan di kelompok dan
UPTD;
2. meningkatkan populasi sapi potong;
3. meningkatkan skala usaha peternak.
D. Sasaran
Sasaran kegiatan peningkatan produksi ternak melalui penambahan
sapi indukan Tahun 2016 adalah:
1. meningkatnya jumlah kebuntingan sapi potong;
2. meningkatnya jumlah kelahiran sapi potong;
3. meningkatnya skala usaha peternak sapi pada kelompok terpilih.
E. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pedoman teknis peningkatan produksi ternak melalui
penambahan sapi indukan Tahun 2016 ini meliputi:
1. pelaksanaan kegiatan;
2. teknis pelaksanaan kegiatan;
3. pengorganisasian;
4. pembinaan dan pendampingan;
5. pengendalian dan indikator keberhasilan;
6. monitoring, evaluasi dan pelaporan.

F. Pengertian
Dalam Pedoman ini yang dimaksud dengan :
1. Indukan adalah ternak sapi bukan bibit yang memiliki organ
reproduksi
normal
dan
sehat
digunakan
untuk
pengembangbiakan. (Perubahan UU No. 41/2015)
2. Peternak adalah orang perseorangan warga Negara Indonesia atau
korporasi yang melakukan usaha peternakan.
3. Kelompok peternak adalah gabungan anggota masyarakat yang
melakukan usaha ternak yang tumbuh berdasarkan keakraban,
keserasian serta kesamaan kepentingan dalam mengelola usaha
ternak untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
4. Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang
diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan
untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak.
5. Surat keterangan kesehatan reproduksi adalah dokumen
pernyataan kondisi (status present) organ reproduksi sapi
dan/atau kerbau betina berdasarkan hasil pemeriksaan
reproduksi dan ditandatangani oleh medik reproduksi atau dokter
hewan yang ditunjuk.
6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD
Pertanian/Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah perangkat
pemerintah daerah yang membidangi fungsi peternakan dan/atau
kesehatan hewan di provinsi/kabupaten/ kota.
7. Tim Pusat adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan.
8. Tim Provinsi adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsur SKPD
di provinsi, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), dan/
atau perguruan tinggi, ditetapkan dengan Keputusan Kepala SKPD
di provinsi.
9. Tim Kabupaten/Kota adalah kelompok kerja yang terdiri dari
unsur SKPD di kabupaten/kota yang ditetapkan dengan
Keputusan Kepala SKPD di kabupaten/kota.
10. Unit Pelaksana Teknis Daerah yang selanjutnya disebut UPTD
adalah instansi/instalasi di daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota)
yang menjalankan fungsi perbibitan dan/atau produksi ternak dan
mempunyai lahan hijauan pakan ternak.

BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Persiapan
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan peningkatan produksi
ternak melalui penambahan sapi indukan Tahun 2016 diperlukan
persiapan baik pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota
sebagai berikut:
1. Penyiapan Pedoman
Kegiatan bersifat teknis operasional peningkatan produksi ternak
melalui penambahan sapi indukan Tahun 2016 dituangkan dalam
pedoman teknis yang disusun oleh tim pusat yang ditandatangani
oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama
Menteri Pertanian. Hal yang belum diatur dalam pedoman teknis
ditindaklanjuti dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) oleh tim
provinsi yang ditandatangani oleh Kepala SKPD Provinsi, sedangkan
petunjuk teknis (juknis) disusun oleh tim kabupaten/kota yang
ditandatangani oleh Kepala SKPD kabupaten/kota.
2. Sosialisasi Kegiatan
Sosialisasi dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat Pusat,
Provinsi, Kabupaten/Kota, kelompok sasaran dan stakeholder
terkait dengan tujuan meningkatkan pemahaman terhadap
kegiatan peningkatan produksi ternak melalui penambahan sapi
indukan Tahun 2016 yang dilaksanakan baik secara langsung
ataupun tidak langsung. Sosialisasi secara langsung dilaksanakan
melalui koordinasi dan pembinaan yang dilakukan oleh Pusat,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Sedangkan sosialisasi secara tidak
langsung dilaksanakan dengan penyampaian Pedoman/Petunjuk
peningkatan produksi ternak melalui penambahan sapi indukan
Tahun 2016.
3. Kriteria Lokasi Kelompok
Lokasi kelompok kegiatan peningkatan produksi ternak melalui
penambahan sapi indukan Tahun 2016 mempertimbangkan paling
sedikit:
a. kondisi agro-ekosistem, sesuai untuk pengembangan sapi potong;
b. lokasi yang terjangkau dan diarahkan untuk pengembangan sapi
potong;
c. tersedia sumber daya pakan lokal, air dan bukan daerah endemis
penyakit hewan menular.
4

4. Penerima Kegiatan
a. Kelompok Peternak
Kelompok peternak penerima kegiatan peningkatan produksi
ternak melalui penambahan sapi indukan adalah kelompok yang
memenuhi persyaratan/kriteria sebagai berikut.
Kriteria Kelompok:
1) kelompok yang terdaftar di SKPD
peternakan dan kesehatan hewan
memelihara sapi;

yang membidangi
dan masih aktif

2) memiliki struktur organisasi, kelengkapan administrasi


kelompok dan beranggotakan minimal 10 orang;
3) memiliki sarana usaha peternakan paling kurang: sumber
pakan dan ketersediaan air yang cukup serta tersedianya
lahan untuk penanaman hijauan pakan ternak (HPT);
4) bersedia memelihara ternak secara komunal dan mengikuti
peraturan dan bimbingan dari SKPD provinsi dan
kabupaten/kota, serta instansi terkait lainnya;
5) memiliki akses dan kerjasama yang baik dengan unit
pelayanan kesehatan hewan dan/atau pelayanan IB/kawin
alam; dan
6) Kelompok yang telah ditetapkan pada tahun 2015 dengan
dilakukan verifikasi ulang terhadap kesiapan kelompok.
b. UPTD Provinsi/Kabupaten/Kota
Percepatan peningkatan populasi melalui penambahan sapi
indukan
juga
dilaksanakan
di
UPTD
terpilih
untuk
memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di UPTD.
Kriteria UPTD :
1) Memiliki kandang dan peralatannya;
2) Tersedia lahan untuk penggembalaan dan/atau lahan excersice
dan lokasi penanaman HPT disesuaikan dengan jumlah ternak
yang akan diterima;
3) Tersedia sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan di
bidang budidaya, pakan dan kesehatan hewan; dan
4) UPTD yang telah ditetapkan pada tahun 2015.
5. Rumpun Ternak
Rumpun ternak sapi potong yang dipelihara yaitu rumpun brahman
atau persilangannya.

B. Pelaksanaan
1. Lokasi.
Lokasi pelaksanaan kegiatan peningkatan produksi ternak melalui
penambahan sapi indukan Tahun 2016 sebagaimana Lampiran 1
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.
2. Seleksi, Verifikasi dan Penetapan Kelompok
Proses penetapan kelompok penerima kegiatan penambahan sapi
indukan Tahun 2016 sebagai berikut:
a. seleksi (CP/CL) dilakukan oleh Tim Kabupaten/Kota.
b. Tim provinsi melakukan verifikasi terhadap kelompok yang
sudah diseleksi oleh Tim teknis kabupaten/kota.
c. penetapan kelompok penerima kegiatan dilakukan oleh Kepala
Dinas Provinsi berdasarkan rekomendasi dari Kepala SKPD
kabupaten/kota dari hasil Tim Verifikasi.
C. Pengadaan Barang/Jasa
Pelaksanaan kegiatan pengadaan ternak dan sarana pendukung
mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan.
D. Penyebaran dan Pengembangan Ternak
1. Penyebaran
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan penyebaran
ternak di kelompok antara lain :
a. Penyebaran ternak dilaksanakan pada lokasi yang telah
ditetapkan oleh Kepala Dinas yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan provinsi.
b. Penyerahan ternak dilaksanakan oleh penyedia ternak dan
diketahui oleh dinas yang membidangi fungsi peternakan dan
kesehatan hewan kabupaten/kota dan dinas yang membidangi
fungsi peternakan dan kesehatan hewan Provinsi.
c. Penyerahan ternak disertai dengan penandatanganan surat
perjanjian kerja antara kepala dinas yang membidangi fungsi
peternakan Kabupaten/Kota dengan kelompok.
d. SPK berisi antara lain jumlah dan identitas ternak, hak dan
kewajiban peternak, pengembangan ternak dan perselisihan.
e. SPK dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 3 (tiga), 2 (dua)
diantaranya bermaterai cukup dan memiliki kekuatan hukum
yang sama, dipegang oleh pihak ke 1 dan pihak ke 2. Tembusan
disampaikan kepada petugas lapangan. SPK merupakan tanda
bukti yang mempunyai kekuatan hukum bagi peternak dan
pemerintah dalam melaksanakan hak dan kewajiban.
Penyebaran dan serah terima indukan
berdasarkan pada ketentuan yang berlaku.

di

UPTD

dilakukan

2. Pengembangan
Bantuan indukan sapi potong kepada peternak merupakan
stimulan untuk mengembangkan skala usaha. Oleh karena itu
anggota
kelompok
memberikan
kontribusi
berdasarkan
kesepakatan seluruh anggota kelompok antara lain : HPT,
konsentrat, kandang/shelter, lahan, alat dan mesin pertanian
(pengolahan kebun rumput).
Pola pengembangan ternak diatur lebih rinci dalam juklak dan
juknis sesuai dengan kondisi masing masing daerah.
E. Pendanaan
Sumber dana kegiatan penambahan sapi indukan dialokasikan dalam
DIPA APBN Tahun 2016. Pemanfaatan dan penggunaan dana kegiatan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB III
TEKNIS PEMELIHARAAN TERNAK
Pelaksanaan peningkatan produksi ternak melalui penambahan sapi
indukan Tahun 2016 dengan memperhatikan aspek teknis yang meliputi
pemeliharaan, pemberian pakan, pelayanan reproduksi, kesehatan hewan
dan kesejahteraan hewan.
1. Pemeliharaan
Pemeliharaan sapi potong dapat dilakukan melalui pemeliharaan
ekstensif/pastura (digembalakan), semi intensif dan/atau intensif.
Sistem pemeliharaan dapat mengacu pada pedoman budidaya sapi
potong yang baik tahun 2015 (No. 46/Permentan/PK.210/8/2015
tanggal 14 Agustus 2015) dan pedoman pembibitan sapi potong yang
baik (No. 101/Permentan/OT.140/7/2014 tanggal 18 Juli 2014).
2. Pemberian Pakan
Dalam pemberian pakan perlu diperhatikan kandungan nutrisi
berupa protein, vitamin, mineral dan serat kasar yang dibutuhkan
sesuai dengan kondisi fisiologis ternak.
a. Pemberian Pakan dengan sistem Ekstensif/Pastura (digembalakan)
yaitu sapi dilepas di padang rumput, biasanya dilakukan didaerah
yang memiliki tempat penggembalaan cukup luas dan
memerlukan waktu 5 7 jam per hari. Dengan cara ini sapi dapat
memakan bermacam jenis hijauan pakan ternak (rumput dan
legume).
b. Pemberian Pakan dengan sistem Semi intensif/intensif yaitu sapi
dikandangkan setiap hari dengan diberikan pakan rata-rata 10%
dari bobot badan dan pakan tambahan 1-2% dari bobot badan.
7

Pakan tambahan dapat berupa dedak halus, bekatul, bungkil


kelapa, gaplek, ampas tahu yang diberikan dengan cara
mencampurkan dalam rumput, selain itu dapat juga ditambahkan
mineral sebagai penguat berupa garam dapur dan kapur.
c. Penyediaan Hijauan Pakan Ternak (HPT)
1) Penyediaan HPT dalam jumlah yang cukup sangat penting
dilakukan, karena ternak yang akan disebarkan adalah sapi
induk yang membutuhkan pakan lebih banyak dan bermutu.
2) Kelompok wajib menyediakan HPT sebelum sapi indukan tiba
di kelompok.
3) Penyediaan bibit HPT agar didukung juga oleh SKPD setempat,
atau dapat secara swadaya dilakukan oleh kelompok untuk
kebutuhan selanjutnya.
d. Penyediaan pakan konsentrat dan air minum
Untuk mengantisipasi resiko adanya kematian ternak akibat stress
dalam masa transportasi akibat perubahan kondisi lingkungan
dari lokasi awal ke lokasi kelompok serta untuk menambah daya
tahan tubuh selama masa adaptasi pemeliharaan sapi indukan di
lokasi kelompok, maka diberikan bantuan pakan konsentrat dan
selanjutnya menjadi tanggung jawab kelompok.
Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Bantuan pakan konsentrat harus sudah tersedia di kelompok
sebelum sapi tiba di kelompok.
2) Untuk menjamin mutu pakan, maka pakan konsentrat yang
diadakan harus sesuai dengan SNI pakan.
3) Pakan konsentrat diberikan sesuai dengan kebutuhan dengan
mengacu pada GFP dan GBP Sapi Potong.
4) Pemberian air minum dilakukan secara tak terbatas (adlibitum).
3. Pelayanan Reproduksi
Agar peningkatan populasi dapat terwujud, kelompok wajib
mengawinkan sapi indukan tersebut melalui IB atau kawin alam
diutamakan dengan menggunakan pejantan atau semen beku Sapi
PO.
Pemeriksaan reproduksi dilakukan setelah dilakukan 2 kali IB atau 2
kali kawin alam tidak bunting. Apabila terbukti ternak tersebut majir
yang dilengkapi dengan surat keterangan dari dokter hewan
berwenang maka ternak tersebut dapat segera ditukar dengan ternak
serumpun dan/atau lokal yang produktif dan diketahui oleh SKPD.
Selanjutnya SKPD Provinsi/Kabupaten/Kota mengirimkan surat
pemberitahuan ke Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak.
4. Kesehatan dan Kesejahteraan Hewan
Dalam pelaksanaan kegiatan agar memperhatikan standar minimum
pelayanan kesehatan hewan terutama terhadap ternak pasca beranak,
serta prinsip-prinsip kesejahteraan hewan yaitu:
8

a. Menggunakan sarana dan prasarana yang bersih dan sarana


prasarana tersebut tidak menyakiti, tidak melukai dan tidak
mengakibatkan stress pada ternak.
b. Memisahkan hewan yang superior (dominan) dari yang inferior
sehingga semua ternak bisa mengakses pakan yang sama dan
sesuai kebutuhan.
c. Kandang harus nyaman dan membuat ternak leluasa bergerak,
dapat melindungi ternak dari predator dan ternak pengganggu
serta melindungi dari panas matahari dan hujan.
d. Memberikan pakan dan minum sesuai dengan kebutuhan fisiologi
ternak.

BAB IV
PENGORGANISASIAN
Organisasi pelaksana kegiatan peningkatan produksi ternak melalui
penambahan sapi indukan Tahun 2016, perlu dibentuk tim. Tingkat
pusat dibentuk Tim Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan, tingkat provinsi dibentuk Tim Pembina Provinsi dan tingkat
kabupaten/kota dibentuk Tim Teknis Kabupaten/Kota sebagai berikut:
1. Pusat
Tim Pusat mempunyai tugas sebagai berikut:
a. menyusun Pedoman Teknis peningkatan produksi ternak melalui
penambahan sapi indukan Tahun 2016;
b. melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan SKPD dan pihak
terkait lainnya;
c. melaksanakan pengadaan ternak, pemeriksaan dan penerimaan
ternak, distribusi ternak ke lokasi penerima;
d. melakukan pendampingan dan/atau bimbingan teknis sesuai
kebutuhan;
e. melakukan pembinaan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan; dan
f.

menyusun
dan
menyampaikan
laporan
perkembangan
pelaksanaan kegiatan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan.

2. Provinsi
Tim Provinsi mempunyai tugas sebagai berikut:
a. menyusun Petunjuk Pelaksanaan (juklak) peningkatan produksi
ternak melalui penambahan sapi indukan Tahun 2016 mengacu
pada Pedoman Teknis;
b. melakukan sosialisasi dan koordinasi kegiatan peningkatan
produksi ternak melalui penambahan sapi indukan Tahun 2016
kepada instansi terkait di provinsi, dinas kabupaten/kota, dan
9

kelompok peternak serta UPTD penerima kegiatan serta


stakeholder terkait lainnya;
c. melakukan verifikasi calon kelompok penerima dan calon lokasi
(CP/CL) bersama Tim Teknis Kabupaten/Kota dan mengusulkan
calon penerima dan calon lokasi kepada kepala dinas Provinsi
untuk ditetapkan;
d. melakukan
pembinaan,
monitoring
dan
evaluasi,
serta
pengendalian pelaksanaan kegiatan; dan
e. membuat laporan akhir kegiatan dan laporan perkembangan
pelaksanaan kegiatan peningkatan produksi ternak melalui
penambahan sapi indukan Tahun 2016 (setiap triwulan) untuk
disampaikan kepada kepala dinas provinsi dan selanjutnya
diteruskan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan cq. Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak.
3. Kabupaten/Kota
Tim Kabupaten/Kota mempunyai tugas sebagai berikut:
a. menyusun Petunjuk Teknis (juknis) kegiatan peningkatan
produksi ternak melalui penambahan sapi indukan Tahun 2016
sebagai penjabaran dari juklak;
b. melakukan seleksi kelompok calon penerima dan calon lokasi
(CP/CL);
c. melakukan pembinaan, pendampingan, monitoring dan evaluasi,
serta pengendalian pelaksanaan kegiatan; dan
d. membuat laporan perkembangan pelaksanaan kegiatan untuk
disampaikan kepada kepala dinas kabupaten/kota yang kemudian
dikirimkan kepada kepala dinas provinsi yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan.
5. Kelompok/UPTD Penerima
Kelompok/UPTD sebagai penerima kegiatan mempunyai tugas:
a. melaksanakan kegiatan peningkatan produksi ternak melalui
penambahan sapi indukan Tahun 2016; dan
b. melaporkan perkembangan kegiatan dan perkembangan populasi
ternak secara berkala setiap bulan kepada kepala dinas
kabupaten/kota.

10

BAB V
PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN
A. Pembinaan
Dalam kegiatan Pengadaan Sapi Potong Indukan tahun 2016,
pembinaan dilakukan terhadap aspek perkawinan ternak, manajemen
pakan,
manajemen
pemeliharaan,
kesehatan
hewan
dan
kesejahteraan hewan (kesrawan), dinamika kelompok, kemampuan
memupuk modal, kemampuan memanfaatkan peluang usaha yang
menguntungkan, dan mengembangkan jaringan kerjasama oleh
pusat, provinsi dan kabupaten/kota sejak kegiatan dilaksanakan.
Pembinaan oleh pusat dilaksanakan secara sampling paling kurang
satu (1) kali dalam satu tahun, pembinaan oleh provinsi dan
kabupaten/kota, pelaksanaannya diatur oleh SKPD provinsi dan
kabupaten/kota sesuai kewenangannya.
Agar Pengadaan Sapi Potong Indukan Tahun 2016 berhasil secara
optimal diperlukan dukungan
pemerintah daerah provinsi dan
kabupaten/Kota, swasta dan masyarakat. Dukungan pemerintah
daerah yang diharapkan berupa peraturan dan kebijakan daerah,
penyediaan sarana dan prasarana pendukung, serta alokasi dana
APBD yang memadai.
B. Pendampingan
Pendampingan
dilaksanakan
oleh
pusat,
provinsi
dan
kabupaten/kota, dan dapat melibatkan instansi terkait atau pihak
lain yang berkompeten. Pelaksanaan pendampingan oleh pusat
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan masing-masing kegiatan,
sedangkan pendampingan oleh provinsi dan kabupaten/kota diatur
lebih lanjut SKPD provinsi dan kabupaten/kota.
BAB VI
PENGENDALIAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN
A. Pengendalian
Titik kritis dalam
pengendalian adalah:

pelaksanaan

kegiatan

yang

memerlukan

1. proses seleksi dan penetapan kelompok penerima kegiatan;


2. proses pengadaan dan distribusi ternak;
3. penyiapan pakan HPT, konsentrat sebelum sapi tiba di kelompok;
4. pemeliharaan ternak pada masa transisi di kelompok/UPTD; dan

11

B. Indikator Keberhasilan
Keberhasilan Pengadaan Sapi Potong Indukan
diukur dengan menggunakan:

Tahun 2016 dapat

1. Indikator Output
Terlaksananya kegiatan pengadaan ternak indukan
anggaran APBN tahun 2016 sebanyak 50.000 ekor.

melalui

2. Indikator Outcome
a. kebuntingan sapi minimal 20% diakhir tahun berjalan; dan
b. kelahiran sapi minimal 50% dalam waktu dua tahun.
3. Indikator Impact
a. meningkatnya usaha peternakan sapi di lokasi kegiatan; dan
b. meningkatnya peran dan fungsi
pengembangan ternak dan HPT.

UPTD

sebagai

pusat

BAB VII
MONITORING DAN EVALUASI
Kegiatan dilakukan oleh tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota
dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan kegiatan dan tingkat
keberhasilan yang dicapai serta
memberikan saran dan masukan
terhadap permasalahan yang dihadapi.
Hasil monitoring dan evaluasi kegiatan dilaporkan kepada Direktur
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan setiap triwulan dengan
mekanisme pelaporan sebagai berikut:
1. Kelompok dan UPTD kabupaten/kota melaporkan perkembangan
pelaksanaan
kegiatan
setiap
bulan
kepada
Kepala
SKPD
kabupaten/kota dengan tembusan kepada Kepala SKPD provinsi;
2. UPTD provinsi/Kabupaten melaporkan perkembangan pelaksanaan
kegiatan setiap triwulan kepada Kepala SKPD provinsi/kabupaten;
3. SKPD Kabupaten/Kota merekapitulasi seluruh laporan perkembangan
kegiatan yang diterima dari kelompok dan UPTD kabupaten/kota
untuk disampaikan ke SKPD provinsi setiap triwulan;
4. SKPD provinsi merekapitulasi laporan perkembangan kegiatan dari
Kabupaten/Kota dan UPTD provinsi/kabupaten; dan
5. SKPD
provinsi
menyampaikan
hasil
rekapitulasi
laporan
perkembangan kegiatan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan setiap semester.
Format laporan perkembangan kegiatan seperti terlampir dalam Tabel 4
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan ini.
12

BAB VII
PENUTUP
Pedoman Teknis Pengadaan Sapi Potong Indukan Tahun 2016 ini
merupakan acuan dalam pelaksanaan kegiatan bagi Pusat,
Provinsi, kabupaten/kota, UPTD dan kelompok serta pihak
terkait dalam kegiatan Pengadaan Sapi Potong Indukan Tahun 2016.

a.n. MENTERI PERTANIAN


DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN
DAN KESEHATAN HEWAN,

MULADNO
NIP. 19610824 198603 1 001

13

Anda mungkin juga menyukai