Rizki Y. Ardianto
41.11.100.0068
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS DESAIN KAPAL II
(MN 141364 )
Oil Tanker 5000 DWT
MT. SUHAKA
Nama
: Rizki Y. Ardianto
NRP
: 41.11.100.068
Jurusan
: Teknik Perkapalan
Dosen Pembimbing
Dengan ini menyatakan telah menyelesaikan Tugas Desain Kapal II, disetujui dan disahkan
oleh dosen pembimbing.
Surabaya, Mei 2015
Dosen Pembimbing
Diselesaikan Oleh
Rizki Y. Ardianto
NRP. 41.11.100.068
MT. SUHAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kemurahan hati, petunjuk,
rahmat serta hikmat-Nyalah hingga Tugas Desain Kapal II ini dapat selesai. Tidak lupa pula
ucapan terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing kami, Bapak Totok Yulianto
yang senantiasa selalu sabar membimbing kami dalam proses pengerjaan Tugas Desain Kapal
II ini. Begitu juga untuk keluarga yang senantiasa memberikan dukungan baik material
maupun moriil dan teman-teman yang selalu memberikan inspirasi dan semangat untuk dapat
menyelesaikan Tugas Desain Kapal II ini sesuai dengan yang direncanakan. Serta semua
pihak yang turut membantu, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu disini.
Kami berharap semoga laporan Tugas Desain Kapal II ini kedepannya bisa bermanfaat
bagi mereka yang membutuhkan. Namun kami juga menyadari bahwa laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karenanya demi kesempurnaan Laporan Tugas Merancang ke
depannya, kritik dan saran sangat kami harapkan. Selebihnya kami mohon maaf apabila ada
kata yang salah dan kurang berkenan di hati. Akhir kata Kami mengucapkan terima kasih.
Penyusun,
Rizki Y. Ardianto
NRP. 41.11.100.068
MT. SUHAKA
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................i
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
DAFTAR TABEL......................................................................................................................vi
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Tujuan 1
1.2 Syarat Awal Mengerjakan Tugas Desain Kapal II
BAB II........................................................................................................................................2
PERHITUNGAN KONSTRUKSI.............................................................................................2
2.1 Persiapan Sebelum Melakukan Perhitungan
2.2 Perhitungan
10
iii
10
3.3 Penggambaran 10
3.4 Standar Penggambaran 10
3.5 Gambar Penampang Melintang10
3.6 Rencana Konstruksi (Construction Profil)
11
14
BAB IV....................................................................................................................................15
PERHITUNGAN BERAT DAN TITIK BERAT.....................................................................15
4.1. Prasyarat Umum
15
17
17
BAB V......................................................................................................................................18
KEKUATAN MEMANJANG KAPAL....................................................................................18
5.1 Perhitungan Penyebaran Memanjang Momen Lentur dan Lengkung 18
5.2 Anggapan Dasar Bentuk Gelombang 18
5.3 Penyebaran Memanjang Gaya Berat
20
39
MT. SUHAKA
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Sambungan las.....................................................................................................12
Gambar 3. 2 Tanda sambungan las...........................................................................................13
Gambar 4. 1 Konstruksi Melintang..........................................................................................15
Gambar 4. 2 Konstruksi Memanjang.......................................................................................16
Gambar 4. 3 Konstruksi Campuran..........................................................................................16
Gambar 4. 6 Sistem Koordinat.................................................................................................16
Gambar 5. 1 Gelombang trochoidal.........................................................................................19
Gambar 5. 2 Gelombang sinusoidal.........................................................................................20
Gambar 5. 3 Distribusi gaya berat............................................................................................20
Gambar 5. 4 Perletakan sumbu gelombang pada gambar bonjean..........................................22
Gambar 5. 5 Penyebaran gaya berat dan gaya tekan keatas....................................................23
Gambar 5. 6 Penyebaran beban sepanjang kapal.....................................................................24
Gambar 5. 7 Integral beban sepanjang kapal...........................................................................24
Gambar 5. 8 Penyebaran Gaya Lintang sepanjang kapal.........................................................24
Gambar 5. 9 Diagram Gaya Lintang dan Momen Lengkung...................................................25
Gambar 5. 10 Diagram Momen lengkung, Sudut lentur, dan Lenturan...................................27
Gambar 5. 11 Diagram 1/(x)..................................................................................................27
Gambar 5. 13 Pengimbang Linear untuk Momen lengkung....................................................28
Gambar 5. 12 Pengimbang Linear untuk Gaya lintang............................................................28
Gambar 5. 14 Pengimbangan non linear untuk kapal di puncak gelombang...........................29
Gambar 5. 15 Pengimbangan non linear untuk kapal di lembah glombang............................30
Gambar 5. 16 Integral f(x) dari x0 sampai x1..........................................................................32
Gambar 5. 17 Grafik beban f(x)...............................................................................................34
Gambar 5. 18 Grafik gaya lintang Q(x)...................................................................................34
Gambar 5. 19 Penampang simetris...........................................................................................41
Gambar 5. 20 Momen inersia dengan perputaran sumbu........................................................42
DAFTAR TABEL
MT. SUHAKA
MT. SUHAKA
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Tujuan dari mata kuliah Tugas Desain Kapal II ini adalah :
a. Melatih mahasiswa untuk menghitung ukuran bagian-bagian konstruksi kapal
dengan peraturan dari Biro Klasifikasi Indonesia atau lainnya.
b. Melatih mahasiswa untuk membuat gambar Penampang Melintang.
c. Melatih mahasiswa untuk membuat gambar Rencana Konstruksi (Construction
Profile/Steel plan).
Catatan :
Yang dimaksud dengan ukuran disini ialah ukuran minimum yang diijinkan
oleh peraturan tersebut dengan pembulatan seperlunya. Kebiasaan dalam
praktek / di lapangan (mengenai ukuran material) diterangkan secukupnya,
tetapi tidak ditentukan sebagai syarat/ keharusan.
Yang dimaksud dengan gambar Penampang Melintang ialah gambar
konstruksi penampang melintang disekitar midship dan disekitar pondasi
motor induk, wrang pelat, wrang terbuka dan memberikan ukuran dengan
lengkap dan benar pada bagian-bagian konstruksi tersebut sesuai dengan hasil
perhitungan.
Yang dimaksud dengan gambar Konstruksi ialah gambar konstruksi potongan
memanjang kapal di center line, pandangan atas dari geladak-geladaknya dan
alas dalam atau alas tunggal serta memberikan ukuran dengan lengkap dan
benar pada bagian-bagian konstruksi tersebut sesuai dengan hasil perhitungan.
1.2 Syarat Awal Mengerjakan Tugas Desain Kapal II
a. Sudah ada gambar Rencana Garis dan Rencana Umum dari kapal yang sama.
b. Sudah mengikuti kuliah Konstruksi Kapal I dan Konstruksi Kapal II minimal
dengan nilai D.
MT. SUHAKA
BAB II
PERHITUNGAN KONSTRUKSI
2.1 Persiapan Sebelum Melakukan Perhitungan
a. Dari gambar Rencana Umum dan Rencana Garis buatlah gambar-gambar
potongan memanjang pada center line, padangan atas dari geladak-geladak dan
alas ganda/alas tunggal, penampang melintang di midship dan kamar mesin sekitar
pondasi motor induk.
b. Rencanakan sistim konstruksinya, apakah melintang, campuran atau memanjang.
Rancang letak dan jarak-jaraknya dari penegar (gading, senta, balok geladak,
penumpu dsb.). Rencanakan sedapat mungkin dapat membentuk ring (cincin).
bila tidak membentuk cincin diperlukan adanya penguatan-penguatan khusus
ditempat putusnya cincin tersebut. Perlu diingatkan jarak gading untuk seluruh
memanjang kapal dan letak sekat-sekat kedap sudah ditentukan pada waktu
merencanakan Rencana Umum. Bila dirubah harus memeriksa lagi apakah volume
ruangan/ tangki masih memenuhi atau tidak (sesuai dengan perhitungan di Tugas
Merancang I).
c. Tentukan pembagian lajur pelat pada lambung, alas dan geladak sesuai dengan
peraturan untuk lajur sisi atas, lajur bilga dan lajur alas (lihat BKI sec. 6),
sedangkan lajur yang lain ditentukan dari lebar standard pelat.
d. Pada gambar rancangan ini jangan lupa memberikan ukuran, supaya memudahkan
dalam perhitungan.
2.2 Perhitungan
a. Petunjuk pelaksanaan perhitungan konstruksi ini dengan menggunakan buku
Peraturan Klasifikasi Indonesia (BKI) 2009 volume II, bila tidak ada dalam buku
peraturan ini dapat digunakan buku peraturan yang lain (dengan persetujuan
dengan dosen pembimbing).
b. Untuk perhitungan ini gunakan tabel seperti pada lampiran I.
MT. SUHAKA
d. Berikut ini uraian dari bab-bab yang ada di buku BKI yang diperlukan untuk
Untuk gading dan penegar, lebar efektif dari pelat = jarak gading atau
jarak penegar tersebut.
Bab 3.E.2. :
Bab 3.E.3. :
MT. SUHAKA
3. Pertimbangan lain untuk menentukan ukuran profil ini dalam praktek adalah :
Koefisien daerah konstruksi : buritan (A), tengah (M) dan haluan (F), khusus
untuk beban geladak, sisi dan alas.
Bab 4.A. :
Umum, difinisi.
Perhatikan difinisi untuk pusat beban terhadap sistim konstruksi untuk:
pelat
penegar dan penumpu
Beban dasar luar dinamis p0
MT. SUHAKA
Bab 4.B. :
Beban geladak PD
Beban sisi Ps ( Perhatikan untuk beban sisi di atas garis air dan di
bawah garis air)
Beban haluan (bow) Pe
Bab 4.D. :
Bab 6.B. :
6.C. :
Bab 6.D. :
6.E. :
6.F. :
6.K. :
Kubu-kubu
MT. SUHAKA
Bab 8.B. :
Bab 8.B.6 :
Bab 8.B.7 :
Bab 8.C :
MT. SUHAKA
Bab 9.B. :
Bab 10.B. :
Balok geladak dan pembujur geladak antara 0,25 H dan 0,75 H dari
dasar.
Penumpu geladak dan pelintang geladak.
Pilar.
Cantilever, persyaratan tegangan lengkung & tegangan geser.
Penumpu ambang palkah.
MT. SUHAKA
Letak sekat tubrukan dan persyaratan lubang pada sekat kedap air.
Bab 11.B.:
Bab 12.B. :
Umum
Bab 13.B. :
Linggi haluan
Bab 13.C. :
Stern frame
Linggi baling-baling (propeller post)
Linggi kemudi (rudder post)
Telapak kemudi (sole piece)
Bab 13.D. :
Bab 16.B. :
Tebal pelat sisi bangunan atas dan rumah geladak tidak efektif.
Balok geladak; perhitungan modulus penampangnya sama dengan bab
10.
Gading, perhitungan modulus penampangnya sama dengan bab 9.
Bab 16.C. :
Bab 16.D. :
MT. SUHAKA
Bab 17.B. :
Bab 17.C. :
Bab 17.E. :
Bab 24 :
Kapal tanker
Bab 27 :
Kapal tunda
Bab 28 :
Kapal ikan
Bab 29 :
Kapal penumpang
Bab 30 :
Bab 32 :
Kapal keruk
MT. SUHAKA
BAB III
PENGGAMBARAN
3.1 Pembagian Gambar
Gambar dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
-
10
11
4. Berikan ukuran yang sangat praktis, lengkap (tidak ada yang kurang), benar dan
tidak berlebihan.
5. Di bawah gambar potongan memanjang diberi beberapa garis penunjuk ukuran
(garis tipis), yaitu untuk jarak gading satu baris, ukuran gading biasa satu baris,
ukuran gading besar satu baris dan senta satu baris (bila ada).
6. Di bawah gambar geladak utama diberi beberapa garis penujuk ukuran (garis
tipis), yaitu untuk balok geladak satu baris, ukuran penumpu tengah/ samping satu
baris, ukuran cantilever satu baris dan balok besar (strong beam) satu baris.
Demikian juga untuk geladak-geladak lainnya.
7. Di bawah gambar alas ganda diberi beberapa garis penujuk ukuran (garis tipis),
yaitu untuk tebal pelat wrang satu baris, ukuran tebal pelat penumpu tengah/
samping satu baris, ukuran gading balik atau pembujur alas dalam satu baris.
8. Untuk mengetahui letak sekat, wrang kedap,dan wrang pelat, berikan nama pada
bagian luar lambung dari gambar dasar ganda, selebihnya yang tidak diberi nama
adalah wrang terbuka.
t=8
MT. SUHAKA
12
CL
CL
t=8
: L 60606
: L 120808
: L 15010+909
: T 18010010
: 20012 FP1209
: FB 1009
: FL 758
- profil bulat
: RB 20 atau 20
: HRB 25
: 2002008
: 2502009
:2002008 FL508
MT. SUHAKA
13
MT. SUHAKA
14
BAB IV
PERHITUNGAN BERAT DAN TITIK BERAT
4.1. Prasyarat Umum
Untuk dapat mengerjakan tugas ini maka harus sudah melakukan hitungan dan
menggambar :
-
Rencana Umum,
12
16
20
24
28
32
Web Frame
Stringer
Web Frame
Web Frame
Web Frame
Web Frame
Web Frame
Stringer
36
Pada sistim konstruksi memanjang penomoran frame dilakukan pada setiap jarak
pelintang.
MT. SUHAKA
15
Transverse Bulkhead
Side Transverse
Side Transverse
Side Transverse
Side Transverse
Side Transverse
Side Transverse
Side Transverse
Side Transverse
CT
Side Transverse
Transverse Bulkhead
Transverse Bulkhead
Main Deck
CT
Transverse Bulkhead
Double Bottom
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
Sedangkan pada konstruksi sistim campuran, penomoran frame dilakukan pada setiap
Bulkhead
Bulkhead
jarak gading.
FP
AP
1
2
3
19
18
4
5
8
17
16
15
14
Bulwark
Bulwark
Poop Deck
Forecastle Deck
BL VI
BL VI
BL V
BL IV
BL V
BL III
BL IV
BL III
BL II
BL I
BL II
BL I
AP
12
13
14
15
16
17
18
19
FP
MT. SUHAKA
16
MT. SUHAKA
17
BAB V
KEKUATAN MEMANJANG KAPAL
5.1 Perhitungan Penyebaran Memanjang Momen Lentur dan Lengkung
(lampiran)
... ( 5.1 )
Hw = 1,1 Lw
... ( 5.2 )
MT. SUHAKA
18
Gelombang Trochoidal :
Bentuk gelombang trochoidal adalah salah satu bentuk gelombang yang banyak
dipakai dalam perhitungan kekuatan memanjang kapal. Pembuatan bentuk gelombang
trochoidal dapat dilaksanakan dengan dua cara sebagai berikut :
a). Dalam bentuk persamaan parameter adalah sebagai berikut :
x =
y = Hw/2 . ( 1 - cos )
... ( 5.3 )
Hw
2
Hw
2
x
Lw / 2
Gelombang Sinusidal :
Pada gelombang sinusoidal, permukaan air mengikuti bentuk lengkung fungsi
sinusoidal dan digambarkan berdasarkan rumus berikut :
Hw
2 x
sin (
)
Lw
2
2
( 5.4 )
MT. SUHAKA
19
Seperti halnya pada gelombang trochoidal, gelombang sinusoidal pun bisa dibuat
secara grafis. Adapun cara penggambarannya adalah sebagai berikut:
y
Hw
2
Hw
2
Lw / 2
Bangunan
Atas
muatan
muatan
muatan
muatan
Bangunan
Atas
MT. SUHAKA
20
perhitungan memanjang lazim menggunakan empat puluh station dimana jarak satu
station adalah panjang kapal dibagi empat puluh. Dan cara perhitungan masingmasing menggunakan LR 64.
Karena berat muatan merupakan bagian yang terbesar dari kumpulan berat
yang ada pada kapal, maka penyusunan muatan sangat berpengaruh terhadap sistem
pembebanan pada kapal. Bila muatan kapal penuh dan kapal mempunyai kamar mesin
di belakang, maka distribusi gaya berat akan cenderung terkumpul di tengah kapal,
sebaliknya apabila muatan pada kapal tidak ada (kapal dalam keadaan kosong),
distribusi gaya berat akan cenderung besar di ujung-ujung kapal.
5.4 Penyebaran Memanjang Gaya Tekan ke Atas
Gaya tekan ke atas adalah merupakan reaksi massa air terhadap kapal yang
tidask lain adalah displacement. Di mana harga displacement tersebut sama dengan
massa total kapal, demikian juga resultante gaya tekan ke atas tersebut harus tepat satu
garis vertikal dengan resultanta gaya berat.
Seperti kita ketahui bahwa displacement kapal dapat diperoleh dari intergrasi ke arah
memanjang dari massa-massa air sepanjang kapal.
L
m( x)dx
o
.......... (5.5)
(N)
dimana :
m(x) =
( kg/m )
grafitasi
( m/dt2 )
P.a(x)
(5.6)
dimana :
b(x) =
.g.a(x).
(N/m) (5.7)
=1,031 ton/m3).
a(x) =
MT. SUHAKA
21
Untuk kapal yang berlayar di perairan tenang, distribusi gaya tekan ke atas ini
dapat ditentukan dengan cepat. Dari diagram bonjean dapat dibaca luas station untuk
sarat yang ditentukan dan jika luas yang didapat (dalam m 2) dikalikan dengan 1,031.g
akan didapat intensitas gaya tekan ke atas pada station tersebut. Untuk kapal yang
berlayar dilaut bergelombang, mula-mula harus digambarkan dahulu bentuk
gelombang seperti yang diterangkan dalam pasal yang lalu, dengan skala meninggi
dan memanjang, yang sama skala pada diagram Bonjean. Untuk pendekatan pertama,
sumbu gelombang diletakkan berimpit dengan sarat kapal. Kemudian dihitung isi
bagian kapal yang berada dalam gelombang dengan Simpson atau lainnya. Pada
umumnya displacement yang didapat tidak akan sama dengan berat kapal, jadi
gelombang perlu digeser pada arah vertikal.
Besarnya penggeseran diperkirakan dari :
h
D
A
wl
1
g
Dimana :
Hw/2
Hw/2
Gambar
Gambar 5. 4 Perletakan sumbu gelombang pada gambar bonjean
5.4 diatas menunjukkan; pergeseran perlu dilakukan ke atas apabila gaya berat kapal
MT. SUHAKA
22
lebih besar dari pada gaya tekan keatas pada kapal di gelombang, dan sebaliknya
digeser ke bawah gaya berat kapal lebih kecil dari pada gaya tekan keatas
Syarat keseimbangan kedua yaitu bahwa titik berat dan titik tekan harus
terletak pada satu garis tegak, disini belum diperiksa dan akan dipenuhi dalam
persamaan momen lengkung. Dalam perhitungan diatas, bangunan atas juga
dimasukkan dalam perhitungan displacement apabila gelombang yang terjadi sampai
mengenai bangunan atas.
5.5 Persamaan Dasar Perhitungan Kekuatan Memanjang
5.5.1 Persamaan Integral Beban
Dalam pasal ini dianggap bahwa lengkung distribusi gaya berat kapal dan
lengkung distribusi gaya tekan keatas sepanjang kapal dapat memenuhi syarat
keseimbangan kedua yaitu titik pusat gaya berat dan titik pusat gaya tekan keatas
terletak disatu garis vertikal ( satu garis kerja ).
a). Penyebaran Gaya Berat :
w(x) = g.m(x)
MT. SUHAKA
23
f ( x) b( x) w( x)
...................(5.9)
dan beban f(x) ini merupakan turunan kedua dari momen lengkung :
f ( x)
d M
dx 2
.......... ........(5.10)
Besar gaya lintang adalah lengkung integral pertama dari beban f(x) ,
oleh karena itu persamaan gaya lintang dapat kita peroleh dari :
f(x)
dx
L
Gambar 5. 7 Integral beban sepanjang kapal
x
Q( x)
f (x) dx
.............................(5.11)
MT. SUHAKA
24
Sesuai dengan persamaan (5.10) , maka dagram momen dapat diperoleh dari integrasi persamaan (5.11)
x
M ( x ) Q ( x ) dx
0
x x
f ( x) dx dx
00
Karena untuk x = 0 ; x = L ( dikedua ujung ) harga momen sama dengan nol , maka besarnya konstanta
intergrasi adalah nol.
M(x)
Q(x)
Gambar 5. 9 Diagram Gaya Lintang dan Momen Lengkung
Jika diminta juga lenturan kapal, masih harus dilakukan dua kali intergrasi
lagi.
y" ( x)
M ( x)
EJ ( x)
dan dengan
1
y ' ( x)
M ( x ) . ( x ). dx 0
E.J
.......... (5.13)
y ( x)
1
E .J
x x
M ( x). ( x).dx. dx
0 . x
.......... (5.14)
00
disini konstantra intergrasi 0 adalah nol jika diambil y(0) = 0 dan y(L) = 0
1 1
.
L EJ
LX
M ( x).. ( x). dx . dx
.. (5.15)
0 0
Dari hasil di atas dengan mengganti harga 0 dari persamaan (5.13) dan persamaan
(5.14) didapat persamaan sudut lentur dan persamaan lenturan adalah sebagai berikut :
MT. SUHAKA
25
x
M ( x) . ( x). dx
0
1 1 LX
.
M ( x) .. ( x) . dx . dx ........ (5.16)
L EJ 0 0
y ' ( x)
1
E .J
Persamaan Lenturan :
y ( x)
1
EJ
X
L
1
EJ
X X
M ( x ). ( x ) . dx . dx
o o
L X
M ( x ). ( x ) . dx . dx
.....(5.17)
o o
bentuk lengkung diagram hasil intergrasi dapat dilihat pada gambar 5.10. Dari
gambar 5.10 juga terlihat bahwa harga o dapat diperoleh dari syarat batas bahwa
y(x) harus berharga nol pada titik dimana lenturan adalah terbesar.
Sb. y(x)
Sb. y(x)
M(x)
y(x)
ymax
x
y(x)
L
MT. SUHAKA
26
1/(x)
(x) = 1
L/2
L/2
Gambar 5. 11 Diagram 1/(x)
1Q
R
Qmax
Gambar 5. 12 Pengimbang Linear untuk Gaya lintang
M(x)
Mmax
MT. SUHAKA
MR
27
Untuk harga gaya lintang sisa 2Q(x) yang lebih besar dari harga diatas harus
dihapuskan dengan mengoreksi gaya tekan keatas. Demikian juga untuk momen sisa
yang lebih besar perlu dilakukan pengimbangan yang lebih teliti. Untuk maksud ini
kita bayangkan lengkung gaya tekan keatas dirubah seperti pada Gambar 5.13.
Karena adanya perubahan ini, akan terjadi perubahan gaya lintang sebesar:
x
2 Q( x)
b( x)
dx
.................(5.18) .
M ( x)
b( x) dx dx
.............. (5.19) .
o o
Setelah penggeseran gaya tekan keatas, maka momen sisa MR pada x = L harus sama
dengan nol.
e(x)
b(x)
b(x)
setelah digeser
b(x)
b(x)
x
Gambar 5. 14 Pengimbangan non linear untuk kapal di puncak gelombang
L x
Maka :
b( x) dx dx
MR .
o 0
Untuk e(x) < L/30 penyelesaian persamaan di atas cukup teliti apabila dipergunakan
pendekatan berikut :
b( x)
e( x )
MT. SUHAKA
db
dx
28
selanjutnya bila diperhatikan bahwa e(x) dapat digantikan oleh harga e rata-rata yang
konstan, maka pengintegrasian persamaan di atas dapat dilakukan sebagai terlihat
pada persamaan (5.20) berikut ini :
x
2 Q ( x) e.
0
db
. dx e . b( x)
dx
........ (5.20a )
dan
x
M ( x )
e . b( x) . dx
.......... (5.20b)
b( x ) dx e.D, diperoleh :
M R
D
........... (5.21)
Jadi ternyata bahwa e ialah besar penggeseran titik tekan. Lengkung tekanan
air tidak perlu digantu dengan yang baru, karena perubahan gaya lintang dan momen
langsung didapat dari penggeseran titik tekan e dan lengkung tekanan mula-mula
b(x).
5.5.3 Pengimbangan Momen Untuk Kapal di Dua Puncak Gelombang
Gaya lintang sisa sebesar 1Q(x) < 0,03.Qmax dan momen sisa sebesar MR
< 0,06.Mmax juga dapat diimbangkan atau dikoreksi secara linear seperti pada kapal
yang berada di atas satu puncak gelombang.
Jika gaya lintang sisa dan momen sisa melebihi harga tersebut di atas, maka
pengimbangan secara linear tidak dapat dilakukan seperti pada pasal yang lalu, karena
pada keadaan kapal dilembah gelombang lengkung gaya tekan keatas cenderung
untuk mempunyai bentuk dua puncak sehingga tidak dapat dituliskan sebagai berikut:
2 Q( x) e.b( x)
................(5.22a )
Bentuk lengkung diagram gaya tekan ke atas tersebut dapat dilihat dalam
gambar 5.14 dibawah ini.
MT. SUHAKA
29
b(x)
b(x)
setelah digeser
b(x)
b(x)
2Q(x)
x
Gambar 5. 15 Pengimbangan non linear untuk kapal di lembah glombang
Perubahan gaya lintang 2Q(x) adalah lengkung intregral dari perubahan gaya
tekan keatas dan dapat didekati dengan dengan suatu lengkung fungsi cosinus. Jadi
kita dapat menuliskan perubahan gaya lintang pada setiap potongan x adalah:
2Q ( x ) q ( 1 cos
2 .x
) q.
L
............ 5.23
L
2 Q ( x ). dx
M R
q ( 1 cos
maka ;
2 .x
) dx M R
L
q.L M R
MR
L
............ (5.24)
Jadi q dapat diartikan sebagai harga rata-rata perubahan gaya lintang dan mempunyai
satuan yang sama dengan satuan gaya.
Untuk memudahkan penyelesaian perhitungan persamaan (5.23), harga
(kapa) sesuai persamaan (5.25) telah dihitung untuk pembagian panjang kapal
menjadi 20 station dan disusun dalam tabel 5.1 berikut :
( 1 cos
2 .x
)
L
MT. SUHAKA
............ 5.25
30
x
L
1
20
2
20
3
20
4
20
5
20
6
20
7
20
8
20
9
20
19
20
18
20
17
20
16
20
15
20
14
20
13
20
12
20
11
20
0,049
0,191
0,412
0,691
1,309
1,588
1,809
1,951
M ( x) 2 Q( x). dx
............ 5.26
MT. SUHAKA
31
Marilah kita perhatikan grafik f(x) yang harus diintegralkan dari x0 sampai x 1
seperti terlihat pada gambar 3.1 berikut :
f(x)
f(x)
x
x0
x1
dari x0 sampai x1
Karena melakukan integrasi sama dengan menghitung luasan, maka grafik
penyebaran beban kapal dibagi menjadi sejumlah station (misalnya 40 station
sehingga diperoleh 41 titik atau jumlah lain yang dipilih), maka langkah berikutnya
adalah menghitung intensitas rata-rata gaya berat dan intensitas rata-rata gaya tekan
keatas. Perubahan menjadi harga rata-rata ini bisa dilakukan dengan menggunakan
tabel III.2a dan tabel III.2b sebagai berikut:
Tabel 5. 2 Perubahan gaya berat menjadi bentuk tangga
No.
Station
w(x)
AP
w(x)rata-rata
w0
w0-1 = (w0 + w1)
w1
w1-2 = (w1 + w2)
w2
w2-3 = (w2 + w3)
w3
dan seterusnya
No.
Station
MT. SUHAKA
b(x)
b(x)rata-rata
32
AP
b0
b1
b2
b2-3 = (b2 + b3)
b4
dan seterusnya
AP
Q( x)
0 f ( x)dx
Q1 = l.f0-1
Q2 = l.f0-1 + l.f1-2
Q3 = l.f0-1 + l.f1-2 + l.f2-3
Q4 = l.f0-1 + l.f1-2 + l.f2-3 + l.f3-4
dan seterusnya akan diperoleh :
MT. SUHAKA
33
Q(x) = l.f(x)
Q(x)
AP
M ( x)
0 Q( x)dx
1
3 , 1
5 , 3 , 1
7 , 5 , 3 , 1
MT. SUHAKA
34
9 , 7 , 5 , 3 , 1
dan seterusnya . . . . . . . . . .
M(x) = 1/2. l 2.f(x)
Dengan berdasar pada rumus hasil perubahan integrasi di atas, maka kita dapat
menyusun tabel perhitungan momen lengkung dan gaya lintang seperti terlihat pada
tabel 5.4 berikut.
Tabel 5. 4 Perhitungan momen lengkung dan gaya lintang
No
Station
1
0-1
1-2
b(x)
w(x)
f(x)
f(x)
f(x)
b0-1
w0-1
f0-1 =
b0-1 - w0-1
b1-2
w1-2
f1-2 =
b1-2 - w1-2
2-3
b2-3
w2-3
f2-3 =
b2-3 - w2-3
3-4
b3-4
w3-4
f3-4 =
b3-4 w3-4
4-5
b4-5
w4-5
f4-5 =
b4-5 w4-5
39-FP
Catatan :
f0-1
f0-1+ f1-2
f0-1
3f0-1+ f1-2
f0-1+ f1-2
+f2-3
5f0-1+3f1-2
+f2-3
f0-1+ f1-2
+f2-3+f3-4
7f0-1+5f1-2
+3f2-3+f3-4
fFP
fFP
max
seperti telah diterangkan didepan. Seperti halnya untuk harga gaya lintang , sebagai
MT. SUHAKA
35
balok bebas, momen lengkung dikedua ujung harus juga berharga nol. Dalam hal ini
pun MFP tidak selalu mempunyai harga sama dengan nol. Jika M FP kurang dari atau
sama dengan 0,06.Mmax , maka kesalahan momen lengkung dapat juga dikoreksi
secara linier seperti dalam koreksi linier pada Q(x).
Tabel koreksi linier kita susun sebagai lanjutan tabel V.3. Apabila fFP ada
kesalahan ( tidak nol ), maka pada kolom 6 dipergunakan untuk koreksi f(x), kolom
7 dipergunakan untuk hasil f(x) setelah koreksi, dan kolom 8 untuk perhitungan
f(x). Selanjutnya jika pada kolom 8 diperoleh harga fFP = 0 , perhitungan telah
selesai dan tabel ditutup sampai dengan kolom 8, tetapi jika harga fFP >< 0 ,
kolom 9 dipergunakan untuk koreksi f(x) dan kolom 10 dipergunakan untuk hasil
momen setelah koreksi, perhatikan tabel 5.5 berikut:
No
Station
1
f(x)
5
f(x)=
- x/L
6
7=5+6
f(x)
0-1
1-2
2-3
3-4
4-5
39-FP
fFP
fFP
MT. SUHAKA
36
perhitungan dapat dilanjutkan. Demikian juga jika MFP > 0,06.Mmax berarti trim kapal
belum tepat, meskipun displacemen sudah benar, dengan demikian, sarat buritan Tb
dan sarat haluan Th harus ditentukan lagi, atau dengan kata lain penyebaran gaya
tekan keatas perlu penggeseran.
Seperti telah di jelaskan didepan, maka koreksi non linier ada dua macam yang
berbeda, yakni untuk kapal di satu puncak gelombang atau kapal di air tenang dan
untuk kapal yang berada di dua puncak gelombang. Koreksi untuk kondisi ini perlu
kita menambahkan gaya tekan keatas untuk tiap station pada kolom 6 dan kolom
koreksi diletakkan pada kolom 7, sedang kolom 8 untuk hasil penyebaran gaya
lintang setelah koreksi dan kolom 9 untuk hasil perhitungan momen lengkung.
a. Koreksi untuk kapal yang berada di atas satu puncak gelombang atau kapal di air
tenang, tersusun melengkapi tabel sebelumnya (lihat tabel 5.5).
b.
Koreksi untuk kapal yang berada di atas dua puncak gelombang, tersusun
melengkapi tabel sebelumnya (lihat tabel 5.6).
Tabel 5. 6 Koreksi non linier untuk kapal di puncak gelombang/kapal di air tenang.
No
Station
1
f(x)
b(x)
f(x)= - e/ .
6
7
f(x)
f(x)
0-1
1-2
2-3
39-FP
MT. SUHAKA
37
fFP
fFP
No
Station
1
f(x)
f(x)= - q/ .
6
7
f(x)
f(x)
0-1
1-2
2-3
3-4
39-FP
fFP
fFP
Jika dikehendaki perhitungan sampai dengan sudut lentur dan lenturan, maka
perhitungan setelah momen lengkung dilanjutkan dua kali integral lagi dan diperlukan
perhitungan momen inersia dan modulus penampang sepanjang kapal.
MT. SUHAKA
38
lengkung yang terjadi dengan aman dalam arti tegangan yang terjadi tidak melebihi
tegangan yang diijinkan, dan pelat kapal, pelat bilah dan pelat hadap tidak kehilangan
stabilitasnya (tidak mengalami buckling).
Untuk menghitung tegangan kita memakai persamaan (5.27) :
BE ( x, y )
M ( x) . y
I NA
................. (5.27 )
Jadi kita harus menetukan y yang merupakan jarak titik berat bagian yang
dihitung tegangannya terhadap sumbu netral (garis mendatar yang melalui titik berat
penampang dan menghitung momen inersia penampang I(x).
Seperti telah dijelaskan di depan bahwa; akibat beban momen lengkung yang bekerja
pada badan kapal ,maka bagian penampang kapal yang mengalami tekanan dan
posisinya mendatar (horizontal) sebelum dimasukkan kedalam tabel perhitungan
momen inersia harus sudah diperhitungkan lebar efektifnya, dengan cara seperti pada
uraian di depan.
Karena penampang lintang kapal mempunyai banyak bagian, maka
menghitung momen inersianya tak dapat dihitung dengan memakai rumus dasar ( I =
1
/12 b.h3 ) dan sebaiknya dilakukan dalam bentuk tabulasi seperti diperlihatkan pada
No.
Nama
Bagian
Lunas
Penump. 1
Penump. 2
MT. SUHAKA
Lebar
l
Tinggi
t
Luas = A
=lxt
Lengan
a
a.A
a2.A
I0 = 1/12 b.h3
39
Plt. Dasar 1
Plt. Dasar 2
..
..
..
li
ti
Ai
ai
Ai
ai.Ai
ai2.Ai
I0 i
ai.Ai
ai2.Ai
I0
aNA
( ai.Ai )/( Ai )
INA
ai2.Ai + I0 - aNA2. Ai
aNA
Idsr
INA
I0
momen inersia bagian terhadap sumbu yang sejajar sumbu netral dan melalui titik
berat bagian itu sendiri.
Tabel di atas disusun untuk bentuk penampang yang simetris terhadap bidang
tengah bujur kapal. Untuk pemasukan data dari bagian yang berimpit dengan bidang
tengah bujur kapal kedalam tabel, ukuran tebalnya hanya dimasukkan setengah dari
harga sebenarnya, ( misalnya ; penumpu tengah, sekat memanjang pada bidang
tengah bujur kapal, dsb. ), sedang data bagian yang dipotong oleh bidang tengah bujur
kapal ukuran lebarnya hanya dimasukkan setengah dari harga sebenarnya, (misal :
lebar lunas datar ).
Bagian yang lainnya hanya dimasukkan satu sisi saja, bagian kiri dari bidang
tengah atau bagian kanan.
NA
ai
aNA
MT. SUHAKA
40
CL
Jika penampang kapal tidak simetris terhadap bidang tengah bujur kapal, maka
seluruh data ukuran dari bagian penampang kapal yang akan dihitung momen
inersianya harus dimasukkan kedalam tabel perhitungan.
Selanjutnya perhitungan dilaksanakan dengan rumus berikut :
a .A
A
i
aNA
.................(5.28)
dan
I NA
2
i
. A i a NA . A i
2
............( 5.29 )
Karena pada umumnya keseluruhan bagian penampang mempunyai tebal yang jauh
lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran lebarnya, maka dalam perhitungan
momen inersia penampang bagian dapat dilakukan beberapa penyederhanaan sebagai
berikut .
t
x
b
Marilah kita perhatikan gambar 5.19 diatas , I 0 hanya dapat dihitung terhadap
sumbu yang sejajar atau tegak lurus pada tebalnya. Jika bagian yang dihitung tidak
sejajar dengan sumbu manapun (misalnya; pelat tepi pada konstruksi alas ganda),
MT. SUHAKA
41
.(5.30)
Untuk bagian yang melengkung, misalnya pelat bilga, maka bagian ini
dipotong-potong menjadi beberapa bagian yang mendekati lurus, kemudian
perhitungan masing-masing bagian dilakukan dengan mempergunakan rumus (3.30)
seperti yang telah dijelaskan diatas. Cara lain untuk menghitung pelat melengkung
yang merupakan bagian dari lingkaran, dapat dihitung berdasarkan persamaan momen
inersia lingkaran.
BE ( x, y )
M ( x) . y
I NA
............(5.31)
Dari persamaan diatas dapat kita lihat bahwa, makin besar harga y akan
mengakibatkan semakin besarnya harga tegangan lengkung BE. Untuk suatu
penampang kapal, titik yang terletak di geladak dan di dasar akan memiliki harga y
yang terbesar, dengan kata lain BE di geladak dan di dasar merupakan tegangan
lengkung yang maksimum.
Apabila tegangan lengkung yang terjadi di geladak dan di dasar tidak
melampaui tegangan ijin yang telah ditentukan oleh Biro Klasifikasi, maka hal ini
berarti bahwa konstruksi kapal yang direncanakan memenuhi syarat kekuatan atau
dapat dikatakan bahwa kapal tersebut mampu menerima beban yang akan
mengenainya dalam pelayarannya. Selain syarat diatas, Biro Klasifikasi Indonesia
juga memberikan persyaratan untuk modulus penampang minimum dan momen
inersia penampang minimum.
Jika setelah dihitung ternyata harga tegangan lengkung hasil perhitungan lebih
besar dari pada tegangan ijin, maka untuk mengurangi harga tegangan lengkung dapat
dilakukan dengan memperkecil momen lengkung yang terjadi (kalau mungkin), atau
memperbesar momen inersia terhadap sumbu netral INA.
MT. SUHAKA
42
Cara yang paling efektif untuk menaikkan harga momen inersia adalah
menambah luas penampang pada bagian yang jauh dari sumbu netral atau mempunyai
harga y besar (biasanya di geladak). Hal ini disebabkan karena pada posisi yang
mempunyai harga y besar
DAFTAR PUSTAKA
Biro Klasifikasi Indonesia . Volume II ( Rule Construction of Hull for Sea Going Steel
Ship ) 2009.
Henryk Jarzyna, Tadensz koronowicz, Jan Szantyr . 1996 . Design of Marine Propellers
(Selected Problem). Poland: Polska Akademia Nauk, Institut Maszyn
Przeplywowych.
MT. SUHAKA
43
MT. SUHAKA
44