Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS RESIKO KESEHATAN

LINGKUNGAN ANALISIS KADAR PB


DALAM DARAH PADA PETUGAS SPBU DI
BANYUMAS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan hidup dimana kita dilahirkan harus kita lestarikan dengan
cara menciptakan hubungan yang serasi antara lingkungan hidup dan
kegiatan manusia. Dewasa ini, kegiatan manusia sudah banyak
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh beberapa instansi menunjukan bahwa kadar beberapa
bahan pencemar telah melampaui baku mutu yang telah ditetapkan.
Pencemaran adalah bila lingkungan telah mendapatkan pengaruh
buruk. Lingkungan akan mempunyai penyimpangan akibat
pencemaran tersebut. Komposisi lingkungan akan bercampur dengan
komposisi lain yang mengubah susunan lingkungan kita. Setiap
pencemar berasla dari suatu sumber tertentu. Sumber tersebut
merupakan pilihan pertama untuk membebaskan pencemar kepada
penerima. Penerima inilah yang akan mendapatkan dampak buruk
dari pencemaran tersebut.
Salah satu logam berat yang dapat mempengaruhi susunan
lingkungan kita menjadi lebih buruk dan melebihi ambang batas
adalah timbal. Pencemaran timbal dapat melalui tanah, air, makanan.
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis menyusun analisis
resiko yang terjadi pada pekerja SPBU sehubungan dengan paparan
Pb/ timbal .
B. Tujuan
1. Dapat mengetahui Identifikasi Resiko kontaminasi Pb pada pekerja
SPBU.
2. Dapat mengetahui Analisis Resiko kontaminasi Pb pada pekerja
SPBU.
3. Dapat mengetahui Manajemen Resiko kontaminasi Pb pada
pekerja SPBU.
4. Dapat mengetahui Publikasi Resiko kontaminasi Pb pada pekerja
SPBU.
C. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Identifikasi Resiko kontaminasi Pb pada pekerja


SPBU ?
2. Bagaimanakah Analisis Resiko kontaminasi Pb pada pekerja
SPBU?
3. Bagaimanakah Manajemen Resiko kontaminasi Pb pada pekerja
SPB?U
4. Bagaimanakah Publikasi Resiko kontaminasi Pb pada pekerja
SPBU?
D. Metode Penelitian
Ruang lingkup dalam analisis resiko ini adalah petugas SPBU di
Kabupaten Banyumas yang berjumlah 234 orang, tetapi jumlah
petugas yang diperiksa berjumlah 19 orang pada tahun 2010.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Pb/ Timbal
Pb/Timbal menurut Wikipedia Timbal adalah suatu unsur kimia dalam
tabel periodik yang memiliki lambang Pb dan nomor atom 82.
Lambangnya diambil dari bahasa Latin Plumbum. Unsur ini beracun
dan efek dari racun ini antara lain: menurunkan daya ingat otak. Pb
yang masuk kedalam tubuh kita sebagian ditimbun di dalam tulang
dan masuk ke peredaran darah sehingga menimbulkan risiko
keracunan. Penimbunan Pb memiliki dampak jangka panjang.
Pengaruh Pb dimulai dari janin dalam kandungan sampai kepada
orang tua.
Penggunaan bahan bakar minyak yang mengandung timah hitam
atau Pb (Leaded gasoline), telah banyak menyebabkan terjadinya
pencemaran timah hitam (Pb) pada tanah, tanaman ataupun jalan di
dekat jalan raya (Soejono at al, 1991). Timah hitam (Pb) yang diserap
oleh tubuh melalui isapan udara, 30-50%-nya diserap oleh darah. Dari
Pb yang diserap oleh tubuh sebagian akan masuk ke dalam aliran
darah besarnya kandungan timah hitam (Pb) dalam diindikasikan
sebagai ukuran derajat toksisitaas Pb dalam tubuh.
Pb dapat diperiksa dalam darah, jaringan lunak dan tulang. Idealnya
dalam pemeriksaan timah hitam Pb dalam darah dilakukan setelah
beberapa minggu seorang terpapar, pemeriksaan dalam jaringan
lunak stelah beberapa bulan terpapar, dalam jaringan tulang jika
setelah beberapa tahun terpapar,
Pekerja di SPBU adalah pekerja yang bekerja baik yang melayani
pengisian bahan bakar maupun yang tidak berhubungan lansung
dengan pengisian bahan bakar minyak namun demikian keduanya

memiliki potensial terhadap pola penyakit akibat kerja, pekerja yang


melayani pengisian bahan bakar memiliki potensial bahaya yang lebih
besar tehadap pencemaran timah hitam (Pb) dibandingkan dengan
pekerja yang tidak berhubungan dengan pengisian bahan bakar.

B. SPBU
Menurut Wikipedia: Stasiun pengisian bahan bakar adalah tempat di
mana kendaraan-kendaraan dapat diisikan dengan bahan bakar. Di
Indonesia, stasiun pengisian bahan bakar dikenal dengan nama
SPBU (singkatan dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) dan
juga pom bensin. Di Medan, SPBU disebut galon.

BAB III
Hasil Analisis Dan Pembahasan
A. Analisis Data
SPBU yang ada di Kota Purwokerto sebanyak 9 SPBU yang ada di
Purwokerto yang terbangun semunaya terletak di dekat jalan raya
utama yang melintasi akses jalur transportasi di Kota Purwokerto di
sepanjang Jl Gerilya, Jl Jendral Soedirman, Jl Suparjo Rustam, Jl
Prof. Dr Hr Bunyamin, Jl laksamana Yos sudarso, Jl suparjo Rustam,
San Jl Sokaraja.
Data Hasil Penelitian Terhadap Responden
NO Kode
Sampel Kadar
Pb Darah (g/dl)

Jenis
Kelamin Usia Masa
Kerja Banyaknya Bahan

Bakar Yang Dijual (Kilo liter)


1 4022 BM 36 L 21 3.5 538
2 4023 BM 102.63 L 26 3 538
3 4024 BM 160.13 P 19 4 538
4 4025 BM 94.88 P 20 4 538
5 4026 BM 21.75 P 21 3 538
6 4027 BM 14.38 L 30 10 538
7 4028 BM 39 L 44 13 538
8 4029 BM 40.5 L 27 4 538
9 4030 BM 19.5 L 53 24 558
10 4031 BM 17.38 L 27 5 558
11 4032 BM 24.63 L 45 25 558
12 4033 BM 34.63 L 24 3 558
13 4034 BM 30.75 L 26 4 558
14 4035 BM 224.25 L 39 18 654
15 4036 BM 32.63 L 30 4 654
16 4037 BM 122.75 L 40 17 654
17 4038 BM 59 L 25 4 654
18 4039 BM 135.25 P 45 4 654
19 4040 BM 35 P 36 5 654

Analisis Kadar Pb Darah Pekerja Operator SPBU


Hasil pemeriksaan kadar Pb darah terhadap 19 responden dapat
dijelaskan bahwa 11 orang atau sebesar 57,9% termasuk dalam
kategori kadar Pb darah rendah, sementara 8 orang atau sebesar
42,1 termasuk dalam kategori terpapar tinggi yaitu dengan kadar
timah hitam (Pb) lebih dari 40 g/dl dengan tingginya tingkat kadar Pb
darah yang oleh pekerja operator SPBU maka dapat dipastikan
adanya efek yang dirasakan oleh tenaga kerja. Pajanan timah hitam
(Pb) dapat menimbulkan berbagai efek negatif terhadap kesehatan
yaitu akan berpengaruh terhadap saraf pusat dan saraf tepi, sitem
kardiovaskuler, sitem hematopeotik, termasuk berdampak pada
kelelahan subyektif.
B. Pembahasan
1. Identifikasi Resiko
Dari 19 responden yang diperiksa, 8 responden mempunyai kadar Pb
yang tinggi yaitu lebih dari 40 g/dl. Hal ini dimungkinkan karena
pekerja SPBU telah bekerja selama lebih dari 3 tahun, perilaku
pelanggan SPBU yang tidak mematikan kendaraan bermotor ketika

akan mengisi bahan bakar, lokasi SPBU berada didaerah yang


mempunyai tingkat polusi tinggi karena jumlah kendaraan disekitar
jalan tersebut tinggi. Selain itu, pekerja SPBU tidak menggunakan
APD (masker) dalam bekerja.
2. Analisis Resiko
Pekerja yang tidak menggunakan APD (masker) dalam melakukan
pengisian bahan bakar mempunyai resiko tinggi terpapar Pb yang
terhirup melalui saluran pernapasan. Pb yang masuk kedalam tubuh
kita sebagian ditimbun di dalam tulang dan masuk ke peredaran
darah sehingga menimbulkan risiko keracunan. Pajanan timah hitam
(Pb) dapat menimbulkan berbagai efek negatif terhadap kesehatan
yaitu akan berpengaruh terhadap saraf pusat dan saraf tepi, sitem
kardiovaskuler, sitem hematopeotik, termasuk berdampak pada
kelelahan subyektif
Pekerja yang sudah bekerja selama 3 tahun mempunyai resiko yang
lebih tinggi untuk terkontaminasi Pb dibandingkan dengan para
pekerja yang bekerja kurang dari 3 tahun.
Resiko kontaminasi Pb pada pekerja SPBU antara lain :
a. Penyebab medis : flu, anemia, gangguan tidur, hypothyroidism,
hepatitis, TBC, dan penyakit kronis lainnya.
b. Penyebab yang berkaitan dengan gaya hidup : kurang tidur, terlalu
banyak tidur, alkohol dan miras, diet yang buruk, kurangnya olahraga,
gizi, daya tahan tubuh, circadian rhythm.
c. Penyebab yang berkaitan dengan tempat kerja : kerja shift,
pelatihan tempat kerja yang buruk, stress di tempat kerja,
pengangguran, workaholics, suhu ruang kerja, penyinaran,
kebisingan, monotoni pekerjaan, kebosanan, beban kerja dan disebab
karena adanya paparan logam berat di tempat kerja yang misalnya
timah hitam (Pb) yang mempengaruhi produktivitas kerja secara
umum.
3. Manajemen Resiko
Rotasi pekerja di SPBU terbagi menjadi 3 shift dengan pembagian
waktu 8 jam kerja. SPBU berlokasi di tengah kota dengan kepadatan
lalu lintas yang cukup tinggi dengan tingkat polusi yang cukup tinggi
pula. Untuk mengurangi terjadinya kontaminasi Pb pada pekerja
SPBU maka perlu adanya peraturan mengenai penggunaan masker
bagi pekerja SPBU dan perlu adanya pemasangan plakat mengenai
larangan menyalakan mesin kendaraan ketika melakukan pengisian
bahan bakar.
4. Publikasi Resiko

Menyebarluaskan informasi resiko kontaminasi Pb bagi petugas


SPBU dapat dilakukan melalui website, surat kabar dan leaflet serta
media lainya. Selain itu, publikasi dapat dilakukan dengan membuat
laporan yang ditujukan untuk pimpinan SPBU di wilayah Kabupaten
Banyumas, Kantor PERTAMINA UP IV selaku produsen dan
distributor bahan bakar untuk wilayah Kabupaten Banyumas serta
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, HISWANA MIGAS selaku
organisasi perkumpulan pengusaha pemilik SPBU.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis kualitatif beberapa komponen resiko dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Resiko kontaminasi Pb pada pekerja SPBU dapat diidentifikasikan
antara lain:pekerja SPBU telah bekerja selama lebih dari 3 tahun,
perilaku pelanggan SPBU yang tidak mematikan kendaraan bermotor
ketika akan mengisi bahan bakar, lokasi SPBU berada didaerah yang
mempunyai tingkat polusi tinggi karena jumlah kendaraan disekitar
jalan tersebut tinggi. Selain itu, pekerja SPBU tidak menggunakan
APD (masker) dalam bekerja.
2. Analisis Resiko Kontaminasi Pb pada pekerja SPBU adalah pekerja
yang tidak menggunakan APD (masker) dalam melakukan pengisian
bahan bakar mempunyai resiko tinggi terpapar Pb yang terhirup
melalui saluran pernapasan
3. Manajemen Resiko Konataminasi dilakukan dengan adanya
peraturan mengenai penggunaan masker bagi pekerja SPBU dan
perlu adanya pemasangan plakat mengenai larangan menyalakan
mesin kendaraan ketika melakukan pengisian bahan bakar.
4. Publikasi Resiko untuk mengurangi kontaminasi Pb dapat
dilakukan melalui website, surat kabar dan leaflet serta media lainya
B. Saran
1. Untuk memperoleh hasil yang lebih akurat dan tingkat resiko yang
representatif perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai dampak
kontaminasi Pb dalam darah pada pekerja SPBU.
2. Adanya aturan yang mewajibkan bagi pekerja SPBU menggunakan
APD (Alat Pelindung Diri) berupa masker pada saat bekerja dan
pemberian sanksi bagi yang melanggarnya.
3. Teguran kepada para pelanggan yang tidak mematikan mesin
kenadaraannya pada saat pengisian BBM (Bahan Bakar Minyak)

Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan


(ARKL)
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)

Bahaya adalah sumber risiko, tetapi bukan risiko itu sendiri. Bahaya lingkungan adalah segala zat,
organisme atau energi yang mempunyai kapasitas atau potensi menimbulkan cedera, sakit atau mati.
Cedera, sakit atau mati tidak akan terjadi akibat bahaya lingkungan, kecuali kondisi-kondisi tertentu
yang spesifik. Bahaya lingkungan terdiri dari:

Zat kimia toksik


Energi radiasi dan gelombang elektromagnetik
Organisme patogen
Perilaku hidup tidak sehat dan tidak bersih
Faktor-faktor non fisik lingkungan (sosial)
Untuk itu diperlukan adanya analisis mengenai risiko dari bahaya lingkungan tersebut. Analsisis
Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) adalah salah satu alat pengelolaan risiko yang digunakan
oleh Risk Manager untuk melindungi kesehatan masyarakat. Definisi ARKL oleh beberapa sumber
antara lain adalah :

Karakterisasi efek-efek pajanan bahaya lingkungan yang berpotensi merugikan kesehatan


manusia (NRC, 1983).
Proses penilaian bersama ilmuwan dan birokrat untuk memprakirakan peningkatan risiko
gangguan kesehatan pada manusia yang terpajan olehzat-zat toksik (EPA, 1991).
Evaluasi ilmiah dampak kesehatan potensial yang dapat terjadi karena pajanan zat tertentu
atau campurannya pada kondisi spesifik (US-EPA 1998).
Kerangka ilmiah untuk memecahkan permasalahan lingkungan dan kesehatan
(Louvar&Louvar1998).
Proses memprakirakan risiko pada suatu organisme, sistem atau (sub) populasi sasaran,
dengan segala ketidak pastian yang menyertainya, setelah terpajan oleh agen tertentu, dengan
memerhatikan karakteristik agen dan sasaran yang spesifik (IPCS 2004).
Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia ARKL merupakan pendekatan ADKL. Landasan
hukum ARKL untuk ADKL antara lain yaitu PerMenLHNo 08/2006 tentang Pedoman Penyusunan
Amdal, dan KepMenKesNo 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis ADKL.

Kajian analisis risiko lingkungan adalah bersifat prediktif (kilas depan), berdasarkan dosis-respon,
dapat diekstrapolasi ke populasi lain, dan merupakan basis ilmiah untuk manajemen dan komunikasi
risiko.
Analisisi Risiko Kesehatan Lingkungan memiliki karakteristik antara lain yaitu

Pajanan risk agent dinyatakan sebagai asupan (intake),


Dibutuhkan konsentrasi risk agent, antropometri dan pola aktivitas,
Pembedaan risiko karsinogenik dan non-karsinogenik,
Tidak menguji hubungan / pengaruh lingkungan terhadap kesehatan,
Besaran risiko tidak berarti directly proportional,
Kuantitas risiko digunakan untuk manajemen dan komunikasi risiko.
Cikal bakal ARKL lahir pada tahun 1969 dalam Swedish Environmental Act dengan
konsep reversed burden of proof atas aktivitas yang membahayakan lingkungan. Inti darireversed

burden of proof adalah bahwa industri harus menunjukkan keamanan produknya kepada regulator,
bukan regulator yang harus membuktikan bahayanya.
ARKL dikembangkan dari Risk Analysis Paradigm (NRC, 1983), dimana Risk Analysismengkaji efek
kesehatan bahaya fisik, kimiawi dan biologis lingkungan. Kajian efek kesehatan disebut health risk
assessment (HRA) sedangkan kajian efek lingkungan disebutecological risk assessment (ERA). HRA
dipakai untuk menilai dan atau menaksir risiko kegiatan yang telah, sedang dan akan terjadi. Dan kini
HRA berkembang menjadienvironmental health risk assessment (EHRA) atau disebut ARKL.
Hasil studi ARKL berupa :

Estimasi risiko kuantitatif.


Dosis atau konsentrasi risk agent dan pola aktivitas populasi terpajan yang aman dan tidak
aman.

Zona aman dan tidak aman menurut risk agent, tingkat risiko, dan populasi terpajan.
Pilihan-pilihan pengelolaan risiko menurut berbagai skenario faktor pemajanan.
Surveilans dan model monitoring kesehatan lingkungan.
Rumusan baku mutu kesehatan lingkungan.
Rumusan komunikasi risiko dengan promosi perilaku hidup sehat dan pengendalian faktorfaktor risiko lingkungan fisik dan sosial.
Analisis Risiko adalah sebuah usaha untuk menganalisis berapa besar kemungkinan risiko yang akan
terjadi pada suatu kegiatan manusia, sedangkan usaha yang dilakukan untuk mengurangi risiko
sering disebut sebagai manajemen risiko. Analisis risiko dapat dilakukan secara kualitatif maupun
kuantitatif. Langkah kualitatif ditandai dengan analisis tentang penyebab kejadian dari awal hingga
terjadinya suatu kecelakaan, Analisis kualitatif dilakukan dengan menggolongkan tingkat resiko
berdasarkan hirarki probabilitas risiko dan tingkat risiko akibat dampak. Sedangkan langkah
kuantitatif dilakukan dengan menghitung kemungkinan terjadinya suatu risiko, dalam analisa
kuantitatif digunakan angka dan perhitungan matematis dalam menentukan tingkat risiko. Data
dapat diperoleh dari database, pengalaman sebelumnya, eksperimen, literature, dan pemodelan.
Teknik dasar dalam melakukan analisis risiko kesehatan lingkungan yaitu :

Karakterisasi risiko
Dalam karakterisasi risiko, dibedakan antara risiko kanker dan non-kanker. Risiko non-karsinogenik
dinyatakan sebagai Risk Qoutient (RQ), dapat dihitung dengan membagi asupan (Ink) dengan dosis
referensi (RfD). Sedangkan untuk risiko karsinogenik dinyatakan sebagai Excess Cancer Risk
(ECR), dihitung dengan mengalikan asupan (Ik) dengan CSF (Cancer Slope Factor).

Analisis dosis-respon
Sebuah tindakan untuk menetapkan kuantitas toksisitas risk agent untuk setiap spesi kimianya.
Toksisitas dinyatakan sebagai dosis referensi (RfD) untuk efek non-karsinogenik. Sedangkan untuk
efek karsinogenik toksisitas dinyatakan sebagai CSF(Cancer Slope Factor).

Analisis pajanan
Analisis pajanan digunakan untuk mengenali jalur-jalur pajanan risk agent (inhalasi, ingesi,dan
absorbsi), untuk mengenali karakteristik antropometri dan pola aktivitas segmen-segmen populasi
berisiko, dan untuk menghitung asupan (intake) risk agent yang diterima setiap segmen populasi
berisiko.
Salah satu contoh analisis risiko adalah analisis risiko pemukiman. Dalam analisis risiko pemukiman,
hal yang umum dianalisa adalah lokasi, kualitas udara, kebisingan dan getaran, kualitas tanah daerah
pemukiman, prasarana dan sarana, serta penghijauan. Analisis risiko pemukiman dapat dilakukan
berdasarkan persyaratan kesehatan lingkungan pemukiman. Persyaratan kesehatan lingkungan

pemukiman adalah ketentuan teknis yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni atau
masyarakat yang bermukim dan atau masyarakat sekitar dari bahaya dan ganguan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai