Anda di halaman 1dari 13

PERKEMBANGAN EMOSI ( psikologi )

KATA PENGANTAR
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan. Dalam
makalah ini yang akan dibahas yaitu tentang Perkembangan Emosi. Dalam pembahasan
perkembangan emosi ini akan memberikan manfaat bagi kami para mahasiswa dan para
pembaca agar lebih memahami dan mengetahui bagaimana perkembangan emosi pada anakanak khususnya.
Dan Puji Syukur kehadirat Allah subhanahu wa taala atas lindungan dan ijin Nya,
akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini .
Dengan di buatnya makalah mengenai Proses Perkembangan Kognitif , diharapkan
kita dapat mengetahui lebih dalam bagaimana proses yang terkait dalam perkembangan
emosi, sehingga kita sebagai oarangtua atau pendidik dapat memberikan ajaran yang baik
dalam pemberian materi dan motivasi belajar sebagai upaya untuk mendukung proses
perkembangan emosi.
Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan di dalam
penyusunan makalah ini, untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mohon
kiranya diberi masukan dalam rangka melakukan perbaikan dan menjadi lebih baik di lain
waktu. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi orang banyak dan menambah
wawasan bagi kita semua.
Jakarta, Desember 2010
Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................2
Daftar Isi...3
Bab I Pendahuluan....4
Bab 2 Landasan Teori516
A. Perkembangan Emosi..513
B. Teori
Attachment........14-16
Bab 3 Kesimpulan
17-18
Daftar Pustaka..19

BAB 1 PENDAHULUAN
Perkembangn emosi merupakan suatu pembahasan yang sangat menarik dan sangat
penting untuk dibahas dan kemudian di praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Baik bagi
para orangtua, pengasuh maupun guru, karena terkait dengan perkembangan emosi akan
sangat memberikan dampak yang baik bagi anak dalam proses pendidikan dan pengajaran
kepada anak.
Emosi terkait dengan bagaimana anak bersikap dalam tingkah laku mereka yang
dipengaruhi oleh pengalaman anak dalam menyesuaikan kondisi mereka tantang keadaan
mental dan fisik anak, seperti marah, takut, gembira, bahagia dan sebagainya. Dengan
pengertian tersebut maka sangat penting bagi kita semua terkait sebagai seorang orangtua,
guru atau pengasuh seorang anak, mampu memahami perkembangan emosi anak sejak dini.
Perkembangan emosi tersebut terkait dengan apa pengertian dan hakikat dari emosi dan
perkembangannya, tahapan perkembangan emosi anak, serta ciri-ciri dan bagaimana caranya
agar kita sebagai pengasuh anak mampu mendidik anak dengan baik tanpa mengganggu
emosi dalam tingkah laku anak.
Banyak kita dapati berbagai persoalan terkait dengan masalah emosi pada anak dan
merupakan suatu hal yang mendasar bagi kita semua bahwa emosi akan memberikan
pengaruh yang besar bagi tingkah laku, sikap / afektif anak dalam kesehariannya. Emosi
dalam pembahasan makalah kali ini, terkait pula dengan bagaimana orang tua memberikan
pola asuh dan sentuhan attachment pada anak. Contoh kasus yang sering kita temukan
terdapat anak dengan pola asuh didikan orangtua yang otoriter, dan sentuhan yang jarang
sekali ia dapatkan, lalu dengan pola asuh dan didikan tersebut menjadikan anak tersebut anak
yang tidak peduli dengan sekitarnya, pemarah dan hal negatif lainnya. Oleh karena dalam
pembahasan kali ini penulis akan membahas mengenai perkembangan emosi dalam Bab 2
Landasan Teori.

BAB 2 LANDASAN TEORI


A. Perkembangan Emosi
1. Pengertian Emosi
Menurut English and English emosi adalah A complex feeling state accompanied by
characteristic motor and glandular activities, yaitu suatu keadaan perasaan yang kompleks
yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris. Menurut Crow & Crow (1958)
pengertian emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri
individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada
tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas. Warna afektif disini dapat diartikan sebagai
perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi
tertentu, contohnya gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, tidak senang dan sebagainya
(Yusuf Syamsu, 2006). Kadang seseorang masih dapat mengontrol keadaan dirinya sehingga
emosi yang dialami tidak tercetus keluar dengan perubahan atau tanda-tanda fisiknya.
2. Ciri Ciri Emosi
Emosi sebagai suatu peristiwa psikologis mengandung ciri ciri sebagai
berikut :
a. Lebih bersifat subyektif daripada peristiwa psikologis lainnya, seperti pengamatan dan
berpikir
b. Bersifat fluktuatif (tidak tetap)
c. Banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indera
Mengenai ciri-ciri emosi ini dapat dibedakan antara emosi anak dan emosi pada orang
dewasa sebagai berikut :
Emosi Anak
1. Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba

Emosi Orang Dewasa


1. Berlangsung lebih lama dan berakhir

2. Terlihat lebih hebat dan kuat


3. Bersifat sementara / dangkal
4. Lebih sering terjadi
5. Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah

dengan lambat
2. Tidak terlihat hebat / kuat
3. Lebih
4. Jarang terjadi
5. Sulit diketahui karena lebih pandai

lakunya
menyembunyikannya
3. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu
Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya :

a. memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai
b. melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak
c.

dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).


menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan

emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara.
d. terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati
e. suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi
sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
4. Perkembangan Emosi Balita
Di usia batita anak berkembang ke arah kemandirian. Ia ingin menunjukkan bahwa
dirinya mampu. Dukungan dan kesabaran dari orangtua penting untuk membantu anak
mencapai tugas perkembangan tersebut.
1. Demonstrasi kasih sayang
Anak usia ini senang mengeksplorasi berbagai perasaan menyenangkan yang timbul dari
kontak fisik. Misal setiap kali orangtua membuka tangan, batita pasti akan berlari
menghampiri untuk masuk dalam pelukan orangtuanya.
2. Perhatian secara personal
Batita selalu menuntut perhatian secara personal sebab di usia ini anak sedang berada dalam
fase egosentris. Ia ingin semua menjadi miliknya dan hanya untuk dirinya.
3. Mood gampang berubah
Anak batita sangat moody. Mudah baginya berganti suasana hati dalam waktu sekejap. Di
usia ini anak mulai sadar bahwa dirinya adalah individu yang terpisah dari orangtuanya
sehingga segala sesuatunya ingin dilakukan sendiri. Sementara di sisi lain kemampuannya
masih sangat terbatas.
4. Cari perhatian
Ini adalah salah satu ekspresi emosi yang khas dimiliki anak batita. Ia senang sekali "pamer"
kemampuan. Pahadal sesuai tahapan perkembangannya, ada saja kemampuan baru yang
dikuasainya hampir setiap hari.
5. Suka menyengaja
Batita suka menyengaja. Ini dilakukan semata-mata untuk melihat repons sekelilingnya. Bisa
juga karena anak belum paham risiko dari perbuatannya, tapi mungkin juga anak sekadar
menikmati reaksi yang ditampilkan orangtua.
6. Melempar sesuatu saat marah
Di usia ini anak belum bisa mengendalikan emosinya secara sempurna tapi kemampuan
motoriknya, terutama melempar benda, sudah bisa dilakukan.
7. Keras kepala

Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, di usia ini anak sedang berada pada fase egosentris.
Anak maunya menang sendiri dan keras kepala. Apa yang sudah jadi keinginannya seakan tak
terbantahkan. Ini adalah bagian dari perkembangan yang wajar.
8.

Narsisme
Anak batita "narsis" mengagumi diri sendiri. Anak usia ini selalu merasa dirinya yang paling
baik, pintar, cantik/ganteng, disayang dan sebagainya sehingga ia merasa berhak atas segala
sesuatu yang ada di dunia ini.
5. Perkembangan Emosi Anak
Enam tahapan perkembangan yang harus dilalui anak:

1. Regulasi diri dan minat terhadap lingkungan


Kemampuan anak untuk mengolah rangsang dari lingkungan dan menenangkan diri. Bila
anak masih belum mampu meregulasikan diri maka ia akan tenggelam dalam usaha mencari
rangsang yang dibutuhkannya atau sebaliknya menghindari rangsang yang membuatnya tidak
nyaman.
2. Keakraban-keintiman
Kemampuan anak untuk terlibat dalam suatu relasi yang hangat, akrab, menyenangkan dan
penuh cinta.
3. Komunikasi dua arah
Kemampuan anak untuk terlibat dalam komunikasi dua arah, menutup siklus komunikasi
(aksi-reaksi).

Komunikasi

di

sini

tidak

harus

verbal,

yang

penting

ia

bisa

mengkomunikasikan intensi/tujuannya dan kemudian mengenal konsep sebabakibat (berpikir


logis) dan konsep diri. la mulai menyadari bahwa tingkah lakunya berdampak terhadap
lingkungan. Sehingga mulai muncul keinginan untuk aktif memilih/ menentukan pilihan dan
berinisiatif.
4. Komunikasi kompleks
Kemampuan anak untuk menciptakan komunikasi kompleks, mengekspresikan keinginan dan
emosi secara lebih berwarna, kompleks dan kreatif. Mulai menyertakan keinginannya dalam
bermain, tidak hanya mengikuti perintah atau petunjuk pengasuh/orang tua. Selanjutnya hal
ini akan menjadi dasar terbentuknya konsep diri dan kepribadian. la mampu memahami pola
karakter dan tingkah laku orang lain sehingga mulai memahami apakah tingkah lakunya
disetujui atau tidak, akan dipuji atau diejek, dll sehingga mulai berkembang kemampuan
memprediksi kejadian dan kemudian mengarah pada kemampuan memecahkan masalah
berdasarkan keurutan logis.
5. Ide emosional
Kemampuan anak untuk menciptakan ide, mengenal simbol, termasuk bahasa yang
melibatkan emosi.
6. Berpikir emosional

Kemampuan anak untuk menciptakan kaitan antar berbagai ide sehingga mampu berpikir
secara logis dan sesuai dengan realitas. Mampu mengekspresikan berbagai emosi dalam
bermain, memprediksi perasaan dan akiba' dari suatu aktifitas, mengenal konsep ruang,
waktu serta bisa memecahkan masalah secara verbal dan memiliki pendapatnya sendiri. Bila
anak bisa mencapai kemampuan ini maka ia akan siap belajar berpikir abstrak dan
mempolajari strategi berpikir.
Pada umumnya, ada empat kunci utama emosi pada anak yaitu :
1. perasaan marah; perasaan ini akan muncul ketika anak terkadang merasa tidak
nyaman dengan lingkungannya atau ada sesuatu yang mengganggunya. Kemarahan pun akan
dikeluarkan anak ketika merasa lelah atau dalam keadaan sakit. Begitu punketika
kemauannya tidak diturutioleh orangtuanya, terkadang timbulrasa marah pada sianak.
2. perasaan takut; rasa takutini di rasakan anak semenjak bayi. Ketika bayi merekatakut
akan suara-suara yang gaduh atau rebut. Ketika menginjak masa anak-anak, perasaan takut
mereka muncul apabila di sekelilingnya gelap. Mereka pu mulai berfantasi dengan adanya
hantu, monster dan mahluk-mahluk yang menyeramkan lainnya.
3. perasaan gembira; perasaan gembira ini tentu saja muncul ketika anak merasa senang
akan sesuatu. Contohnya ketika anakdiberi hadiaholeh orang tuanya, ketika anak juara dalam
mengikuti suatu lomba, atau ketika anak dapat melakukan apa yang diperintahkan orang
tuanya. Banyak hal yang dapat membuat anak merasa gembira.
4. rasa humor; Tertawa merupakan hal yang sangat universal. Anak lebih banyak tertawa
di bandingkan orang dewasa. Anak akan tertawa ketika melihat sesuatu yang lucu.
Keempat perasaan itu merupakan emosi negatif dan positif. Perasaan marah dan
ketakutan merupakan sikap emosi yang negative sedangkan perasaan gembira dan rasa lucu
atau humor merupakan sikap emosi yang positif.
6. Perkembangan Emosi Remaja
Masa remaja secara tradisional dianggap sebagai periode badai dan tekanan, dimana
pada masa itu emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kalenjar. Biehler
(1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun
dan usia 15-18 tahun.
Ciri-ciri emosional usia 12-15 tahun :
1.
2.
3.
4.
5.

Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka


Berlaku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri
Kemarahan biasa terjadi
Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri
Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif

Ciri-ciri emosional remaja usia 15-18 tahun :

1.

Pemberontakan remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa
kanak-kanak menuju dewasa
2.
Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka
3.
Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja :
Sejumlah penelitian tentang emosi remaja menunjukan bahwa perkembangan emosi
mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Kematangan dan belajar
terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi perkembangan emosi. Perkembangan
intelektual menghasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelumnya tidak
dimengerti dimana itu menimbulkan emosi terarah pada satu objek. Kemampuan mengingat
juga mempengaruhi reaksi emosional. Dan itu menyebabkan anak-anak menjadi reaktif
terhadap rangsangan yang tadinya tidak mempengaruhi mereka pada usia yang lebih muda.
Kegiatan belajar juga turut menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang
menunjang perkembangan emosi, antara lain yaitu :
a.

Belajar dengan coba-coba


Anak belajar secara coba-coba untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang
memberikan pemuasan terbesar kepadanya dan menolak perilaku yang memberikan

pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberikan kepuasan.


b. Belajar dengan cara meniru
Dengan cara mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain. Anak-anak bereaksi
dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamatinya.
c. Belajar dengan mempersamakan diri
Anak menyamakan dirinya dengan orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional
yang kuat dengannya. Yaitu menirukan reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh
rangsangan yang sama.
d. Belajar melalui pengkondisian
Dengan metode ini objek situasi yang pada mulanya gagal memancing reaksi emosional,
kemudian dapat berhasil dengan cara asosiasi. penggunaan metode pengkondisian semakin
e.

terbatas pada perkembangan rasa suka dan tidak suka, setelah melewati masa kanak-kanak.
Pelatihan atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasa
membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional
yang tidak menyenangkan.
7. Peranan Emosi dalam Proses Berpikir

1)
2)
3)
4)
5)

mengarahkan aksi dan tingkah laku


memungkinkan mengontrol tingkah laku
memberi arti terhadap pengalaman
menyimpan, mengorganisasi dan mengingat kembali pengalaman
menggagas pengalaman baru

6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)

memecahkan masalah
berpikir kreatif, selektif, logis, tidak idiosinkretik (aneh)
memahami kalimat lisan maupun tulisan ('rasa' bahasa)
memahami konsep kuantitas, waktu, ruang, sebab-akibat yang bersifat 'relatif
membentuk konsep diri, pengertian atas diri (dengan membandingkan
perasaan dengan situasi yang dialaminya)
memisahkan realitas dan fantasi
mengendalikan tingkatan perkembangan emosi, sosial dan intelektual
8.Peran Keluarga dan Sekolah Terhadap Perkembangan Emosi
John Mayer, psikolog dari University of New Hampshire, mendefinisikan kecerdasan
emosi yaitu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi
diri sendiri. Lebih lanjut pakar psikologi Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa
kecerdasan emosional kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan
daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Dapat
disimpulkan Kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali,
mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri
sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Guru
dan keluarga dapat mengembangkan keterampilan kecerdasan emosional seorang anak
dengan memberikan beberapa cara yaitu:

1.

Mengenali emosi diri anak, mengenali perasaan anak sewaktu perasaan yang dirasakan
terjadi merupakan dasar kecerdassan emosional. kemampuan untuk memantau peraaan dari

2.

waktu kewaktu merupakan hal penting bagi pemahahaman anak.


Mengelola emosi, menangani perasan anak agar dapat terungkap dengan tepat kemampuan
untuk menghibur anak , melepasakan kecemasan kemurungan atau ketersinggungan, atau

3.

akibat akibat yang muncul karena kegagalan.


Memotivasi anak, penataan emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat
penting dalam keterkaitan memberi perhatian dan kasih sayang untuk memotivasi anak dalam

4.
6.

melakukan kreasi secara bebas.


Memahami emosi anak.
Membina hubungan dengan anak, Setelah kita melakukan identifikasi kemudian kita mampu
mengenali, hal lain yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kecerdasan emosional

7.

yaitu dengan memelihara hubungan.


Berkomunikasi dengan jiwa , Tidak hanya menjadi pembicara terkadang kita harus
memberikan waktu lawan bicara untuk berbicara juga dengan demikian posisikan diri kita
menjadi pendengar dan penanya yang baik dengan hal ini kita diharapkan mampu

membedakan antara apa yang dilakukan atau yang dikatakan anak dengan reaksi atau
penilaian.
B. Attachment
Dalam pembahasan perkembangan emosi, kali ini penulis juga menyajikan teori
attachment karena sangat terkait dengan perkembangan emosi itu sendiri. Telah kita ketahui
bahwa attachment atau kelekatan dan sentuhan drai pengasuh / pendidik anak sangat
memberikan dampak baik positif maupun negative dari attachment yang diberikan. Berikeut
pembahasannya.
1.

Pengertian Attachment
Attachment adalah ikatan emosional kepada orang lain. Psikolog John Bowlby adalah
penemu theory attachment pertama, yang menggambarkan teori tersebut sebagai
"keterhubungan psikologis abadi antara manusia" (Bowlby, 1969, hal 194). Bowlby percaya
bahwa hubungan awal dibentuk oleh anak-anak dengan pengasuh mereka memiliki dampak
yang luar biasa yang berlanjut sepanjang hidup. Menurut Bowlby, teori juga berfungsi untuk
menjaga bayi dekat sang ibu, sehingga meningkatkan kemungkinan anak untuk bertahan
hidup.
Tema sentral dari teori ini adalah bahwa ibu yang bersedia dan responsif terhadap
kebutuhan bayi mereka akan membangun rasa aman. Bayi tahu bahwa pengasuh dapat
diandalkan, yang membuat dasar yang aman bagi anak untuk kemudian menjelajahi dunia.

2.

Karakteristik Teori Attachment :


Teori Attachment memiliki 4 karakteristik sebagai berikut :
1. Safe Haven: Ketika anak merasa terancam atau takut, ia dapat kembali ke pengasuh untuk
kenyamanan dan menenangkan.
2. Secure Base: pengasuh ini menyediakan dasar yang aman dan dapat diandalkan bagi anak
3.

untuk menjelajahi dunia.


Kedekatan Pemeliharaan: Si anak berusaha untuk tinggal di dekat pengasuh, sehingga

menjaga anak yang aman.


4. Pemisahan Distress: Ketika dipisahkan dari pengasuh, anak akan menjadi marah dan
tertekan.
3. Karakteristik Attachment menurut Ainsworth :
Dalam penelitiannya tahun 1970-an, psikolog Mary Ainsworth memperluas teori
attachment atas dasar karya asli Bowlby's. Terobosan nya "Situasi berbahaya" menunjukkan
efek mendalam dari teori attachment pada perilaku. Dalam studi tersebut, peneliti mengamati
anak-anak antara usia 12 dan 18 bulan ketika mereka merespon situasi di mana mereka

ditinggalkan sendirian sebentar dan kemudian bersatu kembali dengan ibu mereka
(Ainsworth, 1978).
Berdasarkan tanggapan para peneliti yang mengamati, Ainsworth menggambarkan
tiga gaya utama attachment: secure attachment, ambivalent-insecure attachment, dan
avoidant-insecure attachment. Sejumlah penelitian sejak saat itu telah mendukung teori
attachment Ainsworth dan telah menunjukkan bahwa teori attachment juga berdampak pada
perilaku di kemudian hari. Karaekteristik Teori Attachment Ainsworth :
1. Karakteristik secure attachment : penderitaan yang dirasakan anak-anak menunjukkan kalau
terpisah dari pengasuh dan merasa bahagia ketika kembali bersama pengasuh mereka. Ingat,
anak-anak

merasa

aman

dan

mampu

tergantung

pada

pengasuhan

orang

dewasa/pengasuhnya. Ketika seorang pengasuhnya pergi meninggalkannya, anak mungkin


marah tetapi dia merasa yakin bahwa orang tua atau pengasuh akan kembali. Ketika takut,
anak-anak akan mencari kenyamanan dari pengasuh. Anak-anak tahu orang tua atau pengasuh
akan memberikan kenyamanan dan jaminan, sehingga mereka merasa nyaman pada saat
mereka membutuhkannya.
2. Karakteristik ambivalent-insecure attachment
Ambivalently anak terpasang biasanya menjadi sangat sedih ketika orangtua pergi. Teori
attachment dianggap relatif jarang terjadi, diperkirakan berpengaruh 7-15% anak-anak di AS.
Penelitian menunjukkan bahwa attachment ambivalen adalah hasil dari ketersediaan para ibu
miskin. Anak-anak ini tidak dapat bergantung pada ibu mereka (atau pengasuh) berada di
sana ketika anak sedang membutuhkan.
3. Karakteristik Avoidant Attachment
Anak-anak dengan lampiran avoidant cenderung menghindari orang tua atau pengasuh.
Ketika menawarkan pilihan, anak-anak akan menunjukkan tidak ada preferensi antara
pengasuh dan orang asing. Penelitian telah menunjukkan bahwa teori attachment ini mungkin
akibat dari pengasuh yang kasar atau lalai. Anak-anak yang dihukum karena mengandalkan
pengasuh akan belajar untuk menghindari mencari bantuan di masa depan.
Permasalahan anak dengan attachment
Apa yang terjadi pada anak-anak yang tidak mendapatkan perasaan secure
attachment? Penelitian menunjukkan bahwa kegagalan untuk mendapatkan perasaan secure
pada awal kehidupan dapat berdampak negatif pada perilaku di masa kecil kemudian dan
sepanjang hidup. Anak-anak didiagnosis dengan gangguan menentang-pemberontak (ODD),
gangguan perilaku (CD), atau post-traumatic stress disorder (PTSD) terdapat masalah pada

attachmennya, mungkin karena suatu pelecehan, atau trauma. Dokter menyarankan bahwa
anak-anak yang diadopsi setelah usia enam bulan memiliki risiko lebih tinggi masalah dengan
attachment.
Sementara teori attachment ditampilkan di masa dewasa tidak harus sama dengan
yang terlihat pada bayi, penelitian menunjukkan bahwa attachment dini dapat memiliki
dampak serius pada hubungan nanti. Misalnya, mereka yang memiliki attachment yang di
masa kecil cenderung memiliki harga diri yang baik, hubungan romantis yang kuat, dan
kemampuan untuk mengungkapkan diri kepada orang lain.

BAB 3 KESIMPULAN
Dari pembahasan berupa landasan teori di atas, penulis dapat manrik berbagai
kesimpulan sebagai berikut :
4.

Emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang berupa sikap/tingkah laku

terhadap penyesuaian dari atas situasi tertentu seperti marah, senang, gembira atau sedih.
5. Emosi pada anak-anak dan orang dewasa memiliki cirri khas yang berbeda. Hal itu dapat
dikatakan karena perkembangan emosi pada masa anak-anak belum dipengaruhi oleh banyak
penyesuaiam terhadap factor lingkungan luar namun masih banyak dipengaruhi oleh gen /
factor keturunan juga factor lainnya semasa ia masih dalam kandungan.
6. Di usia batita anak berkembang ke arah kemandirian. Ia ingin menunjukkan bahwa dirinya
mampu. Dukungan dan kesabaran dari orangtua penting untuk membantu anak mencapai
tugas perkembangan tersebut. Berikut tugas perkembangan usia Batita yang perlu
diperhatikan bagi para pengasuh/pendidik : a) Demonstrasi kasih sayang, b) Perhatian secara
personal, c) Mood gampang berubah, d) Cari perhatian, e) Suka menyengaja, f) Melempar
sesuatu saat marah, g) Keras kepala, h) Narsisme.
7. ada empat kunci utama emosi pada anak yaitu :1) perasaan marah, 2) perasaan takut, 3)
perasaan gembira, 4) rasa humor.

8. Masa remaja secara tradisional dianggap sebagai periode badai dan tekanan, dimana pada
masa itu emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kalenjar
9. Peran Keluarga dan Sekolah Terhadap Perkembangan Emosi anak :
1. Mengenali emosi diri anak,
2. Mengelola emosi,
3. Memotivasi anak
4. Memahami emosi anak.
5. Membina hubungan dengan anak,.
6. Berkomunikasi dengan jiwa .
7. Attachment adalah ikatan emosional kepada orang lain. Ada 3 teori Answorth mengenai
Attachment pada anak yang dapat membantu perkembangan emosionalnya :
1. Secure attachment, ketika anak merasakan kelekatan dan terdapat sentuhan yang nyaman
bagi anak. Hal tersebut akan memberikan pengaruh yang positif dalam perkembangan
emosinya.
2. Ambivalent-insecure attachment, ketika orangtua memberikan suatu kelekatan atau sentuhan
yang tanpa disertai rutinitas atau disesuaikan kebetuhan anak. Hal ini akan menjadikan anak
cenderung bingung dan tidak terlalu membutuhkan perhatian saat ia sebenarnya
3.

membutuhkan.
Avoidant Attachment, ketika anak-anak menghindari pengasuhnya, akibat tidak pernah
mendapatkan kelekatan atau sentuhan yang nyaman dan dibutuhkan anak.

DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth B.Hurlock, 1978, Child Development,Sixth Edition,McGraw-Hill, Alih
Bahasa Meitasari Tjandrasa,1999.
William M.Cruickshank. 1980, Psychology of Exceptional Children and Youth Fourth
Edition, Prentice-Hall,Inc.,Englewood Cliffs.
Materi PPD

Anda mungkin juga menyukai