Makalah Pembuatan Biodiesel Dari Biji Ja
Makalah Pembuatan Biodiesel Dari Biji Ja
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Katalis merupakan bahan yang digunakan untuk mempercepat suatu reaksi
kimia dengan cara menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi berlangsung cepat.
Hal ini sangat bermanfaat untuk melaksanakan proses kimia tertentu. Oleh karena
itu katalis banyak digunakan dalam industri, karena selain dapat mempercepat
suatu reaksi, katalis juga dapat menghasilkan produk yang lebih banyak. Biasanya
katalis banyak digunakan pada industri kimia, industri makanan dan minuman,
PLTN
(Pembangkit
Listrik
Tenaga
Nuklir),
pengandalian
pencemaran,
Rumusan Masalah
1. Apa iti biodiesel?
2. Apa saja alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membuat biodiesel?
3. Bagaimana cara pembuatan biodiesel dari minyak biji jarak dan minyak
jelantah?
4. Bagaimana peran katalis dalam proses pembuatan biodiesel
Tujuan / Manfaat
1. Untuk menjelaskan cara pembuatan biodiesel dari minyak biji jarak dan
minyak jelantah
2. Mengetahui peranan katalis dalam pembuatan biodiesel.
BAB II
PEMBAHASAN (ISI)
PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI JARAK DAN
MINYAK JELANTAH
Pembuatan biodiesel dari minyak tanaman memiliki kasus yang berbeda-beda
sesuai dengan kandungan FFA. Pada kasus minyak tanaman dengan kandungan asam
lemak bebas tinggi dilakukan dua jenis proses, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi,
sedangkan untuk minyak tanaman yang kandungan asam lemak rendah dilakukan proses
transesterifikasi. Proses esterifikasi dan transesterifikasi bertujuan untuk mengubah asam
lemak bebas dan trigliserida dalam minyak menjadi metil ester (biodiesel) dan gliserol.
Biodiesel
Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang
terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida
dan atau reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang
digunakan sebagai bahan baku. Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan
trigliserida dalam minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti
methanol atau etanol (pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan
metanol) menghasilkan metal ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau
biodiesel dan gliserol (gliserin) sebagai produk samping. Katalis yang digunakan pada
proses transeterifikasi adalah basa/alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH)
atau kalium hidroksida (KOH). Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak
bebas (FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metal
ester asam lemak (FAME) dan air. Katalis yang digunakan untuk reaksi esterifikasi
adalah asam, biasanya asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H2PO4). Berdasarkan
kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses pembuatan biodiesel secara komersial
dibedakan menjadi 2 yaitu :
metil
ester
(netralisasi,
pemisahan
methanol,
pencucian
dan
Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester.
Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok
adalah zat berkarakter asam kuat, dan karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau
resin penukar kation asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam
praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung
ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120 C),
reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih
besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan
dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-
kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke
ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi
dari asam lemak menjadi metil ester adalah :
RCOOH + CH3OH
RCOOH3 + H2O
Metil Ester
Air
Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam
lemak bebas tinggi (berangka-asam P 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas
akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap
transesterfikasi.
Namun
sebelum
produk
esterifikasi
diumpankan
ke
tahap
transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus
disingkirkan terlebih dahulu.
tercapai
maka
dengan
bertambahnya
waktu
reaksi
tidak
akan
k = A e(-Ea/RT)
dimana :
T = Suhu absolut ( C)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol K)
E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
5
Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang
menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum
digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi
disebut metanolisis). Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan
ester metil asam-asam lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Reaksi transesterifikasi
trigliserida menjadi metal ester adalah :
Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam
lemak.
Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)
digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga
jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan
udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap
air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol
gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan
konversi 98% (Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa
semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh
juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang
dihasilkan adalah 98-99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai
perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang
maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH),
natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati
bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi
akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b
minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak
nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium
hidroksida.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined.
Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin
diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan
getahnya dan disaring.
f. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65 C (titik didih
methanol sekitar 65 C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan
semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.
saringan. Setelah itu minyak goreng dipanaskan dengan suhu tinggi untuk
menghilangkan air jika terkandung dalam minyak.
2. Selanjutnya minyak dipanaskan hingga mencapai suhu 55C
3. Sementara minyak sedang dipanaskan. Kita dapat membuat larutan methoksida
yang berfungsi sebagai katalis dengan cara mencapurkan 1,8 gr NaOH ke dalam
100 mL methanol. Selanjutnya, campuran diaduk dengan batang pengaduk hingga
NaOH larut dalam methanol.
4. Setelah minyak mencapai suhu 55C, proses mixing dilakukan. Larutan
methoksida dimasukan ke dalam minyak goreng, lalu dicampur menggunakan
mixer dengan kecepatan rendah selama 30-60 menit. Campuran dipertahankan
pada suhu 50-55C.
5. Setelah proses mixing selesai, pindahkan campuran ke tempat kering. Lalu
diamkan selama 12-24 jam, sampai terbentuk endapan gliserin.
6. Setelah didiamkan selama 12-24 jam, maka akan terbentuk dua lapisan lapisan
atas berupa BIODIESEL dan lapisan bawah terdapat endapan titik-titik putih
gliserin. Pisahkan BIODIESEL dari gliserin yang berada di bawah. Setelah itu,
panaskan BIODIESEL selama 5menit dengan suhu >70C untuk menguapkan
methanol yang terdapat dalam BIODIESEL.
7. Setelah itu proses washing dilakukan. Siapakan air 750mL tambahkan sedikit
asam cuka atau asam phospat. Campurkan BIODIESEL dan air yang sudah
mengandung asam ke dalam botol bekas air mineral, putar secara perlahan agar
BIODIESEL tercampur dengan air. Putar hingga warna larutan berubah menjadi
kuning susu. Setelah warna berubah, letakan botol secara terbalik dan diamakan
selama 30-60 menit.
BIODIESEL dari air washing. BIODIESEL terletak pada bagian atas berwarna
kuning keruh, sedangkan bagian bawah adalah air washing yang berwarna putih
pekat seperti susu. Proses pemisahan dilakukan dengan membuka tutup botol
secara perlahan, sehingga air bekas washing akan keluar dan berpisah dengan
BIODIESEL. Kami sarankan untuk membuat lubang pada bagian atas botol agar
proses pemisahan lebih cepat. Pada proses washing yang pertama, akan diperoleh
air washing yang sangat pekat dan bersifat basa, dikarenakan air washing itu
mengandung sabun dan gliserin. Lakukan proses ini berulang kali hingga air
washing bening dan memiliki pH 7.
9. BIODIESEL telah siap di gunakan.
pengepresan
biasanya
meninggalkan
ampas
yang
masih
10
Transesterifikasi
Produksi metil ester dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak nabati
dengan metanol ataupun esterifikasi langsung asam lemak hasil hidrolisis minyak nabati
dengan metanol. Namun transesterifikasi lebih intensif dikembangkan, karena proses ini
lebih efisien dan ekonomis. Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester
baru yang mengalami penukaran posisi asam lemak. Untuk mendorong reaksi ke arah
kanan, perlu digunakan banyak alkohol atau memindahkan salah satu produk dari
campuran reaksi (Swern, 1982). Tujuan dari transesterifikasi adalah untuk memecah dan
menghilangkan gliserida, serta menurunkan boiling, pour, flash point, dan viskositas
11
minyak (Mittelbach, 1996). Metanol lebih dipilih sebagai sumber alkohol daripada etanol
karena harganya yang lebih murah (Zhang et al., 2003). Persamaan reaksinya
digambarkan oleh Gambar 1. Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan
factor eksternal. Faktor internal adalah kondisi yang berasal dari minyak, misalnya
kandungan air, asam lemak bebas, dan zat terlarut/tak terlarut. Faktor eksternal adalah
kondisi yang bukan berasal dari minyak dan dapat mempengaruhi reaksi, di antaranya
adalah waktu reaksi, kecepatan pengadukan, suhu, jumlah rasio molar metanol terhadap
minyak, serta jenis dan konsentrasi katalis.
CH2OCOR''' CH3OH CH2OH R'''COOCH3
| Katalis |
CHOCOR'' + CH3OH CHOH + R''COOCH3
||
CH2OCOR' CH3OH CH2OH R'COOCH3
Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester
Gambar 1. Reaksi Pembentukan Metil Ester
Transesterifikasi minyak menjadi metil ester dilakukan dengan satu atau dua
tahap proses, bergantung pada mutu awal minyak. Minyak yang mengandung asam lemak
bebas tinggi dapat dikonversi menjadi esternya melalui dua tahap reaksi yang melibatkan
katalis asam untuk mengesterifikasi asam lemak bebas yang dilanjutkan dengan
transesterifikasi berkatalis basa yang mengkonversi sisa trigliserida (Canakci dan Gerpen,
1999). Kandungan asam lemak bebas dan air yang lebih dari 0,5% dan 0,3% dapat
menurunkan rendemen transesterifikasi minyak (Freedman et al., 1984). Senyawa polar
(zat tidak terlarut) merupakan hasil degradasi minyak goring yang terdiri dari
dekomposisi senyawa hasil pemecahan asam lemak dari trigliserida. Jika senyawa polar
ini jumlahnya cukup banyak dapat memicu terjadinya kerusakan lemak yang lebih jauh
dan menghasilkan persenyawaan yang lebih beragam, sehingga dapat mengganggu
kesetimbangan reaksi transesterifikasi dan menurunkan rendemen metil ester. Kecepatan
pengadukan berpengaruh terhadap kecepatan reaksi. Semakin tinggi kecepatan
pengadukan akan meningkatkan pergerakan molekul dan menyebabkan terjadinya
tumbukan. Dengan semakin banyaknya metil ester yang terbentuk menyebabkan
12
dan
trigliserida
melalui
pembentukan
berturut-turut
digliserida
dan
monogliserida menghasilkan metil ester pada tiap tahapnya seperti terlihat pada Gambar
2 (Mao et al., 2004). Laju konversi monogliserida menjadi metil ester lebih cepat
daripada digliserida dan trigliserida (Darnoko dan Cheryan, 2000).
Trigliserida + CH3OH Digliserida + RCOOCH3
Digliserida + CH3OH Monogliserida + RCOOCH3
Monogliserida + CH3OH Gliserol + RCOOCH3
----------------------------------------------------------------------Trigliserida + 3 CH3OH Gliserol + 3 RCOOCH3
Karena menurut Mao et al. (2004) monogliserida lebih mudah larut dalam fase polar
(gliserol) atau fase larutnya katalis. Noureddini dan Zhu (1997) menjelaskan bahwa
semakin besar suhu yang digunakan untuk transesterifikasi, semakin singkat waktu yang
diperlukan untuk reaksi. Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat bila suhu
dinaikkan mendekati titik didih metanol (68C). Perhitungan stoikimetri pada reaksi
transesterifikasi membutuhkan 3 mol alkohol setiap mol trigliserida untuk menghasilkan
3 mol asam ester dan 1 mol gliserol (lihat Gambar 1). Rasio molar yang lebih tinggi
menghasilkan konversi ester yang lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat
(Krisnangkura, 1992). Swern (1982) dan Noureddini dan Zhu (1997) menyatakan bahwa
perbandingan metanol-asam lemak yang optimum adalah perbandingan 5-6:1. Untuk
reaksi yang membutuhkan energi aktivasi tinggi, seperti transesterifikasi, diperlukan
penambahan katalis untuk menurunkan energy aktivasi dan mempercepat reaksi. Menurut
Wikipedia (2008), katalis bereaksi
dengan satu atau lebih reaktan untuk membentuk produk intermediet menuju
pembentukan produk.
Reaksi transesterifikasi dapat berkataliskan basa, asam, atau enzim. Penelitian
saat ini banyak difokuskan pada dua metode awal dikarenakan waktu yang lebih singkat
dan biaya yang lebih murah. Katalis yang bersifat basa lebih umum digunakan pada
reaksi transesterifikasi karena menghasilkan metil ester yang tinggi dan waktu yang cepat
13
(Wang et al., 2006). Swern (1982) menambahkan bahwa konsentrasi katalis yang umum
digunakan adalah 0.5-4%. Namun pemakaian katalis basa hanya berlangsung sempurna
bila minyak dalam kondisi netral dan tanpa keberadaan air. Selain itu, dapat terbentuk
sabun dimana katalis hilang karena penyabunan dan terbentuk gel yang dapat
menghambat proses pemisahan. Katalis enzim menjanjikan kemampuan penggunaan
berulang-ulang hingga 50 kali tanpa kehilangan potensi katalitiknya, serta penggunaan
metanol yang sedikit. Tetapi kerugiannya adalah waktu yang lama, pH
tertentu, pelarut tertentu, dan kandungan air tertentu (Pinto et al., 2005). Transesterifikasi
berkatalis asam lebih toleran terhadap asam lemak bebas tinggi, tetapi membutuhkan
pemanasan tinggi dan waktu yang lama (Canakci dan Gerpen, 1999).
Transesterifikasi juga dapat dilakukan tanpa katalis yang memberikan
keuntungan yaitu kemudahan dalam proses pencucian biodiesel. Kerugiannya adalah
membutuhkan suhu tinggi hingga 350C, tekanan hingga 45 MPa, dan metanol yang
banyak (Fukuda et al., 2001). Menurut perbedaan fase dengan reaktan, katalis dapat
dibagi menjadi katalis heterogen yang berbeda fase dengan reaktannya (contohnya,
katalis
padat pada campuran reaktan cair) dan katalis homogen yang memiliki fase yang sama
dengan reaktannya. Katalis heterogen menyediakan permukaan luas untuk tempat reaksi
kimia terjadi. Agar reaksi terjadi, satu atau lebih reaktan harus tersebar pada permukaan
katalis dan teradsorb ke dalamnya. Setelah reaksi selesai, produk harus mengabsorb dari
permukaan dan menjauh dari permukaan katalis padat. Seringkali, perpindahan reaktan
dan produk dari satu fase ke fase lainnya ini berperan dalam menurunkan energi aktivasi
(Wikipedia, 2008).
Katalis homogen selama ini telah digunakan secara luas pada produksi biodiesel,
karena harganya yang murah. Walaupun begitu, untuk aplikasi industri katalis heterogen
yang berwujud padat menawarkan keuntungan dibandingkan katalis homogen, yaitu
mudahnya pemisahan katalis dari produk dengan cara penyaringan dan tidak perlu proses
netralisasi untuk menghilangkan sisa katalis. Peterson dan Scarrah (1984) pernah menguji
beberapa katalis heterogen pada proses pembuatan biodiesel dan menyimpulkan bahwa
katalis yang mengandung campuran unsur Ca dan Mg, serta katalis yang mengandung K
menghasilkan rendemen metil ester yang tinggi. Katalis bersifat basa yang umum
14
digunakan adalah basa Brnsted sederhana seperti NaOH dan KOH. Pada umumnya
penggunaan katalis tersebut berkisar antara 0,5-1%. Freedman et al. (1984)
membandingkan penggunaan katalis basa NaOH dan NaOCH3 pada saat memproduksi
biodiesel dari minyak kedelai.
Hasil penelitian mereka adalah bahwa jumlah katalis optimal adalah 1% NaOH
atau 0,5% NaOCH3. Noureddini dan Zhu (1997) menghasilkan rendemen metil ester
80% dari minyak kedelai pada rasio molar metanol-asam lemak 6:1, suhu 60C, laju
pengadukan 300 rpm selama dua jam, dan katalis NaOH 2-4%. Encinar et al. (2005)
menghasilkan metil ester dari minyak jelantah dengan kondisi terbaik pada rasio molar
metanol terhadap minyak 6:1, katalis KOH 1% dan suhu 65C. Penelitian lain yang
menggunakan minyak jelantah untuk menghasilkan biodiesel dilakukan oleh Tambaria
(2002) yang menghasilkan kondisi optimum pada rasio molar metanol terhadap minyak
sebesar 7:1, suhu 60C, katalis NaOH 1%, waktu 10 menit, dan pengadukan 300 rpm.
Selain itu, Gunadi (1999) menghasilkan metil ester dari minyak jelantah pada kondisi
optimum berikut ini: rasio molar metanol terhadap minyak sebesar 6:1, suhu 110C,
katalis H3PO4 4%, waktu 1 jam, dan dengan pengadukan. Yoeswono et al. (2006)
meneliti pembuatan biodiesel dengan menggunakan katalis abu tandan kosong sawit pada
minyak goreng curah. Kondisi optimum yang ia dapat adalah rasio molar metanol
terhadap minyak 6:1, suhu 30C, katalis abu TKS 6%, waktu 2 jam, dan dengan
pengadukan. Cara lain untuk menekan biaya produksi biodiesel adalah pemanfaatan
katalis yang murah. Katalis yang sangat mungkin berharga murah adalah katalis abu yang
berasal dari limbah tandan kosong sawit. Haryanto (2002) menyebutkan bahwa katalis
yang bersumber dari limbah seperti janjang sawit dan sekam padi juga dapat digunakan
sebagai katalis. Janjang atau tandan kosong sawit banyak mengandung komponen K yang
baik sebagai katalis.
15
menggunakan energi alternatif, membuat sendiri biodiesel mungkin bisa menjadi sebuah
awal yang baik.
Langkah kita dapat membuat biodiesel dari minyak jelantah, selain mudah didapatkan,
minyak jelantah murah karena kita tidak perlu untuk membelinya. Kita memperoleh
bahan baku biodiesel minyak jelantah dari hasil limbah rumah tangga. Tentu saja langkah
awal adalah mengumpulkan minyak jelantah yang diperoleh dari dapur rumah kita
Bahan-bahan dan peralatan yang diperlukan untuk membuat biodiesel dari
minyak jelantah diperlukan bahan-bahan lain seperti methanol 99 persen dan soda api
(NaOH) dengan peralatan ember plastik, gelas ukur, panci, kompor, sarung tangan karet,
timbangan, pompa udara akuarium, kain katun tipis untuk penyaring, dan selang.
Langkah-langkah yang harus dilakukan :
1. Bahan pelarut (metoxida) dibuat dengan mencampurkan 900 ml methanol dan 21 gram
NaOH hingga larut selama 15 menit
2. Campurkan metoxida ke dalam ember berisi 3 liter minyak jelantah dan aduk memakai
sendok plastik selama 30 menit atau campuran sudah rata
3. Biarkan 4-12 jam sampai terjadi pengendapan
4. Pengendapan ditandai dengan dua lapisan berbeda warna dengan lapisan gelap berada di
bawah yang disebut crude gliserin, sedangkan lapisan atas berwarna bening, crude BD
5. Pisahkan crude biodisel dari crude gliserin lalu masukkan ke ember untuk dicuci dengan
cara mencampurkan air bersih sebanyak dua liter.
6. Pompakan udara melalui pompa udara akuarium dan biarkan beberapa saat sehingga
muncul warna putih susu
7. Pisahkan crude biodiesel yang berwarna kuning dengan air warna putih melalui selang
8. Biodiesel yang telah bening dimasukkan ke panci lalu panaskan hingga 100 derajat
beberapa menit agar air dan sisa methanol menguap.
9. Biodiesel yang telah dipanaskan dan didinginkan dapat langsung dipergunakan untuk
mobil maupun mesin diesel industri.
Krisis minyak bumi di dunia memang tidak mungkin diatasi, karena bahan baker
fosil itu sudah tidak dapat diproduksi lagi. Tapi kita masih bisa mencari ALTERNATIVE
dengan menggunakan biodisel yang masih memungkinkan untuk di kembangkan atau
ditanam.
16
BIODISEL bisa menggunakan Minyak Jarak, Minyak Kelapa Sawit, Minyak Biji
Matahari, dan lainnya. Bahkan kita juga bisa menggunakan minyak jelantah (minyak
goreng bekas pakai) yang harganya sangat murah. Minyak jelantah bisa didapat dari
limbah industri makanan. Meskipun awalnya terlihat tidak menarik karena kotor dan bau
tidak enak, tetapi setelah diberikan BLEACHING EARTH minyak jelantah itu akan
menjadi lebih jernih karena terpisah dari kotorannya.
Cara pembuatan biodisel dari minyak jelantah sebagai berikut:
1. Campurkan minyak jelantah dengan asam metoksida (yang merupakan reaksi
antara NaOH dengan methanol)
2. Panaskan reaksi diatas dalam suhu 60oC ( jangan melebihi 70oC karena terjadi
reaksi penyabunan) selama kurang lebih 1 jam
3. Akan terbentuk 2 lapisan
4. Bagian bawah terbentuk gliserol (bisa digunakan untuk bahan dasar sabun)
5. Bagian atas yang merupakan biodisel dicuci dengan air.
6. Pisahkan dari airnya
17
18
19
dengan harga minyak saat ini. Sehingga , pengolahan jarak menjadi biodiesel yang relatif
mudah dapat dilakukan dalam usaha skala kecil yang tidak membutuhkan modal yang
besar. Sehingga hal ini pun akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.
Potensi lain adalah ekspor biodiesel ke berbagai negara maju yang saat ini sedang
gencar-gencarnya menekan emisi gas rumah kaca. Negara-negara maju seperti Jerman,
Amerika Serikat, dan Brasil saat ini juga sedang mengembangkan penggunaan biodiesel.
Jika Indonesia mampu mengembangkan biodiesel dari minyak jarak dengan kualitas yang
bagus, pasar internasional terbuka untuk Indonesia.
20
suhu lebih rendah, bahan bakar menjadi gel yang tidak dapat dipompa.
"tuangkan titik" adalah suhu di bawah ini yang bahan bakar tidak akan
mengalir. Sebagai awan dan tuangkan poin untuk biodiesel lebih tinggi
daripada minyak bumi diesel, kinerja biodiesel dalam kondisi dingin adalah
nyata lebih buruk dari minyak diesel. Pada suhu rendah, bahan bakar diesel
membentuk kristal lilin, yang dapat menyumbat saluran bahan bakar dan filter
dalam sistem bahan bakar kendaraan. Kendaraan berjalan pada campuran
biodiesel karena itu mungkin menunjukkan masalah drivability lebih kurang
suhu musim dingin yang parah daripada kendaraan berjalan pada minyak solar.
6. Another disadvantage of biodiesel is that it tends to reduce fuel economy .
Kelemahan lain dari biodiesel adalah bahwa ia cenderung untuk mengurangi
ekonomi bahan bakar. Energy efficiency is the percentage of the fuel's
thermal energy that is delivered as engine output, and biodiesel has shown no
significant effect on the energy efficiency of any test engine. Efisiensi energi
adalah persentase energi termal bahan bakar yang disampaikan sebagai output
mesin, dan biodiesel telah menunjukkan tidak berpengaruh signifikan pada
efisiensi energi dari setiap mesin uji. The energy content per gallon of biodiesel
is approximately 11 percent lower than that of petroleum diesel. Kandungan
energi per galon biodiesel sekitar 11 persen lebih rendah dibandingkan solar
minyak bumi. Vehicles running on biodiesel are therefore expected to achieve
about 10% fewer miles per gallon of fuel than petrodiesel. Kendaraan berjalan
pada biodiesel karena itu diharapkan untuk mencapai mil lebih sedikit sekitar
10% per galon bahan bakar dari petrodiesel.
7. Telah ada beberapa kekhawatiran mengenai dampak biodiesel pada daya
tahan mesin
8. Properti pelarut biodiesel juga dapat menyebabkan bahan bakar lainnya-sistem
masalah. Biodiesel mungkin tidak kompatibel dengan segel yang digunakan
dalam sistem bahan bakar kendaraan yang lebih tua dan mesin, memerlukan
penggantian bagian-bagian jika campuran biodiesel digunakan.
22
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Biodiesel merupakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, karena
sisa pembakaran mesin yang menggunakan biodiesel menghasilkan emisi gas
buang, asap dan partikel yang lebih rendah daripada solar. Selain itu dengan
memproduksi dan menggunakan biodiesel dalam skala besar berarti membuka
kemungkinan penanaman kembali lahan-lahan kritis sehuingga menambah jumlah
sumber pengahasil oksigen dan mengurangi karbondioksida.
Dalam proses pembuatan biodiesel, katalis sangatlah berperan, karena dalam
prosesnya, katalis dapat mempercepat reaksi, sehingga menghemat waktu dalam
proses pemnuatan bodiesel. Katalis yang digunakan pada proses adalah
basa/alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium
hidroksida (KOH). Katalisator juga salah satu alat terpenting dalam pembuatan
biodiesel, karena berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi
sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar.
Dengan demikian didapatlah biodiesel dengan kualitas yang baik.
3.2.
Saran
Alangkah baiknya jika sebelum ditugaskan membuat makalah, siswa
diberi arahan dan referensi mengenai materi terkait dengan jelas, agar makalah
yang didapat sesuai dengan standar kurikulum yang ada di SMKN 1 GUNUNG
PUTRI.
23
24