Anda di halaman 1dari 6

UNIT GAWAT DARURAT (UGD)

Dasar perhitungan jumlah tenaga di Unit Gawat Darurat adalah sebagai berikut :
a) rata-rata jumlah pasien perhari
b) Jumlah jam perawatan perhari
c) Jam efektif perhari
Formula Unit Gawat Darurat (UGD) :

Keterangan :
TP = Tenaga perawat
365 = Jumlah hari kerja
255 = Hari kerja efektif perawat/tahun
D = Jam keperawatan
A1 = Waktu perawatan untuk pasien gawat darurat (87 menit)
A2 = Waktu perawatan untuk pasien kasus mendesak (71 menit)
A3 = Waktu perawatan untuk pasien kasus tidak mendesak (34 menit)
Adm time = Waktu administrasi yang dibutuhkan untuk penggantian sif selama 45 menit

Rumah Sakit khususnya di Unit Gawat Darurat (UGD) memiliki peran sebagai
gerbang utama jalan masuknya penderita gawat darurat. Kemampuan suatu
fasilitas kesehatan secara keseluruhan dalam kualitas dan kesiapan dalam perannya
sebagai pusat rujukan penderita dari pra rumah sakit tercermin dari kemampuan
unit gawat darurat. Bekerja di UGD membutuhkan kecekatan, keterampilan, dan
kesiagaan setiap saat, (Hardianti, 2008).
Perawat merupakan tenaga penting dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit,
mengingat pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam terus menerus.
Pelayanan keperawatan yang bermutu, efektif dan efisien dapat tercapai bila
didukung dengan jumlah perawat yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Oleh
karena itu, perencanaan tenaga perawat terutama dalam menentukan jumlah
kebutuhan tenaga perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya agar dapat diperoleh
ketenagaan yang efektif dan efisien, (Sukardi, 2005).

Menurut Gani, Beban kerja berkaitan erat dengan produktifitas tenaga kesehatan,
dimana 53,2% waktu yang benar-benar produktif yang digunakan pelayanan
kesehatan langsung dan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang, (Ilyas,
2004).
Menurut Yaslis Ilyas (2000), Tenaga kesehatan khususnya perawat, dimana analisa
beban kerjanya dapat dilihat dari aspek-aspek seperti tugas-tugas yang dijalankan
berdasarkan fungsi utamanya, begitupun tugas tambahan yang dikerjakan, jumlah
pasien yang harus dirawat, kapasitas kerjanya sesuai dengan pendidikan yang ia
peroleh, waktu kerja yang digunakan untuk mengerjakan tugasnya sesuai dengan
jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat
membantu perawat menyelesaikan kerjanya dengan baik, (Irwandy, 2007).
Menurut Munandar (2001), menyatakan bahwa fluktuasi beban kerja terjadi pada
jangka waktu tertentu, sehingga terkadang bebannya sangat ringan dan saat-saat
lain bebannya bisa berlebihan. Situasi tersebut dapat kita jumpai pada tenaga kerja
yang bekerja pada rumah sakit khususnya perawat. Keadaan yang tidak tepat
tersebut dapat menimbulkan kecemasan, ketidakpuasan kerja dan kecenderungan
meninggalkan kerja. Menurut Kusmiati (2003), bahwa yang mempengaruhi beban
kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah rata-rata jam
perawatan yang di butuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien
dan dokumentasi asuhan keperawatan serta banyaknya tugas tambahan yang
harus dikerjakan oleh seorang perawat sehingga dapat menganggu penampilan
kerja dari perawat tersebut. Akibat negatif dari permasalahan ini, kemungkinan
timbul emosi perawat yang tidak sesuai yang diharapkan. Beban kerja yang
berlebihan ini sangat berpengaruh terhadap produktifitas tenaga kesehatan dan
tentu saja berpengaruh terhadap produktifitas rumah sakit itu sendiri, (Haryani,
2008).
Disamping tugas tambahan beban kerja seorang perawat juga sangat dipengaruhi
oleh waktu kerjanya. Apabila waktu kerja yang harus ditanggung oleh perawat
melebihi dari kapasitasnya maka akan berdampak buruk bagi produktifitas perawat
tersebut. Lonjakan pasien akibat DBD membuat manajemen RS Budhi Asih Jakarta
melakukan sistem double shift kepada para perawatnya, sehingga banyak dari
mereka yang bekerja melebihi dari beban kerja yang seharusnya ditanggung oleh
perawat tersebut, (Kompas Cyber Media.Com, dalam Irwandy (2007), diakses 9 juni
2010).
Standar beban kerja tenaga kesehatan berdasarkan standar nasional yaitu jumlah
jam kerja perawat dalam 1 minggu = 40 jam, kalau hari kerja efektif 5 hari per
minggu, maka 40/5 = 8 jam per hari, kalau hari kerja efektif 6 hari per minggu,
maka 40/6 = 6,6 jam per hari, (Depkes RI (2006) dalam Sadariah (2008)).
Adapun standar beban kerja yang digunakan di provinsi Sulawesi Selatan adalah
setiap tenaga kesehatan mempunyai beban kerja efektif kira-kira 80% dari waktu

kerja dalam sebulan. Waktu kerja normal per hari adalah 8 jam, waktu efektif untuk
setiap tenaga kesehatan adalah 5 jam per hari. Jadi total waktu kerja normal per
bulan adalah 5 jam x 24 hari = 120 jam per bulan. Dari perhitungan tersebut dapat
di simpulkan bahwa beban kerja standar setiap tenaga adalah 80% sampai 100%
dari waktu kerja normal atau 120 jam sampai 150 jam per bulan, (kanwil Depkes
Sul-Sel (1999) dalam Sadariah (2008)).
Fenomena yang terjadi di UGD RSU Lasinrang Pinrang, sejak dijalankannya program
pelayanan kesehatan gratis yang di mulai pada bulan juli tahun 2008 sehingga
jumlah kunjungan meningkat tanpa adanya penambahan tenaga dan dengan
adanya tugas delegasi atau limpahan wewenang yang dilaksanakan perawat yang
terlalu banyak sehingga beban kerja perawat akan bertambah yang berdampak
pada menurunnya kinerja perawat tersebut. Hal ini menyebabkan pasien mengeluh
karena pasien merasa tidak langsung diberikan tindakan atau merasa tidak
dihiraukan oleh perawat.
Berdasarkan hal tersebut juga, selain perawat melaksanakan tugas pokoknya juga
melakukan tugas lain seperti tugas administrasi (mengimput dan mengolah data
pasien, membuat laporan visum, dan lain-lain). Untuk menjalankan tugas dan fungsi
yang bukan tugas dan fungsi perawat di atas akan menyita waktu perawat dalam
menjalankan tugasnya. Ini akan berpengaruh atau menambah waktu kerja perawat
dalam bertugas. Oleh karena selain waktu untuk melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya ditambah dengan waktu untuk melakukan tugas dan fungsi lain.
Sebagai ujung tombak dalam pelayanan keperawatan rumah sakit, IGD harus
melayani semua kasus yang masuk ke rumah sakit. Dengan kompleksitas kerja
yang sedemikian rupa, maka perawat yang bertugas di ruangan ini dituntut untuk
memiliki kemampuan lebih di banding dengan perawat yang melayani pasien di
ruang yang lain. Setiap perawat yang bertugas di ruang IGD wajib membekali diri
dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, bahkan dianggap perlu mengikuti
pelatihan-pelatihan yang menunjang kemampuan perawat dalam menangani pasien
secara cepat dan tepat sesuai dengan kasus yang masuk ke IGD. Perawat juga
dituntut untuk mampu bekerjasama dengan tim kesehatan lain serta dapat
berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien yang berkaitan dengan kondisi
kegawatan kasus di ruang tersebut.
Perhitungan kebutuhan tenaga kesehatan berdasarkan indikator Indonesia sehat
2010 dan pedoman penetapan indikator provinsi sehat dan kabupaten/kota sehat
serta perkiraan kebutuhan penambahan tenaga kesehatan untuk mencapai
Indonesia sehat 2010 berdasarkan indikator sumber daya kesehatan tahun 2010
dalam kepmenkes no. 1202/MENKES/SK/VIII/2003. Adapun kebutuhan jumlah tenaga
perawat dan dokter tahun 2010 berdasarkan indikator indonesia sehat 2010 dengan
rasio perawat 117 per 100.000 penduduk dan kebutuhan jumlah perawat tahun
2010 sebanyak 276.049 orang sehingga perkiraan kebutuhan penambahan perawat
tahun 2010 sebanyak 6.495 orang. Sedangkan rasio dokter umum 40 per 100.000

penduduk dan kebutuhan jumlah dokter umum tahun 2010 sebanyak 94.376 orang
sehingga perkiraan kebutuhan penambahan dokter umum tahun 2010 sebanyak
8.749 orang.
Unit Gawat Darurat RSU Lasinrang dalam menjalankan fungsinya didukung dengan
ketenagaan sebagai berikut: tenaga medis 9 (sembilan) orang dan tenaga perawat
20 (dua puluh) orang dengan jumlah kunjungan UGD dari tahun ke tahun terus
meningkat, (Data UGD RSU Lasinrang, 2010).
Berdasarkan data kunjungan tahun 2007 sebanyak 5.982 orang dengan rata-rata
jumlah pasien tiap hari sebanyak 16 orang, tahun 2008 sebanyak 10.177 orang
dengan rata-rata jumlah pasien tiap hari sebanyak 28 orang, tahun 2009 sebanyak
11.139 orang dengan rata-rata jumlah pasien tiap hari sebanyak 31 orang
sedangkan pada tahun 2010 mulai dari bulan januari-oktober sebanyak 9.477
orang dengan rata jumlah pasien perhari sebanyak 32 orang, (Laporan pasien UGD,
Rekam Medik RSU Lasinrang, 2010). Dengan peningkatan jumlah pasien tersebut
membuat petugas UGD sempat kewalahan untuk memberikan pelayanan. Karena di
UGD terdapat 20 orang dan setiap shift (regu) hanya terdapat 4 orang perawat
dan 1 orang dokter umum, (Data registrasi pasien UGD RSU Lasinrang Pinrang,
2010).
= ( 31 x 4 ) + loss day ( 78 x 18 )
7

286

= 18 orang + 5 orang
= 23 orang
Berdasarkan pedoman cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat di rumah sakit
menurut direktorat pelayanan keperawatan Dirjen Yan-Med Depkes RI (2001),
dengan memperhatikan unit kerja yang ada pada masing-masing rumah sakit
khususnya di unit gawat darurat. Dengan dasar perhitungan jumlah tenaga di
Instalasi gawat darurat adalah rata-rata jumlah pasien per hari tahun 2010
sebanyak 32 orang, jumlah jam perawatan per hari sebanyak 4 jam, dan jam efektif
yang digunakan per hari sebanyak 7 jam. Jadi kebutuhan tenaga perawat di UGD di
RSU Lasinrang Pinrang adalah:
= ( 32 x 4 ) + los day ( 78 x 18 )
7
= 18 orang + 5 orang
= 23 orang

286

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa tenaga perawat di UGD RSU Lasinrang
Pinrang masih diperlukan tambahan tenaga perawat.
Waktu kerja di UGD dibagi dalam 3 (tiga) shift yaitu shift pagi (jam 08.00-14.00),
shift sore (jam 14.00-21.00) dan shift malam (jam 21.00-08.00). Pada waktu pagi
dan sore jumlah kunjungannya banyak dibandingkan jumlah kunjungan pada waktu
malam. Namun jumlah tenaga perawat pada waktu pagi sudah mencukupi dalam
hal penanganan terhadap pasien yaitu 8 orang perawat yang terdiri dari perawat
jaga dan perawat yang bekerja sesuai dengan hari kerja pada umumnya.
Sedangkan pada waktu sore dengan jumlah kunjungan yang juga banyak akan
tetapi jumlah tenaga perawat hanya 4 orang.
Dengan pembagian jumlah perawat yang tidak proporsional tersebut sehingga
perawat merasa beban kerjanya tinggi karena waktu kerjanya terkadang berlebih,
hal ini diakibatkan oleh karena banyaknya pasien yang masuk, belum lagi jika ada
kejadian luar biasa seperti keracunan massal sehingga dalam penanganannya
memerlukan waktu ekstra. Dengan kondisi yang seperti itu menyebabkan beban
kerja perawat yang masuk shift pagi bertambah, meskipun perawat shift sore sudah
datang namun masih kewalahan dalam menjalankan tugasnya sehingga perawat
shift pagi yang waktu kerjanya 08.00-14.00 namun masih tetap bekerja hingga
pukul 15.00-16.00.
Menurut hasil survay pendahuluan yang dilakukan pada perawat UGD RSU
Lasinrang Pinrang yang berjumlah 14 orang. Dari 14 orang tersebut yang telah
diwawancarai rata-rata mengalami kelebihan beban kerja, adapun hal-hal yang
dirasakan perawat yaitu selalu dihadapkan pada pengambilan keputusan yang
tepat, melakukan tindakan untuk selalu menyelamatkan pasien, seringnya
melaksanakan tugas delegasi dari dokter (memberikan obat-obatan secara intensif),
dan kadang-kadang kurangnya tenaga perawat dibanding jumlah pasien, (Hasil
jawaban perawat dapat dilihat matriks hasil jawaban pada lampiran).
Dampak beban kerja yang dirasakan perawat adalah sering merasa lelah, tidak
dapat rileks, otot tengkuk dan punggung tegang. Kadang-kadang mereka mudah
marah, sulit tidur, dan sulit berkonsentrasi, (Hasil jawaban perawat dapat dilihat
matriks hasil jawaban pada lampiran). Dari hasil wawancara yang dilakukan
Hardianti (2008), di UGD RSU Lasinrang Pinrang tentang intensif, 11 orang perawat
UGD mengatakan bahwa intensif yang mereka terima tidak seimbang dengan apa
yang mereka kerjakan. Disamping itu mereka jarang menerima penghargaan dan
pengakuan jika hasil kerja mereka baik.

Berdasarkan masalah di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian tentang


beban kerja perawat Unit Gawat Darurat (UGD) di Rumah Sakit Umum (RSU)
Lasinrang Pinrang.

Anda mungkin juga menyukai