Anda di halaman 1dari 19

USAHA KERUPUK IKAN (Skala Industri)

Bahan Baku Produksi


Terdapat bermacam-macam jenis kerupuk yang pembuatannya menggunakan
bahan baku yang berbeda-beda. Seperti namanya, kerupuk ikan merupakan
kerupuk yang berbahan baku ikan. Berbagai jenis ikan dapat digunakan untuk
pembuatan kerupuk ikan, namun tidak semua jenis ikan dapat dibuat kerupuk
ikan. Adapun jenis ikan yang sering dibuat kerupuk antara lain ikan tenggiri dan
ikan pipih, serta ikan-ikan lainnya. Selain ikan, usaha ini menggunakan bahan
baku lain yaitu tepung tapioka, tepung terigu, tepung sagu dan telur. Bumbu
juga digunakan dalam pembuatan kerupuk ikan untuk menambah rasa lezat dan
gurih. Adapun bumbu-bumbu yang digunakan adalah garam, gula dan penyedap
rasa. Zat pewarna sering digunakan sebagai bahan tambahan untuk memberikan
warna agar lebih menarik.
Teknologi
Dalam usaha pembuatan kerupuk ikan dapat menggunakan teknologi tradisional
ataupun teknologi modern. Perbedaan teknologi ini berkaitan dengan jenis
peralatan yang digunakan selama proses produksi.
1. Teknologi tradisional
Peralatan yang digunakan pada teknologi ini mudah diperoleh sebab merupakan
peralatan yang sering dipakai dalam rumah tangga pada umumnya. Selain alat,
tenaga kerja merupakan faktor utama dalam hasil produksi kerupuk, sebab
beberapa proses dari produksi ini mengandalkan tenaga manusia. Penggunaan
peralatan sederhana ini sangat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan
dan mutu. Dengan hanya menggunakan teknologi tradisional ini terkadang
hanya dapat menghasilkan 1 (satu) kali adonan. Kapasitas produksi dengan alat
sederhana ini sangat kecil dengan mutu yang kurang baik.
2. Teknologi modern
Pembuatan kerupuk dengan teknologi modern adalah proses dengan
menggunakan peralatan yang lebih modern seperti mesin cetak otomatis yang
menghasilkan bentuk yang lebih variatif, mesin pemotong yang lebih cepat dan
penggunaan oven. Penggunaan teknologi ini dapat menghasilkan jumlah
produksi yang berlipat-lipat jika dibandingkan dengan teknologi sederhana.
Dalam satu hari dapat dilakukan 3-4 kali adonan kerupuk. Selain itu dengan
teknologi ini akan menghemat jumlah tenaga kerja yang digunakan yang akan
menurunkan biaya operasional.
3. Teknologi menengah

Pada pembuatan kerupuk dengan teknologi menengah ini menggunakan


peralatan yang terdiri dari mesin-mesin dengan kapasitas yang relatif masih
rendah.

Proses Produksi
Usaha pembuatan kerupuk ikan hanya melakukan pengolahan dari bahan
mentah sampai pada proses kerupuk siap goreng. Adapun proses pembuatan
kerupuk ikan adalah sebagai berikut:
1. Proses penyiapan bahan baku
Proses penyiapan bahan baku adalah persiapan daging ikan yang akan
digunakan, tepung serta bumbu-bumbu yang digunakan beserta perhitungan
komposisi masing-masing bahan untuk setiap adonan. Dalam mempersiapkan
bahan baku pembuatan kerupuk ikan yang perlu mendapat perhatian utama
adalah penyiapan ikan yang akan dijadikan bahan utama. Mutu ikan yang
digunakan akan mempengaruhi mutu produksi kerupuk ikan, oleh karena itu
perlu dipilih ikan yang masih segar. Dengan demikian diperlukan pengetahuan
untuk mengetahui tanda-tanda ikan dengan mutu yang baik (masih segar).
Sebelum dihaluskan, ikan dibersihkan dahulu dengan cara menghilangkan sisik,
insang, maupun isi perutnya kemudian dicuci sampai bersih. Bagian tubuh yang
keras, seperti duri maupun tulang dibuang karena dapat menurunkan mutu
kerupuk yang dihasilkan. Selanjutnya ikan tersebut digiling sampai halus. Di
samping itu bahan baku berupa tepung dan telur serta bumbu disiapkan untuk
proses adonan.
2. Proses pembentukan adonan
Adonan dibuat dari tepung tapioka yang dicampur dengan bumbu-bumbu yang
digunakan. Tepung diberi air dingin hingga menjadi adonan yang kental. Bumbu
dan ikan yang telah digiling halus dimasukkan ke dalam adonan dan
diaduk/diremas hingga lumat dan rata. Adonan ini kemudian dimasukkan ke
dalam mulen untuk pelembutan, dan akan diperoleh adonan yang kenyal dengan
campuran bahan merata.
3. Pencetakan
Pencetakan adonan dapat dilakukan dengan tangan ataupun dengan mesin.
Dengan menggunakan tangan adonan dibentuk silinder dengan panjang kurang
lebih 30 cm dan diameter 5 cm. Dengan bantuan alat cetak adonan ini dapat
dibuat dalam bentuk serupa. Kemudian adonan berbentuk silinder ini di press
untuk mendapatkan adonan yang lebih padat. Selanjutnya adonan ini
dimasukkan ke dalam cetakan yang berbentuk silinder yang terbuat dari

aluminium.
4. Pengukusan
Adonan berbentuk silinder kemudian dikukus dalam dandang selama kurang
lebih 2 jam sampai masak. Untuk mengetahui apakah adonan kerupuk telah
masak atau belum adalah dengan cara menusukkan lidi ke dalamnya. Bila
adonan tidak melekat pada lidi berarti adonan telah masak. Cara lain untuk
menentukan masak atau tidaknya adonan kerupuk dapat dilakukan dengan
menekan adonan tersebut. Bila permukaan silinder kembali seperti semula,
artinya adonan telah masak.
5. Pendinginan
Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan didinginkan. Untuk
melepaskan dari cetakan, biasanya adonan tersebut diguyur dengan air. Adonan
tersebut kemudian didinginkan di udara terbuka kurang lebih 1 (satu) hari atau
kurang lebih 24 jam hingga adonan menjadi keras dan mudah diiris.
6. Pemotongan
Tahap selanjutnya adalah pemotongan adonan kerupuk yang telah dingin.
Sebuah mesin pemotong dijalankan oleh 2 (dua) orang. Proses ini juga dapat
dilakukan secara sederhana yaitu mengiris adonan dengan pisau yang tajam.
Pengirisan dilakukan setipis mungkin dengan tebal kira-kira 2 mm, agar hasilnya
baik ketika digoreng. Untuk memudahkan pengirisan, pisau dilumuri dahulu
dengan minyak goreng.
7. Penjemuran/pengovenan
Adonan yang telah diiris-iris kemudian dijemur sampai kering. Penjemuran
dilakukan di bawah sinar matahari kurang lebih 4 jam. Pada saat musim hujan
untuk pengeringan kerupuk yang masih basah ini dapat dilakukan dengan oven
(dryer) selama kurang lebih 2 jam. Tetapi kerupuk yang dikeringkan dengan sinar
matahari hasilnya akan lebih bagus dibandingkan jika menggunakan oven.
Kerupuk yang dikeringkan dengan sinar matahari jika digoreng akan lebih
mengembang. Hal ini akan lebih menguntungkan para pengusaha penggorengan
kerupuk dan akan mempengaruhi harga kerupuk. Karena itulah pengeringan
menggunakan sinar matahari lebih disukai dibandingkan dengan menggunakan
oven.
8. Pengepakan
Setelah kering, kerupuk segera diangkat dari jemuran. Kerupuk yang telah kering
ini dapat segera dibungkus dan dijual. Biasanya kerupuk ikan siap goreng ini
dikemas dalam plastik sejumlah berat tertentu. Kemasan kerupuk dalam plastik
tersebut disebut bal, dimana per bal dapat berisi 5 kg atau 10 kg kerupuk.

Jika digambarkan dalam bentuk diagram alir, pembuatan kerupuk ikan adalah
sebagai berikut:

USAHA INDUSTRI ROTI


Posted on/at 23:39 by Admin
SARANA DAN FASILITAS USAHA
Pada Model 1 dan Model 2, sarana dan fasilitas produksi yang diperlukan adalah :
Tanah, minimal 150 M2 Untuk Model 1 dan 200 M2 untuk Model 2
Bangunan, masing-masing seluas 100 dan 150 M2
Mesin Pengaduk Adonan = 1 unit
Mesin Pembagi Adonan = 1 unit
Oven Pembakaran = 1 unit
Moulder = 1 unit
Alat/Pisau Pemotong = 1 unit
Peralatan lain = 1 set

Untuk unit pemasaran atau penjualan diperlukan oleh


Model 1 : - Mobil Box = 1 unit
Model 2 : - Mobil Box
- Kereta/Rombong Dorong = 1 unit
Selanjutnya dapat disebutkan dengan fasilitas produksi tersebut, setiap hari
secara normal mampu mengolah sekitar 3 bal tepung terigu menjadikan roti
dalam frekuensi 10 kali pembakaran dengan jumlah mencapai 2.000 unit roti
berbagai jenis.
Mesin-mesin produksi buatan luar negeri yang dapat di pesan dari distributor di
Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan seterusnya. Sementara itu oven
buatan dalam negeri dapat dipesan kepada bengkel las atau industri permesinan
di kota-kota besar di Indonesia. Juga untuk sarana penjualan dapat di pesan
secara lokal.
BAHAN BAKU
Di dalam Proyek Kemitraan Terpadu ini akan dibahas sebuah contoh Model 1
yakni perusahaan industri roti dengan skala usaha kecil yang memiliki unit
produksi, serta 1 unit mobil tox untuk penghantaran produk roti. Kemudian
model ini dikembangkan dengan menambah unit penjualan berupa rombong
dorong, model ini disebut Model 2.
Selanjutnya pada usaha pendistribusian produk roti di kembangkan 4 contoh
model masing-masing menggunakan rombong sepeda/becak ( Model 3 ),
rombong seperda motor (Model 4), mobil-toko ( Model 5 ) dan Gerai Roti (Model
6) pendistribusian tersebut di kelola oleh Agen yang diikat dalam suatu bentuk
kemitraan usaha.
Secara ringkas, spesifikasi kegiatan masing-masing model adalah sebagai
berikut :
Model 1 : - Industri kecil roti; 1 unit rangkaian produksi
Model 2 : - Industri kecil roti; 1 unit rangkaian produksi; unit penjualan dengan 1
unit box, dengan 10 unit rombong/gerobak dorong.
Produk utama perusahaan berupa roti berbagai macam bentuk dan jenis.
Produk standar dengan target pasar untuk semua golongan ekonomi. Kegiatan
produksi memerlukan keahlian tersendiri dan dapat dilaksanakan oleh siapapun,
melalui pelatihan dan pembinaan yang cukup.
Bahan baku utama adalah tepung terigu, gula pasir dan telor di beli oleh
perusahaan di pasar umum, distributor/agen atau asosiasi yang berada di sekitar
lokasi pabrik atau dari koperasi yang mewadahi para produsen roti. Dalam
kondisi normal, tidak ada masalah dalam pengadaan bahan bakuini, sehingga
kontiunitas pengadaan bahan baku selalu terjamin. Pembelian bahan baku
sebagian besar di lakukan dengan cara tunai. Harga bahan baku dari

pengalaman sebelumnya selalu berfluktuasi. Untuk kepentingan analia, di


asumsikan kenaikan bahan baku rata-rata 10% per tahun. Sebagian tolak ukur
dipakai harga dasar tahun 1999 sebagai berikut : Tepung terigu Rp. 62.500/bal
(25kg); gula pasir Rp.2.500/kg; dan Telur Ayam Rp.400 butir. Mengingat kenaikan
harga masing-masing bahan setiap tahun bervariasi maka untuk memudahkan
analisa keuangan di asumsikan kenaikan harga bahan baku secara merata
sebesar 10%/tahun.
TENAGA KERJA
Tenaga Kerja dalam industri ini memerlukan keterampilan khusus. Dengan
pengarahan dan pelatihan dari pemilik, mereka di harapkan mampu
melaksanankan tugasnya masing-masing. Oleh karena itu jika diperlukan
tambahan tenaga kerja tidak akan mengalami kesulitan
Untuk setiap model memerlukan tenaga kerja sebagai berikut :
Model 1: - 5 orang di bidang produksi & pembungkusan 1 orang pengemudi dan
1 orang salesman/wiraniaga.
Model 2: - 5 orang di bidang produksi & pembungkusan 1 orang pengemudi dan
1 orang salesman; 10 orang untuk wiraniaga/pedagang keliling.
Sistem imbalan dalam pemanfaatan tenaga kerja tersebut berdasarkan Upah
Harian Tetap untuk tenaga produksi. Berarti setiap karyawan yang tidak bekerja
upahnya akan di potong sejumlah hari tidak bekerja.
Untuk pengemudi di berikan Upah Bulanan Tetap, tenaga salesman selain di beri
upah harian tetap juga persentase tertentu dari jumlah produk terjual.
Selanjutnya untuk tenaga wiraniaga/pedagang keliling yang memlilki rombong
atau mobil-toko mendapatkan imbalan dari margin penjualan roti sekitar
24%.Sementara untuk agen yang memiliki gerai roti marjin yang diperoleh yaitu
21%.
Kemudian baik untuk tenaga produksi, pengemudi dan salesman juga diberi
makan 2 kali/hari. Pembayaran upah dilakukan setiap bulan.
Mengingat bakery (roti) yang di jual hanya mempumyai expire date maksimum 5
(lima) hari, maka untuk menghindari BS (Barang Sisa) yang cukup tinggi, pihak
agen/koperasi dan produsen mengatur estimasi produksi serta berdasarkan
rencana pemasaran dari wiraniaga sebagai berikut :
1.Masing-masing wiraniaga wajib membuat daftar permintaan roti dua hari
sebelum produksi sesuai estimasi dari pesanan konsumen atau pelanggan serta
rata-rata penjualan atau pembawaan perhari
2.Pesanan tersebut oleh masing-masing wiraniaga di serahkan kepada Kepala
Wilayah yang menangani.
3.Kepala Wilayah mengevaluasi permintaan wiraniaga sesuai dengan penilaian

kemampuan dari masing-masing wiraniaga.


4.Kepala Wilayah membuat rekapitulasi permintaan (dari seluruh wiraniaga yang
dibawahnya). Rekapitulasi tersebut oleh Kepala Wilayah di serahkan kepada Unit
Kemitraan Koperasi.
5.Unit Kemitraan Koperasi membuat rekapitulasi seluruh permintaan Kepala
Wilayah di Jawa Timur. Hasil rekapitulasi tersebut merupakan jumlah pesanan
yang wajib di penuhi oleh produsen dua hari kemudian. Ketentuan tersebut
berlaku untuk segala jenis rombong sedangkan untuk gerai roti (counter),
pemesanan dilaksanakan secara langsung oleh counter ke Unit Kemitraan
Koperasi
Catatan :
*Perubahan pesanan dari wiraniaga kepada Kepala Wilayah dan Kepala Wilayah
kepada Unit Kemitraan Koperasi serta selanjutnya kepada pihak Produsen hanya
dapat di revisi satu hari sebelum produksi
*Wiraniaga juga diberikan kebebasan untuk menangani pesanan-pesanan besar
dari konsumen 1 pelanggan (misal : untuk khitanan, perkawinan, ulang tahun
dll), dimana hasil komisi menjadi hak wiraniaga yang bersangkutan.
PROSES PRODUKSI
Secara umum pembuatan roti yang dilakukan terdiri dari peracikan bahan,
pembuatan adonan, pencetakan dan pemasakan dengan oven.
Proses peracikan bahan, dilakukan dengan komposisi bahan yang tepat sesuai
jenis roti yang dihasilkan. Kesalahan dalam penentuan jumlah masing-masing
bahan akan berakibat gagalnya produk yang dihasilkan. Adapun pembuatan
adonan, dilakukan sedemikian rupa dengan alat mixer atau secara manual.
Apabila cara pengolahan yang tidak tepat, waktu juga kurang atau berlebih
maka hasil produknya juga kurang baik.
Semua proses produksi dilaksanakan oleh karyawan dengan pengawasan
langsung oleh pemilik perusahaan. Selanjutnya proses produksi pembuatan roti
secara umum dapat dilihat pada Gambar

Sumber : http://www.bi.go.id/sipuk

PENGOLAHAN NATA DE COCO (Untuk Industri)


Posted on/at 03:16 by Admin
Proses pembuatan nata de coco terdiri dari enam tahap, yaitu: penyaringan;
pemasakan dan pencampuran bahan pembantu; penempatan dalam nampan
dan pendinginan; inokulasi (penanaman/penebaran) bibit (starter); pemeraman
(fermentasi); panen dan pasca panen (pengolahan lanjut sampai setengah jadi
atau siap konsumsi).
Pertama Penyaringan. Air kelapa bisa dibasikan selama kurang lebih 4 hari.
Kemudian, air kelapa tersebut disaring dengan menggunakan penyaring lembut
untuk memisahkan air kelapa dengan material-material atau kotoran-kotoran
seperti: sabut, pecahan batok kelapa, cikal/buah kelapa dan lain-lain. Kandungan
air kelapa yang masih segar berkisar antara 400-500 ml per butir. Buah kelapa
yang berumur 4-5 bulan memiliki volume air yang maksimum. Namun demikian,
kualitas air kelapa yang paling baik adalah ketika buah kelapa berumur kurang
lebih 5 bulan dengan kandungan total padatan maksimal 6 gram per 100 ml.
Kandungan gula terlarut biasa diukur dengan menggunakan hand refractometer
(Sutardi 2004)
Kedua, Pemasakan dan Pencampuran Bahan Pembantu. Air kelapa yang sudah di
saring selanjutnya dimasukkan ke dalam panci/dandang stainlessteel untuk

dimasak sampai mendidih selama kurang lebih 30 menit. Selama mendidih


bahan-bahan pembantu seperti: gula pasir; pupuk ZA; garam inggris, asam sitrat
(zitrun zuur) ditambahkan. Sebelum pendidihan diakhiri, ditambahkan asam
asetat glasial/cuka hingga mencapai pH kurang lebih 3,2 (Sutarminingsih, 2004).
Tidak terdapat relevansi antara citarasa dengan pH.
Ketiga, Penempatan dalam baki/nampan plastik. Semua peralatan harus bersih
dan steril. Nampan plastik yang digunakan harus terlebih dahulu dibersihkan dan
disterilkan. Sterilisasi dapat dilakukan dengan cara dicelup dalam air mendidih,
dijemur, dibasahi dengan alkohol 70% atau spiritus. Media fermentasi (air kelapa
dan bahan tambahan yang dididihkan) dituangkan dalam nampan dan
selanjutnya segera ditutup rapat dengan koran dan diikat karet/elastik. Volume
media fermentasi sebanyak 1,2 sampai 1,3 liter untuk setiap nampan tergantung
ukurannya. Kemudian, media fermentasi tersebut dibiarkan sampai hangathangat kuku selama satu malam.
Keempat, Inokulasi Bibit (starter). Setiap nampan yang berisi fermentasi yang
telah didinginkan selama satu malam tersebut ditambahkan bibit (starter)
sebanyak dengan perbandingan 10% bibit (kurang lebih 13 ml) (Sutardi 2004).
Inokulasi bibit dengan cara membuka sedikit tutup kain/koran dan segera ditutup
kembali.
Kelima, Fermentasi. Media fermentasi yang sudah ditambahkan bibit selanjutnya
diperam selama 6-7 hari. Kebersihan tempat pemeraman dengan suhu kamar
(28o-31o) sangat mutlak diperlukan untuk menghindari kontaminasi dengan
mikroba lain atau serangga yang dapat menggagalkan proses fermentasi
(Sutardi, 2004). Keberhasilan proses fermentasi ini dapat dilihat dari ada
tidaknya lapisan tipis pada permukaan media fermentasi setelah dua hari dan
akan semakin bertambah tebal dari hari ke hari.
Ketujuh, Panen dan Pasca Penen. Setelah pemeraman selama 6-7 hari, lapisan
nata de coco akan memiliki ketebalan 0,8-1,5 cm berbentuk lembaran-lembaran
(slab) yang asam dalam bau, cita rasa dan pH-nya. Lembaran-lembaran ini
kemudian diangkat dan lendirnya dibuang melalui pencucian.
Lembaran-lembaran ini siap untuk di jual atau mungkin harus di potong kecilkecil berbentuk kubus, tergantung dari permintaan. Baik dalam bentuk lembaran
ataupun potongan kubus harus direndam dalam air bersih selama 2-3 hari. Air
rendaman setiap hari harus diganti agar bau dan rasa asam hilang. Kemudian,
nata de coco dicuci kembali dan direbus untuk mengawetkan dan sekaligus
menyempurnakan proses penghilangan bau dan rasa asam. Pencucian dan
perebusan ini pada hakekatnya dilakukan hingga nata de coco menjadi tawar.
Penyimpanan nata de coco tawar cukup dilakukan dengan merendamnya dalam
air tawar yang harus sering diganti.

PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA


Posted on/at 21:36 by Admin
PROSES PRODUKSI
1. Pengupasan
Pengupasan dilakukan dengan cara manual yang bertujuan untuk memisahkan
daging singkong dari kulitnya. Selama pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk
memilih singkong berkualitas tinggi dari singkong lainnya. Singkong yang
kualitasnya rendah tidak diproses menjadi tapioka dan dijadikan pakan ternak.
2. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan cara manual yaitu dengan meremas-remas
singkong di dalam bak yang berisi air, yang bertujuan memisahkan kotoran pada
singkong.
3. Pemarutan
Parut yang digunakan ada 2 macam yaitu :
1. Parut manual, dilakukan secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga
manusia sepenuhnya.
2. Parut semi mekanis, digerakkan dengan generator
4. Pemerasan/Ekstraksi
Pemerasan dilakukan dengan 2 cara yaitu:
1. Pemerasan bubur singkong yang dilakukan dengan cara manual menggunakan
kain saring, kemudian diremas dengan menambahkan air di mana cairan yang
diperoleh adalah pati yang ditampung di dalam ember.
2. Pemerasan bubur singkong dengan saringan goyang (sintrik). Bubur singkong
diletakkan di atas saringan yang digerakkan dengan mesin. Pada saat saringan
tersebut bergoyang, kemudian ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati
yang dihasilkan ditampung dalam bak pengendapan.
5. Pengendapan
Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 4 jam. Air di
bagian atas endapan dialirkan dan dibuang, sedangkan endapan diambil dan
dikeringkan.
Pengeringan Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan dengan
cara menjemur tapioka dalam nampan atau widig atau tambir yang diletakkan di
atas rak-rak bambu selama 1-2 hari (tergantung dari cuaca). Tepung tapioka
yang dihasilkan sebaiknya mengandung kadar air 15-19%.
Sumber : http://www.bi.go.id/sipuk/id/

GULA RAFINASI DAN PROSES PEMBUATANNYA


Posted on/at 00:54 by Admin
Gula selain dikonsumsi langsung juga digunakan sebagai bahan baku untuk
industri makanan. Pada saat ini kebanyakan pabrik gula di Indonesia hanya
mampu menghasilkan gula kualitas GKP (gula kristal putih) yang dikonsumsi
langsung. Gula SHS ini masih belum memenuhi syarat untuk digunakan sebagai
bahan baku industri makanan. Untuk itu industri makanan membutuhkan
kualitas gula yang lebih baik yang diperoleh dari gula rafinasi. Kata rafinasi
diambil dari kata refinery artinya menyuling, menyaring, membersihkan. Jadi
bisa dikatakan bahwa gula rafinasi adalah gula yang mempunyai kualitas
kemurnian yang tinggi.
Proses Pembuatan Gula Rafinasi
Proses rafinasi yang digunakan dalam pabrik gula rafinasi bervariasi tergantung
pada bahan yang diolah produk yang dikehendaki dan pertimbangan lain sesuai
kondisi lokal. Namun demikian secara garis besar dapat diuraikan menjadi
stasiun sebagai berikut :

A. Afinasi
Tujuan afinasi adalah mencuci kristal GKM (raw sugar) agar lapisan molases yang
melapisi kristal berkurang sehingga warnanya semakin ringan atau warna
ICUMSA lebih kecil. Pencucian dilakukan dalam mesin sentrifugal yaitu setelah
GKM dicampur dengan sirup menjadi magma. Penurunan warna yang dicapai
pada stasiun ini berkisar 30-50 %. Kristal yang telah dicuci dilebur dengan
mencampur dengan air atau sweet water menghasilkan leburan (liquor) dengan
brix sekitar 65.

B. Klarifikasi
Pengoperasian unit ini bertujuan untuk membuang semaksimal mungkin
pengotor non sugar yang ada dalam leburan (melt liquor). Ada dua pilihan
teknologi yaitu fosflotasi dan karbonatasi, keduanya banyak dipakai, fosflotasi
pada umumnya digunakan di pabrik rafinasi di negara Amerika Latin dan
beberapa di Asia sedangkan selebihnya menggunakan teknologi karbonatasi,
termasuk pabrik rafinasi di Indonesia.
Teknologi Fosflotasi
Pada proses ini digunakan asam fosfat dan kalsium hidroksida yang akan
membentuk gumpalan (primer) kalsium fosfat, reaksi ini berlangsung di reaktor.
Penambahan flokulan (anion) sebelum tangki aerator dilakukan untuk membantu
pembentukan gumpalan sekunder yang terbentuk dari gumpalan-gumpalan
primer yang terikat oleh rantai molekul flokulan. Pembentukan gumpalan
sekunder dapat menjerap berbagai pengotor : zat warna, zat anorganik, partikel
yang melayang dan lain-lain. Untuk memisahkan gumpalan tersebut oleh karena
dalam media liquor yang kental (brix: 65-70) maka gumpalan tidak diendapkan
melainkan diambangkan. Proses pengambangan berlangsung dengan bantuan
partikel udara yang dibangkitkan dalam aerator, proses pengambangan terjadi
pada clarifier. Pada clarifier ini juga pemisahan gumpalan yang mengambang
(scum) terjadi, yaitu dengan sekrap yang berputar pada permukaan clarifier dan
menyingkirkan scum ke kanal yang dipasang pada sekeliling clarifier.
Teknologi Karbonatasi
Pada proses karbonatasi leburan dibubuhi kapur {Ca(OH)2} kemudian dialiri gas
CO2 dalam bejana karbonatasi , terbentuk endapan kalsium karbonat yang akan
menyerap pengotor termasuk zat warna.
Sumber gas CO2 berasal dari gas cerobong ketel yang sudah dimurnikan melalui
scrubber. Proses karbonatasi dilakukan dua tahap, pertama dilakukan
pembubuhan kapur sebanyak 0,5% brix bersamaan dengan pengaliran CO2
ekivalen dengan jumlah kapur yang ditambahkan. Kedua pada karbonator akhir
menyempurnakan reaksi dengan aliran CO2 sampai pH turun di sekitar 8,3.
Selanjutnya liquor ditapis pada penapis bertekanan (leaf filter) menghasilkan
filter liquor dan mud.
C. Dekolorisasi
Liquor yang dihasilkan dari stasiun klarifikasi setelah ditapis dipompa ke stasiun
dekolorisasi. Pada stasiun dekolorisasi pada prinsipnya ada dua teknologi yang
lazim digunakan yaitu karbon aktif dan penukar ion, masing-masing dengan
keunggulan dan kelemahannya. Kedua teknologi tersebut dapat menurunkan
warna sekitar 75-85 %, pemilihan teknologi harus disesuaikan dengan kondisi
lokal.

Macam zat warna


Terdapat beberapa macam zat warna yang terbawa atau terbentuk dalam proses
refinery, yaitu :
1. Senyawaan Phenolic.
Senyawaan ini terdapat dalam tebu yang terbentuk dari hasil reaksi enzimatik
flavonoid dan asam cinamic.
2. Melanoidins.
Warna senyawa ini umumnya hitam, terbentuk dari reaksi antara gula reduksi
dengan asam amino (Reaksi Maillard), terbentuk dalam proses.
3. Karamel.
Terbentuk dalam proses bila sukrosa mengalami pemanasan berlebihan sehingga
terbentuk senyawaan yang berwarna. Warna yang dihasilkan bisa kuning, coklat
atau hitam tergantung dari tingkatan reaksi selama pemanasan.
4. Produk degradasi gula invert.
Meskipun kandungan glukosa dan fruktosa dalam proses refinery sangat kecil,
namun senyawa ini mudah rusak oleh pemanasan terutama pada pH tinggi akan
membentuk senyawaan polimer berwarna coklat yaitu 5-(hydroksimetil)-2furaldehid.
Untuk menghilangkan zat warna dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
1. Dengan granul karbon aktif.
Kandungan karbon aktif sekitar 60 % dan dicampur dengan 5% MgO untuk
mencegah turunnya pH. Karbon aktif ini dapat digunakan selama 3-6 minggu
tergantung dari kualitas dan jumlah bahan yang masuk. Kemampuan karbon
aktif dalam mereduksi zat warna sangat tinggi, namun bahan ini tidak mampu
menghilangkan zat anorganik yang terlarut.
2. Bone Char.
Bahan ini terdiri dari campuran 90 % kalsium fosfat dan 10 % karbon yang dibuat
dari tulang-tulang binatang ternak dipanaskan pada suhu 700 oC. Bone char
dapat digunakan selama 4-5 hari kemudian di regenerasi kembali. Meskipun
kemampuan mereduksi zat warna tidak sebaik karbon aktif namun mampu
mereduksi kotoran zat anorganik.
3. Resin penukar ion (Ion- Exchange Resin)

Bahan ini mudah diregenerasi dan dalam penggunaannya mempunyai kapasitas


lebih besar dibandingakan dengan karbon aktif maupun bone char, Selain itu
penggunaan air juga lebih efisien. Ada dua jenis resin yang digunakan dalam
refinery yaitu :Resin anion yang berfungsi mereduksi warna dan resin kation
untuk menghilangkan senyawaan anorganik. Penggunaan resin senyawa akrilic
lebih tahan dari resin stiren, namun resin akrilik kurang effektif dibanding resin
stiren. Oleh sebab itu dalam proses dekolorisasi dianjurkan untuk menggunakan
gabungan dua jenis resin ini secara seri, pertama sirup dilewatkan resin akrilik
terlebih dahulu kemudian baru dilewatkan resin stiren.
Pada umumnya stasiun dekolorisasi menghasilkan liquor dengan warna di bawah
300 IU sehingga dengan bahan tersebut dapat diproduksi gula rafinasi lebih
rendah dari 45 IU.
D. Kristalisasi
Produksi gula rafinasi
Bahan utama kristalisasi adalah liquor yang sudah melewati tahap dekolorisasi.
Liquor tersebut kemurniannya tinggi sehingga teknik kristalisasi berbeda dengan
kristalisasi pada PG.
Kristalisasi (evapocrystalisation) dilakukan di bejana vakum (65 cm Hg) dengan
penguapan liquor pada suhu sekitar 70-80 0C sampai mencapai supersaturasi
tertentu. Pada kondisi tersebut dimasukkan bibit kristal secara hati-hati sehingga
inti kristal akan tumbuh mencapai ukuran yang dikehendaki tanpa
menumbuhkan kristal baru. Campuran kristal sukrosa dengan liquor disebut
masakan. Pemisahan kristal dilakukan dengan cara memutar masakan dalam
mesin sentrifugal menghasilkan kristal (gula A) dan sirop A. Selanjutnya sirop A
dimasak seperti yang dilakukan sebelumnya menghasilkan gula B dan sirop B.
Demikian seterusnya sehingga secara berjenjang menghasilkan gula A, B dan C
yang masuk dalam katagori gula rafinasi.
E. Pengeringan gula produk
Untuk gula produk dibuat dua jalur dengan tujuan agar dapat diproduksi dua
macam produk misal GKR dan GKP pada waktu yang bersamaan. Pembuatan dua
jalur dimulai dari stasiun sentrifugal, pengering gula penimbangan dan
pengemasan.
F. Pengemasan gula produk
Produk dikemas dalam kantong polipropilen dengan liner, dengan berat gula 50
kg setiap kantong. Gula ditampung dalam sugar bin kapasitas 150 ton.
Tabel Persyaratan SNI Gula Rafinasi :

Sumber : http://www.risvank.com/2008/07/gula-rafinasi-dan-prosespembuatannya/

Teknologi Gula Cetak dan Gula Semut Dari Nila Kelapa

Proses pengolahan gula merah cetak dan gula semut


Penampungan:
Nira yang ditampung adalah nira yang belum rusak atau belum mengalami
fermentasi. Kondisi yang terbaik dalam pembuatan gula merah adalah nira yang
mengandung kadar gula di atas 12% dan pH 6-7. Untuk menghindari kerusakan
nira saat penampungan dapat diberi bahan pengawet kapur sirih. Disamping
menjaga wadah penampungan agar tetap bersih.
Penyaringan:
Menggunakan kain blacu agar kotoran seperti ranting/ daun, semut, lebah, dan

serangga lainnya tersaring.


Pemasakan:
Nira dituang ke dalam wajan kemudian dimasak (suhu 110- 120oC) dan terus
menerus dan agar nira tidak meluap. Dapat pula ditambahkan minyak kelapa (1
sendok makan/25 l) atau menggunakan kopra yang dijepit pada kayu lalu dicelup
sekali-kali ke dalam nira yang sedang dimasak. Nira yang telah masak bila
ditetaskan ke dalam air akan Gula merah cetak
Pencetakan:
Nira yang telah masak diaduk terus agar cepat dingin. Ada juga yang melakukan
penumbukan, yakni menuangkan ke wadah tertentu lalu ditumbuk dengan
menggunakan sepotong kayu berlangsung kurang lebih 15 menit. Selanjutnya
nira dituangkan ke dalam cetakan, telah dibasahi dengan air bersih agar mudah
dilepaskan. Bentuk cetakan
bermacam-macam, ada yang berbentuk gelang, kerucut, kubus, setengah
lingkaran, dan sebagainya.
Pengemasan:
Gula merah yang dingin dikeluarkan dari cetakan lalu dikemas. Macam-macam
bahan kemasan yang dapat digunakan yaitu daun jari, daun pisang kering,
batang pisang kering, daun lontar, bambu, plastik, dan lainlain.

Gula semut
Pengkristalan:
Nira yang telah masak didinginkan dalam wajan sambil diaduk secara perlahanlahan, lama pendinginan 10-15 menit. Bila mulai terbentuk butiran-butiran,
pengadukan
dipercepat dengan menggunakan pengaduk kayu yang berbentuk garpu.
Pengayakan:
Untuk memperoeh keseragaman, maka butiran-butiran yang telah diayak
menggunakan
ayakan 20 mess. Sisa ayakan diaduk/ digerus lagi dalam wajan yang masih
panas.
Pengemasan:
Gula semut yang telah dingin untuk dikemas. Macammacam bahan kemasan
yang dapat digunakan antara lain kantong plastik, botol plastik, dan stoples.

MEMBUAT KERUPUK UDANG ATAU IKAN

Sumber gambar : http://www.sejutablog.com/


KERUPUK UDANG ATAU IKAN
1. PENDAHULUAN
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain
sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan
dibandingkan dengan bahan makanan lain. Bakteri dan perubahan kimiawi pada
ikan mati menyebabkan pembusukan.
Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.
Tanda ikan yang sudah busuk:
- mata suram dan tenggelam;
- sisik suram dan mudah lepas;
- warna kulit suram dengan lendir tebal;
- insang berwarna kelabu dengan lendir tebal;
- dinding perut lembek;
- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.
Tanda ikan yang masih segar:
- daging kenyal;

mata jernih menonjol;


sisik kuat dan mengkilat;
sirip kuat;
warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang;
insang berwarna merah;
dinding perut kuat;
bau ikan segar.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi
masyarakat, mudah didapat, dan harganya murah. Namun ikan cepat mengalami
proses pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan ikan perlu diketahui semua
lapisan masyarakat. Pengawetan ikan secara tradisional bertujuan untuk
mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak memberikan
kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak. Untuk mendapatkan hasil
awetan yang bermutu tinggi diperlukan perlakukan yang baik selama proses
pengawetan seperti : menjaga kebersihan bahan dan alat yang digunakan,
menggunakan ikan yang masih segar, serta garam yang bersih. Ada bermacammacam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan,
pemindangan, perasapan, peragian, dan pendinginan ikan.
Komposisi Ikan Segar per 100 gram Bahan
KOMPONEN KADAR (%)
Kandungan air 76,00
Protein 17,00
Lemak 4,50
Mineral dan vitamin 2,52-4,50
Dari data di atas, dapat dilihat bahwa ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan
kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan
bagi tubuh manusia.
Manfaat makan ikan sudah banyak diketahui orang, seperti di negara Jepang dan
Taiwanikan merupakan makanan utama dalam lauk sehari-hari yang memberikan
efek awet muda dan harapan hidup lebih tinggi dari negara lainnya. Penggolahan
ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang mengkonsumsi ikan
lebih banyak.
Kerupuk udang atau ikan adalah produk makanan kering yang berasal dari udang
atau ikan yang dicampur dengan tepung tapioka atau tepung terigu. Limbah Kulit
dan kepala udang dapat digunakan untuk bahan pembuat petis dan terasi.
2. BAHAN
1)
2)
3)
4)

Udang segar kg
Tepung terigu 3 kg
Tepung tapioka kg
Bawang putih 60 gram (12 siung)

5) Garam dapur 3 sendok makan


6) Bleng 3 sendok makan
3. ALAT
1) Baskom
2) Dandang
3) Alat penghancur bumbu (cobek)
4) Pisau
5) Tampah (Nyiru)
6) Kompor
7) Laoyang
8) Sendok Kayu
9) Sendok Makan
3. CARA PEMBUATAN
1) Kupas udang, kemudian buang kepala dan kulitnya. Selanjutnya cuci dengan
air bersih;
2) Tumbuk udang sampai halus;
3) Haluskan bawang putih dan garam, kemudian campurkan dengan udang yang
telah dihaluskan. Aduk-aduk dan remas-remas sampai adonan bercampur
menjadi satu;
4) Larutkan bleng dengan air panas, kemudian campurkan dengan adonan tadi;
5) Setelah tercampur rata, tambahkan tepung terigu, tepung tapioka, dan air.
Aduk-aduk adonan sampai kental;
6) Tuangkan adonan ke dalam loyang, kemudian kukus sampai matang lalu
dinginkan;
7) Iris-iris adonan dengan tebal 0,1 ~ 0,2 mm, kemudian jemur sampai kering;

Anda mungkin juga menyukai