Anda di halaman 1dari 18

Bissinosis

PENDAHULUAN
Penyakit akibat kerja (PAK) timbul akibat terpajan faktor fisik, kimiawi, biologis,
psikososial, dan faktor ergonomi di tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja
merupakan penyebab yang pokok dan menentukan terjadinya penyakit akibat kerja.
Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru yang disebabkan oleh debu,
asap, dan gas berbahaya yang terhirup oleh pekerja di tempat kerjanya. Banyak lingkungan kerja
lapangan yang mengancam kesehatan paru pekerja. Penyakit paru akibat pekerjaan telah dikenal
ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu sejak zaman kerja paksa atau perbudakan. Karena
pertumbuhan industri di Industri di Indonesia sangat pesat, kejadian penyakit jenis ini meningkat
dengan cepat pula. Peningkatan ini disebabkan oleh belum ditaatinya ajaran dan petunjuk
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Bissinosis merupakan salah satu penyakit paru akibat kerja. Pada orang/ pekerja yang
rentan, pajanan debu kapas, sisal, atau serat dapat menyebabkan sesak napas akut dengan batuk
dan obstruksi saluran napas reversible. Gejala ini dirasakan petama kali pada hari pertama
minggu pertama kerja yaitu biasanya hari Senin dan kemudia mereda, bissinosis disebut juga
Monday morning chest tightness atau Monday morning asthma. . Bisinosis lebih sering
ditemukan pada karyawan pemintalan yang terpajan debu kapas kadar tinggi dibanding
karyawan penenunan.

Kasus Skenario D : Seorang pekerja pabrik Garmen mengeluh timbul rasa berat di dada atau
nafas pendek disertai juga demam dan nyeri otot pada setiap hari pertama kembali bekerja dari
setiap libur panjang ( Hari Raya Idul Fitri ) ataupun sehabis libur Sabtu dan Minggu.

PEMBAHASAN
Pendekatan Klinis (Diagnosis Okupasi )
Penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang diderita karyawan dalam hubungan dengan kerja,
baik faktor resiko karena kondisi tempat kerja, peralatan kerja, material yang dipakai, proses
produksi, cara kerja, limbah perusahaan dan hasil produksi. Penyakit akibat kerja diagnosisnya
dapat ditegakkan dengan metode yang dikenal 7 Langkah Diagnosis Okupasi , terdiri dari :
1. Diagnosis Klinis
a. Anamesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis
terbagi menjadi dua tipe, yang pertama autoanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan
langsung kepada pasien, yang kedua alloanamnesis yaitu wawancara yang ditujukan
kepada pihak keluarga, orang tua, atau kerabat selain pasien. Yang termasuk didalam
alloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan
semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri.
Beberapa petanyaan yang dapat diajukan dalam anamnesis :
-

Menanyakan identitas pasien ? ( nama, umur, pekerjaan di bagian apa, alamat,dll)


Menanyakan keluhan utama ? (pada kasus : rasa berat di dada atau nafas pendek
disertai demam dan nyeri otot)

Menanyakan ada keluhan tambahan ? ( batuk, dahak, flu, dll )


Riwayat penyakit
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Rasa berat di dada/ nafas pendek / sesak napas
Sejak kapan sesak dirasakan ? apakah sering terjadi ?
Disertai flu ?
Sesak muncul pada waktu tertentu atau sepanjang hari/menetap
berhari-hari ? (pada kasus: pasien mengalami sesak napas dan gejala
lainnya setiap hari pertama kembali bekerja setelah libur panjang atau
setelah hari sabtu-minggu)
Sesak dirasakan menetap (berhari-hari) atau hilang timbul
Apakah muncul hanya di tempat kerja

Ada faktor-faktor yang mempengaruhi munculnya sesak atau

memperberat gejalanya ? (seperti merokok)


Demam
Sejak kapan ?
Demam timbul mendadak ?
Demamnya naik turun atau menetap ?
Nyeri otot
Sejak kapan ?
Dimana saja lokasi nyerinya ?
Nyeri menetap atau hilang timbul ?
Ada faktor yang memperberat ?

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :


Sebelumnya apakah pernah mengalami gejala seperti ini ?
Pernah terkena penyakit menahun ? (tbc, asthma, dll)
Pernah menderita penyakit yang menyebabkan harus dirawat di rumah
sakit ? (trauma, dbd,dll)

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :


Apakah memiliki riwayat penyakit keturunan di keluarga ? (DM, asthma,
jantung, kanker,dll)

Riwayat pekerjaan dan lingkungan kerja


Untuk diagnosis penyakit akibat kerja sangat penting untuk ditanyakan mengenai
riwat pekerjaan pasien.
Sudah berapa lama bekerja sekarang ? bekerja di bagian/dibidang apa
sekarang ?
Menanyakan riwayat pekerjaannya sebelumnya (dimana, berapa lama, sebagai

apa, dll )?
Berapa lama waktu bekerja dalam sehari ?
Apakah gejala penyakit berkurang pada saat tidak masuk bekerja ?
Alat kerja, bahan kerja, proses kerja apa yang digunakan dalam bekerja ?
Barang apa yang diproduksi/dihasilkan ?
Alat pelindung diri apa yang digunakan ?
Apakah hanya bekerja di ruangan atau ke luar ruangan pabrik juga ?

Pekerja pabrik lain ada yang mengalami hal yang sama ?


b. Pemeriksaan Fisik
Sebagian besar kasus tidak menunjukkan adanya tanda gangguan fisik. Hal
tersebut tidak berarti bahwa langkah pemeriksaan fisik dapat dihilangkan atau hanya
sepintas. Observasi menyeluruh terhadap pasien akan mengungkapkan pasien yang
napasnya memburu pada waktu istirahat atau setelah melakukan tes fungsi paru. Mungkin
ditemukan jari tabuh pada kasus asbestosis, berilosis atau kanker paru. Pada auskultasi
paru dapa ditemukan krepitasi halus pada basal paru pasien dengan asbestosis atau
silikosis. Mungkin terdapat mengi atau ronkhi pada pasien dengan asma yang
berhubungan dengan pekerjaan. Manifestasi extrapulmonar penyakit berilium kronis,
kanker paru atau mesotelioma ganas harus dicari jika dianggap perlu. Hal ini juga penting
dalam menentukan diagnosis banding atau mencari kemungkinan terjadinya komplikasi,
misalnya gagal jantung atau stenosis katup mitral yang mungkin tidak berhubungan
dengan kerja.
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan, antara lain :

Tanda-tanda vital (suhu, tekanan darah, frekuensi napas, frekuensi nadi)

Pemeriksaan fisik paru : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi


Umumnya pada pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita penyakit paru akibat

kerja akan didapatkan keluhan irtitsi saluran nafas bagian atas seperti : bersin-bersin,
iritasi pada mata, hidung, stridor dan gambaran trakeobronkitis. Gejala sistemik dapat
berupa mual, muntah, sakit kepala, kadang-kadang demam, pada keadaan berat dapat
terjadi oedem pulmonum.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fungsi paru
Evaluasi fungsi paru memberikan informasi tentang status fungsional.
Evaluasi ini membantu menetapkan derajat kebugaran atau kelemahan. Hal yang
paling mendasar pada tes ini adalah kapasitas vital (FVC), volume ekspirasi paksa
pada detik pertama (FEV1), dan perbandingan kedua hasil tersebut (FEV1/FVC).
FVC adalah seluruh volume udara yang bisa dikeluarkan secara paksa dari paru

setelah dilakukan ekspirasi maksimum dan FEV1 adalah volume udara yang
dikeluarkan pada detik pertama manuver tersebut.
Pada Bissinosis terdapat penurunan nilai KVP/FVC maupun VEP1/FEV1, dan
ciri ini jelas terlihat apabila pemeriksaan dilakukan pada hari Senin saat kembali
bekerja di lingkungan pabrik tekstil sesudah libur hari Minggu. Penurunan VEP1
pertahun lebih besar didapatkan diantara para pekerja tekstil dengan riwayat paparan
debu yang lama, bila dibandingkan dengan subjek yang tidak terpapar. Perokok juga
kelihatannya lebih rentan terhadap bissinosis daripada bukan perokok serta lebih
mungkin mengalami bentuk-bentuk lanjut penyakt ini. Gejala biasanya muncul
setelah seorang bekerja lebih dari 5 tahun, yang dapat berlanjut menjadi bronchitis
krnis atau emfisema.

Rontagen paru
Pemeriksaan rontagen paru dalam ukuran besar yang berkualitas baik penting
dilakukan, khususnya dalam menegakkan diagnosis asbestosis dan silikosis tahap
awal. Pemeriksaan rontagen paru selalu bermanfaat pada pekerja dengan gejala
pernapasan kronis, misalnya batuk sesak napas untuk menyaring kasus tuberculosis,
infeksi lain, atau keganasan. Pemeriksaan rontagen paru perlu dibuat serial. Diagnosis
silikosis atau asbestosis tidak boleh didasarkan pada satu foto saja; biasanya harus
berdasarkan paling sedikit dua foto dengan jarak beberapa bulan diantaranya. Hanya
sedikit korelasi antara temuan pada pemeriksaan rontagen paru dan hasil fungsi paru.
Jika terdapat keraguan atau kasus borderline, pemindaian resolusi tinggi yang
terkomputerisasi (high resolution computerized scan) dapat bermanfaat dalam
menentukan diagnosis diferensial lesi paru. Pemeriksaan rontagen paru juga dapat
bermanfaat pada keadaan paru akut untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
pneumonitis dan edema paru. Pada penyakit Bissinosis gambaran radiologi tidak
khas.

d. Pemeriksaan Tempat Kerja


Pabrik tekstil atau garmen yang memakai kapas sebagai bahan dasar memberikan
resiko paparan debu kapas pada saluran nafas pekerja. Salah satu bahaya kesehatan yang
ditimbulkan oleh karena penghisapan debu kapas, hemp atau flax sebagai bahan dasar

garmen adalah Bissinosis. Pada pemeriksaan tempat kerja dapat kita lakukan pengukuran
kadar dan ukuran partikel debu serta lama kerja. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh
Departemen Tenaga Kerja RI, nilai ambang batas untuk kadar debu kapas di lingkungan kerja
adalah 0,2 mg/m3.

2. Menentukan pajanan di tempat kerja


Pajanan yang dialami pekerja adalah debu kapas.
Dalam menentukan pajanan dapat diperoleh dari anamnesis, yakni pajanan saat ini dan
sebelumnya. Lebih baik jika ada pengukuran lingkungan. Pada kasus pekerja ini berkerja di
pabrik garmen sehingga terpajan oleh debu kapas yang terhirup masuk (terinhalasi) selama
bekerja.
3. Menentukan adanya hubungan pajanan dengan diagnosis klinis/penyakit
Pajanan debu kapas dapat menyebabkan bissinosis.
Pabrik garmen (pabrik tekstil) merupakan perusahaan yang memakai kapas senagai
bahan dasarnya. Sehingga paparan debu kapas dapat menyebabkan obstruksi saluran napas.
Bissinosis adalah penyakit paru akibat kerja dengan karakterisasi penyakit saluran nafas akut
atau kronis yang dijumpai pada pekerja pengolah kapas, rami halus, dan rami. Penyebab yang
sebenarnya tidak diketahui pasti tapi secara umum diterima bahwa penyakit ini disebabkan
pajanan terhadapa kapas, sisal atau nenas, rami halus, dan rami.
Pekerja kapas yang paling beresiko adalah mereka yang berada di kamar peniup dan
penyisir tempat pajanan terhadap debu kapas mentah paling tinggi. Mereka yang bertanggung
jawab untuk membersihkan mesin peniup dan mesin penyisir, misalnya pembersih dan
penggiling memiliki resiko yang paling tinggi.
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja RI, nilai ambang
batas untuk kadar debu kapas di lingkungan kerja adalah 0,2 mg/m3.
Gambaran klinis : penyakit ini memiliki ciri napas pendek dan dada sesak. Gejala
paling nyata dialami pada hari pertama hari kerja seminggu ( Sesak pada senin pagi/
Monday morning chest tightness atau Monday morning asthma). Mungkin disertai batuk
yang lama-kelamaan menjadi basah berdahak. Biasanya timbul demam selain sesak napas,

dan kadang-kadang gejala menetap untuk hari-hari berikutnya. Pengukuran fungsi paru
(sebelum dan sesudah giliran tugas) dapat menghasilkan penurunan FEV1 melampaui giliran
tugas. Pada sebagian besar individu, temuan ini akan berkurang atau hilang pada hari kedua
bekerja. Dengan pajanan yang berkepanjangan, baik gejala maupun perubahan fungsi akan
menjadi lebih berat dan mungkin akan menetap selama seminggu kerja. Pada pekerja yang
sudah lama terpajan selama bertahun-tahun, adanya riwayat dispnoe saat melakukan kegiatan
adalah temuan yang biasa. Tidak ditemukan tanda yang khas atau ciri tertentu pada
pemeriksaan fisik. Efek kronis memiliki ciri obstruksi jalan napas dan secara klinis tidak bisa
dibedakan dengan bronkhitis kronis dan emfisema.
Selain itu lama kerja dan tingkat kadar debu kapas yang memberikan paparan terdapat
korelasi dengan timbulnya bissinosis.
Dua keadaan lain penyakit pernapasan yang diasosiasikan dengan pekerja industri kapas:
Mill fever. Merupakan keadaan yang bersifat self limited, biasanya terjadi akibat pajanan
debu lingkungan. Ini berlangsung 2-3 hari. Gejalanya sakit kepala, malaise dan demam.
Gejala demam diserta linu dan nyeri. Penyakit ini tampak seperti flu yang merupakan
gejala yang sama dengan metal fume fever dan polymer fume fever. Mill fever
berhubungan dengan bakteri gram negatif yang terdapat pada debu pabrik. Ini menyerang
hanya sekali tetapi setelah absen lama dari pabrik, pajanan dapat kembali menyebabkan
serangan lain.
Weavers chought. Penenun memiliki pengalaman outbreak dari penyakit pernapasan
akut yang gejalanya adalah batuk kering, dimana pajanan debu dirasa rendah. Ini
merupakan hasil dari material yang menempel atau benang yang berjamur yang kadangkadang ditemukan dalam ruang penenunan dengan tingkat kelembaban yang tinggi.
Derajat Bissinosis :
Derajat Bissinosis ditentukan dari kapasitas ventilasi serta kuesioner standar
1.
2.
3.
4.

Derajat 0
Derajat
Derajat 1
Derajat 2

: tidak ada bissinosis


: kadang-kadan rasa dada tertekan pada hari I minggu kerja
: rasa dada tertekan atau sesak napas pada tiap hari I minggu kerja
: rasa berat di dada dan sukar bernapas tidak hanya pada hari I kerja, tetapi

juga pada hari lain minggu kerja


5. Derajat 3 : gejala seperti derajat 2 di tambah berkurangnya toleransi terhadap
aktivits secara menetap dan atau pengurangan kapasitas ventilasi

Diagnosis Kerja : Bissinosis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat klinis dan riwayat pajanan. Gambaran
penurunan FEV1 yang bermakna (10% atau lebih) setelah terpajan selama 6 jam pada hari
pertama bekerja setelah akhir minggu, memberikan bukti objektif tentang efek akut. Derajat
perbaikan penyumbatan jalan napas dapat dikaji dengan tes FEV1 sebelum giliran tugas
dilakukan setelah dua hari tidak terpajan
Ada 3 kriteria untuk diagnosis klinis Bissinosis :
1. Riwayat paparan yang pasti terhadap debu kapas
2. Gejala-gejala Bissinosis yang dikenali pada saat anamnesis dan pada beberapa kasus
manifestasi klinis bronchitis kronis
3. Penurunan kapasitas ventilasi selama jam kerja, yang lebih berat pada penderita Bisinosis
daripada individu normal dan pada umumnya lebih tinggi pada hari pertama minggu kerja
dibandingkan hari lainnya.
Diagnosis Banding
Asma akibat kerja
Pneumonitis Hipersensitif
4. Menentukan apakah pajanan cukup besar untuk menimbulkan penyakit tersebut
Pajanan cukup besar untuk menimbulkan penyakit, dapat kita lihat :
Patogenesis Bissinosis belum sepenuhnya jelas. Kelainan paru pada pasien Bissinosis
berupa bronkhitis kronis, yang kadang-kadang disertai wheezing, diduga erat hubungannya
dengan adanya endotoksin (suatu lipopolisakarida) yang dikeluarkan oleh bakteri yang
mengkontaminasi partikel debu kapas. Endotoksin inilah yang diduga sebagai penyebab
timbulnya kelainnan paru tadi. Para ahli yakin bahwa endotoksin ini sebagai penyebabnya.
Epidemiologi : Pekerja-pekerja yang bekerja di lingkungan pabrik tekstil, yang
mengelolah kapas sejak penguraian kapas, pembersihan, pemintalan, dan penenunan,
semuanya termasuk mempunyai risiko timbulnya bissinosis. Diketahui bahwa di masingmasing bagian tersebut kadar atau konsentrasi debu kapas tidak sama, maka besarnya resiko

juga berbeda-beda. Studi klinis sebelumnya melaporkan bahwa angka kejadian bronchitis
kronis pada para pekerja pabrik tekstil sekitar 4,5-26%. Pekerja yang bekerja pada bagian
pembersihan kapas untuk dipintal, pembersihan mesin-mesin tersebut mempunyai resiko
paling tinggi terjadinya bissinosis. Angka-angka prevalensi Bissinosis antara 20-50% telah
dilaporkan pada ruang-ruang penyisiran (cardroom) kapas dengan kadar debu respirasi
anatara 0,35 mg/m3 dan 0,60 mg/m3. Prevalensi kurang dari 10% ditemukan pada ruang
kerja dengan kadar debu respirasi kurang dari 0,1 mg/m3.
Ini dikaitkan bahwa progresitivitas penyakit meningkat jika durasi pajanan dan level
debu yang tinggi berlangsung lebih lama. Bisinosis sedang bersifat reversibel jika pajanan
dihentikan, sedangankan bisinosis dengan dengan pajanan yang menahun dapat bersifat
ireversibel. Orang dengan bisinosis berat jarang ditemukan dalam survey industri karena
mereka sulit untuk bekerja. Bisinosis terlihat lebih berat jika diasumsikan sebagai bronkitis
kronik. Tingkatan akhir dari penyakit ini adalah obstuksi saluran napas ygn menetap dengan
hiperinflamasi. Perokok meningkatkan resiko dari bissinosi yang ireversibel
5. Peranan faktor individu
Pada langkah ini status kesehatan pasien biasanya sangat berpengaruh seperti misalnya
riwayat alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, status kesehatan mental, dan kebersihan
perorangan tersebut.
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Adanya kebiasaan yang dapat memperburuk penyakit tersebut seperti hobi pasien,
kebiasaan pasien ; misalnya merokok dan pajanan yang terjadi di luar lingkungan kerja
(pajanan di rumah atau pada pekerjaan lainnya selain di lingkungan kerja).
Pada kasus bissinosis, paparan asap rokok diketahui mempunyai efek sinergis terhadap
timbulnya bissinosis apabila terjadi bersama pada para pekerja yang sedang mendapat
paparan debu kapas.
7. Diagnosis Okupasi
Bissinosis akibat kerja.
Oleh karena penyakit ini manifes saat pekerja berada di tempat kerjanya dan terpapar oleh
debu kapas tadi, maka bissinosis juga termasuk penyakit akibat kerja.

Pengendalian Penyakit Akibat Kerja (PAK)


1. Pengendalian Pajanan
Keberhasilan pencegahan penyakit akibat kerja dapat dicapai dengan mengendalikan pajanan
terhadap agens berbahaya sampai pada apa yang dianggap aman pada tingkat yang
diperbolehkan. Kegiatan ini juga adalah satu bagian unsur pencegahan primer karena
diarahkan pada upaya mencegah kerusakan dengan mengendalikan pajanan sampai tingkat
yang aman.

Pengendalian administratif
Pengendalian administratif mungkin bisa sebagai pilihan yang berguna atau tindakan
tambahan untuk mengurangi pajanan pegawai dalam bahaya pekerjaannya. Tindakan ini
dapat berbentuk perluasan dan rotasi pekerjaan, pembatasan jam kerja pada operasi
berbahaya, atau malah member tugas ulang pada pekerjaan sementara. Pelatihan pekerja
untuk mengenal bahaya pekerjaan, cara bekerja secara aman, dan hal yang harus dilakukan
dalam keadaan darurat atau bila penyakit akibat kerja timbul, adalah satu aspek lain

pencegahan yang penting.


Alat Pelindung perorangan (APD)
Pemakaian alat pelindung perorangan sering dipraktekan secara luas. Penggunaan ini
memiliki kebaikan, terutama relatif tidak mahal berguna untuk jangka pendek atau pajanan
yang kadang-kadang terhadap bahaya pekerjaan. Alat pelindung harus dipilih secara benar
supaya efektif. Misalnya untuk melindungi bagian tubuh paru yang mana dapat terkena
bahan berbahaya berupa debu dan asap; sehingga alat APD (PPE= Personal Protective
Equipment) seperti : masker wajah, respirator-respirator dengan filter penyerap, dan alat
bantu pernapasan.
2. Teknik Pengendalian
Pengendalian adalah upaya untuk mengurangi atau meniadakan bahan berbahaya di
lingkungan kerja. Untuk melakukan pengendalian, dapat dipilih teknologi yang paling
tepat dan mungkin dilaksanakan, atau teknologi mudah, murah, bermanfaat.
Pemilihan teknologi, sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal, antara lain :
a. Jenis bahaya yang potensial dan sumber serta lokasinya
b. Apakah sumber bahaya bisa dihilangkan secara menyeluruh

c. Apakah mungkin dilakukan substansi bahan, alat, atau cara kerja


d. Apakah kontak dengan hazard dapat dikurangi
Secara hierarki, pengendalian hazard yang diutamakan adalah pengendalian pada
sumbernya, lalu lingkungan kerja, terakhir langsung pada pekerjanya.

Pengendalian debu
Pengendalian debu di lingkungan kerja dapat dilakukan terhadap 3 hal yaitu
pencegahan terhadap sumbernya, media pengantar (transmisi) dan terhadap manusia
yang terkena dampak.
Pencegahan Terhadap Sumbernya
Pengontrolan debu diruang kerja terhadap sumbernya antara lain:
Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu diruang kerja dengan Local

Exhauster atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.


Subsitusi mengganti substansi tertentu yang berbahaya dengan sustansi yang
tidak atau rendah bahaya namun tetap memenuhi kebutuhan proses. Substitusi

alat yang mengeluarkan debu dengan yang tidak mengeluarkan debu.


Pencegahan Terhadap Transmisi
Upaya paling praktis dalam pencegahan debu adalah menggunakan air. Air
dapat digunakan untuk menyemprot coal face dan loose rock, dan pada
permukaan setelah blasting, dumping, atau berbagai rock handling process. Akan
tetapi, banyak pekerjaan underground kekurangan supply air yang cukup.
Ventilasi yang baik juga penting untuk mengeliminasi debu. Setiap tempat
kerja seharusnya memiliki supply udara bersih untuk mengencerkan atau
mengangkut airborne dust. Akan tetapi, underground ventilation, terutama di
negara berkembang, sering buruk akibat buruknya fasilitas. Ada 2 sistem dalam
prinsip aliran udara ini yaitu : supplay sistem dan exhaust sistem. Exhaust sistem
prinsipnya adalah untuk memindahkan udara kontaminan dari ruang kerja,
sedangkan supplay sistem adalah menambahkan udara ke dalam ruang kerja.
Selain itu fungsi lain dari sistem supplay adalah untuk menggerakkan udara
kearah yang diinginkan, juga digunakkan untuk mengganti udara yang telah
dipindahkan oleh exhaust sistem. Sehingga apabila ada exhaust sistem dengan
sendirinya harus ada supplay sistem.
Adapun sistem ventilasi yang digunakan :

a. Ventilasi penurun kadar

jika konsentrasi suatu sunstansi di udara berada

pada kisaran level maksimum yang diperbolehkan (OES), konsentrasi tersebut


dapa dikurangi hingga ke level yang lebih aman dengan memberikan pasokan
udara segar. Jika cara ini dilakukan, hasil konsentrasinya harus diperiksa
untuk memastikan bahwa target pengurangannya telah tercapai. Ventilasi
penurunan kadar ini jangan digunakan jika zat tersebut diberi batas kadar
maksimum.
b. Ventilasi exhaust setempat

ini merupakan sistem di mana berbahaya dalam

bentuk debu, asap, atau uap disedot di tempat mana dihasilkan. Hal ini dapat
dicapai dengan menggunakan tudung sedot yang dapat dipindah-pindahkan
yang ditempatkan di atas titik pembangkitan (misalnya : asap pengelasan, dan
sebagainya) atau dengan melakukan proses tersebut di dalam bilik tertutup
(misalnya bilik penyemprotan) dimana udara yang dari bilik ini disedot.
Pemeriksaan harus dilakukan pada kedua cara tersebut untuk memastikan

adanya aliran udara yang cukup.


Pencegahan Terhadap Tenaga Kerja
Perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap
bahaya kesehatan yang ada di lingkungan kerja. Antara lain dengan
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker. Penggunaan APD
merupakan alternative lain untuk melindungi pekerja dari bahaya kesehatan.
Namun APD harus sesuai dan adekuat.

3. Pemeriksaan Medis
- Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja
Alasan untuk melakukan pemeriksaan ini adalah sebagai berikut:
Menilai kebugaran untuk melakukan pekerjaan yang sudah ditetapkan,
misalnya: mengangkat barang yang berat atau mengemudikan kendaraan
umum (wajib berdasarkan hokum), juru masak (kemungkinan wajib juga
berdasarkan hokum), pengemudi (wajib)
Menilai kemampuan atau fitness untuk mengerjakan pekerjaan apa saja
Mengenal penyakit dalam keadaan dini yang masih dapat mengerjakan
pekerjaan tertentu atau pekerjaan yang disesuaikan agar tercapat tujuan
Data dasar informasi kemampuan pekerja

Sebagai criteria mendapatkan dana pension atau asuransi atau superannuitas


Atas permintaan manajemen dan
Peninjauan kecacatan agar dapat ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai.
Dalam praktik sehari-hari, dokter memeriksa tidak sampai 10% dari pelamar baru.
Mereka yang diperiksa itu sudah dapat ditetapkan secara apriori perlu dilihat dokter.

Mereka ini adalah :

Pekerja yang menyangkut keselamatan umum, seperti pengemudi, pilot pesawat

terbang, juru masak dll


Pekerja yang memerlukan ketahanan terhadap tuntutan pekerjaan berat yangtidak

spesifik dan menggunakan kekuatan fisik serta


Pekerja yang memerlukan ketahanan terhadap tuntutan pekerjaan berat yang
spesifik.

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja ini meliputi

Pemeriksaan fisik lengkap


Kesegaran jasmani
Rontgen paru-paru (bilamana mungkin)
Lobaratorium rutin
Pemeriksaan lain yang dianggap penting

Tuntutan pekerja spesifik dan evaluasi bahawa yang iakibatkannya ialah

Debu dilakukan foto rontgen toraks


Kebisingan dilakukan audiometric
Radiasi pengion dilakukan hematologi
Pelarut oraganik dilakuakn biokimia serum
Pekerja laboratorium dilakukan evauasi status imunologik
Allerge dilakukan uji atopi
Dokter mempunyai peranan penting dalam mendidik manajer dalam hal

menentukan Kriteria yang bsah untuk menerima atau menolak pelamar berdasarkan
pemeriksaan medis. Sebagai aturan umum, harus ada peluang untuk mengubah
pekerjaan sehingga sesuai dnegan kondisi pelamar. Jika pelamar ini sudah dipilih

olehmanajemen untuk pos tersebut, tanpa melihat hasil pemeriksaan kesehatan. Namun
demikian silang pendapat mengenai masalah ini masih tetap ada, terutama bila
menyangkut

superanuitas.

Sebagai

contoh,

beberapa

pengusaha

tidak

mau

mempekerjakan pelamar yang mengidap penyakit diabetes mellitus tergantung insulin


meskipun sudah terkontrol. Alasan dibalik penolakan ini adalah banyaknya absen sakit
yang akan dijalani oleh orang tadi dan adany kecenderungan untuk pension lebih dini.
Penolakan itu berakibat tidak tergantugnnya asuransi. Dengan alas an serupa, mereka
yang merokok akan memperoleh peluang lebih besar untuk ditolak bekerja, tetapi
ketidaklogisan ini masih menyelimuti beberapa pengusaha.
-

Pemeriksaan Kesehatan Berkala


Pemeriksaan kesehatan menjadi cirri yang menonjol untuk petugas dalam bidang
kesehatan kerja. Selain itu banyak manajer industry yang gemar menekankan
pentingnya pelayanan itu diberikan kepada pekerja. Namun, sayang sekali beberapa
pelayanan kesehatan kerja tidak lebih dari alat penyeleksi, tanpa evaluasi yang
mendalam terhadap manfaat pemeriksaan yang semakin mahal ini. Baik manajemen
maupun pekrja mempunyai keyakinan bahw apemeriksaan kesehatan berkala dapat
mencegah timbulnya gangguan kesehatan. Pandangan yang demikian sering didukung
oleh dokter yang mendapatkan penghasilan tambahan dari upaya itu. Kenyataan yang
sebenarnya, manfaat pemeriksaan itu beraneka ragam, mulai dari yang paling
bermanfaat sampai ke yang tak ada manfaatnya sama sekali. Kekeliruan utama terdapat
pada keyakinan yang berlebihan pada informasi yang diperoleh dari pemeriksaan
kesehatan

berkala

dengan

atau

tanpa

dukungan

pemeriksaan

foto

toraks,

elektrokardiografi dan pemeriksaan fungsi paru.


Ada upaya untuk membedakan antara penyaringan (screening) dan penemuan
kasus (case finding). Penyaringan merupakan upaya yang menggunakan prosedur dan
populasi yang tidak dipilih akan dikelompokkan menjadi dua group; satu group yang
mempunyai peluang besar untuk menderita penyakit yang mematikan atau membuat
cacat dan satu grup yang mempunyai peluang sedikit. Penemuan penyakit merupakan
upaya untuk menemukan penyakit dnegan berbagai macam pemeriksaan atau prosedur
oleh seorang petugas kesehatan yang sudah sejak lama mempunyai hubungan yang

berlanjut dengan orangyang diperiksa. Berdasarkan tinjauan terakhir mengenai


pemeriksaan kesehatan berkala, disepakati hanya ada beberapa kondisi orang dewasa
yang memerlukan survailance sistematik, baik untuk pencegahan maupun untuk
pengobatan. Beberapa kondisi tersebut adalah sebagai berikut:

Beberapa penyakit menular, seperti : rubella, cacar, kolera, tuberkulosis, hepatitis

dll
Gangguan penglihatan, seperti kelainan refraksi
Glaucoma sudut terbuka primer
Diabetes mellitus
Hipotiroidisme
Hipertensi dll
Upaya mengubah pola hidup perorangan, seperti pengendalian alkohol dan

pemakaian rokok dapat dilakukan dan efektif, namun kurang mendapatkan tanggapan
dari mereka yang diberi penyuluhan.
Pemeriksaan kesehatan berkala merupakan bagian yang sangat penting dalam
praktik kesehatan kerja, apabila dikerjakan dengan alasan spesifik dengan tujuan
spesifik dan dengan tindak lanjut yang spesifik, serta dilakukan oelh dokter berdasarkan
hasil pemeriksaan yang diperolehnya. Pemeriksaan itu dapat berupa:

Harus dilakukan karena peraturan, misalnya peraturan timbal


Sukarela dilakukan karena permintaan pengusaha saja atau atas nasihat petugas
kesehatan
Pemeriksaan kesehatan berkala ini merupakan pemeriksaan kesehatan yang

dilakukan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter.
Dimana tujuan pemeriksaan kesehatan berkala ini dilakukan untuk mempertahankan
derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya, menilai
kemungkinan adanya pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan. Pemeriksaan ini
dilakukan minimal setahun sekali, bila ada penyakit akibat kerja wajib lapor ke Dirjen
Binalindung Tenaga Kerja melalui Kanwil Ditjen Binalindung Tenaga Kerja.
Pemeriksaan kesehatan berkala yang dilakukan yaitu :

Pemeriksaan fisik lengkap


Kesehatan jasmani
Rontgen paru-paru
Laboratorium rutin
Pemeriksaan lain yang dianggap penting
Pemeriksaan Kesehatan Khusus
Pemeriksaan khusus merupakan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh
dokter secara khusu terhadap tenaga kerja tertentu, jenis pemeriksaan yang dilakukan
tergantung atas indikasi (ditentukan pleh dokter). Pemeriksaan khusus ini dilakukan
pada saat menilai adanya pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau
kelompok tenaga kerja tertentu, menilai kondisi kesehatan tenaga kerja yang telah
mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan yang lebih dari 2
minggu, dan digunakan untuk tenaga kerja yang berusia diatas 40 tahaun atau tenaga
kerja cacat serta tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu. Selain itu
tenaga kerja yang padanya terdapat dugaan tertentu mengenai gangguan kesehatan,
terdapat keluhan-keluhan gangguan kesehatan atau penyakit pada kelompok tenaga
kerja atau atas dasar pengamatan atau penilaian dari pihak yang berwenang atau
berwajib atau atas dasar pendapat umum dimasyarakat.
Cakupan pemeriksaan khusus yang dilakukan difokuskan kepada hal-hal yang
menjadi alas an diselenggarakannya pemeriksaan khusus.

Aspek adanya pengaruh pekerjaan atau lingkungan kerja kepada kesehatan tenaga
kerja
Kecelakaan kerja yang memerlukan perawatan lebih dari dua minggu
Usia lebih dari 40 tahun
Kembali bekerja sesudah sakit yang lama dsb
Dalam hal terdapat dugaan kuat adanya pengaruh pekerjaan terhadap kesehatan,

pemeriksaan khusus perlu diadakan tidak saja terdapat keadaan kesehatan melainnya
juga kepada factor-faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja.

4. Edukasi
Suatu penjelasan agar pekerja mengetahui dan mentaati peraturan dan undangundang yang berlaku serta tahu adanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja, sehingga
dapat bekerja lebih berhati-hati.

Seperti halnya wajib menggunakan APD, contoh:

pengunaan masker pada pekerja yang beresiko terpapar debu. Kita juga menerangkan
cara penggunaan APD dan menjelaskan pentingnya penggunaan alat-alat tersebut.
Pembatasan waktu selama pekerja terpajan terhadap zat tertentu yang berbahaya dapat
menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan kerja.
Kebersihan perorangan dan pakaiannya, merupakan hal yang penting, terutama
untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan bahan kimia serta
partikel lain. Higiene diri

kebanyakan gangguan kesehatan berasal dari sejumlah kecil

substansi kimia yang menempel di pakaian atau tangan dan tertelan ketika makan,
minum, atau merokok. Oleh karena itu perlu ada larangan makan, minum, dan merokok
di tempat kerja. Selain itu, para pekerja harus menukar seluruh pakaian yang dikenakan
dan mencuci bersih tangan mereka sebelummakan, minum, merokok.
Penatalaksanaan
1. Non-medikamentosa
Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversible sedangkan penyakit yang berat dan
kronis tidak. Pasien dengan gejala khas dan menunjukkan penurunan FEV1 10% atau lebih
harus dipindahkan ke daerah yang tidak terpajan. Pasien dengan penyumbatan jalan napas
sedang atau berat, misalnya FEV1 lebih rendah dari 60% dari nilai yang diperkirakan, juga
harus lebih baik tidak terpajan lebih lanjut
2. Medikamentosa
Diberikan bronkodilator biasanya untuk mencegah terjadinya bronkospasme. Pada kasus
yang yang lebih berat dapat diberikan terapi kortikosteroid.

PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan gejala gejala yang timbul pada pasien dalam skenario, pasien tersebut
menderita bisinosis. Penangan yang tepat dapat menyembuhkan dan menghindari resiko
komplikasi pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djojodibroto D. Respirologi. Jakarta: EGC;2009.h.198-202.
2. J.M Harrington. Buku saku kesehatan kerja. Edisi ke-3. Jakarta:EGC;2003.h.87-93.
3. Rahmatullah P. Buku ajar IPD jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta: InternaPublishing;2009.h.228791.
4. J.Jeyaratnam, David K. Buku ajar praktik kedokteran kerja. Jakarta:EGC;2009.h.351-68.
5. John R. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja.Edisi ke-3. Jakarta:penerbit
Erlangga;2006.h.142-3,178-180.

Anda mungkin juga menyukai