Anda di halaman 1dari 38

Pembimbing :

dr. Nasyaruddin Herry Taufik, Sp, RM

Oleh :
Aulia Rahmatun Nufus
Cut Chairani
Ema Fitriani
Eka Nadia
Maulina Fusya
Rizki Kurniawan
Rahma Riantini
T Akmal Kausar
Yuni Astuti Lubis
Kesehatan Kerja

Menurut ILO dan WHO :


Aspek kesehatan yang berhubungan erat dengan
lingkungan kerja dan pekerjaan yang secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi
kesehatan pekerja.
PENDAHULUAN

Seorang pekerja dapat mengalami berbagai


penyakit :
Occupational Disease.
Work Related Disease.
General Disease.
Indonesia

Penyakit akibat kerja (occupational disease)


terdiri dari :
1. Penyakit akibat kerja (Permennaker No. 01/Men/1981).
2. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja (Keppres RI No.
22 Tahun 1993).
National Institute for
Occupational Safety and
Health
1. Penyakit paru akibat kerja
2. Kanker
3. Penyakit jantung dan pembuluh darah
4. Gangguan reproduksi
5. Gangguan persarafan
6. Tuli akibat kebisingan
7. Dermatosis
8. Gangguan psikologi
ANATOMI DAN FISIOLOGI PARU
Hidung (otot pernafasan)
cavum nasi naso faring
laring trakea bronkus
principalis bronkus lobaris
bronkus segmentalis
bronkiolus terminalis
bronkiolus respiratorius
ductus alveolus
Data ILO tahun 1999, penyebab kematian
yang berhubungan dengan pekerjaan.
Menurut data WHO tahun 1999, terdapat
1,1 juta kematian oleh penyakit akibat
kerja di seluruh dunia serta 5% karena
pneumokoniosis.

Menurut surveillance of workrelated and


occupational respiratory disease (SWORD)
yang dilakukan di Inggris, pneumokoniosis
berada pada peringkat 3-4 setiap tahun.
Data SWORD di Inggris tahun Di Kanada kasus
1990-1998 pneumokoniosis pneumokoniosis pada
sebesar 10%. tahun 1992-1993 sebesar
10%.

Jumlah kasus kumulatif


Afrika Selatan pneumokoniosis diCina
tahun 1996-1999 dari tahun 1949-2001
sebesar 61%. mencapai 569 129 dan
sampai tahun 2008
mencapai 10 963 kasus.
AMERIKA SERIKAT AUSTRALIA

Tahun 1960 sekitar Tahun 1979-2002


30% terdapat >1000
Tahun 2002 hanya kasus
sekitar 2,5% pneumokoniosis
Tahun 2004 terdiri atas 56%
ditemukan asbestosis, 38%
sebanyak 2.531 silikosis dan 6%
kasus kematian pneumokoniosis
batubara
Prevalensi Pneumokoniosis di
Indonesia
PNEUMOCONIOSIS
Istilah pneumokoniosis berasal dari bahasa yunani

pneumoberarti paru konis berarti debu

Terminologi pneumokoniosis pertama kali digunakan untuk


menggambarkan penyakit paru yang berhubungan dengan inhalasi
debu mineral.

International Labour Organization (ILO) mendefinisikan


pneumokoniosis sebagai suatu kelainan yang terjadi akibat
penumpukan debu di dalam paru yang menyebabkan reaksi
jaringan terhadap debu tersebut.
Pneumokoniosis Berdasarkan Debu
Penyebabnya
Ada tiga kriteria mayor yang dapat
membantu untuk diagnosis
pneumokoniosis

Pajanan yang signifikan dengan debu mineral yang dicurigai dapat


menyebabkan pneumokoniosis dan disertai dengan periode laten yang
mendukung
1 Gejala seringkali timbul sebelum kelainan radiologis,

gambaran spesifik penyakit terutama pada kelainan radiologi dapat


membantu menen-tukan jenis pneumokoniosis. Gejala dan tanda
gangguan respirasi serta abnormalitas faal paru sering ditemukan pada
2 pneumokoniosis tetapi tidak spesifik untuk mendiagnosis pneumokoniosis

Tidak dapat dibuktikan ada penyakit lain yang menyerupai


pneumokoniosis. Pneumokoniosis kemungkinan mirip dengan penyakit
interstisial paru difus seperti sarkoidosis, idiophatic pulmonary fibrosis
(IPF) atau interstitial lung disease (ILD) yang berhubungan dengan
3 penyakit kolagen vaskular
Pemeriksaan Radiologis
1). Foto Toraks
Perselubungan pada pneumokoniosis yaitu perselubungan
halus dan kasar.
2) High Resolution Computed Tomography Scan
Gambaran pneumokoniosis adalah nodular sentrilobular
atau high attenuation pada area percabangan seperti
gambaran lesi bronkiolar.
Asbestosis menunjukkan gambaran garis penebalan
interlobular dan intralobular, opasitas subpleura atau
curvilinier dan honey comb pada basal paru.
Pemeriksaan Faal Paru

Spirometri untuk menilai volume paru.


Pemeriksaan kapasitas difusi (DLco).
Penyakit paru difus karena debu mineral
berhubungan dengan kelainan restriksi
karena terjadi fibrosis di parenkim paru.
Analisis Debu Penyebab

Sputum, bronchoalveolar lavage/BAL,


biopsi transbronkial atau biopsi paru
terbuka.

Pada asbestosis dapat ditemukan serat


asbes dan asbestos body (AB) pada
pemeriksaan BAL.
Tata laksana medis hanya simptomatik.
Tidak ada pengobatan yang efektif yang dapat
menginduksi regresi kelainan ataupun
menghentikan progesivitas pneumokoniosis.
Pencegahan merupakan tindakan yang paling
penting.
Menjaga kesehatan dapat dilakukan seperti
berhenti merokok.
pengobatan adekuat dilakukan bila dicurigai
terdapat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Asbestosis

Asbestosis adalah
pneumokoniosis yang
disebabkan oleh
akumulasi Pajanan serat
asbestos

Asbestos adalah kelompok mineral


silikat fi brosa dari logam magnesium
dan besi yang sering digunakan
sebagai bahan baku industri tegel
lantai dan atap.
Epidemiologi

Di Amerika Serikat :
10% pekerja penambang asbestos yang bekerja
selama 10-19 tahun, pada 90% pekerja yang
telah bekerja selama lebih dari 40 tahun .
CDC memperkirakan terdapat 1.290 kematian
akibat asbestosis di Amerika Serikat setiap
tahunnya dengan rata- rata usia penderita sekitar
79 tahun.
Kematian akibat asbestosis merupakan 28% dari
semua kasus kematian akibat pneumokoniosis.
PATOFISIOLOGI
Etiologi

Agen : debu asbes.


Asbes (asbestos) : senyawa silikat, mineral berbentuk serat,
tahan panas tinggi dan bahan korosif.
Bentuk asbes :
Amfibole : serat berbentuk lurus dan tajam menyerupai
jarum :
Anthophyllite, crocidolite, amosite, tremolite.
Serpentin : serat berbentuk garis belok-belok seperti ular.
Crysotile (white asbestos).
Lanjutan...
NILAI AMBANG BATAS
American Conference of Govermental Industrial Hygienists
(ACGIH).
1 serat per cc udara untuk asbes putih (chrysotile).
0,5 fiber per cc (amosite, human carcinogen).
2 fiber per cc (chrysotile, human carcinogen).
0,2 fiber per cc (crocidolite, human carcinogen).
2 fiber per cc (other form, human carcinogen).
Occupational Safety and Health Administration (OSHA)
2 serat/cc selama 8 jam sehari dan menjadi 1 serat/cc selama 8
jam/hari
PEMERIKSAAN ROENTGEN

Pada tahap awal, dapat diperoleh gambaran pola retikular pada


basal paru, ground-glass appearance, yang dapat
1 menggambarkan proses alveolitis dan fi brosis intersisial.

Tahap kedua ditandai dengan peningkatan bayangan opak kecil


iregular menjadi pola intersisial yang luas. Pada tahap ini
gambaran dapat mengaburkan batas jantung atau shaggy heart
2 border

Pada tahap akhir, dapat menjadi pola intersisial kasar dan


honey-comb pada paru atas, namun gambaran ini jarang
3 ditemukan.
Roentgen toraks laki-laki 54 tahun Gambaran plak pleura (tanda
dengan asbestosis: Terdapat panah): Plak bersifat simetris,
gambaran opak linear kasar pada terletak lateral dan dapat berada
basal paru, cenderung meningkat di sebelah atas diafragma.
pada paru kiri, batas jantung dan
diafragma menjadi kabur (shaggy
border sign).
PEMERIKSAAN CT-SCAN

Gambaran opak bulat, kecil, intralobular, septa.


intralobular menebal.
Adanya garis kurvilinear subpleura dan pita
parenkimal.
Penebalan septa menunjukkan adanya fi brosis.
Gambaran honey-comb pada fase lanjut dapat
ditemukan, namun jarang.
PENCEGAHAN dan PEMBERANTASAN

Substitusi
Mengganti bahan berbahaya dengan bahan
kurang berbahaya.
Isolasi
Mengisolir proses-proses yang berbahaya di
perusahaan.
Ventilasi Umum
Mengalirkan udara keluar ruang kerja agar kadar
bahan berbahaya < NAB
Ventilasi keluar setempat
Alat pelindung diri
Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja
Pemeriksaan kesehatan berkala
Pendidikan Kesehatan dan keselamatan
kerja.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai