Anda di halaman 1dari 24

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lambung

1. Anatomi.

Lambung adalah perluasan organ berongga besar menyerupai kantung

dalam rongga peritoneum yang terletak diantara esofagus dan usus

halus. Dalam keadaan kosong, lambung menyerupai tabung bentuk J,

dan bila penuh, berbentuk seperti buah pir raksasa. Lambung terdiri

dari antrum kardia (yang menerima esofagus), fundus besar seperti

kubah, badan utama atau korpus dan pylorus (Price & Wilson, 2006)

Gambar 3. Anatomi Lambung manusia (Moore et al, 2010)

Perdarahan lambung berasal dari arteri gastrica sinistra yang berasal

dari truncus coeliacus, arteri gastric dekstra yang dilepaskan dari arteri

hepatica, arteri gastroepiploica cabang dari arteri gastricaduodenalis,


10

arteri gastroepiploica cabang dari arteri gastricaduodenalis, arteri

gastro-omentalis yang berasal dari arteri splenica, dan arteri gastrica

breves berasal dari distal arteri splenica (Moore et al., 2010).

Gambar 4. Arteri-arteri gaster (Moore et al., 2010).

Vena-vena lambung mengikuti arteri-arteri yang sesuai dalam hal

letak dan lintasan. Vena gastrica dekstra dan vena-vena gastrica

sinistra mencurahkan isinya ke dalam vena porta hepatis, dan vena

gastrica breves dan vena gastro-omentalis membawa isinya ke vena

splenica yang bersatu dengan vena mesentrika superior untuk

membentuk vena porta hepatis. Vena gastro-omentalis dekstra

bermuara dalam vena mesentrica superior (Moore et al., 2010).


11

Gambar 5. Penyaluran vena-vena gaster (Moore et al., 2010)

Pembuluh limfe lambung mengikuti arteri sepanjang curvatura mayor

dan curvatura gastric minor. Pembuluh-pembuluh ini menyalurkan

limfe dari permukaan ventral dan permukaan dorsal lambung kedua

curvatura tersebut utuk dicurahkan ke dalam nodi lymphoidei

gastroepiploici yang tersebar ditempat tersebut. Pembuluh eferen dari

kelenjar limfe ini mengikuti arteri besar ke nodi lymphoidei coeliaci

(Moore et al., 2010). Persarafan lambung parasimpatis berasal dari

truncus vagalis anterior dan truncus vagalis posterior serta

cabangnya. Persarapan simpatis berasal dari segmen medula spinalis

T6-T9 melalui plexus coeliacus dan disebarkan melalui plexus

sekeliling arteria gastrica dan arteria gastro-omentalis (Moore et al.,

2010).
12

2. Histologi Lambung

Lambung adalah organ endokrin-eksokrin campuran yang mencerna

makanan dan mensekresi hormon. Lambung adalah bagian saluran

cerna yang melebar dengan fungsi utama menambahkan cairan asam

pada makanan yang masuk, mengubahnya melalui aktifitas otot

menjadi massa kental (khimus) dan melanjutkan proses pencernaan

yang telah dimulai dalam rongga mulut dengan menghasilkan enzim

proteolitik pepsin. Lambung juga membentuk lipase lambung yang

menguraikan trigliserida dengan bantuan lipase lingual (Junqueira et

al., 2007).

Gambar 6. Potongan lambung (Junqueira et al., 2007).

Pada pemeriksaan mikroskopis dapat dibedakan menjadi empat daerah

: kardia, fundus, korpus dan pilorus. Bagian fundus dan korpus

memiliki struktur mikroskopis yang identik, sehingga secara histologi

hanya ada tiga daerah. Mukosa dan submukosa lambung yang tidak
13

direnggangkan tampak makanan, maka lipatan ini akan merata

(Junqueira et al., 2007).

a. Mukosa

Mukosa lambung terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan

mukosa muskularis. Permukaan lumen mukosa ditutupi epitel

selapis silindris. Epitel ini juga meluas kedalam dan melapisi

foveola gastrica yang merupakan invaginasi epitel permukaan. Di

daerah fundus lambung, foveola ini tidak dalam dan masuk

kedalam mukosa sampai kedalaman seperempat tebalnya. Di

bawah epitel permukaan terdapat lapisan jaringan ikat longgar,

yaitu lamina propia, yang mengisi celah diantara kelenjar gastrika.

Lapisan luar mukosa dibatasi selapis tipis otot polos yaitu mukosa

muskularis yang terdiri atas lapisan sirkuler didalam dan

longitudinal diluar. Berkas serat otot polos dan mukosa muskularis

meluas dan terjulur ke dalam lamina propria diantara kelenjar

lambung ke arah epitel permukaan (Junqueira et al., 2007).

b. Kardia

Kardia adalah sabuk melingkar sempit selebar 1,5-3cm pada

peralihan antara esofagus dan lambung. Lamina propria nya

mengandung kelenjar kardia tubular simpleks atau bercabang.

Bagian terminal kelenjar ini banyak sekali bergelung dan sering

dengan lumen lebar. Hampir semua sel sekresi menghasilkan


14

mucus dan lisozim, tetapi terlihat beberapa sel parietal (yang

menghasilkan HCL). Struktur kelenjar ini serupa dengan kelenjar

kardia bagian akhir esofagus (Junqueira et al., 2007).

c. Fundus dan Korpus

Lamina propria di daerah ini terisi kelenjar lambung. Penyebaran

sel-sel epitel pada kelenjar lambung tidak merata. Bagian leher

terdiri atas sel-sel pra kembang dan sel mukosa leher, sedangkan

bagian dasar kelenjar mengandung sel parietal (oksitik), sel

zimogen (chief cell) dan sel enteroendokrin. Sel parietal berupa sel

bulat atau berbentuk piramid, dengan satu inti bulat ditengah,

dengan sitoplasma yang sangat eosinofilik dan membentuk

kanalikulus intraseluler (Junqueira et al., 2007).

d. Pilorus

Kelenjar pilorus lambung adalah kelenjar mukosa tubular

bercabang atau bergelung. Kelenjar ini mengeluarkan mukus dan

cukup banyak lisozim. Sel gastrin (G) yang melepaskan gastrin,

tersebar diantara sel-sel mukosa dari kelenjar pilorus. Gastrin yang

merangsang pengeluaran asam oleh sel parietal dari kelenjar

lambung. Sel enteroendokrin lain (sel D) mengeluarkan

somatostatin yang menghambat pelepasan hormon lain termasuk

gastrin (Eroschenko, 2003).

e. Lapisan Lain Dari Lambung


15

Submukosa adalah lapisan tepat dibawah mukosa muskularis. Pada

lambung kosong, lapisan ini meluas sampai ke dalam lipatan atau

rugae. Submukosa mengandung jaringan ikat tidak teratur yang

lebih padat dengan lebih banyak serat kolagen dibandingkan

dengan lamina propria. Muskularis mukosa tampak jelas pada

sediaan lambung, terdiri atas dua lapis otot polos yaitu lapisan

sirkular dalam dan longitudinal luar (Junqueira et al., 2007).

3. Ketahanan Mukosa Lambung

Menurut Enaganti (2006) ketahanan mukosa lambung (sering disebut

sitoproteksi) memegang peranan untuk mempertahankan integritas

mukosa lambung dari bahan berbahaya (faktor agresif) secara endogen

yaitu asam klorida, pepsin dan garam empedu, maupun secara

eksogen seperti obat, alkohol dan bakteri. Sistem pertahanan tersebut

terdiri atas :

a. Mukus dan Bikarbonat (mucous barrier)

Pada mukosa lambung dan duodenum diproduksi mukus

(glikoprotein) dan bikarbonat. Lapisan mukus ini melapisi

permukaan mukosa dengan tebal 2-3 kali tinggi sel epitel

permukaan. Mukus dan bikarbonat berfungsi melindungi mukosa

terhadap pengaruh asam dan pepsin, empedu dan zat perusak luar.

Salisilat dan analgetik non steroid lain dapat merusak lapisan

mukus ini (Robbins et al., 2007).


16

b. Resistensi Mukosa (mucosal resistance, barrier)

Faktor yang berperan disini adalah daya regenerasi sel (cell turn

over), potensial listrik membran mukosa dan kemampuan

penyembuhan luka. Cairan empedu dan salisilat dapat menurunkan

potensial listrik membran mukosa. Kerusakan atau kehilangan sel

akan segera dikompensasi dengan mitosis sel, sehingga keutuhan

permukaan mukosa dipertahankan (Enaganti, 2006).

Kemampuan proliferasi sel mukosa sangat penting untuk

mempertahankan keutuhan mukosa dan penyembuhan lesi mukosa.

Pada penderita dengan lesi mukosa akut dalam waktu singkat akan

terjadi proliferasi sel untuk menutupi lesi (Johnson et al., 2007).

c. Aliran Darah Mukosa (mikrosirkulasi)

Aliran darah mukosa yang menjamin suplai oksigen dan nutrisi

yang adekuat adalah penting untuk ketahanan mukosa. Setiap

penurunan aliran darah baik lokal maupun sistemik akan

menyebabkan anoksia sel, penurunan ketahanan mukosa dan

memudahkan terjadinya ulserasi (Ramakrishnan & Salnas, 2007).

Penurunan perfusi darah pada mukosa lambung memegang peranan

penting dalam patofisiologi ulkus akibat stress (stress ulser) pada

syok, sepsis, trauma berat dan sebagainya. Pada orang tua dengan

ulkus lambung ternyata disertai arteriosklerosis dan atrofi mukosa,

keadaan ini yang mempermudah kerusakan mukosa lambung

(Toruner, 2007).
17

d. Prostaglandin dan Beberapa Faktor Pertumbuhan

Disamping ketiga faktor tersebut diatas, ternyata Prostaglandin

(PG) yang dihasilkan mukosa lambung dan duodenum mempunyai

peranan penting dalam ketahanan mukosa (efek sitoprotektif).

Peranan PG tersebut antara lain meningkatkan sekresi mukus dan

bikarbonat, mempertahankan pompa sodium, stabilisasi membran

sel dan meningkatkan aliran darah mukosa. Komponen lain yang

akan memelihara ketahanan mukosa adalah epidermal growth

factor (EGF) dan transforming growth factor alpha (TGF-).

Kedua peptida ini pada lambung akan meningkatkan produksi

mukus dan menghambat produksi asam (Philipson et al., 2008).

4. Kerusakan Pada Mukosa Lambung

Pada keadaan normal, asam lambung dan pepsin tidak akan

menyebabkan kerusakan mukosa lambung dan duodenum. Bila oleh

karena sesuatu sebab ketahanan mukosa rusak (misalnya karena

salisilat, empedu, iskemia mukosa) maka akan terjadi difusi balik H+

dari lumen masuk ke dalam mukosa. Difusi balik H+ akan

menyebabkan reaksi berantai yang dapat merusak mukosa lambung

dan menyebabkan pepsin dilepas dalam jumlah besar (Enaganti,

2006).

Na+ dan protein plasma banyak yang masuk kedalam lumen dan

terjadi pelepasan histamin. Selanjutnya terjadi peningkatan sekresi


18

asam lambung oleh sel parietal, peningkatan permeabilitas kapiler,

oedema dan perdarahan. Di samping itu akan merangsang

parasimpatik lokal akibat sekresi asam lambung makin meningkat dan

tonus muskularis mukosa meninggi, sehingga kongesti vena makin

hebat dan menyebabkan perdarahan. Keadaan ini merupakan

lingkaran setan yang menyebabkan kerusakan mukosa makin

berlanjut, dapat terjadi erosi superfisial atau ulserasi (Tarnawski,

2005).

Iritasi pada mukosa yang berlangsung lama menyebabkan kerusakan

mukosa yang berulang-ulang sehingga dapat terjadi radang lambung

kronis dan tukak lambung. Hal ini terjadi misalnya pada pecandu

alkohol, perokok, pengguna analgetik non steroid jangka panjang dan

refluks empedu. Keadaan serupa terjadi juga pada fungsi pengosongan

lambung yang lambat, sehingga mukosa lambung kontak lama dengan

isi lambung (Sibuea dkk., 2005).


19

Gambar 7. Penyebab dan pertahanan kerusakan mukosa lambung


(Robbins et al., 2007).

a. Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan peradangan mukosa lambung yang

disebabkan oleh iritan lokal seperti NSAID, kafein, alkohol,

endotoksin bakteri. Bahan-bahan tersebut melekat pada epitel

lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung,

meninggalkan daerah epitel yang gundul (Price & Wilson, 2006).

Peradangan mungkin disertai perdarahan ke dalam mukosa,

terdapat edema mukosa, infiltrat peradangan neutrofil dan

terlepasnya epitel mukosa superfisialis (erosi) (Robbins et al.,

2007).

b. Gastritis Kronis

Gastritis kronis didefinisikan sebagai peradangan mukosa kronis

yang akhirnya menyebabkan atrofi mukosa dan metaplasia epitel

(Robbins, 2007). Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa

mempunyai permukaan yang rata (Price & Wilson, 2006).

Gastritis kronis dibagi menjadi dua kategori yaitu gastritis tipe A

dan tipe B. Tipe A sering disebut sebagai Gastritis auto imun

diakibatkan dari perubahan dari sel parietal, yang menimbulkan

atropi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit


20

auto imun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau

korpus dari lambung. Tipe B kadang disebut sebagai Helicobacter

Pylory mempengaruhi antrium dan pilorus (ujung bawah dekat

dedenum). Ini dihubungkan dengan bakteri Helicobacter Pylory

(H. Pylory) (Price & Wilson, 2006).

Apapun penyebabnya peradangan terdiri atas infiltrat limfosit dan

sel plasma di lamina propria, kadang disertai peradangan

neutrofilik di region lubang leher mukosa (Robbins et al., 2007).

c. Ulkus Gaster

Ulkus gaster adalah defek pada mukosa lambung yang meluas

melalui mukosa muskularis hingga submukosa atau lebih dalam.

Keadaan tersebut dapat terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan

antara pertahanan mukosa lambung dan faktor agresif (Price &

Wilson, 2006).

Salah satu penyebabnya adalah pemakaian NSAID melalui inhibisi

sintesis prostaglandin yang mengurangi pembentukan musin dan

bikarbonat. Berkurangnya musin menyebabkan sawar mukosa,

yang secara normal mencegah asam mencapai epitel melemah.

Sebagian NSAID akhirnya dapat masuk ke dalam mukosa yang

menyebabkan iritasi mukosa lambung. NSAID pun dapat

mengganggu angiogenesis sehingga penyembuhan luka terganggu

(Wallace & Vong, 2008). Secara mikroskopik terlihat gambaran

defek di mukosa yang menembus paling sedikit hingga submukosa


21

dan sering hingga muskularis propria atau lebih dalam (Robbins et

al., 2007).

B. Aspirin

Aspirin adalah prototipe dari grup OAINS yang paling banyak digunakan.

(Katzung, 2011). Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal

atau aspirin mempunyai efek terapeutik seperti antipiretik dan analgesik

dengan dosis 325 sampai 650 mg untuk dewasa dan efek anti-inflamasi

yang sering digunakan untuk penanganan artrirtis rheumatoid dengan dosis

4 sampai 6 gram sehari, serta mempunyai efek antikoagulan dengan dosis

40 sampai 80 mg per hari (Brunton et al., 2006).

1. Farmakodinamik Aspirin

Sediaan aspirin memiliki aktivitas penghambat radang dengan

mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin dari asam

arakhidonat melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase

(Katzung, 2011). Asam arakhidonat mulanya merupakan komponen

normal yang disimpan pada sel dalam bentuk fosfolipid dan dibebaskan

dari sel penyimpan lipid oleh asil hidrosilas (Wallace & Vong, 2008).

Terdapat dua jalur utama reaksi-reaksi yang dialami oleh asam

arakidonat pada metabolismenya yaitu jalur siklooksigenase serta jalur

lipooksigenase. Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin,


22

prostasiklin dan tromboksan, sementara jalur lipoksigenase

menghasilkan leukotrin (Robbins et al., 2007).

Prostaglandin yang dihasilkan melalui jalur siklooksigenase berperan

dalam proses timbulnya nyeri, demam dan reaksi-reaksi peradangan.

Serta merupakan sitoprotektor yang melindungi lambung dari faktor

agresif (asam lambung dan pepsin) (Sibuea dkk., 2005).

2. Farmakokinetik aspirin

Aspirin diabsorpsi dengan cepat dan praktis lengkap terutama di bagian

pertama duodenum. Namun, karena bersifat asam sebagian zat diserap

pula di lambung. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis

menjadi asam salisilat terutama dalam hati (Tjay & Rahardja, 2007).

1. Mekanisme Aspirin Merusak Mukosa Lambung

Patofisiologi utama kerusakan gaster akibat OAINS adalah disrupsi

fisiokimia pertahanan mukosa gaster dan inhibisi sistemik terhadap

pelindung mukosa gaster melalui inhibisi aktivitas Cyclooxygenase

(COX) mukosa gaster (Wallace & Vong, 2007).

Gangguan pencernaan yang dapat timbul dimulai dari dispepsia ringan

dan nyeri ulu hati sampai ulser lambung dan duodenum (Price &

Wilson, 2006). Efek samping tersebut mucul pada minggu-minggu

pertama pemakaian dengan dosis besar yaitu 4 sampai 5 gram sehari

(Brunton et al., 2006) yang sering digunakan pada terapi raumatoid


23

arthritis. Mekanisme aspirin dalam merusak mukosa lambung terdiri

dari dua cara yaitu topikal dan sistemik (Katzung, 2011).

Efek topikal terjadi karena aspirin yang bersifat asam dan lipofilik,

sehingga memudahkan obat masuk bersama H+ dan terperangkap di

dalam sel. Selanjutnya terjadi pembengkakan disertai proses inflamasi

dan akan terjadi kerusakan sel epitel tersebut (Philipson et al., 2008).

Peran faktor agresif seperti asam lambung dan pepsin akan

memperberat lesi mukosa karena bertambahnya proses radang yang

terjadi. Efek topikal ini akan diikuti oleh efek sistemik dalam bentuk

hambatan produksi prostaglandin melalui jalur COX-1 dan COX-2

(Lichtenberger et al., 2007).

Prostaglandin dalam lambung merupakan sitoprotektor, akibat

sintesisnya yang berkurang karena hambatan aspirin maka ketahanan

mukosa (faktor defensif) lambung terganggu oleh faktor agresif (HCL,

pepsin, OAINS dll) (Sibuea dkk., 2005).

Hambatan sintesis prostaglandin dari COX-1 oleh aspirin dapat

mempengaruhi faktor defensif mukosa lambung (Robbins et al., 2007).

Penurunan kadar prostaglandin dari jalur COX-1 akan menurunkan

produksi mukus yang menjaga mukosa dari faktor iritan. Saat produksi

mukus melemah, difusi asam lambung serta terperangkapnya obat

aspirin ke dalam mukosa mudah terjadi. Sehingga terjadilah efek

topikal aspirin yang berakibat reaksi inflamasi (Price & Wilson, 2006).
24

Produksi prostaglandin dari jalur COX-1 juga menghambat aliran darah

sehingga proses penyembuhan terganggu (Wallace & Vong, 2008).

Hambatan sintesis prostaglandin dari jalur COX-2 juga dapat merusak

mukosa lambung. Pemakaian aspirin dapat menginduksi adhesi

neutrofil di sel endotel pembuluh darah. Proses ini terjadi karena

naiknya kadar tumor necrosis factor alpha (TNF-) akibat sintesis

PGE2 yang menurun dari jalur COX-2. Kenaikan kadar TNF- akan

menginduksi pengeluaran molekul adhesi endotel yaitu intercellular

adhesion molecule 1 (ICAM-1) yang akan menambah melekat kuatnya

neutrofil pada sel endotel sebelum masuk ke ruang ekstravaskuler

(Wallace & Vong, 2008).

Apabila terjadi ekstravasasi neutrofil maka akan mengaktifasi neutrofil

untuk melakukan fagositosis dan menimbulkan kerusakan mukosa

melalui pembentukan oksigen radikal, nitrogen reaktif dan protease.

Radikal bebas ini akan menginduksi lipid peroksidase yang akan

mempengaruhi lemak tak jenuh pada dinding sel epitel melalui proses

stres oksidatif dan akan berakibat gangguan permeabilitas dinding sel

sehingga timbul kerusakan sel (Kaneko et al., 2007).


25

Aspirin

Proteksi Gi Cox-1 topikal Cox-2 inflamasi

Prostaglandin yang : prostaglandin


memicu:
sekresi mukus edema
aliran darah mukosa demam
agregasi platelet nyeri
penyembuhan

penurunan difusi adhesi


faktor defensif H+ neutrofil

hambatan aliran darah


pembentukan radikal
bebas
Lesi mukosa

Gambar 8. Mekanisme Aspirin Merusak Mukosa Lambung


(Wallace & Vong, 2008).
C. Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.)

Temulawak yang mempunyai nama ilmiah Curcuma xanthorrhiza Roxb

adalah tanaman obat-obatan yang tergolong dalam suku temu-temuan

(Zingiberacea). Temulawak banyak ditemukan di hutan-hutan daerah

tropis. Temulawak juga berkembang biak di tanah tegalan sekitar

pemukiman, teutama pada tanah yang gembur, sehingga buah rimpangnya

mudah berkembang menjadi besar. Daerah tumbuhnya selain di dataran

rendah juga dapat tumbuh baik sampai pada ketinggian tanah 1.500 meter

di atas permukaan laut (Afifah, 2005).


26

Gambar 9. Rimpang Temulawak (Itanursari, 2009)

1. Taksonomi

Menurut Wijayakusuma (2007) klasifikasi temulawak adalah sebagai

berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae.

Kelas : Monocotyledonae.

Ordo : Zingiberales.

Keluarga : Zingiberaceae.

Genus : Curcuma.

Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

2. Fisiologis Temulawak

Kandungan kimia rimpang temulawak sebagai sumber bahan pangan,

bahan baku obat industri atau bahan baku obat dapat dibedakan atas

beberapa fraksi yaitu fraksi pati, fraksi kurkuminoid dan fraksi minyak
27

atsiri (Ravindran, 2005). Selain ketiga fraksi di atas, masih terdapat

kandungan lain dalam rimpang temulawak, yaitu lemak, serat kasar,

protein, flavonoid dan senyawa fenol (Ravindran & Babu, 2005).

Pati rimpang temulawak merupakan salah satu kandungan dalam

jumlah yang cukup besar, berbentuk serbuk warna putih kekuningan

karena mengandung kurkuminoid. Kadar pati

dalam rimpang temulawak bervariasi antara 48% hingga 54%

tergantung pada ketinggian tempat tumbuh. Makin tinggi tempat

tumbuh, makin rendah kadar patinya (Sugiharto, 2004).

Kurkuminoid pada rimpang temulawak terdiri dari dua komponen

yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin, mempunyai warna kuning

atau kuning jingga, berbentuk serbuk dengan rasa sedikit pahit.

Kurkumioid mempunyai aroma yang khas, tidak bersifat toksik (Sidik,

2006). Menurut Fatmawati (2008), kurkumin rimpang temulawak

berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi,

menurunkan kadar kolesterol darah dan mencegah pembentukan

lemak dalam sel hati. Kurkumin sendiri merupakan molekul dengan

kadar polifenol yang rendah namun memiliki aktivitas biologi yang

tinggi sebagai antioksidan serta bersifat antiinflamasi karna dapat

menekan pembentukan Nuclear Factor Kappa-B (NF-kB) yaitu suatu

molekul transkripsi sitokin peradangan (Jian et al., 2005).

Minyak atsiri merupakan senyawa yang dapat meningkatkan produksi

getah bening. Kandungan kimia minyak atsiri antara lain feladren,


28

kamfer, tumerol, tolil-metilkarbinol, arkurkumen, zingiberen,

kuzerenon, germekon, serta xanthorrhizol. Minyak atsiri juga dapat

digunakan sebagai antibakteri spektrum luas (Hwang, 2004).

Selain senyawa diatas, flavonoid dan fenol yang dimiliki temulawak

juga merupakan senyawa antioksidan. Fenol dan flavonoid merupakan

antioksidan dari golongan antioksidasi pemutus rantai yang akan

memotong perbanyakan reaksi berantai sehingga akan mengendalikan

dan mengurangi peroksidasi lipid manusia dimana peroksidasi lipid

merupakan reaksi rantai dengan berbagai efek yang berpotensial

merusak jaringan (Priyanto, 2007).

3. Khasiat Temulawak Terhadap Lambung.

Rimpang temulawak dapat digunakan sebagai obat antioksidan,

aktifitas tersebut disebabkan karena adanya senyawa flavonoid, fenol

serta kurkumin (Jayaprakasha et al., 2006). Antioksidan intraselular,

seperti glutation melindungi mukosa lambung dari stres oksidatif dari

fagositosis, ketika sistem pertahanan antioksidan tidak mencukupi,

radikal bebas menyebabkan kerusakan membran sel, kerusakan

oksidatif dan kematian sel juga terjadi terus-menerus (Repetto &

Llesuy., 2002).

Aktivitas antioksidan flavonoid, kurkumin dan fenol adalah efisien

dalam menjebak anion superoksida (O2.), radikal hidroksil (OH.),

peroksil (ROO.), alkoksil (RO.) yang terbentuk dari hasil sampingan


29

aktivitas fagositosis (Lacasa et al., 2000). Selain itu, flavonoid juga

menstabilisasi membran dan mempengaruhi beberapa proses

metabolisme intermediet dan menginhibisi peroksidasi lipid.

Flavonoid dapat meningkatkan kandungan prostaglandin mukosa dan

mukus di mukosa lambung dengan menstimulasi COX-1,

menunjukkan efek sitoprotekti, mengurangi sekresi asam mukosa,

serta inhibisi produksi pepsinogen (Lacasa et al., 2000).

Menurut Kast (2000) konsumsi aspirin dapat menaikkan kadar TNF-

karena hambatan dari COX-2. TNF- berfungsi dalam induksi

intercellular adhesion molecule 1 (ICAM1), molekul ini berfungsi

untuk menambah perlekatan neutrofil pada sel endotel pembuluh

darah, apabila terjadi ekstravasasi neutrofil maka aktivasi neutrofil

akan menginduksi pembentukan radikal bebas dari hasil fagositosis

(Robbins et al., 2007).

Kurkumin yang dikandung temulawak selain mengandung senyawa

fenolik, juga memiliki aktifitas menekan pembentukan NF-kB yang

merupakan faktor transkripsi sejumlah gen penting dalam proses

imunitas dan inflamasi, salah satunya untuk membentuk TNF-.

Dengan menekan kerja NF-kB maka radikal bebas dari hasil

sampingan inflamasi berkurang (Chattopadhyay et al., 2006).


30

D. Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague dawley

1. Klasifikasi

Klasifikasi tikus putih (Setiorini, 2012).

Kingdom : Animalia.

Filum : Chordata.

Kelas : Mamalia.

Ordo : Rodentia.

Subordo : Odontoceti.

Familia : Muridae.

Genus : Rattus.

Spesies : Rattus norvegicus.

2. Tikus Sprague dawley

Tikus Sprague dawley adalah jenis outbred dari tikus albino yang

digunakan secara ekstensif dalam penelitian medis. Keuntungan

utamanya adalah ketenangan dan kemudahan dalam penanganan.

Galur tikus Sprague dawley pertama kali dikembangkan dan

diproduksi oleh peternakan Sprague dawley (yang kemudian menjadi

perusahaan hewan Sprague dawley) di Madison, Wisconsin. Tikus ini

pertama kali digunakan secara luas untuk keperluan penelitian.

Fasilitas penangkaran dikelola pertama kali oleh Gibco dan kemudian

dibeli oleh Harlan (sekarang Harlan Sprague Dawley) pada bulan

Januari 1980 (Kurrahman, 2012).


31

Ukuran panjang rata-rata tikus Sprague dawley adalah 10,5cm. berat

rata-rata tikus dewasa adalah 250-300 gr untuk betina, dan 450-520 gr

untuk jantan. Rentang hidup ada pada kisaran 2,5-3,5 tahun. Tikus

dari galur Sprague dawley ini biasanya memiliki ekor yang lebih

panjang sehingga meningkatkan rasio panjang tubuh dibandingkan

dengan tikus galur wistar (Kurrahman, 2012).

3. Histologi Lambung Tikus

Mukosa lambung merupakan lapisan paling dalam dari lambung dan

merupakan bagian terbesar dan terluas dari dinding lambung. Bagian

dalam mukosa lambung dilapisi oleh sel epitel kolumner selapis

dengan inti sel yang jelas. Sebagian besar mukosa lambung dipenuhi

oleh kelenjar lambung yang terletak dipermukaan luminal epitel.

Bagian basal kelenjar ini terdiri dari sel chief atau sel zimogen dan

kadang-kadang terdapat sel parietal, sedangkan bagian leher kelenjar

terdiri dari sel leher mukosa dan sel parietal (Khattab, 2007).

a. Sel epitel permukaan/mukosa

Sel-sel ini menyusun epitel yang melapisi permukaan dalam

lambung yang kontak langsung dengan lumen. Sel-sel ini

berbentuk irregular sampai piramid dengan nukleus ovoid dibagian

basal yang dikelilingi massa sitoplasmik jernih, bagian apikal sel-

sel ini terdiri dari granul-granul padat parietal (Khattab, 2007).

b. Sel chief / zimogen


32

Sel-sel ini sebagian besar terletak didasar kelenjar gaster dan

bertanggung jawab dalam sekresi propepsinogen. Sel-sel ini

memiliki bentuk piramid atau kerucut dengan sitoplasma basofilik

dan nucleus sferis yang terletak di basal parietal (Khattab, 2007).

c. Sel parietal/oksitik

Sel-sel ini dikenal dengan sel penghasil asam dan merupakan

secretor utama asam HCL dig aster. Sel-sel ini tersebar diantara

tipe sel yang lain. Sel parietal berukuran besar dengan bentuk

piramid atau sferis, sitoplasma asidofilik, dan berinti sferis di

tengah parietal (Khattab, 2007).

d. Sel argentaffin/enteroendokrin

Sel-sel ini sitemukan didasar kelenjar gaster, berukuran kecil dan

berbentuk piramid atau kerucut. Sitoplasma nya mengandung

granul-granul sekretori dibagian basal dengan nukleus sferis di

basal parietal (Khattab, 2007).

Anda mungkin juga menyukai