Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lambung

2.1.1 Anatomi Lambung

Lambung merupakan organ berongga saluran pencernaan yang terletak

tepat di bawah costae pada regio hypocondrica sinistra. Lambung memiliki tiga

bagian, yakni Pars Cardiaca (jalan masuk Lambung), Corpus Gastricum (bagian

utama dengan fundus gastricus di superior), dan Pars Pylorica (tempat keluar dari

lambung yang berlanjut sebagai antrum pyloricum dan Canalis Pyloricus).

Lambung memiliki dinding anterior dan posterior (Pars anterior dan posterior).

Curvatura minor terletak di sisi kanan, curvatura major di sisi kiri (Paulsen dan

Waschke, 2010).

(Paulsen & Waschke, 2012).

Gambar 2. 1 Anatomi Lambung

4
5

Dinding lambung terdiri dari tiga lapis muskular (tunika muskularis) tapi

tidak ditemukan secara konsisten di semua reggio lambung. Lapisan longitudinal

eksterna (stratum longitudinale) berbatasan dengan lapisan sirkular (stratum

sirkulare). Lapisan paling dalam terdiri dari serat otot oblik (Fibrae obliquae)

yang hilang pada curvatura minor. Bagian ventral lambung berdekatan dengan

hepar, diafragma, dan dinding abdomen, bagian dorsal lambung berdekatan

dengan organ limpa, ginjal, glandula adrenal, pancreas, dan mesocolon

transversum (Paulsen & Waschke, 2012).

(Paulsen dan Waschke, 2010).

Gambar 2. 2 Lapisan muskular pada lambung


6

(Paulsen dan Waschke, 2010)

Gambar 2. 3 Vaskularisasi lambung

Perdarahan lambung berasal arteri gastrica sinistra cabang dari truncus

coeliacus, arteri gastric dekstra yang dilepaskan dari arteri hepatica, arteri

gastroepiploica cabang dari arteri gastricaduodenalis, arteri gastroepiploica

cabang dari arteri gastricaduodenalis, arteri gastro-omentalis yang berasal dari

arteri splenica, dan arteri gastrica reves berasal dari distal arteri splenica. Vena-

vena lambung mengikuti arteri-arteri yang sesuai dalam hal letak dan lintasan.

Vena gastrica dekstra dan vena-vena gastrica sinistra mencurahkan isinya ke

dalam vena porta hepatis, dan vena gastrica breves dan vena gastro-omentalis

membawa isinya ke vena splenica yang bersatu dengan vena mesentrika superior

untuk membentuk vena porta hepatis. Vena gastro-omentalis dekstra bermuara

dalam vena mesentrica superior (Moore, 2013).


7

2.1.2 Histologi lambung

Lambung secara histologis terdiri atas empat lapisan yang tersusun dari

dalam ke luar yakni lapisan mukosa, lapisan submukosa, lapisan muskularis, dan

lapisan serosa (Price dan Wilson, 2012) .

a. Lapisan mukosa

Lapisan mukosa merupakan lapisan yang tersusun atas lipatan lipatan

longitudinal, disebut juga rugae. Mukosa lambung terdiri atas tiga lapisan, yakni

epitel, lapisan propria, dan muskularis mukosa. Pada epitel permukaannya

menekuk dengan kedalamaan berbeda ke dalam lamina propria membentuk sumur

lambung (gastric pits). Lamina propria tersusun atas jaringan pengikat longgar

diselingi otot polos dan sel-sel limfoid. Juga terdapat muskularis mukosa, yakni

lapisan yang memisahkan mukosa dan submukosa yang masih merupakan lapisan

otot polos (Junquiera dan Carneiro, 2007)

b. Lapisan submukosa

Lapisan submukosa tersusun atas jaringan alveolar longgar yang

menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini

memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Pada lapisan ini

banyak mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe (Price dan

Wilson, 2012)
8

c. Lapisan muskularis

Lapisan muskularis tersusun atas tiga lapis otot polos. Bagian luar tersusun

atas lapisan longitudinal, bagian tengah tersusun atas lapisan sirkuler, dan bagian

dalam tersusun atas lapisan oblik (Price dan Wilson, 2012)

d. Lapisan serosa

Lapisan ini adalah lapisan tipis jaringan ikat yang menutupi lapisan

muskularis. Merupakan lapisan paling luar yang merupakan bagian dari

peritonium visceralis. Jaringan ikat yang menutupi peritonium visceralis banyak

mengandung sel lemak (Eroschenko, 2010).

(Mescher, 2010)

Gambar 2. 4 Lapisan-lapisan pada dinding lambung; M: mukosa, SM:


submukosa, ME: muskularis eksterna, S: serosa.
9

Epitel yang melapisi mukosa lambung membentuk lekukan-lekukan dalam

yang disebut sebagai faveola gastrika. Lapisan submukosa lambung terdiri atas

pembuluh darah dan pembuluh limfe. Lapisan ini disebut dengan sel-sel limfoid,

makrofag, dan sel mast. Pada lapisan muskularis eksterna, lambung dilapisi oleh

otot polos yang tersusun dalam tiga arah utama, mulai dari bagian terluar tersusun

longitudinal, sirkular, dan oblik pada bagian terdalam. Pada regio pilorus, otot

polos mengalami penebalan sehingga membentuk sfingter pilorus.

Lapisan serosa lambung terdiri atas pembuluh darah, pembuluh limfe,

jaringan lemak, dan selapis epitel gepeng (mesotel) (Mescher, 2016).

(Mescher, 2016)

Gambar 2. 5 Histologi Lambung


10

2.1.3 Fisiologi Lambung

Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai fungsi pencernaan dan

motorik. Pencernaan protein, sintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan

merupakan beberapa fungsi pencernaan dan sekresi lambung. Kelenjar oksintik

(gastrik) dan kelenjar pilorik merupakan kelenjar pada mukosa lambung yang

penting. Kelenjar oksintik sebagaian besar terletak di proksimal lambung lainnya

dapat ditemukan pada fundus dan korpus lambung. Kelenjar pilorik terletak pada

bagian antral lambung. Pembentukan asam dengan mensekresikan mukus, asam

hidroklorida (HCl), faktor intrinsik dan pepsinogen merupakan fungsi dari

kelenjar oksintik, sedangkan Kelenjar pilorik berfungsi untuk mensekresikan

mukus sebagai pelindung mukosa pilorus, enzim- enzim seperti pepsinogen, renin,

lipase lambung dan hormon gastrin (Guyton & Hall, 2014).

2.2 Ulkus Lambung

2.2.1 Definisi

Ulkus merupakan keadaan di mana kontinuitas mukosa lambung terputus

dan meluas sampai di bawah epitel. Lesi pada lambung adalah awal mula

terjadinya ulkus, yang jika dibiarkan akan berakibat timbulnya ulkus bahkan

kanker dan kematian (Price, 2005). Keseimbangan Faktor Agresif dan Faktor

Defensif juga dapat menyebabkan luka pada lambung, luka dilambung dapat

terjadi jika terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif ( asam dan

pepsin) dengan faktor defensif (bikarbonat, aliran darah, prostaglandin)

Ketidakseimbangan ini dapat terjadi karena faktor agresif meningkat atau faktor

defensif yang menurun. (Sudoyo et al 2009). Ulkus lambung dapat ditemukan


11

pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu

esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroduodenal, juga jejunum

(Harnawati, 2008). Ulkus lambung sering terjadi di sepanjang curvatura minor

ujung antral lambung (Guyton dan Hall,2014). Ulkus didefinisikan sebagai daerah

diskontinuitas permukaan epitel. Ulkus lambung adalah putusnya kontinuitas

mukosa lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang

tidak meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi. Iritasi atau erosi

lambung adalah kehilangan integritas yang karakteristik dari mukosa lambung

yang terbatas pada mukosa dan tidak tidak meluas di bawah muskularis mukosa.

Iritasi dapat berupa hiperemi ringan dan edema disertai sebukan sel radang,

limfosit, makrofag, kadang-kadang PMN, dan eosinofil pada lapisan permukaan

dari lamina propia. Kadang-kadang terjadi pelepasan mukosa setempat dan jarang

mengenai seluruh mukosa. (Price dan Lorraine,2005). Destruksi mukosa lambung

diduga merupakan faktor penting dalam patogenesis iritasi lambung. Aspirin,

alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang mengiritasi mukosa lambung seperti

kafein dalam kopi mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi

balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan khususnya pembuluh darah.

Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan

meningkatkan permeabilitas vaskuler terhadap protein. Mukosa menjadi edema,

dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,

mengakibatkan hemoragi intestinalis dan perdarahan. (Price dan Lorraine, 2005).


12

(Price dan Lorraine, 2005)

Gambar 2. 6 Kedalaman ulkus

2.2.2 Etiologi

Ulkus lambung terjadi karena banyak faktor seperti pola makan yang tidak

teratur dan memakan makanan yang mengandung asam tinggi seperti durian,

kopi, dan teh. Makan makanan yang tidak teratur dan mengandung asam yang

tinggi dapat meningkatkan asam lambung yang bila terjadi dalam jangka panjang

dapat menyebabkan ulkus lambung (Kurniawaty & Mustofa, 2013). Sel parietal

mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptic mengeluarkan pepsinogen yang

akan diubah oleh HCl menjadi pepsin. Kedua zat ini ( HCl dan pepsin)

merupakan zat agresif yang iritan terhadap mukosa lambung. Bahan iritan ini

akan menimbulkan defek barrier mukosa dan menyebabkan terjadinya difusi

balik ion 𝐻 +. Histamin terangsang untuk meneluarkan asam lambung lebih

banyak sehingga timbul vasodilatasi pembuluh darah,peningkatan permeabilitas

kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut/ kronik dan ulkus lambung.(

Sudoyo et al 2009). Keberadaan Bakteri Helicobacter pillory atau Campylobacter

pillory yang merupakan kuman pathogen gram negatif berbentuk batang yang
13

dapat bergerak dengan mudah pada lapisan mukus yg melapisi mukosa gaster ini

juga dapat menyebabkan luka pada lambung. Infeksi bakteri ini dapat

menyebabkan stimulasi keluarnya gastrin dari antrum sehingga terjadi interaksi

antara kompleks vagus, gastrin dan histamin yang menyebabkan mekanisme

feedback positif dan menstimulsi sekresi asam lambung sehingga kadarnya

berlebih. Hiperseksresi asam lambung yang secara kuat berefek merusak lapisan

lambung hal ini akan dapat menyebabkan ulkus lambung jika lapisan yang rusak

sampai mengenai lapisan submukosa.(Konturek. et al,2006). Rusaknya mukosa

lambung dapat terjadi akibat penghambatan prostaglandin, karena akan

mengakibatkan ketidakseimbangan antara faktor desensif dan faktor agresif yang

merupakan patofisiologi dari terbentuknya ulkus lambung. Kerusakan mukosa

yang terjadi terus menerus akan menyebabkan terkikisnya lapisan lambung

hingga submukosa bahkan submuscularis, hal ini lah yang disebut dengan ulkus

lambung (Sibue. et all,2005). Etiologi terjadinya ulkus lambung yang paling

utama adalah kerusakan sawar mukosa lambung. Di mana kerusakan sawar ini

disebabkan oleh beberapa zat, di antaranya NSAID, garam empedu, dan alkohol.

Zat- zat ini dapat mendestruksi mukosa lambung, sehingga memungkinkan difusi

balik HCl yang mengakibatkan kerusakan jaringan. Histamin sebagai salah satu

mediator inflamasi yang dikeluarkan akan merangsang sekresi HCl lebih banyak

lagi dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi

edema, dan sejumlah protein akan hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,

mengakibatkan hemoragi interstitial dan perdarahan (Price dan Lorraine, 2005).

Penggunaan OAINS dan mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan defek


14

lapisan mukus dan terjadinya difusi ion 𝐻 + sehingga timbul gastritis akut/kronik

dan ulkus lambung. Sindroma Zollinger Ellison, penyakit Crohn disease juga

dapat menyebabkan ulkus lambung namun jarang (Tarigan, 2014).

2.2.3 Tanda dan gejala

Gejala-gejala pada ulkus lambung dapat hilang dalam beberapa hari, minggu,

bulan, atau hanya hilang sementara lalu kembali lagi dan sering dengan penyebab

yang tidak diketahui (Kurniawaty & Mustofa, 2013). Umumnya, biasanya

penderita ulkus gaster mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindrom /

kumpulan keluhan pada saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu

hati, dan cepat merasa senang. Penderita ulkus lambung akan merasa nyeri pada

ulu hati, rasa tidak nyaman disertai muntah. Rasa nyeri akan timbul setelah makan

dan biasanya akan terasa pada sebelah kiri dari garis tengah perut. Rasa sakit akan

bermula pada satu titik lalu difus menjalar ke punggung (Tarigan, 2014).

2.2.4 Diagnosis

Diagnosis ulkus lambung dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan

hasil pemeriksaan penunjang

2.2.4.1 Pemeriksaan Fisik

Pada ulkus lambung tanpa komplikasi jarang menunjukkan kelainan fisik.

Rasa sakit/nyeri ulu hati di sebelah kiri garis tengah perut dan penurunan berat

badan merupakan tanda fisik yang dapat ditemukan pada ulkus gaster tanpa

komplikasi (Tarigan, 2014).


15

2.2.4.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada ulkus gaster berupa pemeriksaan laboratorium,

radiologi dan endoskopi. Pemerikasaan laboratorium seringkali normal dan tidak

spesifik untuk mendiagnosis ulkus gaster namun tetap dilakukan untuk

menyingkirkan adanya komplikasi atau penyakit yang mendasari. Anemia dapat

terjadi akibat adanya perdarahan, leukositosis menandakan adanya penetrasi ulkus

atau perforasi (Sanusi, 2011). Pemeriksaan Radiologi dengan barium meal kontras

ganda dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis ulkus gaster. Selain itu,

untuk menegakkan diagnosis keganasan ulkus gaster harus dilakukan pemeriksaan

histopatologi, sitologi dan brushing dengan biopsi melalui endoskopi (Tarigan,

2014).

2.2.5 Tatalaksana

Tatalaksana pada ulkus gaster terdiri dari non medikamentosa dan

medikamentosa.

2.2.5.1 Non Medikamentosa

Tatalaksana non medikamentosa pada penderita ulkus gaster adalah istirahat

dan diet. Umumnya, penderita ulkus lambung dianjurkan untuk pengobatan rawat

jalan bila tidak berhasil dianjurkan untuk rawat inap (Tarigan, 2014). Istirahat

yang cukup dapat mengurangi refluks empedu dan stress. Stress dan kecemasan

dapat meningkatkan asam lambung yang menyebabkan terjadinya ulkus lambung

(Kurniawaty & Mustofa, 2013).


16

2.2.5.2 Medikamentosa

Pengobatan ulkus lambung memiliki jenis yang berbeda sesuai dengan

penyebab dan gejala yang dialami, berikut jenis obatnya yaitu antasida, antagonis

histamin H2, penghambat pompa proton, pelindung mukosa (Gunawan, 2016)

a. Golongan antasida

Antasida adalah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna

untuk menghilangkan nyeri akibat asam lambung terlalu banyak di lambung

(Gunawan, 2016). Mekanisme kerjanya adalah antasida yang merupakan basa

lemah bereaksi dengan asam hidroklorida lambung untuk membentuk garam dan

air (menetralkan lambung) (Katzung, 2011). Farmakokinetik dari obat ini adalah

antasida diserap dan diekresi oleh ginjal. Oleh karena itu, penderita insufisiensi

ginjal tidak boleh menggunakan obat ini untuk waktu yang lama (Katzung, 2011).

Farmakodinamik dari obat ini adalah antasida dibersihkan dari perut kosong

dalam waktu 30 menit. Akan tetapi, adanya makanan dalam lambung cukup untuk

menaikan pH lambung hingga sekitar 5 dalam waktu 1 jam dan untuk

memperlama efek netralisasi dari antasida selama 2-3 jam (Brunton; et all. 2011).

Golongan antasida terdiri atas natrium bikarbonat, aluminium hidroksida, kalsium

karbonat, magnesium hidroksida, dan magnesium trisilikat (Gunawan, 2016).

b. Golongan antagonis reseptor H2 Antagonis

Reseptor H2 adalah obat untuk meningkatkan penyembuhan ulkus lambung

dan duo denum, untuk mengobati serta untuk mencegah terjadinya stress ulser.
17

Mekanisme kerja antagonis reseptor histamin H2 adalah menghambat produksi

asam yang dirangsang oleh histamin melalui kompetisi reversible dengan

histamine untuk berikatan dengan reseptor H2 pada membran basolateral pada sel-

sel parietal (Brunton, et all. 2011). Farmakokinetik dari obat ini adalah obat

golongan ini diabsorpsi di usus. Simetidin, ranitidin dan famotidin mengalami

metabolisme di hati dengan bioavailabilitasnya sekitar 50%. Hanya sedikit

nizatidin mengalami metabolisme di hati sehingga bioavailabilitasnya mencampai

hampir 100%. Waktu paruh serum keempat obat tersebut berkisar dari 1-1,4 jam,

namun durasi kerjanya bergantung pada dosis yang diberikan (Katzung, 2011).

Farmakodinamik dari obat ini adalah semua antagonis reseptor H2 menghambat

60-70% sekresi asam selama 24 jam. Antagonis H2 terutama efektif menghambat

sekresi asam di malam hari (yang sangat bergantung pada histamin) tetapi hanya

berdampak kecil terhadap sekresi asam yang dipicu oleh makanan. Jadi obat ini

menyekat lebih dari 90% sekresi asam di malam hari tetapi hanya 60-80% sekresi

asam di siang hari. Dosis obat yang biasa dianjurkan mempertahankan inhibisi

asam lebih dari 50% selama 10 jam. Karena itu , obat ini biasa diberikan sebanyak

dua kali sehari (Katzung, 2011). Golongan antagonis reseptor histamine H2 terdiri

atas simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin (Brunton,et all 2011).

c. Golongan penghambat pompa proton

Penghambat pompa proton adalah suatu prodrug yang membutuhkan suasana

asam untuk aktivasinya yang digunakan untuk penyembuhan ulkus lambung dan

duodenum serta untuk mengobati penyakit refluks gastroesofagus yang tidak


18

memberikan respon terhadap pengobatan dengan antagonis reseptor H2.

Mekanisme kerjanya adalah setelah diabsorpsi dan masuk kelambung obat ini

mengalami aktivasi menjadi bentuk sulfonamide tetrasiklik. Bentuk aktif ini

berikatan dengan gugus 𝐻 +, 𝐾 +, ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa

proton) lalu ikatan ini menyebabkan terjadinya penghambatan enzim tersebut.

Setelah terjadinya penghambatan enzim tersebut produksi asam lambung terhenti

80% s/d 95% (Gunawan, 2016). Farmakokinetik dari obat ini adalah penghambat

pompa proton diberikan sebagai prekursor obat yang tidak aktif. Untuk

melindungi prekursor obat yang labil asam ini agar tidak cepat dihancurkan dalam

lumen lambung, sediaan oralnya diformulasikan dalam bentuk tablet atau kapsul

salut enteric atau resisten asam. Setelah melalui lambung dan masuk kedalam

lumen usus halus yang bersifat alkali, salut enterik tadi akan larut dan prekursor

obat tersebut kemudian diserap. Bioavailabilitas menurun sekitar 50% dengan

makanan, sehingga obat ini harus diberi dalam keadaan lambung kosong.

Penghambat pompa proton harus diberikan sekitar 1 jam sebelum makan sehingga

kadar puncaknya dalam serum bertepatan dengan aktivitas maksimal sekresi

pompa proton. Obat-obat ini memiliki waktu paruh serum yang singkat, yakni

sekitar 1,5 jam akan tetapi durasi inhibisi asamnya bertahan hingga 24 jam.

Penghambat pompa proton ini merupakan obat yang ideal selain memiliki waktu

paruh yang singkat, obat-obat ini terkonsentrasi dan teraktivasi didekat lokasi

kerjanya serta memiliki durasi kerja yang panjang (Katzung, 2011).

Farmakodinamik dari obat ini adalah penghambat pompa proton menghambat


19

80% s/d 95% sekresi asam. Golongan penghambat pompa proton terdiri atas

omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, rabeprazol. (Gunawan, 2016).

d. Golongan pelindung mukosa

Golongan pelindung mukosa adalah obat untuk pengobatan ulkus lambung

dan tukak duodenum. Mekanisme kerjanya adalah membentuk polimer mirip lem

dalam suasana asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif

(Gunawan, 2016). Farmakokinetik dari obat ini adalah dalam air atau larutan asam

membentuk pasta kental dan kuat untuk berikatan secara selektif dengan ulkus

selama 6 jam. Kurang dari 3% dari keseluruhan obat dan aluminium diserap dari

saluran cerna, sisanya di ekskresi dalam feses (Katzung, 2011). Farmakodinamik

dari obat ini adalah sukrosa sulfat yang bermuatan negatif ini berikatan dengan

protein yang bermuatan positif didasar ulkus sehingga membentuk sawar fisik

yang membatasi kerusakan dan merangsang sekresi prostaglandin (Katzung,

2011). Golongan pelindung mukosa terdiri atas sukralfat (Gunawan, 2016).

2.3 Tanaman Krokot (Portulaca oleracea L.)


Tumbuhan Krokot (Portulaca oleracea L.),(nama daerah:Krokot) adalah

genus dari tanaman dari suku Portulacaceae dengan tinggi dapat mencapai 40 cm.

Terdapat sekitar 40-100 spesies yang ditemukan di daerah tropis dan daerah

bermusim empat. Portulaca pertama kali diidentifikasi di Massachusetts, USA

tahun 1672. Salah satu spesiesnya yaitu Portulaca oleracea dikenal sebagai

tanaman purslane yang dapat dimakan sebagai salad karena mengandung nutrisi
20

bioprotektif seperti antioksidan, vitamin dan asam amino. Di beberapa daerah

Portulaca/krokot (Portulaca oleracea L.) dikenal sebagai tanaman hama.

Beberapa spesies Portulaca/krokot (Portulaca oleracea L.) juga menjadi

makanan bagi ulat ngengat dan kupu-kupu (Spieler,2006). Didalam kandungan

tumbuhan krokot (Portulaca oleracea L.) terdapat kandungan flavonoid yang

banyak dan berlimpah,dan kandungan tersebut memiliki fungsi antara lain sebagai

antioksidan dan anantiinflamasi. Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah

banyak diteliti, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk menangkal radikal

bebas di dalam tubuh sekaligus dapat memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak (Patil

& Jadhav, 2013). Flavonoid juga dapat menghambat enzim cAMP, protein kinase

C, dan protein phosphorylation, sehingga dapat menghambat terjadinya tukak

lambung (Sandhar et al,2011). Selain itu, flavonoid dapat juga berefek sebagai

analgesik, antipiretik, antiedema, antikanker, antiinflamasi, antibakteri,

antidepresi, tukak lambung, serta antialergi (Pandey & Singht, 2010).

Senyawa flavonoid ini merupakan antioksidan kuat yang dapat mencegah

terbentuknya radikal bebas (Sakihama, 2002). Karlina dkk, (2013)

mengungkapkan bahwa senyawa metabolit sekunder flavonoid yang terkandung di

ekstrak herba krokot (Portulaca oleracea L.) bersifat polar. Flavonoid merupakan

golongan fitokimia yang bersifat polar karena memiliki gugus hidroksil sehingga

flavonoid merupakan senyawa yang bersifat polar dan larut pada pelarut polar

seperti etanol, metanol, aseton, air, dan lain-lain (Melodita, 2011).


21

2.3.1 Klasifikasi tanaman Tanaman Krokot (Portulaca oleracea L.)


mempunyai sistematika tanaman sebagai berikut:

Subkingdom : Tracheobionta

Kingdom : Plantae

Superdivisi : Magnoliophyta

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Caryophyllidae

Ordo : Caryophyllales

(BPOM,2010)
Gambar 2. 7 Tanaman krokot (Portulaca oleracea L.)

2.3.2 Kandungan Tanaman krokot (Portulaca oleracea L.)

Dimana kandungan tanaman herba krokot (Portulaca oleracea L.)

didalamnya terkandung zat flavonoid dalam jumlah yang banyak,sehingga

tumbuhan ini mempunyai banyak fungsi,diantaranya adalah antiinflamasi.


22

Flavonoid yang terkandung dalam tumbuhan krokot antara lain, kaemferol,

apigenin, mirisetin, quersetin, dan luteolin (Boroushaki et al. 2004). Biji krokot

mengandung β-sitisterol. Seluruh tanaman ini mengandung l-norepinefrin,

karbohidrat, fruktosa, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan banyak

mengandung asam askorbat. (Dalimartha 2009) mengungkapkan bahwa tanaman

krokot secara tradisional dapat membuang panas-lembap dan racun, meredakan

nyeri (analgetik), meluruhkan kencing (diuretik), menghentikan perdarahan

(hemostatik), menurunkan kadar glukosa darah, mempercepat penyembuhan luka,

menghilangkan bengkak, dan melancarkan darah. Herba ini menyebabkan

pengerutan pembuluh darah (vasokontriksi) serta kontraksi otot polos usus dan

Rahim. Masyarakat Cina menggunakan tanaman ini sebagai obat antihipertensi,

antidiabetik, obat luka dan relaksasi otot (Rashed et al. 2004). Beberapa penelitian

melaporkan bahwa krokot (Portulaca oleracea L.) mengandung banyak

komponen senyawa aktif. Beberapa senyawa yang telah dilaporkan mencakup

omega-3, vitamin (A, B dan C), asam organik (asam oksalat, asam kafein, asam

malat, dan asam sitrat), alkaloid, komarin, flavonoid, glikosida jantung, glikosida

antrakuinon, alanin, katekolamin, saponin, dan tannin (Mohammad. et al , 2004 ;

Xin. at al, 2008).

Tabel 2. 1 Kandungan Senyawa Tanaman Krokot

Flavonoid Alkaloid Terpenoid Vitamin Organic Mineral

Acids

Naringenin Brucine Myrcene Vitamin A a-Linoleic P


23

acid

Kaempferol Quinine Portulene Vitamin E Linoleic acid Fe

Quercetin Febrifuge Lupeol Riboflavin Palmitic acid Ca

Luteolin Styrchine Friedalen Niacin Stearic acid Mg

Myricetin Caffeine Mentol Vitamin C Oleic acid Cu

Apigenin Pyrodixin Docoxahexae Zn

noic acid

(Rahimi et al., 2017)

Hasil penelitian (Wasnik, 2014) menunjukkan krokot (Portulaca oleracea

L.) mengandung saponin, glikosida, alkaloid, steroid, flavonoid, senyawa fenol,

di dan triterpene, tanin dan protein. Menurut (Sicari, 2018) jenis flavonoid dalam

krokot (Portulaca oleracea L.) adalah apigenin, kaempferol, luteolin, quersetin,

isorhamnetin dan kaempferol 3-O-glikosida. Sedangkan senyawa fenol terdiri atas

asam kafeat, asam p-kumarat, dan asam ferulat. Analisis pada daun menunjukkan

adanya protein, karbohidrat, bahan mineral, kalsium, magnesium, asam oksalat,

tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C, karoten (sebagai vitamin A),

vitamin E, asam lemak, termasuk asam lemak omega 3 (asam linolenat). Daun

juga mengandung musilago yang mengandung residu asam galakturonat,

arabinosa, galaktosa, dan rhamnosa. Ekstrak biji mengandung asam-asam lemak


24

(asam palmitat, stearat, behenat, oleat, linoleat, dan linolenat), sitosterol, protein

(1-noradrenaline, dopamine, dopa, catechol), flavonoid liquiritin, beta karoten.

Ekstrak metanol mengandung glikosida monoterpen, portulosida A, sitosterol,

allantoin, betanin dan betasianin (Masoodi, 2011). Penelitian yang di

publikasikan artemis P. Simopoulos menyatakan bahwa krokot memiliki 0,01

mg/g eicosapentaenoic acid (EPA). EPA adalah asam lemak omega-3 yang di

temukan pada ikan, algae tertentu, biji rami. Selain itu ia mengandung berbagai

vitamin, mineral, dan dua jenis pigmen alkaloid beta. Krokot (Portulaca oleracea

L.) mengandung betacyanin yang menyebabkan batang bewarna kemerahan dan

betaxanthin yang ada pada bunga (kuning) dan sedikit pada daun. Dari penelitian

di laboratorium, kedua jenis pigmen itu merupakan anti oksidan potensial dan

memiliki sifat antimutagenik.

2.3.3 Kandungan Dan Manfaat Bahan Aktif Tanaman Krokot (Portulaca

oleracea L.)

2.3.3.1 Flavonoid

Krokot (Portulaca oleracea L.) memiliki kandungan flavonoid yaitu

sekitar kurang lebih 4,05 miligram per 100 gram. Flavonoid Merupakan sistem

aromatik yang terkonjugasi, senyawa ini terdapat dalam semua tumbuhan

berpembuluh, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang

manapun mungkin saja terdapat dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida

(Harbone 1987). Nutrisi yang dikandung krokot antara lain karbohidrat, protein,

lemak, air juga vitamin, yaitu yaitu vitamin A, B1, B2, B3, B6, B9, C, serta
25

mineral kalsium, besi magnesium, mangan, fosfor, kalium, dan seng. Senyawa

kimia lain yang di kandung diantaranya asam lemak (asam linoleat, asam oleat,

palmitat), yaitu asam lemak esensial yang dibutuhkan oleh tubuh, senyawa yang

berkhasiat antioksidan sepeti asam sirat, asam fenolat, dan flavonoid (kaempferol,

apigenin, mirisetin, kuersetin, luteolin) (Hardiman, 2014).. Senyawa flavonoid

mempunyai kerangka dasar karbon dalam inti dasarnya yang tersusun dalam

konfigurasi C6 - C3 - C6. Susunan tersebut dapat menghasilkan tiga struktur

yaitu: 1,3-diaril propana (flavonoid), 1,2-diaril propana (isoflavonoid), 2,2-diaril

propana (neoflavonoid). Flavonoid merupakan senyawa polar karena mempunyai

gugus hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, sehingga flavonoid cukup larut

dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol dan air (Markham 1998).

Flavonoid dikenal sebagai antioksidan dan memberikan daya tarik sejumlah

peneliti untuk meneliti flavonoid sebagai obat yang berpotensi mengobati

penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas. Aktivitas sebagai antioksidan

dimiliki oleh sebagian besar flavonoid disebabkan adanya gugus hidroksi fenolik

dalam stuktur molekulnya. Ketika senyawa-senyawa ini bereaksi dengan radikal

bebas, mereka membentuk radikal baru yang distabilisasi oleh efek resonansi inti

aromatik (Rohyami 2008). Kinerja dan manfaat flavonoid juga dijelaskan dalam

penelitian Lafuente (2009) bahwa jika flavonoid masuk ke dalam tubuh akan

memiliki kemampuan untuk memodulasi inflamasi sel, memodulasi enzim,

memodulasi gen, sebagai antioksidan untuk menangkap radikal bebas,

menghambat produksi ROS (Reactive Oxygen Species) dan menghambat enzim

pro-oksidan. Flavonoid memiliki banyak macam diantaranya narigenin,


26

quercetin, myricetin, apigenin, luteolin masing-masing memiliki aktivitas

analgesik (Fatima et al., 2018). Manfaat flavonoid antara lain untuk melindungi

struktur sel, meningkatkan efektifitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos

tulang dan sebagai antibiotik (Haris, 2011).

2.3.3.2 Tanin

Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui

mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai adsringent, anti diare, anti bakteri dan

antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks,

terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal,

mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut

(Liberty 2012). Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri adalah menghambat

enzim reverse transkriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri tidak

dapat terbentuk. Tanin juga memiliki aktifitas antibakteri yang berhubungan

dengan kemampuannya untuk menginaktifkan adhesin sel mikroba juga

menginaktifkan enzim, dan menggangu transport protein pada pada lapisan dalam

sel. Selain itu target tanin pada polipeptida dinding sel menyebabkan

pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna dan menyebabkan sel bakteri

menjadi lisis dikarenakan tekanan osmotik maupun fisik sehingga sel bakteri akan

mati.(Nuria 2009 dan Sari 2011 dalam Ngajow, 2013)

2.3.3.3 Saponin

Saponin merupakan suatu glikosida yaitu campuran glikosida yaitu

campuran karbohidrat sederhana dengan aglikon yang terdapat pada


27

bermacammacam tanaman. Saponin di bedajan berdasarkan hasil hidrolisisnya

menjadi karbohidrat dan sapogenin, sedangkan sapogenin terdiri dari dari dua

golongan yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid. Saponin banyak di

pelajari terutama karena kandunganya kemungkinan berpengaruh pada nutrisi.

Saponin memiliki karakteristik berupa buih, sehingga ketika di reaksikan dengan

air dan di kocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin

mudah larut dalam air dan tidak larut dalam eter, memiliki rasa pahit menusuk dan

menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir. Saponin merupakan racun

yang dapat menghancurkan butir darah atau hemolisis pada adarah, bersifat bagi

hewan berdarah dingin. Saponin yang bersifat darah atau racun biasa di sebut

sebagai sapotoksin. Saponin paling tepat direaksikan dari tanaman dengan pelarut

etanol 70-90% atau metanol.ekstrak saponin akan banyak dihasilkan jika

diekstraksikan menggunakan metanol karena saponin bersifat polar sehingga akan

lebih mudah larut daripada pelarut lain (racman, 2015). Sedangkan aktivitas

farmakologi saponin yang telah dilaporkan antara lain sebagai antiinflamasi,

antibiotik, antifungi, antivirus, hepatoprotektor serta antiulcer (Soetan 2006).

Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan

permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan

mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar, senyawa ini berdifusi melalui

membran luar dan dinding sel yang rentan, lalu mengikat membran sitoplasma

dan mengganggu juga mengurangi Hal ini menyebabkan sitoplasma akan bocor

keluar dari sel yang mengakibatkan kematian sel. (Nuria 2009 ; Sari 2011)
28

2.3.3.4 Alkaloid

Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder terbesar. Alkaloid

memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan

cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga

lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel

tersebut (Robinson, 1995). Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbanyak

yang memiliki atom nitrogen, yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan.

Sebagian besar senyawa alkaloid bersumber dari tumbuh-tumbuhan

angiospermae. Alkaloid dapat ditemukan pada berbagai bagian tanaman, seperti

bunga, biji, daun, ranting, akar, dan kulit batang. (Ningrum et al., 2016).

2.3.3.5 Terpenoid

Terpenoid merupakan senyawa kimia yang terdiri dari beberapa unit isopren.

Kebanyakan terpenoid mempunyai struktur siklik dan mempunyai satu gugus fungsi

atau lebih. Terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma

sel tumbuhan. Senyawa terpenoid terdiri atas beberapa kelompok. Senyawa

terpenoid ini adalah salah satu senyawa kimia bahan alam yang banyak digunakan

sebagai obat. Terpenoid yang mempunyai efek fisiologis terhadap manusia yaitu

dapat menahan pembelahan sel sehingga dapat menghalangi pertumbuhan tumor

(Ramadhani, 2016).

2.3.3.6 Vitamin

Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan untuk berbagai fungsi

biokimiawi dan umumnya tidak disintesis oleh tubuh sehingga harus dipasok dari
29

makanan. Vitamin yang pertama kali ditemukan adalah vitamin A dan B, masing-

masing larut dalam lemak dan larut dalam air. Kemudian ditemukan lagi vitamin-

vitamin yang lain yang juga bersifat larut dalam lemak atau larut dalam air. Sifat larut

dalam lemak atau larut dalam air sebagai dasar klasifikasi vitamin.Vitamin yang larut

dalam air, seluruhnya diberi simbol anggota B kompleks kecuali (vitamin C) dan

vitamin larut dalam lemak yang baru ditemukan diberi simbol menurut abjad (vitamin

A, D, E, dan K). Vitamin memiliki peranan spesifik di dalam tubuh dan dapat pula

memberikan manfaat kesehatan. Bila kadar senyawa ini tidak mencukupi, tubuh

dapat mengalami suatu penyakit. Vitamin yang larut dalam lemak kelebihannya di

dalam tubuh akan menimbulkan gejala toksisitas. Vitamin yang larut dalam air

kelebihannya dalam tubuh dikeluarkan melalui urin, sehingga tidak didapati

keadaan yang toksik dalam tubuh (Triana, 2016).

2.3.3.7 Mineral

Salah satu zat gizi yang dibutuhkan tubuh adalah mineral. Mineral

memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat

sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga

berperan dalam berbagai tahap metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam

aktivitas enzim-enzim. Kekurangan mineral dapat menyebabkan gangguan

kesehatan seperti anemia, gondok, osteoporosis dan osteomalasia (Salamah,

2012).

2.3.4 Aktivitas Farmakologis Tanaman Krokot (Portulaca Oleracea)

a.Antiinflamasi
30

Salah satu tanaman yang memiliki efek antiinflamasi adalah Tanaman

krokot (Portulaca oleracea L.) yang dilaporkan oleh Agyare et al., 2015 dengan

menggunakan pelarut metanol. Untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang

menyeluruh dan mendapatkan senyawa senyawa yang mempunyai aktivitas

farmakologi maka pemilihan pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi

merupakan faktor yang penting. Pelarut ideal yang sering digunakan adalah

alkohol atau campurannya dengan air karena merupakan pelarut pengekstraksi

yang baik untuk hampir semua senyawa dengan berat molekul rendah seperti

saponin dan flavonoid (Wijesekera, 1991). Jenis pelarut pengekstraksi juga

mempengerhui jumlah senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak, dimana

senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa yang

bersifat non polar akan larut dalam pelarut non polar (Arifianti, 2014). Arifianti

melaporkan hasil ekstraksi senyawa turunan flavonoid yaitu sinensetin dari

orithoshifon mendapatkan hasil ekstraksi paling baik menggunakan pelarut etanol

96%. Pada penelitian ini pelarut yang digunakan adalah etanol untuk

mendapatkan kadar flavonoid yang tinggi. Narigenin merupakan flavonoid yang

terdapat pada buah lemon, anggur, jeruk, dan sayuran. Narigenin memiliki

aktivitas antiinflamasi dan analgesik dengan menghambat enzim cyclooxygenase

sehingga respon nyeri menurun (Manchope, 2017).

b.Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu zat yang memiliki kemampuan untuk

memperlambat proses oksidasi yang berdampak negatif di dalam tubuh seperti


31

merusak sel sehingga mempercepat penuaan dini pada kulit, mengakibatkan

kanker, penyakit jantung, dan sebagainya. Antioksidan yang terdapat pada

tanaman digunakan untuk menangkal radikal bebas, tanaman yang dapat dijadikan

antioksidan tersebut biasanya mengandung senyawa karotenoid, flavonoid,

polifenol dan sulfide alil. Antioksidan ini banyak ditemukan pada buah-buahan,

sayuran dan biji-bijian. Warna buah-buahan dan sayuran merupakan pigmen yang

bermanfaat sebagai antioksidan. Pigmen warna merah mengandung likopen dan

antosianin, pigmen warna biru atau ungu juga mengandung antosinin yang

bermanfaat untuk melindungi sel tubuh dari kerusakan, membuat awet muda dan

meningkatkan daya ingat. Antioksidan dapat membantu peremajaan sel-sel tubuh

sehingga sel tubuh dapat beregenerasi. Tumor dan kanker kulit merupakan

penyakit kulit yang diakibatkan oleh paparan radikal bebas yang berasal dari sinar

matahari maupun polutan udara, faktor lain yang mempengaruhi yaitu terpapar

zat karsinogen, faktor genetik dan jenis kulit terutama kulit putih. Antioksidan

dapat melindungi kulit dari efek negatif radikal bebas yang dapat mengakibatkan

penyakit kulit. Jenis antioksidan yang dapat bermanfaat untuk kulit yaitu vitamin

A, vitamin E, karotenoid, betakaroten, likopen, polifenol, flavonoid dan lutein

(Widyastuti. et al ,2016). Flavonoid sebagai antioksidan juga dapat menyebabkan

peningkatan sintesis enzim antioksidan yaitu enzim Superoxide Dismutase (SOD).

Enzim superoksida dismutase merupakan enzim antioksidan intrasel yang

diproduksi dalam tubuh yang berfungsi penting bagi tubuh untuk meredam radikal

bebas sehingga dapat mencegah kerusakan sel. Enzim superoksida dismutase

sebagai salah satu enzim antioksidan intrasel bekerja dengan cara membersihkan
32

radikal bebas atau spesies oksigen reaktif dengan reaksi enzimatis dan

mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. SOD mengkatalisis reaksi

dismutasi radikal bebas anion superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida

(H2O2) dan molekul oksigen sehingga tidak berbahaya bagi sel (Bykerk et al.

2011). Salah satu zat gizi yang dibutuhkan tubuh adalah mineral. Metode dengan

DPPH merupakan metode uji aktifitas antioksidan yang paling banyak dilakukan.

Prinsip metode uji antioksidan dengan DPPH didasarkan pada reaksi penangkapan

hidrogen oleh DPPH dari senyawa antioksidan. DPPH berperan sebagai radikal

bebas yang diredam oleh antioksidan dari sampel. Selanjutnya DPPH akan diubah

menjadi DPPH-H (bentuk tereduksi DPPH) oleh senyawa antioksidan. DPPH

merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dan dapat disimpan dalam jangka

waktu lama dalam keadaan kering dan kondisi penyimpanan yang baik (Juniarti

et.al, 2009)

Anda mungkin juga menyukai