Anda di halaman 1dari 69

MODUL FIELD LAB

EDISI REVISI II

KIE: PEMBINAAN POSYANDU LANSIA


GUNA PELAYANAN KESEHATAN LANSIA

Tim Revisi:
Prof. Dr. HAA. Subijanto, dr., MS
Dhani Redhono H., dr., Sp.PD
Yoni Frista Vendarani

FIELD LAB
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2013

UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA:


Dr. Diffah Hanim, Dra., M.Si
Vitri Widyaningsih, dr.
Anik Lestari, dr., M.Kes
Bagus Wicaksono, Drs., M.Si

KATA PENGANTAR

Puji syukur Tim Penyusun panjatkan kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa atas tersusunnya modul Field Lab
dengan topik Kie: Pembinaan Posyandu Lansia Guna
Pelayanan Kesehatan Lansia. Topik Field Lab ini
dikembangkan

sebagai

tuntutan

kebutuhan

materi

pendidikan kedokteran komunitas yang akhir-akhir


muncul fenomena meningkatnya jumlah kelompok
Lansia baik yang potensial maupun yang sudah
menderita berbagai penyakit. Berdasarkan hal tersebut
maka perlu bentuk modul pembelajaran yang mendukung
tercapainya kompetensi mahasiswa kedokteran dalam hal
penyuluhan

kesehatan

komunitas

khususnya

pada

penyakit degeneratif pada Lansia.


Akhir kata tim revisi modul Field Lab ini
menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah berkenan membantu dalam
penyusunan, penyempurnaan dan penerbitan modul ini.
Surakarta, Januari 2013

Tim Penyusun
2

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN..........................................

UCAPAN TERIMA KASIH................................

ii

KATA PENGANTAR.........................................

iii

BAB I.

PENDAHULUAN..............................

BAB II.

KAJIAN TEORI................................

BAB III.

PENCEGAHAN PENYAKIT
PADA KELOMPOK LANJUT
USIA...............................................

BAB IV.

22

KAJIAN ILMIAH
PEMBINAAN POSYANDU LANSIA
DAN PELAYANAN
KESEHATAN LANSIA......................

24

BAB V.

STRATEGI PEMBELAJARAN...........

45

BAB VI.

PROSEDUR KERJA..........................

50

BAB VII. SKALA PENILAIAN..........................

51

DAFTAR PUSTAKA...........................................

53

LAMPIRAN
3

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Penduduk

usia lanjut ( yang kemudian disingkat

lansia ) merupakan bagian masyarakat yang tidak bisa


dipisahkan dalam kehidupan kita. Siapapun pasti akan
mengalami masa fase lansia tersebut. Menurut data Pusat
Statistik, jumlah lansia di Indonesia pada tahun 1980 adalah
sebanyak 7,7 juta jiwa atau hanya 5,2 persen dari seluruh
jumlah penduduk. Pada tahun 1990 jumlah penduduk lanjut
usia meningkat menjadi 11,3 juta orang atau 8,9 persen. Dan
data terbaru menunjukkan bahwa jumlah lansia di Indonesia
diperkirakan akan mencapai 9,77 % atau sejumlah 23,9 juta
jiwa pada tahun 2010 dan meningkat lagi secara signifikan
sebesar 11,4 % atau sebanyak 28,8 juta jiwa pada tahun
2020.

Hal ini berkorelasi positif dengan peningkatan

kesejahteraan yang dialami oleh masyarakat Indonesia


khususnya di bidang kesehatan yang ditunjukkan dengan
semakin tingginya angka harapan hidup masyarakat
Indonesia. Pada tahun 1980, angka harapan hidup
masyarakat Indonesia hanya sebesar 52,2 tahun, Sepuluh
4

tahun kemudian meningkat menjadi 59,8 tahun pada tahun


1990 dan satu dasa warsa berikutnya naik lagi menjadi 64,5
tahun. Diperkirakan pada tahun 2010 usia harapan hidup
penduduk Indonesia akan mencapai 67,4 tahun. Bahkan
pada tahun 2020 diperkirakan akan mencapai 71,1 tahun.
Dengan data data tersebut, maka diperkirakan 10 tahun ke
depan struktur penduduk Indonesia akan berada pada
struktur usia tua.
Isu sentral masalah kependudukan yaitu masih
rendahnya kualitas sumberdaya

manusia

usia

lanjut

(LANSIA) yang dipengaruhi langsung oleh beberapa faktor,


antara lain konsumsi makanan dan gizi, tingkat kesehatan,
tingkat pendidikan serta pengakuan masyarakat bahwa
mereka

masih

mempunyai

kemampuan

kerja

dan

pendapatan dari pensiunan yang masih rendah. Konsumsi


makanan dan gizi kurang (malnutrisi) masih dialami oleh
beberapa Lansia di Indonesia yang tersebar pada beberapa
desa dan daerah pinggiran kota. Kondisi yang demikian
mengakibatkan

masih

rendahnya

derajat

kesehatan

masyarakat Lansia.
Pertambahan penduduk di Jawa Tengah telah
berhasil diturunkan dari 1,47 % pada tahun 1990 menjadi
5

0,91 % tahun 1995. Namun secara absolut pertumbuhan


penduduk tersebut masih relatif tinggi yaitu sebesar 196.758
jiwa per tahun. Dampak lebih jauh dari permasalahan
kependudukan adalah bertambahnya penduduk berusia
lanjut dengan kriteria :

rendahnya kualitas kesehatan Lansia yang disebabkan


oleh rendahnya pendapatan, disamping pendapatan itu
sendiri belum merata diterima setiap Lansia.

adanya tuntutan persediaan pangan disesuaikan dengan


tingkat kebutuhan kalori yang makin berkualitas bagi
Lansia.
Permasalahan penduduk Lansia perlu ditangani

dengan strategi antara lain melalui pemenuhan kebutuhan


pangan dan gizi

bersama-sama

dengan peningkatan

prasarana dan pelayanan kesehatan yang di pusatkan pada


Posyandu.

Strategi peningkatan kesehatan Lansia ini

ditempuh melalui penurunan angka kesakitan dan jumlah


jenis keluhan Lansia. Penurunan Angka Kesakitan Lansia
(AKL) tidak hanya merupakan tanggung jawab sektor
kesehatan tapi merupakan tanggung jawab semua sektor
terkait.

Agar program penurunan AKL dapat dicapai secara


efektif

dan

POSYANDU

efisien
LANSIA

perlu

didukung

merupakan

adanya

sarana

data.

pelayanan

kesehatan dasar untuk meningkatkan kesehatan para Lansia.


Gerakan Sadar Pangan dan Gizi (GSPG) juga merupakan
wadah lintas sektoral untuk melaksanakan keterpaduan
unsur terkait dalam rangka mendukung kesehatan para
Lansia.
Berbagai

kemitraan

antara

Pemda

Kabupaten

sebagai pelaksana pembangunan daerah dengan pihak


swasta maupun universitas telah ikut berpartisipasi secara
aktif dan bekerja sama dalam gerakan sadar pangan dan gizi
yang di khususkan bagi Lansia. Cita-cita pembangunan
untuk Lansia supaya tetap sehat, aktif dan produktif dapat
terwujud di setiap wilayah baik desa maupun kota. Untuk
itu perlu keterlibatan mahasiswa FK dalam upaya menyusun
strategi pemberdayaan kaum Lansia khususnya pada tingkat
pelayanan kesehatan dasar berbasis masyarakat.

Oleh

karena itu modul ini dimaksudkan untuk mengantarkan


mahasiswa di lapangan khususnya di Posyandu Lansia agar
gambaran pemberdayaan kaum Lansia yang tepat guna

menjamin kelangsungan hidup sehat, aktif dan produktif di


masyarakat dapat terpenuhi.

B.

Tujuan Pembelajaran
Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan
diharapkan mahasiswa dapat memiliki kemampuan:
a. Mampu memahami peran dan fungsi posyandu
lansia.
b. Mampu menjelaskan cara pengisian dan penggunaan
KMS lansia.
c. Mampu menjelaskan kelainan-kelainan yang sering
terjadi

pada

lansia

beserta

pencegahan

dan

pengobatannya.
d. Memahami tatalaksana Diet Lansia dan pola hidup
sehat Lansia.
e. Melakukan penyuluhan kesehatan komunitas tentang
manfaat Posyandu Lansia dalam meningkatkan
kesehatan Lansia.
f. Melakukan pengumpulan dan analisis data tentang
program posyandu, prevalensi penyakit yang diderita
lansia, serta upaya kuratif dan rehabilitatif.

g. Melakukan penilaian status depresi lansia dengan


menggunakan

Geriatric

Depression

Scale

dan

MMSE (mini mental state examination).


h. Mampu melakukan pengamatan dan penilaian pada
posyandu lansia setempat dengan standar program
posyandu lansia.

BAB II
KAJIAN TEORI

A.

Etiologi
Proses menua (aging) adalah suatu keadaan alami

selalu berjalan dengan disertai adanya penurunan kondisi


fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi. Hal
tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara
umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.
Masalah kesehatan jiwa lansia adalah salah satu problem
kesehatan yang sangat penting pada penatalaksanaan
seorang geriatri dan psikogeriatri, yang merupakan bagian
dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek
dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis,
sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6).
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari

masalah

menyangkut

aspek

kesehatan

promotof,

pada

preventif,

lansia
kuratif

yang
dan

rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan


lansia.

Sementara

Psikogeriatri

adalah

cabang

ilmu

kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa


pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif,
10

kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai


kehidupan lansia.
Istilah Golongan usia lanjut (Lansia) diperuntukkan
bagi mereka yang telah berusia 60 tahun atau lebih.
Sedangkan geriatri adalah orang usia lanjut yang disertai
dengan pelbagai penyakit kronik. Biasanya pada golongan
ini disertai dengan pelbagai masalah psikososial. Dengan
demikian tidak semua orang usia lanjut bisa digolongkan
sebagai pasien geriatri. Ciri Pasien geriatri adalah :

Memiliki tiga atau lebih penyakit kronis

Gejala penyakit yang tidak khas

Menurunnya beberapa fungsi organ tubuh.

Tingkat kemandiriannya berkurang.

Sering disertai adanya masalah nutrisi.

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien


Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu:

Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan


makin meningkatnya usia.

Adanya

akumulasi

dari

penyakit-penyakit

degeneratif.

Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis


bila : a) Ketergantungan pada orang lain (sangat
11

memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi


diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
karena

berbagai

sebab,

diantaranya

setelah

menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat


dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lainlain.

Hal-hal

yang

dapat

menimbulkan

gangguan

keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa


lansia

kearah

(deteriorisasi)

kerusakan
yang

progresif

kemerosotan

terutama

aspek

psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik,


depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari
munculnya stressor psikososial yang paling berat,
misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak
keluarga dekat terpaksa berurusan dengan penegak
hukum, atau trauma psikis.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh
terhadap kesehatan jiwa lansia, yang hendaknya disikapi
secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua
mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang
dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan
jiwa mereka adalah sebagai berikut :
12

Penurunan Kondisi Fisik

Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Perubahan Aspek Psikososial

Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Penurunan Kondisi Fisik


Pada

saat

seseorang

memasuki

masa

lansia

umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang


bersifat patologis ganda (multiple pathology), misalnya
tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi
makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum
kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia
banyak mengalami penurunan fungsi organ. Hal ini dapat
menimbulkan
psikologik

gangguan

maupun

atau

sosial,

kelainan
yang

fungsi

fisik,

selanjutnya

dapat

menyebabkan suatu keadaan selalu bergantung kepada


orang lain. Agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang
sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik
dengan kondisi psikologik maupun sosial. Seorang lansia
harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik,
misalnya keseimbangan makan, tidur, istirahat dan bekerja.
13

Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual


Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia
sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik
seperti :

Gangguan jantung

Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus

Vaginitis

Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi

Kekurangan

gizi,

karena

pencernaan

kurang

sempurna atau nafsu makan sangat kurang

Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi,


golongan steroid, tranquilizer

Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau


masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas,
depresi, pikun dsb.

faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :




Rasa tabu atau malu bila mempertahankan


kehidupan seksual pada lansia

Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang


menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan
budaya

14

Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi


dalam kehidupannya

Pasangan hidup telah meninggal

Perubahan Aspek Psikososial


Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka
ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Fungsi

kognitif

meliputi

proses

belajar,

persepsi,

pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga


menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin
lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak
seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa
lansia menjadi kurang cekatan. Dengan adanya penurunan
kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan
aspek

psikososial

yang

berkaitan

dengan

keadaan

kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat


dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai
berikut:

Tipe

Kepribadian

personalitiy),

Konstruktif

biasanya

tipe

ini

(Construction
tidak

banyak

15

mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai


sangat tua.

Tipe

Kepribadian

Mandiri

(Independent

personality), pada tipe ini ada kecenderungan


mengalami post power sindrome, apalagi jika pada
masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi pada dirinya.

Tipe

Kepribadian

personalitiy),

pada

Tergantung
tipe

ini

(Dependent

biasanya

sangat

dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan


keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia
tidak

bergejolak,

tetapi

jika

pasangan

hidup

meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan


menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit
dari kedukaannya.

Tipe

Kepribadian

Bermusuhan

(Hostility

personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia


tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya,
banyak

keinginan

diperhitungkan

yang
secara

kadang-kadang
seksama

tidak

sehingga

menyebabkan kondisi ekonominya menjadi moratmarit.


16

Tipe

Kepribadian

Kritik

Diri

(Self

Hate

personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat


sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu
orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa
pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para
lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,
karena

pensiun

sering

diartikan

sebagai

kehilangan

penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan


harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun
lebih tergantung dari tipe kepribadiannya seperti yang telah
diuraikan.
Bagaimana

menyiasati

pensiun

agar

tidak

merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat


tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi
masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang
takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan
hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap
pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya
17

mempunyai dampak bagi masing-masing individu, baik


positif

maupun

negatif.

Dampak

positif

lebih

menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan


mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih
berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun
yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk
mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk
kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan
tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan
terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika
perlu dilakukan assessment

untuk

menentukan arah

minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan


positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan
memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang
sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing.
Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri
yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan
hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya
sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa
disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada
alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi
masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa
18

setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur,


penghasilan berkurang dan sebagainya.

Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat


Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran,
penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul
gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat
berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga
sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya
dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan
aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup agar
tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan

terjadi

akan

semakin

menolak

untuk

berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus


muncul

perilaku

regresi

seperti

mudah

menangis,

mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna


serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain
sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas
pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orangorang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung
19

karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak


saudara

bahkan

memelihara

kerabat

(care)

umumnya

dengan

penuh

ikut

membantu

kesabaran

dan

pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya


keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau
punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan
pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam
perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah
pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk
pemeliharaan dan perawatan bagi lansia disamping sebagai
long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan
bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada
masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan
sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup
sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lain.
Studi epidemiologi kondisi dan keluhan rematik di
pedesaan dan kota menunjukkan bahwa di desa Kematren
(Ambarawa) terdapat 27 % menderita rematik dan di kota
Semarang sebanyak 24.8 %. Organ yang nyeri umumnya
pada pinggang dan lutut. Semua keluhan rematik meningkat
dengan bertambahnya umur. Penyakit degeneratif sendi
(osteoartritis) merupakan jenis rematik yang paling sering
20

diderita Lansia di RSU Cipto Mangunkusumo (Jakarta),


Karyadi (Semarang), Sutomo (Surabaya) dan Moewardi
(Surakarta). Hubungan rematik dengan gizi lain terlihat pada
korelasi positif dengan obesitas, konsumsi lemak dan garam
yang berlebihan (Darmojo, 1994).
Karakteristik Lansia merupakan data yang diperoleh
melalui wawancara, yang meliputi keterangan sosioekonomi dan pendidikan Lansia pada saat mahasiswa
melakukan

Field

Lab.

Tingkat

pendapatan

Lansia

merupakan pendapatan keluarga dimana Lansia/responden


bertempat tinggal.

Jika mempunyai pendapatan dari

pensiunan, maka siapa saja yang memanfaatkan uang


pensiunan tersebut kemudian dikurangi untuk hal tersebut,
baru dihitung sebagai pendapatan Lansia.
Status gizi Lansia merupakan hasil pengukuran
antropometri:
berat badan (kg)
tinggi badan kuadrat (m)
Ada lima kategori status gizi lansia, yaitu:
-

Buruk

Kurang

Cukup
21

Baik

lebih

Status kesehatan lansia merupakan hasil pemantauan


medical record lansia yang ada pada buku kesehatan lansia
di Posyandu.
Susunan menu makanan Lansia merupakan susunan
hidangan yang terdiri dari olahan berbagai macam resep
masakan yang dipadukan dan disajikan dalam waktu
tertentu. Menu dapat terdiri dari dua macam hidangan atau
lebih misalnya makanan selingan beserta minumannya,
makanan lengkap (pagi, siang, malam), ataupun sebagai
hidangan makanan sehari-hari secara keseluruhan (Depkes,
1992). Pola konsumsi pangan Lansia merupakan kebiasaan
tentang makan dan jenis makanan yang dikonsumsi oleh ibu
Lansia sebagai refleksi dari keadaan lingkungan sosial dan
budaya setempat.
Materi penyuluhan Pembinaan Posyandu Lansia
sampai saat ini masih sedikit apalagi sekarang pembinaan
harus bervariasi dan dapat menjawab masalah yang dihadapi
khalayak sasaran, serta masyarakat mampu menerapkan
informasi yang diterima. Hal ini ada kaitannya dengan yang
diungkapkan oleh Burger tentang mitos pemusatan. Mitos
22

pemusatan adalah kecenderungan untuk merencanakan


segala sesuatu dari atas karena menganggap orang atas
adalah orang terdidik, dan karena pendidikannya dapat lebih
tepat menilai kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi.
Akibatnya paket penyuluhan Pembinaan Posyandu Lansia
menjadi sesuatu yang asing bagi masyarakat. Masyarakat
lalu enggan menerapkan inovasi-inovasi penyuluhan karena
tidak sesuai dengan kebutuhan mereka (Hanim, 2004).
Penanganan

lansia

bisa

dibedakan

menjadi

institusional dan non institusional yang terdiri atas home


care dan community care. Pada tataran institusional peran
pemerintah

daerah

sangat

penting

khususnya

pada

pembuatan peraturan daerah dan kebijakan lain yang


mendukung peningkatan kesejahteraan lansia.
Salah satu propinsi yang sangat tanggap terhadap
kesejahteraan lansia adalah propinsi Jawa Timur yang sudah
membuat Perda No. 5 Tahun 2007 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia. Perda ini kemudian ditindaklanjuti dengan
melakukan sosialisasi ke berbagai kabupaten/ kota di Jawa
Timur. Selain itu, dilakukan pendukungan anggaran dengan
beberapa kegiatan antara lain dengan pertama melakukan
uji petik home care yakni pelayanan lansia dalam keluarga
23

sendiri. Kedua, jaminan sosial Lansia berupa bantuan tunai


bagi Lansia yang tidak produktif dan terlantar. Ketiga,
pendampingan Lansia. Keempat, sosialisasi Perda. Kelima,
membentuk puskesmas santun Lansia yakni dengan
memberikan kemudahan bagi pasien Lansia. Salah satu
peran pentiung lain adalah penyediaan fasilitasi umum yang
ramah lansia, misalnya dengan tangga yang lump sum
sehingga memudahkan lansia yang dengan bantuan tongkat
atau kursi roda untuk berjalan, pegangan pada setiap sisi
atau sudut tembok, trotoar khusus dan sebagainya.
Dukungan

pemerintah

daerah

semacam

ini

akan

memberikan angin segar bagi penanganan lansia khususnya


yang terlantar.
Peran masyarakat dalam penanganan lansia saat ini
sangat penting, terlebih karena struktur usia yang menua,
menyebabkan jumlah lansia yang tinggal dalam suatu
komunitas meningkat dengan cepat, mencapai hampir 11%.
Peran masyarakat yang terpenting adalah dalam pelayanan
dan pendampingan terhadap lansia baik yang produktif
maupun non produktif khususnya yang tinggal di luar panti.
Namun saat ini, dengan semakin tumbuhnya
kesadaran masyarakat akan perlunya memberikan perhatian
24

bagi lansia yang terlantar, banyak kelompokkelompok atau


yayasanyayasan tertentu yang mengkhususkan diri untuk
bergerak memberikan penyantunan bagi lansia yang
terlantar. Salah satunya adalah dengan mendirikan panti
panti penyantun lansia. Banyak panti yang memang bersifat
sosial dan nir laba, hanya dengan mengandalkan harapan
pada donatur, namun tidak sedikit pula panti yang lebih
mirip dengan penitipan lansia dengan fasilitas yang sangat
ideal.

25

LANSIA

P
E
M
E
R
I
N
T
A
H

LANSIA
POTENSIAL

Penguatan
Usaha
Ekonomi
Produktif

Pelayanan
Kesehatan
M
A
S
Y
A
R
A
K
A
T

Pelibatan
dalam
masyarakat

Posyandu
Lansia

LANSIA TDK
POTENSIAL

Di
dala
m
Panti

Jaminan
Kebutuh
an dasar

P
E
M
E
R
I
N
T
A
H

Di
luar
Panti

Jami
nan
sosial

Jaminan
Kesehata
n

Jamina
n
Kesehat
an
Masyarak
at
Keluarga

Pelayan
an &
pendam
pingan

26

B.

Kebutuhan Hidup Minimal Penduduk Lanjut


Usia
Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan

membawa dampak terhadap sosial ekonomi baik dalam


keluarga, masyarakat maupun dalam pemerintah. Implikasi
ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk
adalah peningkatan dalam ratio ketergantungan usia lanjut
(old age ratio dependency). Setiap penduduk usia produktif
akan menanggung semakin banyak penduduk usia lanjut.
Lansia dibedakan menjadi menjadi Pra Lansia ( usia 45
59 th ) , Lansia / eldery ( 60 69 tahun ) , Lansia/ Old ( 70 79 tahun ), Lansia / very old ( 80 90 tahun ). Pada masa
Pra lansia, secara fisik mereka masih aktif melakukan
pekerjaan, namun dari waktu ke waktu kondisi fisik dan
psikisnya mulai menurun.

Sedangkan pada masa eldery

mereka sudah mulai memasuki masa pensiun dan secara


psikis

mulai

merasakan

kesepian

karena

semakin

berkurangnya kegiatan kegiatan yang bisa dia lakukan.


Masa ini sangat berpengaruh terhadap harapan hidup yang
dimiliki oleh seorang lansia. Namun pada masa eldery ini
seorang lansia masih bisa secara mandiri melakukan
kegiatan kegiatan sehari harinya. Sedangkan pada masa
27

old dan very old, seorang lansia akan menjadi sangat


tergantung pada orang lain khususnya keluarga intinya.
Secara lebih detail, kebutuhan lansia terbagi atas :
1. Kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan, papan,
kesehatan.
2. Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan untuk dihargai,
dihormati dan mendapatkan perhatian lebih dari
sekelilingnya.
3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi
dengan masyarakat sekitar.
4. Kebutuhan Ekonomi, secara ekonomi, meskipun
tidak potensial lansia juga mempunyai kebutuhan
secara ekonomi sehingga harus terdapat beberapa
sumber pendanaan dati luar, sementara untuk lansia
yang potensial membutuhkan adanya tambahan
ketrampilan, UEP (Usaha Ekonomi Produktif),
bantuan modal dan penguatan kelembagaan.
5. Kebutuhan spiritual
Selain itu, lansia mempunyai sifat psikis yang sangat
khas yang memberikan pengaruh terhadap perlakuan atau
pelayanan seperti apa yang seharusnya diberikan kepada
lansia. Sifat psikis tersebut adalah :
28

a.

Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak


banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap
sampai sangat tua.

b.

Tipe Kepribadian Mandiri , pada tipe ini ada


kecenderungan mengalami post power syndrom,
apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan
kegiatan

yang

memberikan

otonomi

pada

dirinya.
c.

Tipe Kepribadian Tergantung , pada tipe ini


sangat dipengaruhi kehidupan keluarga . Apabila
kehidupan keluarga harmonis maka pada masa
lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi
jika pasangan hidup meninggal maka pasangan
yang ditinggalkan akan menjadi merana apalagi
jika terus terbawa arus kedukaan.

d.

Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini


setelah memasuki masa lanjut usia tetap merasa
tidak

puas

keinginan

dengan

kehidupannya.

Banyak

yang

kadang-kadang

tidak

diperhitungkan

secara

seksama

sehingga

menyebabkan kondisi ekonomi rusak.

29

e.

Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya


terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit
dibantu orang lain atau cenderung membuat
susah dirinya.

30

BAB III
PENCEGAHAN PENYAKIT DEGENERATIF PADA
LANSIA

Pemahanan terhadap jenis kondisi psikis Lansia akan


membantu

menentukan

bagaimana

pelayanan

yang

dilakukan baik oleh keluarga, masyarakat, maupun panti.


Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa dengan
semakin

lanjutnya

usia

maka

mengalami

berbagai

penurunan baik secara fisik maupun psikis, mulai dari


semakin lemahnya badan, semakin berkurangnya fungsi
fungsi panca indera. Secara psikis dengan semkin lanjutnya
usia maka sifat kekanakan dan ingin diperhatikan juga mulai
muncul sehingga apabila tidak dilayani dengan sabar dan
telaten, maka akan sering menimbulkan konflik antara lansia
dengan sekelilingnya, baik dari masyarakat dan keluarga.
Sehingga

menjadi

hal

yang

sangat

penting

untuk

mengetahui bagaimana keinginan dan harapan yang ingin


diperoleh lansia.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Gati
Setiti ( 2006 ) terhadap lansia di lima wilayah di Indonesia,

31

menunjukkan beberapa harapan yang ingin diperoleh lansia


antara lain :
1. Harapan Lansia terhadap Kerabat/ keluarganya,
pelayanan terhadap lansia harus dilakukan dengan
ikhlas dan wajar. Kerabat mau mendengarkan dan
menerima keinginan lansia dan menyikapinya
dengan baik, bila terdapat perbedaan maka harus
menyikapinya dengan cara yang tidak menyinggung
perasaan.
2. Harapan Lansia terhadap masyarakat, lansia tetap
menjadi bagian dari masyarakat dan dilibatkan
dalam setiap kegiatan

termasuk memberikan

pengalaman serta ilmu yang dimilikinya. Perasaan


dihargai menjadi hal yang sangat penting untuk
menjaga kondisi psikis seorang lansia
3. Harapan

Lansia

terhadap

pemerintah,

agar

mengembangkan program ekonomi bagi lanjut usia


potensial, memberi jaminan hidup bagi lansia tidak
potensial yang berasal dari keluarga tidak mampu,
jaminan kesehatan bagi lansia yang murah / gratis.
Menyediakan

fasilitasi

umum

bagi

lansia,

membentuk wadah untuk bersosialisasi bagi lansia


32

misalnya dengan Posyandu Lansia, menyediakan


panti panti yang layak bagi lansia yang terlantar.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa lansia
masih mempunyai harapan yang sangat besar untuk
aktualisasi diri.

33

BAB IV
KAJIAN ILMIAH KESEHATAN LANSIA
Konsep Map
DATA
(Buku)
MASALAH
KESEHATAN
LANSIA
(Diagnosis
Penyakit
Degeneratif)

DOKT
ER

DATA
(Internet)

DATA
Hasil Lab

A.

Bukti

KEPUTUSAN
MEDIS

Permasalahan Kesehatan Lansia


Permasalahan yang sering timbul pada usia lanjut.

Salah satunya adalah depresi yang merupakan perasaan


terasing

(ter-isolasi

atau

kesepian)

adalah

perasaan

tersisihkan, terpencil dari orang lain, karena merasa berbeda


dengan orang lain. Yang dapat disebabkan karena:
1. Tersisih dari kelompoknya,
2. Tidak diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya,
3. Terisolasi dari lingkungan,

34

4.Tidak ada seseorang tempat berbagi rasa dan


pengalaman,
5. Seseorang harus sendiri tanpa ada pilihan.
Hal-hal
berdayaan,

tersebut
kurang

menimbulkan
percaya

diri,

perasaan

tidak

ketergantungan,

keterlantaran terutama bagi lansia miskin, post power


syndrome, perasaan tersiksa, perasaan kehilangan, mati rasa
dan sebagainya. Seseorang yang menyatakan dirinya
kesepian cenderung menilai dirinya sebagai orang yang
tidak berharga, tidak diperhatikan dan tidak dicintai (Rasa
kesepian akan semakin dirasakan oleh lansia yang
sebelumnya adalah seseorang yang aktif dalam berbagai
kegiatan yang menghadirkan atau berhubungan dengan
orang banyak. Hilangnya perhatian dan dukungan dari
lingkungan sosial yang terkait dengan hilangnya kedudukan
atau

perannya

dapat

menimbulkan

konflik

atau

keguncangan. Masalah ini terkait dengan sikap masyarakat


sebagai orang Timur yang menghormati lansia sebagai
sesepuh sehingga kurang bisa menerima bila seorang lansia
masih aktif dalam berbagai kegiatan produktif), lebih jauh
dinyatakan bahwa penyebab menurunnya kontak sosial pada
lanjut usia:
35

1. Ditinggalkan oleh semua anaknya karena masingmasing sudah membentuk keluarga dan tinggal di
rumah atau kota yang terpisah.
2. Berhenti dari pekerjaan (pensiun sehingga kontak
dengan teman sekerja terputus atau berkurang).
3. Mundurnya dari berbagai kegiatan (akibatnya jarang
bertemu dengan banyak orang).
4. Kurang dilibatkannya lanjut usia dalam berbagai
kegiatan.
5. Ditinggalkan oleh orang yang dicintai: pasangan
hidup, anak, saudara, sahabat, dll.
Kesepian akan sangat dirasakan oleh lanjut usia yang
hidup sendirian, tanpa anak, kondisi kesehatannya rendah,
tingkat pendidikannya rendah, introvert, rasa percaya diri
rendah, kondisi sosial ekonomi sebagai akibat pensiun
menimbulkan perasaan kehilangan prestise, hubungan
sosial, kewibawaan dsb. Jika lebih parah dapat berlanjut
menjadi depresi.
Penelitian

sosiologis

pada

tahun

2002

yang

mengungkapkan bahwa sebagian besar lansia mengaku


merasa minder dan tidak pantas lagi untuk aktif di
masyarakat. Dalam hal ini, sebagai anggota masyarakat
36

lansia telah bertingkah laku sesuai dengan tuntutan dan


opini masyarakat yang mengalinasi mereka, walaupun
konsekuensinya merasa kesepian dan depresi.
Depresi adalah suatu bentuk gangguan emosi yang
menunjukkan perasaan tertekan, sedih, tidak bahagia, tidak
berharga, tidak berarti, serta tidak mempunyai semangat dan
pesimis menghadapi masa depan. Depresi adalah salah satu
bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (afektif,
mood) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus
asa. Untuk menduga seseorang depresi adalah menanyakan
adakah perubahan perasaan, perubahan tingkahlaku dan
keluhan yang bersifat fisik ? Misalnya adakah: perasaan
sedih atau putus harapan; pesimis; tingkat aktivitas rendah;
kesulitan

yang

bersifat

motivasi;

kesulitan

dalam

berhubungan dengan orang lain; tidak puas dalam


berhubungan dengan orang lain; kecemasan sosial; tidak
terlibat dalam keluarga atau teman ; seperti biasanya;
kesepian; merasa berdosa; kehilangan kontrol kemampuan
kontrol rendah; kelelahan fisik; gangguan tidur; gangguan
nafsu makan; gangguan konsentrasi, gangguan membuat
keputusan;

keluhan

fisik

lainnya

seperti:

insomnia,
37

kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan, dan sakit


kepala.
Depresi merupakan kondisi yang mudah membuat
lanjut usia putus asa, kenyataan yang menyedihkan karena
kehidupan kelihatan suram dan diliputi banyak tantangan.
Lansia dengan depresi biasanya lebih menunjukkan keluhan
fisik daripada keluhan emosi. Keluhan fisik sebagai akibat
depresi kurang mudah untuk dikenali, yang sering
menyebabkan

keterlambatan

dalam

penanganannya.

Sepertiga (33%) dari para janda/duda akan mengalami


depresi pada bulan pertama sepeninggal pasangannya, dan
separo dari mereka tetap depresi sesudah satu tahun.
Janda/duda memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi
daripada mereka yang masih berpasangan.
Banyak ahli dan peneliti yang menyatakan bahwa
orang yang menderita kesepian lebih sering mendatangi
layanan gawat darurat 60% lebih banyak bila dibandingkan
dengan mereka yang tidak menderitanya, dua kali lebih
banyak membutuhkan perawatan di rumah, resiko terserang
influensa sebanyak dua kali, berisiko empat kali mengalami
serangan jantung

dan

mengalami

kematian

akibat

serangan jantung tersebut, juga berisiko meningkatkan


38

mortalitas dan kejadian stroke dibanding yang tidak


kesepian.
Kriteria penilaian yang digunakan dalam menilai
status depresi lansia adalah Geriatric Depression Scale dan
MMSE ( mini mental state examination). Bila hasil skor
lebih dari 5 dinyatakan depresi.
Tabel 1 Depression Scale dalam menilai depresi

39

Tabel 2. Penilaian MMSE (Mini Mental State


Examination)
DAFTAR PERTANYAAN
1. Tanggal berapakah hari
ini? (bulan, tahun)
2. Hari apakah hari ini?
3. Apakah nama tempat ini?
4. Berapa nomor telepon
Bapak/Ibu? (bila tidak ada
telepon, dijalan apakah
rumah Bapak/Ibu?)
5. Berapa umur Bapak/Ibu?
6. Kapan Bapak/Ibu lahir?
(tanggal, bulan, tahun)
7. Siapakah nama Gubernur
kita?
(Walikota/lurah/camat)
8. Siapakah nama gubernur
sebelum ini?
(Walikota/lurah/camat)
9. Siapakah nama gadis Ibu
anda?
10. Hitung mundur 3-3, mulai
dari 20!
Dari: Folstein and Folstein, 1990







PENILAIAN
0 2 kesalahan = baik
3 4 kesalahan =
gangguan intelek
ringan
5 7 kesalahan =
gangguan intelek
sedang
8 10 kesalahan =
gangguan intelek berat
Bila penderita tak
pernah sekolah , nilai
kesalahan
diperbolehkan + 1 dari
nilai di atas
Bila penderita sekolah
lebih dari SMA,
kesalahan yang
diperbolehkan 1 dari
atas

Post power syndrome adalah gejala yang terjadi


dimana penderita hidup dalam bayang-bayang kebesaran
masa

lalunya

(entah

jabatannya

atau

karirnya,

kecerdasannya, kepemimpinannya atau hal yang lain), dan


40

seakan-akan tidak bisa memandang realita yang ada saat ini.


Dalam mailing list konseling, sebetulnya, secara umum
syndrome ini bisa sebagai masa krisis perkembangan. Gejala
post power syndrome khususnya adalah krisis yang
menyangkut satu jabatan atau kekuasaan, terutama akan
terjadi pada orang yang mendasarkan harga dirinya pada
kekuasaan.
Post-power

syndrome

hampir

selalu

dialami

terutama orang yang sudah lanjut usia dan pensiun dari


pekerjaannya. Hanya saja banyak orang yang berhasil
melalui fase ini dengan cepat dan dapat menerima kenyataan
dengan hati yang lapang. Tetapi pada kasus-kasus tertentu,
dimana seseorang tidak mampu menerima kenyataan yang
ada, ditambah dengan tuntutan hidup yang terus mendesak,
dan dirinya adalah satu-satunya penopang hidup keluarga,
resiko terjadinya post-power syndrome yang berat semakin
besar.
Permasalahan lain adalah ada beberapa penyakit
yang sering muncul pada usia lanjut, yang disebut Geriatric
Giant, yang terdiri dari:
1. Imobilisasi
2. Instabilitas dan jatuh
41

3. Inkontinensia urin dan alvi


4. Gangguan Intelektual (demensia)
5. Infeksi
6. Gangguan penglihatan & pendengaran
7. Impaksi (konstipasi)
8. Isolasi (depresi)
9. Inanisi (malnutrisi)
10. Impecunity (kemiskinan)
11. Latrogenesis (sering karena terlalu banyak obat)
12. Insomnia
13. Defisiensi imunitas
14. Impotensi

B.

Perkembangan Penduduk Lansia dan Penyakit


Degeneratif
Jumlah penduduk lanjut usia (usia 60 tahun keatas)

di Indonesia terus menerus meningkat. Pada tahun 1970


jumlah penduduk yang mencapai umur 60 tahun ke atas
(lansia) berjumlah sekitar 5,31 juta orang atau 4,48% dari
total penduduk Indonesia. Pada tahun 1990 jumlah tersebut
meningkat hampir dua kali lipat yaitu menjadi 9,9 juta jiwa.
Pada tahun 2020 jumlah lansia diperkirakan meningkat
42

sekitar tiga kali lipat dari jumlah lansia pada tahun 1990.
Kantor Menteri Kependudukan/BKKBN, 1999 menyatakan
bahwa pada tahun 1995 beberapa propinsi di Indonesia
proporsi lansianya jauh berada diatas patokan penduduk
berstruktur tua (yakni 7 %), yaitu antara lain : Daerah
Istimewa Yogyakarta (12,5%), Jawa Timur (9,46%), Bali
(8,93%), Jawa Tengah (8,8%) dan Sumatera Barat (7,98%).
Data statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia
Indonesia pada awal abad ke 21 ini diperkirakan adalah
sekitar 15 juta orang dan pada tahun 2020 jumlah lanjut usia
tersebut akan meningkat sekitar 30 - 40 juta orang.
Pembangunan telah meningkatkan usia harapan
hidup

penduduk

Indonesia,

yang

diiringi

dengan

meningkatnya jumlah dan persentase penduduk Lanjut Usia.


Hal ini sebagai prestasi sekaligus tantangan/beban. Berbagai
kebijakan dan pelayanan dilakukan oleh pemerintah maupun
masyarakat. Baik melalui sistem panti. maupun sistem non
panti atau berbasis masyarakat. Seperti PUSAKA (Pusat
Santunan Keluarga), Day Care Service maupun Day Care
Centre.

Sebagian

pelayanan

cukup

memadai,

mulai

kebutuhan dasar sampai penguburan. Walau demikian masih


banyak yang hanya memberi pelayanan permakanan dan
43

kerochanian. disampaing kendala dana dan petugas (Sri Gati


Setiti , 2006)
Kondisi lanjut usia mengalami berbagai penurunan
atau kemunduran baik fungsi biologis maupun psikis, yang
anantinya dapat mempengaruhi mobilitas dan juga kontak
sosial, salah satunya adalah ISOLATION atau rasa kesepian
(loneliness), atau terkucil atau merasa tidak diperhatikan
lagi atau yang lebih serius adalah depresi. Bersamaan
dengan peningkatan jumlah penduduk lanjut usia terjadi
peningkatan hampir mencapai 50% dari penduduk lanjut
usia yang mengalami kesepian/ loneliness. Syukurlah kini
perhatian masyarakat dan pemerintah sudah lebih baik untuk
mengusahakan bagaimana agar lansia tetap mandiri dan
berguna (Probosuseno. 2007).

C. Bentuk Strategi Pembinaan Posyandu Lansia


Dewasa ini Lanjut Usia yang tertangani melaui
sistem panti hanya 15.000, sistem non panti 20.000. Secara
keseluruhan yang tertangani hanya 2 % dari 2,3 juta Lanjut
Usia. Gambaran diatas menegaskan bahwa pelayanan belum
maksimal. Mereka mengalami keterlantaran, ada yang

44

menjadi mengemis. Diantaranya terkena tindak kekerasan,


oleh orang lain maupun oleh kerabat sendiri.
Tuntunan agama dan nilai luhur menempatkan
Lanjut Usia dihormati, dihargai dan dibahagiakan dalam
kehidupan keluarga. Dalam berbagai budaya yang kita
miliki, penanganan lanjut usia juga masalah lainnya, diatur
dalam tradisi masyarakat. Penanganan masalah sosial
merupakan bagian dari dan berakar pada nilai tolong
menolong yang dikenal hampir semua suku bangsa di
Indonesia. Peran kerabat dalam masyarakat di seluruh
Indonesia mempunyai keterikatan yang sangat kuat,
sekaligus merupakan potensi masyarakat yang luar biasa,
sebagai sumber kesetiakawanan sosial yang mampu
memecahkan permasalahan sosial yang ada didaerahnya.
Hal inilah yang perlu diangkat dan dikembangkan.
Pada tataran home care, peran keluarga sangat
penting. Home care pada dasarnya adalah bagaimana
peranan

keluarga

dalam

melakukan

perawatan

dan

pendampingan terhadap lansia. Indonesia sebagai Negara


dengan budaya timur yang kental memberikan perhatian dan
penghargaan lebih kepada orag tua yang sudah lanjut usia,
dengan tetap mengajak mereka tinggal di rumah keluarga
45

sehingga dalam pemikiran timur bangsa kita, sebenarnya


anak merupakan bentuk asuransi non formal dari orang tua.
Dengan melakukan investasi

berupa pengasuhan dan

pendidikan, orang tua berharap akan bisa mendapat imbal


balik pengasuhan ketika sudah memasuki usia tua. Bahkan
sekarang ini masyarakat Eropa justru ingin mencontoh
Indonesia yang sangat memperhatikan para orangtuanya,
sehingga

pola

panti sudah mulai

ditinggalkan dan

membiarkan orangtuanya tinggal di rumah sang anak. Home


care ini mempunyai kelebihan dari sisi psikis di mana orang
tua akan merasa lebih nyaman dan enak tinggal dalam
rumah yang ditunggui oleh anak cucunya. Perasaan dihargai
dan masih dibutuhkan ini

membuat usia harapan hidup

meningkat secara signifikan. Pola pelayanan home care ini


juga mulai diterapkan oleh berbagai rumah sakit, khususnya
bagi pasien lansia yang sudah pada stadium lanjut sehingga
sulit untuk disembuhkan. Model pelayanan home care ini
akan meringankan pembiayaan yang harus dikeluarkan oleh
keluarga namun kondisi kesehatan lansia tetap bisa
dikontrol dengan baik.
Menurut Sri Gati Setiti (2006) dalam penelitiannya
mengenai peran kerabat dalam pelayanan lansia, diperoleh
46

salat satu kesimpulan bahwa Pelayanan Lanjut Usia oleh


kekerabatan memiliki nilai budaya sebagai berikut:
a)

Lanjut

usia

sebaiknya

dirawat

oleh

anaknya/keluarga/kerabat, hal ini pula yang ada dalam


berbagai agama yaitu Birrul Walidain (Berbakti pada
orang tua ), karena pada dasarnya apa yang kita
lakukan pada orang tua kita, maka itulah yang akan kita
terima dari anak anak kita.
b)

Lanjut Usia yang tidak punya anak, sebaiknya dirawat


oleh kerabat: adik kandung/ sepupu, keponakan, cucu,
dan lain lain;

c)

Bilamana tidak memiliki kerabat, sebaiknya dirawat


tetangga.

d)

Bilamana tetangga tidak ada yang merawatnya,


alternatif terakhir dirawat di Panti Sosial Lanjut Usia
Hasil penelitian tersebut menunjukkan

memang

pelayanan terbaik yang diberikan kepada lansia adalah pada


keluarga dan kerabatnya. Namun yang menjadi masalah/
kendala utama di sini adalah apabila anak / keluarga lansia
tersebut termasuk dalam keluarga kurang mampu, yang
bahkan untuk menghidupi dirinya sendiri saja tidak

47

sanggup. Pada tataran ini yang lah maka diperlukan adanya


jaminan sosial bagi lansia.
Dalam kegiatan Posyandu lansia dibagi menjadi 10
tahap pelayanan, yaitu:
1.

Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari / activity


of daily living, meliputi kegiatan dasar dalam
kehidupan, seperti makan / minum, berjalan, mandi,
berpakaian, naik turun tempat tidur dan buang air.

2.

Pemeriksaan

status

mental.

Pemeriksaan

ini

berhubungan dengan mental emosional, dengan


menggunakan pedoman metode 2 menit.
3.

Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat


badan dan pengukuran tinggi badan dan dicatat pada
grafik indek massa tubuh.

4.

Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan


tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut
nadi selama satu menit.

5.

Pemeriksaan hemoglobin.

6.

Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai


deteksi awal adannya penyakit gula.

7.

Pemeriksaan adanya zat putih telur / protein dalam


air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.
48

8.

Pelaksaan rujukan ke puskemas bila mana ada


keluhan

dan

atau

ditemukan

kelainan

pada

pemeriksaan pada nomor 1 hingga 7.


9.

Penyuluhan bisa dilakukan didalam atau diluar


kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan
konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah
kesehatan yang dihadapi oleh individu dan atau
kelompok usia lanjut.

10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi

kelompok usia lanjut yang tidak datang, dalam


rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.
Pada saat pelaksanaan kegiatan Posyandu lansia, sering
digunakan sistem 5 meja, yaitu :

Meja 1: Pendaftaran
Mendaftarkan lansia, kader mencatat lansia tersebut,
kemudian peserta yang sudah terdaftar di buku
register langsung menuju meja selanjutnya.

Meja 2 : Pengukuran tinggi, berat dan tekanan darah


Kader melakukan pengukuran tinggi badan, berat
badan, dan tekanan darah.

Meja 3 : Pencatatan (Pengisian Kartu Menuju Sehat)

49

Kader melakukan pencatatan di KMS lansia


meliputi: Indeks Massa
Tubuh, tekanan darah, berat badan, tinggi badan.

Meja 4 : Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan perorangan berdasarkan KMS
dan pemberian
makanan tambahan.

Meja 5: Pelayanan medis


Pelayanan oleh tenaga professional yaitu petugas
dari

Puskesmas/kesehatan meliputi kegiatan:

pemeriksaan dan

pengobatan ringan.

Ini adalah skema sistem 5 meja di Posyandu lansia:

50

Bentuk KMS Lansia

51

52

53

54

55

56

BAB V
STRATEGI PEMBELAJARAN

Strategi pembelajaran yang harus dilakukan mahasiswa:


1.

Tahap persiapan:

Tiap Kelompok dipandu satu instruktur lapangan


(dokter Puskesmas/petugas).

Lokasi: 6 DKK yang mempunyai kerjasama dengan


FK UNS (Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten,
Karanganyar, Boyolali).

Pembagian kelompok dilakukan oleh pengelola


Field Lab, konfirmasi dengan DKK dan Puskesmas
terkait.

Pembekalan materi dan teknis pelaksanaan diberikan


pada

kuliah

pengantar

Field

jadwal

Lab,

menyesuaikan dari pengelola KBK dan Pengelola


Field Lab FK UNS.

Pada saat kuliah pengantar dilakukan pretest untuk


mahasiswa.

Sebelum
melakukan

pelaksanaan,
konfirmasi

diharap
terlebih

mahasiswa
dulu

dengan

57

instruktur

lapangan

(nomor

telepon

instruktur

lapangan tersedia di Field Lab).

Tiap mahasiswa membuat cara kerja, ditulis di buku


tulis, singkat dan jelas, sebelum pelaksanaan
diserahkan pada instruktur lapangan untuk diperiksa.
Adapun isi lembar kerja:
I.
II.

Tujuan Pembelajaran
Alat/Bahan yang diperlukan

III. Cara Kerja (singkat)

2.

Tahap Pelaksanaan:

Pelaksanaan di lapangan 2-3 hari, sesuai jadwal dari


tim pengelola Field Lab FK UNS dan kesepakatan
dengan Puskesmas.
Pertemuan I

: Perencanaan dan persiapan KIE

Pertemuan II : Pelaksanaan, pencatatan dan


pelaporan
Pertemuan III :

Pengumpulan

laporan

dan

evaluasi

58

Peraturan yang harus dipenuhi mahasiswa:


-

harus

Mahasiswa
laboratorium

di

memakai
lapangan,

jas

jas

lab

dikancingkan dengan rapi.


-

Mahasiswa

datang

Puskesmas,yaitu

sesuai

pukul

jam

07.30

kerja

menemui

instruktur dan mengikuti kegiatan sesuai


arahan instruktur.
-

Melaksanakan/mengikuti

kegiatan

KIE

Posyandu Lansia yang ada di wilayah kerja


Puskesmas
didampingi

yang

bersangkutan

instruktur

atau

dengan
petugas

puskesmas.
-

Mahasiswa

tidak

melakukan

Konseling

diperkenankan
langsung

pada

sasaran/ pasien.
-

Apabila pada hari tersebut tidak ada jadwal


kegiatan KIE Posyandu Lansia di Puskesmas
yang bersangkutan, mahasiswa mengikuti
demonstrasi pelayanan kesehatan Lansia di
Puskesmas.

59

Kelompok diperbolehkan mengganti hari


untuk mengikuti hari Posyandu Lansia
dengan catatan tidak mengganggu kegiatan
pembelajaran lain di FK dan LAPOR pada
pengelola

Field

Lab/

Dosen

pengampu/pembimbing topik.

3. Tahap Pembuatan Laporan


Tiap kelompok membuat laporan 2 eksemplar, 2-5
halaman (tidak termasuk cover dan halaman pengesahan),
hari ketiga kegiatan harus diserahkan instruktur lapangan
untuk disetujui/disahkan, ditunjukkan dengan lembar tanda
tangan persetujuan instruktur lapangan Puskesmas dan
Fakultas.

Jumlah

laporan

yang

dikumpulkan

untuk

Puskesmas sesuai kesepakatan dengan instruktur, sedangkan


untuk FK UNS selain laporan buku juga diwajibkan
menyerahkan laporan berupa:
-

Laporan bentuk CD dibuat dengan isi kelompok.

CD dikumpulkan dengan diberi Label : Nama


Kelompok, Lokasi Field Labdan tahun pelaksanaan.

60

Format Laporan :
Halaman cover
Lembar pengesahan instruktur lapangan Puskesmas dan
Fakultas
Daftar isi
I.

Pendahuluan dan Tujuan pembelajaran


Uraikan secara singkat tentang KIE Posyandu Lansia
dan tujuan pembelajaran.

II.

Kegiatan yang dilakukan:


-

Pemeriksaan berat, tinggi badan dan tekanan


darah

III.

Pengisian KMS

Penyuluhan KIE

Konsultasi dan terapi

Pendataan prevalensi penyakit

Senam lansia

Pembahasan
Berisi analisis SWOT (keberhasilan dan kendala
program pelaksanaan KIE Posyandu Lansia di
Puskesmas

setempat,

peluang

pengembangan

program, target posyandu, dll).


IV.

Penutup
61

V.

Daftar Pustaka

Tata Cara Penilaian :

Instruktur memberi penilaian kepada mahasiswa sesuai


dengan cek list yang ditetapkan dalam buku panduan.

Postest dilaksanakan di Fakultas Kedokteran sesuai


jadwal pengelola Field Lab.

Apabila mahasiswa tidak mengikuti salah satu dari 3


kegiatan Field Lab (pretest, lapangan, postest) maka
dinyatakan tidak memenuhi syarat dan nilai akhir tidak
bisa diolah.

Pretest dan postest susulan dapat diberikan pada


mahasiswa yang tidak dapat mengikuti karena sakit,
ditunjukkan dengan bukti surat keterangan sakit dari
dokter atau rumah sakit. Mahasiswa ybs dapat
menghubungi pengelola Field Lab per topik secepatnya.

NILAI AKHIR MAHASISWA :


: 1x Pretest + 3 x Lapangan + 1 x Postes
5

Batas nilai yang dinyatakan lulus adalah 70 %.

Bila ada mahasiswa mendapat nilai kurang dari 70


%, akan dilakukan remidi yang akan dijadwalkan

62

oleh Field Lab. Bila remidi tidak lulus maka


mengulang semester depan.
Nilai remidiasi maksimal 70.

63

BAB VI
PROSEDUR KERJA

Menghubungi

pihak Puskesmas

masing-masing

untuk melakukan kesepakatan pelaksanaan tugas


Field Lab per topik dengan dokter Puskesmas /
Instruktur yang ditunjuk.

Menghitung jumlah sasaran Posyandu Lansia dan


menentukan target pelaksanaan KIE Posyandu
Lansia. Target cakupan 80 - 100 %.

Menyiapkan
Posyandu

kebutuhan
Lansia

peralatan

untuk

peraga

menyusun

KIE
model

pemberdayaan Lansia setempat.

Model Pemberdayaan Lansia yang dimaksud adalah


meningkatkan kemampuan deteksi dini penyakit
pada Lansia di setiap Posyandu Lansia.
SELAMAT MELAKSANAKAN KIE: POSYANDU
LANSIA
NAMA PUSKESMAS: .................................................
NAMA DESA
: .................................................
NAMA POSYANDU LANSIA: ...................................
JUMLAH TARGET : .....................................Orang
Lansia/Posyandu
Jumlah Lansia sehat : ..................................... Orang
Jumlah Lansia sakit : ..................................... Orang64

BAB VII
SKALA PENILAIAN KIE POSYANDU LANSIA
No.
1.

2.

3.

Keterangan
0
Persiapan
Membuat rencana kerja KIE
Mengikuti kegiatan bimbingan dari
instruktur di Puskesmas
Sikap dan tingkah laku
Menunjukkan kedisplinan (datang
tepat waktu)
Menunjukkan kesiapan dan sikap
bersungguh-sungguh
dalam
mengikuti setiap kegiatan
Menunjukkan penampilan rapi dan
sikap sopan kepada staf Puskesmas
dan masyarakat
Pelaksanaan
Menghitung jumlah sasaran dan
target cakupan posyandu
Menyiapkan materi penyuluhan dan
kegiatan posyandu
Presentasi KIE Lansia
Memberi
penjelasan
terhadap
pertanyaan yang diajukan peserta
posyandu
Mengikuti kegiatan pemeriksaan
tekanan darah dan berat badan
Melengkapi pengisian Geriatric
Depression Scale dan MMSE
Mengikuti kegiatan: senam lansia

65

4.

Mengikuti konsultasi dan pemberian


obat pada lansia
Laporan
Hasil laporan kegiatan
Menganalisis kesesuaian program
posyandu lansia di puskesma
setempat
JUMLAH NILAI

Keterangan
Tatacara penilaian dengan grading 0-4
0

: tidak melakukan

: melakukan kurang dari 40%

: melakukan 40-60 %

: melakukan 60-80 %

: melakukan dengan sempurna 80-100%

Jumlah Nilai
NILAI : -------------------- X 100 % = ........................%
60

66

DAFTAR PUSTAKA

Depsos RI. 2009.


Dukungan Kelembagaan
Dalam
Kerangka Peningkatan
Kesejahteraan Lansia.
Kantor Urusan Pemberdayaan Lansia, Depsos. RI.
Jakarta. www.depsos.go.id.
Folstein, M.F., Folstein, S.E., and McHugh, P.R. 1975.
Mini Mental State: A practical method for
grading the cognitive state of patient for the
clinician. J. Of Psychiatris Research, 12: 189-198.
Hanim, D. 2004. Pemberdayaan Perempuan Lansia Untuk
Peningkatan Status Gizi.
Laporan Penelitian.
Surakarta: LPPM UNS.
Probosuseno. 2007. Mengatasi Isolation pada Lanjut
Usia.
www.Geriatric&InternalMedicineConsultation.
Medicalzone .
Sri Gati Setiti. 2006. Pelayanan Lanjut Usia Berbasis
Kekerabatan ( Studi Kasus Pada Lima Wilayah Di
Indonesia). www.depsos.go.id.

67

Foto Kegiatan

Pengarahan dari instruktur

Memberi penyuluhan kepada warga

Peserta penyuluhan

Instruktur dari Puskesmas

68

Anda mungkin juga menyukai