XXV
S 1-1/2-0
R/ KSR
XV
S 1 dd 1
R/ Metformin 500
XLV
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5
XV
S 1-0-0
R/ Diazepam 2
XXX
S 2 dd 1
R/ Aspilet
XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5
XV
S 4 dd IC
R/ Simvastatin
XV
S 0-0-1
R/ Gemfibrozil 300
XV
S 0-0-1
Pro
a.
Anamnesa
Pasein menyatakan telah lama menderita penyakit kolesterol, sakit jantung, diabetes mellitus
dan tekanan darah tinggi (140 mmHg).
b. Analisa Kasus
Dalam kasus ini Tn. A yang berusia 40 tahun, mendapat 10 item obat dalam satu kurun waktu
pengobatan. Pasien mengalami diabetes mellitus dengan diagnosa penyerta tekanan darah
tinggi, hiperlipidemia, dan gangguan jantung. Obat-obat yang diresepkan dokter adalah
sebagai berikut:
-
KSR/ Kalium klorida 600 mg, sebagai suplemen kalium untuk mencegah hipokalemia akibat
penggunaan diuretik
pada
pasien
tersebut.
Metformin
yang
dikombinasi
dengan
glibenklamide, sangat diperbolehkan. Dosis kombinasi kedua obat tersebut juga masih dalam
batas aman. Dimana dosis maksimum keduanya adalah 20 mg/hari untuk glibenkalmid, dan
2000 mg/hari untuk metformin. (Dipiro; 1369, 1384, 1385).
Baik metformin maupun glibenklamide dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada
saluran cerna berupa mual, muntah, dan diare. (BNF; 376).
Penggunaan ISDN, Aspilet dan diazepam kemungkinan digunakan untuk terapi
gangguan jantungnya.
Diazepam kemungkinan diberikan untuk memberi efek antiansiolitik dan sedasi yang
menenangkan sehingga, mengurangi beban kerja jantung. Kemungkinan juga untuk
mengatasi insomnia yang dapat disebabkan oleh gemfibrozil. (BNF 57; 693, 146)
Aspilet diberikan sebagai antiplatelet yang dapat mengencerkan dan memperlancar
peredaran darah. ISDN digunakan sewaktu-waktu saat terjadi serangan sesak nafas, atau
nyeri dada, atau serangan angina. ISDN diberikan secara sublingual, untuk mempercepat
onset kerja ISDN, dan mencegah terjadinya metabolism lintas pertama dihati.
Kombinasi simvastatin 10 mg/hari dan gemfibrozil 300 mg/hari dalam dosis tunggal
pada malam hari ditujukan sebagai terapi antihiperlipidemia. Suatu studi menunjukkan bahwa
pemberian simvastatin mampu mengurangi 42% resiko kejadian panyakit jantung koroner
pada penderita diabetes mellitus yang memiliki konsentrasi kolesterol LDL dalam darahnya
tinggi. Diabetes mellitus merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit jantung
koroner. Dalam studi ini simvastatin digunakan sebagai agen tunggal. (Dipiro; 476-479,
1398)
Penggunaan bersamaan simvastatin (golongan statin) dengan gemfibrozil (golongan
fibrat) meningkatkan resiko rhabdomyolisis, sehingga kombinasi tersebut tidak boleh
digunakan. (BNF 57; 140)
Penggunaan simvastatin lebih dari 10 mg/hari harus disertai dengan pemantauan klirens
kreatininnya (harus >30 ml/menit). (BNF 57; 813)
Penggunaan antasida kemungkinan sebagai penanganan efek samping obat yang dapat
mengiritasi lambung, sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Aspilet dapat
mengiritasi lambung, akibat adanya penghambatan pada pembentukan prostaglandin.
Diazepam dapat menyebabkan ketidaknyamanan lambung, begitu pun dengan furosemid.
Interaksi obat yang mungkin terjadi pada kasus ini antara lain:
-
Gemfibrozil dapat meningkatkan efek antidiabetik dari sulfonylurea (BNF 57; 746)
c.
Saran
Berdasarkan ulasan pustaka diatas dapat disarankan :
Ingatkan pada pasien untuk tidak mengkomsumsi jus anggur selama pasien masih
mengkonsumsi simvastatin
Sarankan pada pasien untuk melakukan diet karbohidrat dan lemak yang ketat, untuk
menjaga suapaya kadar glukosa dan lipid dalam darah tetap berada pada rentang yang aman
Sarankan juga pada pasien untuk selalu menyediakan asuapan glukosa cepat (permen, atau
minuman manis) jika sewaktu-waktu terjadi hipoglikemia.
Pasien juga harus cukup istirahat, dan menghindari kelelahan, untuk menjaga kerja jantung
tetap normal. Pasien juga harus menghindari rokok dan alkohol. Olah raga ringan yang
teratur masih diperbolehkan, sebatas tidak menimbulkan kelelahan.
2. Resep 2
22/7/2011
R/ Captopril 25
XLV
S 3 dd 1
R/ HCT
XV
S 1-0-0
R/ Bisoprolol 5
XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5
XV
XLV
S 3 dd 1
R/ Meloxicam 15
XV
S 2 dd 1
R/ Antasida Fl.
S 4 dd C
Pro
a.
Ananmnesa
Pasien mengeluh nyeri dada, tekanan darah tinggi, sering tremor, dan pegal-pegal pada
sekujur badan.
b. Analisa
Dalam kasus ini pasien menerima 7 item obat dalam sekali waktu konsumsi. 7 item obat
tersebut yaitu :
harus diingatkan untuk tidak menghentikan penggunaan obat ini secara mendadak, karena
dapat menyebabkan kambuhan hipertensi. (Dipiro; 221).
Pemberian ISDN yang bersifat insidental, yaitu saat terjadi gejala sesak nafas secara
sublingual cukup tepat. Pemberian secara sublingual dapat memberikan efek yang lebih cepat
daripada secara oral. ISDN akan dengan cepat mengakhiri serangan angina akut yang
ditandai gejala sesak nafas dan nyeri dada. Terapi captopril akan membantu mencegah
serangan angina yang berulang. Pasien yang menjalani terapi ISDN juga harus diapantau
konsentrasi kreatinin serumnya, terutama pada pasien-pasien yang terindikasi mengalami
kerusakan ginjal.
Peresepan vitamin B1, kemungkinan berhubungan dengan penanganan keluhan tremor
dan salah satu efek obat (bisoprolol).
Meloksikam diberikan untuk mengobati rasa nyeri. Meloksikam merupakan salah satu
anti inflamasi nonsteroid yang relative selektif pada COX-2. Sehingga obat ini relative aman
terhadap lambung. Namun harus diwaspadai efeknya terhadap ginjal. (Dipiro; 688, 916)
Dosis meloksikam yang diresepkan tampaknya berlebih. Pada kasus nyeri osteoarthritis
meloksikam hanya digunakan untuk terapi jangka pendek, kecuali pada penanganan
rheumatoid arthritis dapat digunakan sebagai terapi jangka panjang. Dosis yang dianjurkan
hanya 7,5 mg/hari, maksimum 15 mg/hari. Apalagi dalam kasus ini pasien telah lanjut usia,
dosis yang disarankan hanya 7,5 mg/hari. Sedangkan pada resep tersebut dokter menuliskan 2
kali sehari masing-masing 15 mg, atau 30 mg/hari. BNF maupun Pharmacotherapy-Dipiro
menyebutkan bahwa pemberian meloksikam hanya sekali sehari. (BNF 57; 552, 559)
Pemberian antasida tampaknya kurang signifikan. Pasien tidak mengeluhkan gejala yang
menunjukan adanya kelebihan asam lambung sehingga perlu mengkonsumsi antasida.
Meskipun antasida ini hanya bekerja secara local pada lambung, namun tetap perlu
diwaspadai interaksinya. Interaksi mungkin terjadi dengan captopril, dimana absorpsi
captopril dapat terhambat, yang mengakibatkan bioavailabilitasnya rendah, dan konsentrasi
efektif minimumnya dalam darah tak tercapai, sehingga terapi yang optimum juga tidak
tercapai. Disamping itu, akumulasi kation Mg2+ dan Al3+ sangat mungkin berikatan dengan
senyawa-senyawa phosphate, sehingga absorpsi phophat menurun dan mengakibatkan
hipophosphatemia. Terlebih pasien juga mengkonsumsi diuretik, yang akan meningkatkan
aktivitas urinari, yang dapat semakin meningkatkan resiko hipophosphatemia. (Dipiro; 996).
Penggunaan beberapa item obat secara bersamaan, sangat memungkinkan terjadinya
interaksi. Interaksi yang mungkin terjadi :
Captopril dapat berinteraksi dengan antasida. Antasida dapat menurunkan absorpsi captopril,
sehingga antasida dan captopril tidak boleh dikonsumsi bersamaan. Harus ada jarak waktu
yang cukup antara saat konsumsi antasida dan captopril, sehingga interaksi keduanya dapat
dihindarkan.
Efek hipotensif ISDN diantagonis oleh AINS (meloksikam) (BN7 57; Appendix).
c.
Saran
Berdasarkan hasil penelusuran pustaka diatas, maka:
Dosis meloksikam sebaiknya dikurangi, yaitu hanya 7,5 mg/hari, mengingat pasien telah
lanjut usia, kemungkinan resiko reaksi obat merugikannya akan meningkat yang berupa
kerusakan atau penurunan fungsi ginjal. Begitu pun dengan lama terapinya sebaiknya
dibatasi. Sampaikan pada pasien untuk segera menghentikan konsumsi meloksikam ini bila
gejala nyeri pada badan telah mereda.
Saat pasien merasa nyeri dada, dan menggunakan ISDN, hindari mengkonsumsi meloksikam
juga, karena meloksikam dapat mengantagonis kerja ISDN
3. Resep 3
20-7-2011
R/ Metformin 500
XLV
S 3 dd 1
R/ Glibenklamide 5
XV
S 1 dd 1
R/ Captopril 50
XLV
S 3 dd 1
R/ furosemid
S -0-0
R/ BC
XLV
S 3 dd 1
R/ Amlodipin 5
XV
S 1 dd 1
R/ Na-diklofenak 50
XXX
S 0-0-1
R/ Simvastatin 10
XV
S 0-0-1
Pro
a.
Anamnesa/ diagnose
Pasien
dinyatakan
mengalami
diabetes
mellitus,
hipertensi,
hiperkolesterolemia,
hipotensinya semakin meningkat, terlebih pada pasien yang telah lanjut usia, ditambah
dengan kombinasi dengan amlodipin. Tekanan darah harus senantiasa dipantau. (Dipiro: 233234)
Meski ada kemungkinan lain, bahwa maksud penggunaan furosemid dalam dosis
rendah adalah untuk mengatasi resiko efek samping amlodipin, berupa udema perifer.
Amlodipin dapat menyebabkan terjadinya udema perifer, dengan pemberian furosemid, maka
aktivitas urinary meningkat, sehingga tidak terjadi udema perifer.
Natrium diklofenak digunakan untuk mengobati gejala nyeri akibat osteoarthritis.
Diklofenak merupakan antiinflamasi nonsteroid (AINS) nonselektif. Dosis yang diberikan
adalah dosis tunggal pada malam hari sebesar 50 mg.
Sebagaimana AINS nonselektif lainnya, diklofenak dapat menginduksi terjadinya
ulkus peptikum, sedangkan dalam diagnosanya dokter telah menyatakan bahwa pasien
mengalami sindrom dispepsia. Meskipun efek buruk yang disebabkan diklofenak pada
saluran cerna tidak sekuat aspirin, namun pemilihan obat lain yang lebih aman, perlu
dipertimbangkan, mengingat pasien telah dinyatakan mengalami sindrom dispepsia. (Dipiro;
1131)
Dalam kasus ini, pasien telah didiagnose sindrome dispepsia, dan mendapat terapi
AINS yang dapat memperparah sindrom tersebut, namun pasien tidak mendapat obat untuk
indikasi ini. Tak ada obat yang diberikan untuk mengobati sindrom dispepsianya.
Simvastatin dosis tunggal pada malam hari 10 mg, untuk terapi hiperlipidemia.
Penggunaan simvastatin pada penderita diabetes diperbolehkan. Pemberian vitamin B
kompleks, yang mengandung asam nikotinat, akan membentu menghambat pembentukan
kolesterol dan trigliserida, sehingga akan membantu menekan kadar lipid dalam darah. (BNF
57; 539)
Interaksi yang mungkin terjadi :
-
Amlodipin (pemblok kanal kalsium) dan captopril (ACE inhibitor) yang digunakan bersamasama, cenderung berinteraksi menyebabkan efek hipotensif, ACE inhibitor juga akan bekerja
pada sistem kanal kalsium, meski tidak secara langsung, begitu pun dengan furosemid.
c.
Saran
Dari uraian diatas dapat disarankan :
Kombinasi captopril, furosemid, dan amlodipin, perlu dipantau efeknya, ada baiknya dosis
captopril dikurangi
Konsumsi captopril 1 jam sebelum makan, untuk menghindari interaksinya dengan makanan
Pasien perlu diberi obat untuk mengatasi sindrome dispepsianya, terlebih dalam resep
tersebut terdapat obat-obat yang menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan pada
saluran cerna, berupa iritasi lambung (natrium-diklofenak), mual, muntah, diare (metformin
dan glibenklamid). Ranitidine dan antiemetic seperti domperidon atau metoklopramid
mungkin perlu diberikan.
Pasien juga harus diingatkan untuk senantiasa melakukan terapi non farmakologis, berupa
diet makanan rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
4. Resep 4
27/7/2011
R/ Furosemid
XV
S 1-0-0
R/ Aspilet
XV
S 1 dd 1
R/ ISDN 5
XV
S 1 dd 1
R/ Diazepam 2
XV
S 0-0-1
R/ Ranitidin
XXX
S 2 dd 1
R/ Antasida
Fl.
S 4 dd C1 ac
R/ Bicnat
XLV
S 3 dd 1
R/ Ketocid
XLV
S 3 dd 1
R/ FA
XLV
S 3 dd 1
Pro
a.
Anamnesa
Pasien mengeluh sering merasakan sesak nafas, nyeri dada, dan nyeri lambung.
b. Analisa Resep
Efek farmakologi masing-masing obat dalam resep :
1) Furosemide adalah salah satu loop diuretik.
2) Aspilet adalah sediaan branded dari asam asetil salisilat 80 mg/ tablet. Asam asetil salisilat
pada dasarnya adalah jenis dari antiinflamasi nonsteroid yang juga sering digunakan sebagai
antiplatelet.
3)
ISDN 5 atau isosorbid dinitrat 5 mg/tablet, merupakan senyawa nitrat kerja panjang yang
sering digunakan pada penanganan kasus angina.
Bicnat atau natrium bikarbonat merupakan garam, yang membawa sifat basa, dapat
digunakan pula sebagai antasida, alkalinisasi urin, dan untuk mengatasi ketidaknyamanan
saluran urin pada penderita infeksi saluran urin.
gangguan jantung. Adanya dugaan gangguan jantung ini didukung oleh adanya obat ISDN
dan furosemid dalam resep dokter tersebut. Disamping adanya gangguan lambung.
Aspilet merupakan AINS, yang memiliki efek lain sebagai antiplatelet, dan sebagai
antiinflamasi nonselektif, aspilet dapat menginduksi terjadinya ulkus peptikum, karena
adanya penghambatan pembentukan prostaglandin yang berperan dalam melindungi dinding
lambung. Begitu pun dengan ketoprofen. Dalam kasus ini pasien telah mengeluh nyeri
lambung. Maka pemberian aspilet dalam kasus ini kurang tepat, karena aspilet dapat
memperparah kondisi lambungnya, terlebih dengan adanya efek antiplatelet obat tersebut,
dapat memungkinkan terjadinya pendarahan lambung, apalagi penggunaannya bersamaan
dengan ketoprofen, yang semakin meningkatkan resiko nyeri dan pendarahan lambung.
Walaupun dokter telah memberikan kombinasi ranitidine dan antacid untuk mengatasi nyeri
lambungnya, namun mengganti obat yang dapat mengiritasi lambung dengan obat lain yang
lebih aman bagi lambung tetap lebih baik.
Diazepam diberikan untuk menghasilkan efek penenang, sehingga dapat membantu
mengurangi beban kerja jantung.
Interaksi obat dengan obat yang mungkin terjadi :
1)
Furosemide dapat berinteraksi dengan diazepam (ansiolitik dan hipnotik), interaksi ini
memungkinkan terjadinya efek hipotensif. Namun dalam kasus ini kemungkinan tersebut
telah dapat dianulir, karena furosemid dikonsumsi pagi hari, sedangkan diazepam malam hari
menjelang tidur.
2)
Aspilet, berpeluang interaksi dengan alkali urin dan antasida, dalam kasus ini pasien juga
menerima terapi antasida dan natrium bikarbonat yang meruapakan salah satu alkali. Antasida
dan alkali lainnya akan mempercepat ekskresi aspilet
3)
c.
Saran
Dari urain diatas dapat saya sarankan :
Penggunaan ketoprofen, sebaiknya dihindari, dari keluhan pasien, tidak ada keluhan yang
mengindikasikan perlunya penggunaan obat tersebut, disamping kemungkinan interaksinya
dengan aspilet, dapat meningkatkan resiko perdarahan.