Anda di halaman 1dari 17

CHAPTER REPORT

Providing Equal Educational Opportunity


(Menyediakan Kesempatan Pendidikan yang Sama)
Disusun sebagai Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Landasan
Pedagogik
Dosen : Dr. Aan Listiana, M.Pd

Oleh:
METTA LIANA
1502331

Departemen Pendidikan Fisika


Sekolah Pascasarjana (SPs)
Universitas Pendidikan Indonesia
2015

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah marilah senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah


Swt yang senantiasa memberikan rahmat dan inayah-Nya kepada kita semua.
Saya berbahagia sekali dapat melaporkan hasil kajian saya berupa
Chapter Report dari buku Fondation of Education, karya Alan C Ornstein, Daniel
U Levine , dan Gerald L Gutek . Hasil kajian dari buku ini hanya terbatas pada
chapter 12 yang membahas mengenai topik Providing Equal Educational
Opportunity. Adapun tujuan dari penulisan chapter report ini adalah sebagai
tugas tengah semester mata kuliah Landasan Pedagogik.
Saya sangat berterimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian tugas ini, khususnya pembimbing mata kuliah Landasan
Pedagogik Ibu Dr.

Aan Listiana, M.Pd yang telah membimbing saya, semoga

semua yang beliau berikan kepada saya dicatat sebagai amal jariyah oleh Allah
Swt.
Saya menyadari bahwa hasil kajian ini belum dapat memenuhi harapan
para pembaca yang budiman, untuk itu segala kekurangan dalam chapter report
ini, saya mohon maaf serta kritik ataupun saran demi perbaikan selanjutnya.
Semoga apapun yang kita lakukan senantiasa mendapat ridho dan bimbingan
Allah Swt. Aamiin.

Bandung, Oktober 2015

Penulis

IDENTITAS BUKU

JUDUL BUKU

: FOUNDATIONS OF EDUCATION

PENGARANG

: ALLAN C ORNSTEIN
DANIEL U LEVINE
GERALD L GUTEK

EDISI

: 11

PUBLISHER

: HOUGHTON MIFFLIN COLLEGE


DIV

PUBLICATION DATE

: JULY 1, 2005

LANGUAGE

: ENGLISH

ISBN

: 1111789096, 9781111789091

TEBAL

: 576 HALAMAN

PRODUK DIMENSIONS

: 0.8 X 7.5 X 9.8 INCHES

SHIPPING WEIGHT

: 1.9 POUNDS

1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan bagian dari kegiatan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa..
Pendidikan dapat diperoleh oleh siapa saja, tanpa dibatai oleh ras, gender, usia, fisik, dsb. Yang
dimaksud dengan kesamaan kesempatan pendidikan adalah sikap non diskriminatif bahwa setiap
warga masyarakat, tanpa memandang ras, warna kulit, kecacatan, jenis kelamin, kelas sosial atau
bentuk-bentuk stratifikasi sosial lainnya, berhak untuk diberi kesempatan yang sama dalam
memasuki suatuprogram pendidikan.
Namun, sejarah menunjukkan bahwa secara global telah terjadi diskriminasi dalam dunia
pendidikan. Biasanya kelompok-kelompok yang sering memperoleh perlakuan diskriminatif itu
adalah kaum wanita dari kaum pria, kelompok etnik minoritas dari kelompok mayoritas, dan
kaum cacat dari kaum non-cacat. Sekolah-sekolah di Amerika Serikat bertujuan menyediakan
kesempatan pendidikan bagi semua siswa melalui tingkat Sekolah Dasar dan Menengah Atas. Hal
tersebut dirangsang oleh gerakan hak sipil, banyak orang telah mengakui kebutuhan untuk
meningkatkan kesempatan pendidikan, bukan hanya bagi siswa yang kurang beruntung tetapi juga
untuk siswa penyandang cacat.
Oleh karena itu, perlu adanya desegrasi (penghapusa perbedaan), pendidikan kompensasi bagi
siswa yang kurang beruntung secara ekonomi, pendidikan multikultural (termasuk pendidikan
bilingual) dan pendidikan bagi siswa penyandang cacat. Kemudian atas dasar mencerminkan
empat gerakan signifikan yang telah berusaha dalam memperbesar dan menyamakan kesempatan
yang sama bagi siswa. Kita mungkin setuju bahwa sekolah-sekolah harus memberikan
kesempatan yang sama tapi mempertimbangkan segala aspek ini bagi pemerintah, dewan sekolah
dan kelompok hak-hak sipil.
Sebagai seorang guru, dimanapun dia mengajar maka harus membangun diri secara
professional dan secara moral berkewajiban untuk memberikan bantuan khusus bagi siswa dengan

capaian rendah. Keragaman ras dan etnis meningkat di tiap populasi siswa. Berarti bahwa guru
mungkin akan perlu untuk mengakomodasi siswa dari berbagai kelompok etnis, latar belakang
budaya dan bahasa. Serta untuk siswa yang diklasifikasikan sebagai penyandang cacat, jika siswa
ini masuk ke kelas regular sebagai guru kita bisa memberikan perhatian kepada mereka.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun rumusan masalah adalah Bagaimana
perwujudan desegregasi di Amerika Serikat

2. RINGKASAN/ RANGKUMAN
Sekolah di Amerika Serikat merupakan sekolah yang pertama di dunia yang bertujuan
memberikan kesempatan pendidikan bagi semua siswa SMA dan post secondary levels. Namun
sebagai bagian dalam kelas sosial, ras dan prestasi yang ditunjukkan sekolah, pendidikan yang
efektif jarang menjangkau kalangan ekonomi kurang beruntung dan siswa minoritas. Didorong
oleh gerakan hak-hak sipil, banyak orang telah diakui kebutuhannya untuk meningkatkan
kesempatan pendidikan, tidak hanya untuk siswa kurang mampu tetapi juga untuk siswa cacat.
Desegregasi (penghapusan perbedaan) di sekolah adalah penempatan siswa yang mendaftar
dari kelompok ras yang berbeda ke dalam sekolah yang sama. Integrasi (penggabungan)
umumnya berarti bahwa tidak hanya siswa dari kelompok ras yang berbeda saja yang mengikuti
kelas bersama tetapi juga melalui pengambilan langkah yang efektif untuk menyelesaikan 2
tujuan yang mendasari desegregasi:
1) Mengatasi kurangnya prestasi dan kerugian lain dari siswa minoritas
2) Mengembangkan hubungan antar ras yang positif
Rencana untuk mencapai penghapusan perbedaan biasanya melibatkan 1 atau lebih
tindakan sebagai berikut:
1) Mengubah kehadiran wilayah yang termasuk pada populasi pemisahan kekuasaan
2) Mendirikan magnet schools yaitu sekolah yang menggunakan personel dan program
khusus untuk menarik siswa diseluruh sekolah distrik
3) Adanya bus sekolah tanpa disadari untuk desegration sekolaha
4) Sekolah pasangan, maksudnya membawa 2 sekolah pada area yang berdekatan selalu
bersama-sama pada zona yang luas.
5) Mengizinkan pengontrolan pilihan, sebuah sistem yang mana siswa boleh memilih sekolah
yang mereka harapkan dengan pertimbangan selama pilihan itu bukan hasil dari pemisahan
6) Menyediakan pemindahan sukarela dari siswa kota ke sekolah sub urban.

Aspek lain yang layak menjadi perhatian dari penghapusan perbedaan adalah status dari
kelompok minoritas bukan kulit hitam. Bergantung pada keadaan lokal dan regional dan
pengadilan wilayah, berbagai kelompok ras minoritas mugkin atau tidak mungkin dihitung
sebagai minoritas untuk tujuan dari sekolah desegregation.
Desegregasi di Amerika berupa: pendidikan kompensasi bagi siswa yang kurang beruntung
secara ekonomi, pendidikan multikultural (termasuk pendidikan bilingual) dan pendidikan bagi
siswa penyandang cacat.
A. Pendidikan Kompensasi
Pendidikan kompensasi dicetuskan oleh gerakan hak-hak sipil pada tahun 1960,
kemudian diperluas dan dilembagakan pada masa Presiden Lyndon Johnson sebagai bentuk
perang terhadap kemiskinan. Pendidikan kompensasi ini berupaya untuk mengatasi masalah
anak yang kuarang beruntung dalam hal ekonomi atau berasal dari keluarga berpenghasilan
rendah.
Beberapa layanan dari kegiatan pendidikan kompensasi adalah sebagai berikut:
a) Keterlibatan orang tua dan dukungan
Program sudah bergerak dari membantu para orang tua untuk mengajarkan anak
mereka untuk meningkatkan fungsi keluarga dan kelayakan kerja orang tuanya
b) Pendidikan anak usia dini
Program Head start dan follow through telah menjadi program terbesar dari
pendidikan kompensasi. Heart start umumnya berupaya untuk membantu anak-anak
berusia 4-5 tahun yang kurang beruntung dalam mencapai kesiapan memasuki kelas
satu. Follow through dikonsentrasikan pada peningkatan prestasi di tingkat dasar
c) Pengajaran membaca, bahasa dan matematika
d) Pendidikan bilingual
Anak latin merupakan merupakan grup terbesar dari pendidikan bilingual, tetapi
program ini harus telah menyediakan lebih dari 6 bahasa. Program bilingual dibahas
pada seksi pendidikan multikultural
e) Bimbingan, konseling, dan layanan sosial
f) Pencegahan drop out
g) Pelatihan individu
Banyak program pelatihan kepada guru dan calon guru untuk membantu guru dalam
meningkatkan pengajarannya
h) Program setelah sekolah
Mengadakan layanan perbaikan akademik atau pengayaan umum, atau keduanya
i) Laboratorium computer dan jaringan

Dana kompensasi telah banyak membantu dalam pengadaan laboratorium computer


dan jaringan di sekolah-sekolah.
Meskipun data yang dikumpulkan sejak tahun 1980-an menunjukkan bahwa pendidikan
kompensasi dapat membantu siswa yang kurang beruntung, masih banyak pertanyaan yang
sama tentang pelaksanaan dan keefektifannya.
B. Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural mengacu pada berbagai cara di mana sekolah dapat
menggabungkan perbedaan budaya antara siswa dan meningkatkan kesempatan bagi siswa
dengan latar belakang budaya yang berbeda dai AS. Aspek-aspek tertentu dari fokus pendidikan
multikultural meningkatkan kesempatan bagi siswa yang tidak belajar bahasa Inggris standard
atau yang memiliki perbedaan budaya lain yang menempatkan mereka pada posisi yang kurang
menguntungkan di kelas tradisional. Sebagai guru, Anda juga harus peduli dengan implikasi
yang lebih besar dari pendidikan multikultural yang membuatnya berharga untuk semua siswa.
Dengan meningkatkan antarkelompok positif dan sikap antar-ras dan kontak, pendidikan
multikultural dapat membantu semua siswa berfungsi dalam budaya pluralistic masyarakat.
(Dari sudut pandang ini, gerakan menuju penyatuan bisa dianggap sebagai bagian dari
pendidikan multikultural.)
Pendidikan multikultural mengacu pada berbagai cara dimana sekolah dapat
memperhitungkan produksi dari perbedaan budaya antara siswa dan meningkatkan kesempatan
bagi siswa dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan pandangan AS. Aspek-aspek
tertentu yang menjadi focus pendidikan multicultural yaitu dalam meningkatkan pengajaran
bagi siswa yang tidak belajar bahasa inggris standard atau yang memiliki perbedaan budaya
yang berbeda dengan pandangan AS. Aspek-aspek tertentu yang menjadi focus pendidikan
multicultural yaitu dalam meningkatkan pengajaran bagi siswa yang tidak belajar bahasa
inggris standar atau yang memiliki perbedaan budaya lain yang menempatkan mereka pada
posisi yang kurang menguntungkan dalam ruang kelas. Sebagai guru, kita harus perduli
terhadap diterapkannya pendidikan muktikultural yang dapat bermanfaat bagi semua siswa.

Penerapan kurikulum multietnis tidak dimaksudkan semata-mata hanya untuk


meningkatkan citra diri dan meningkatkan

pembelajaran siswa minoritas. Tujuan penting

adalah untuk memastikan bahwa semua siswa memperoleh pengetahuan dan mengapresiasi
kelompok ras dan etnik lainnya. Pedoman untuk mendapatkan tujuan seperti membantu siswa
pada keterampilan dan pemahaman diantaranya adalah :
1)
2)
3)
4)

Keterampilan dalam menjalin hubungan sesame manusia


Budaya kesadaran diri
Kesadaran multicultural
Pengalaman lintas budaya

Pendidikan di AS pada mulanya hanya dibatasi pada migran berkulit putih, sejak didirikan
sekolah dasar pertama tahun 1633 oleh imigram Belanda dan berdirinya Universitas Harvard di
Cambrige, Boston tahin 1636. Baru tahun 1934 dikeluarkan Undang-Undang Indian
Reservation Reorganization Act di daerah reservasi suku Indian. Tujuan pendidikannya adalah
proses Amerikanisasi. Suatu kelompok etnis atau etnisitas adalah populasi manusia yang
anggotanya saling mengidentifikasi satu dengan yang lain, biasanya berdasarkan keturunan .
Pengakuan sebagai kelompok etnis oleh orang lain seringkali merupakan factor yang
berkontribusi untuk mengembangkan ikatan identifikasi ini. Kelompok etnis seringkali
disatukan oleh ciri budaya, perilaku, bahasa, riyual atau agama.
Hal-hal yang harus dilakukan dalam pendidikan multicultural:
1) Pengakuan Perbedaan dialek
Guru pada umumnya telah mencoba untuk mengajar "secara tepat" atau sesuai
Standar bahasa Inggris kepada siswa yang berbicara dengan dialek tidak standar.
Sering, bagaimanapun, desakan sederhana pada bahasa Inggris yang tepat
menyebabkan siswa untuk menolak latar belakang budaya mereka sendiri atau yang
lain sehinggauntuk melihat upaya guru tersebut merendahkan dan bermusuhan. Dalam
beberapa tahun terakhir, pendidik telah sangat peduli dengan pembelajaran masalah di
kalangan mahasiswa yang berbahasa Inggris kulit Hitam
2) Pendidikan Bilingual

Banyak sarjana percaya bahwa semua siswa, terlepas dari kelompok etnis mereka,
harus menerima pendidikan bilingual. Pada bagian argumen ini berasal dari keuntungan
ekonomi internasional warga bangsa mengetahui lebih dari satu bahasa. Program yang
menyediakan pendidikan dalam bahasa Inggris dan bahasa lain untuk semua siswa di
sekolah multietnis kadang-kadang disebut sebagai "dua arah" atau "dual" perendaman
bilingual. Untuk membuat jenis pendidikan kekuatan positif di masa depan, beberapa
kelompok

pemimpin

sipil

telah

merekomendasikan

menekankan

kompetensi

multibahasa, bukan hanya perbaikan bahasa Inggris, serta menekankan pada


penguasaan penuh English
3) Kurikulum Multietnis dan Pengajaran
Kurikulum multietnis tidak dimaksudkan semata-mata untuk meningkatkan citra diri
dan meningkatkan pembelajaran siswa minoritas. Sebuah tujuan penting adalah untuk
memastikan bahwa semua siswa memperoleh pengetahuan dan apresiasi terhadap
kelompok ras dan etnis lainnya. Pedoman untuk mencapai tujuan ini biasanya
menekankan membantu siswa membangun keterampilan dan pemahaman seperti berikut:
keterampilan hubungan manusia melibatkan pengembangan siswa diri dan

komunikasi antarpribadi
Budaya kesadaran diri yang dikembangkan melalui penelitian siswa pada

kelompok etnis atau ras mereka, sejarah keluarga, dan masyarakat setempat
kesadaran Multikultural berasal sebagian dari studi sejarah dan bahan sastra atau

bergambar menggabungkan poin ras dan etnis yang beragam pandang


pengalaman lintas budaya termasuk diskusi dan dialog dengan siswa dan orang

dewasa dari kelompok etnis dan ras yang berbeda


4) Multikultural di masa depan
Kontroversi tentang pendidikan multikultural secara menyeluruh tindak mirip dengan
argumen spesifik tentang Afrocentric dan kurikulum minoritas berorientasi lainnya.
Kritik khawatir bahwa pendidikan multikultural dapat meningkatkan separatisme
etnis, fragmen kurikulum dengan pendidikan kelas dua bagi siswa yang kurang
beruntung atau minoritas ekonomi. Untuk menghindari potensi bahaya tersebut,
direktur sebuah lembaga untuk pendidikan kewarganegaraan telah memberikan

panduan yang berguna bagi Anda, sebagai guru, untuk digunakan dalam program
multikultural:
Cari tahu apa aspek positif dari peradaban Barat yang diajarkan. Jika siswa
tidak belajar bahwa pemerintah konstitusional, aturan hukum, dan
keutamaan hak-hak individu adalah salah satu keunggulan dari peradaban

Barat, maka mereka tidak belajar fitur penting dari warisan mereka.
Cari tahu apakah siswa yang diajarkan bahwa rasisme, seksisme, homofobia,
dan imperialisme adalah karakteristik dari semua budaya dan peradaban di
beberapa kejahatan waktu tidak culturespecific. Kegagalan Amerika tidak
boleh diajarkan secara terpisah dari kegagalan dari negara-negara lain ada

standar ganda.
Bersikeras bahwa semua siswa belajar baik budaya Barat dan non-Barat.
Siswa perlu kursus akademis yang solid di Amerika Latin, Afrika, dan
sejarah Asia, selain sejarah Eropa

Pendidikan mutikultural berkembang di dalam masyarakat multicultural Amerika


yang bersifat antarbudaya etnis yang besar yaitu budaya antar bangsa. Ada upaya untuk
mengubah Pendidikan multicultural dari yang bersifat asimilasi (berupa penambahan
materi mutikultural) menuju k arah yang lebih radikal berupa aksi sosial.
Di Amerika Serikat merupakan strategi yang di anggap paling penting dalam
reformasi pendidikan dan kurikulum. Penulisan kembali sejarah Amerika dari
perspektif yang lebih beragam merupakan suatu agenda pendidikan yang diperjuangkan
intelektual, aktifis dan praktisi pendidikan. Affirmative action dalam seleksi siswa
sampai rekrutmen pengajar di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat
perbaikan ketimpangan structural terhadap kelompok minoritas
C. Pendidikan bagi Penyandang Cacat
Persyaratan bahwa anak berkebutuhan khusus untuk mendapat layanan khusus
diantaranya:

1) Anak-anak tidak dapat diberi label sebagai penyandang cacat atau ditempatkan
dalam pendidikan khusus atau dasar kriteria tunggal seperti nilai Iq, pengujian dan
penilaian layanan yang pertama harus bersikap adil dan komprehensif
2) Jika anak diidentifikasikan sebagai penyandang cacat, para pejabat sekolah harus
melakukan penilaian fungsional dan mengembangkan strategi intervensi yang
cocok.
3) Orang tua dan wali harus memiliki akses terhadap informasi mengenai diagnosis
dan mungkin protes keputusan para pejabat sekolah.
4) Setiap siswa yang memenuhi syarat untuk mendapat layanan khusus harus
diajarkan sesuai dengan program pendidikan individual yang meliputi jangka
panjang dan jangka pendek
5) Pelayanan pendidikan paling tidak harus disediakan dalam lingkungan terbatas,
yang berarti bahwa anak-anak penyandang cacat harus dalam kelas regular sejauh
mungkin.
Pejabat sekolah berjuang dengan ketidakpastian dalam menyediakan kesempatam
pendidikan yang sama bagi siswa penyandang cacat bisa mendapatkan keuntungan dari
kebijakan dan pedoman untuk memutuskan apa yang ingin dilakukan. Banyak pengamat
informasi percaya bahwa keberhasilan mendidik siswa penyandang cacat akan
memerlukan perubahan di semua tingkatan sistem pendidikan Amerika Serikat, termasuk
di dalamnya:
1) Kongres harus menyediakan dana lebih untuk membantu sekolah dalam
menjalankan mandat ini.
2) Undang-undang harus menetapkan bahwa guru harus menerima pelatihan yang
memadai
3) Negara dan sekolah harus mencari cara untuk mengidentifikasi cepat kelas atau
sekolah yang mengalami inklusi penuh atau pengaturan lain yang tidak berjalan
baik.
4) Negara harus meluluskan undang-undang untuk mepercepat pemindahan siswa
cacat dari kelas regular yang akan melakukan kekerasan atau sangat mengganggu
5) Sekolah yang memilih untuk mendapatkan inklusi penuh harus menerima bantuan
teknis apapun selagi diperlukan

6) Guru dan staff di kelas inklusif harus menerima pelatihan dan dukungan dalam
menggunakan strategi pembelajaran yang tepat untuk membantu semua siswa nya.
Layanan pendidikan bagi penyandang cacat di Amerika Serikat berupa pendidikan
inklusif dimana penyandang cacat dimasukkan ke dalam kelas regular.

3. PEMBAHASAN
Sebagaimana dideskripsikan di atas bahwa karakteristik utama politik system pendidikan
Amerika Serikat adalah menonjolnya DESENTRALISASI. Pemerintah Pusat sangat memberi
otonomi seluas-luasnya kepada Pemerintah di bawahnya, yaitu Negara Bagian dan Pemerintah
Daerah (Distrik). Desentralisasi pendidikan itu mencakup pada pendidikan kompensasi bagi siswa
yang kurang beruntung secara ekonomi, pendidikan multicultural (termasuk pendidikan bilingual)
dan pendidikan bagi siswa penyandang cacat. Berikut ini akan bagian- bagian desentralisasi
pendidikan oleh beberapa orang pakar yang terdiri dari pendidikan multicultural, pendidikan
kompensasi dan pendidikan bagi penyandang cacat
Menurut pendapat Andersen dan Cusher (1994 ) sebagaimana dikutip Mahfud ( 2008 ),
bahwa pendidikan multicultural diartikan sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan.
Sedangkan Hernandez ( 1989 ), mengartikan pendidikan multikultural sebagai perspektif yang
mengakui realitas sosial, politik, dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam
pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur, dan merefleksikan pentingnya
budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, statussocial, ekonomi, dan pengecualianpengecualian dalam proses pendidikan.
Ahli lain, Sleeter dan Grant ( 2007, 2009 ) dan Smith ( 1998 ) sebagaimana dikutip Zamroni
( 2011 ) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai suatu pendekatan progresif untuk
melakukan transformasi pendidikan yang secara holistik memberikan kritik dan menunjukkan
kelemahan-kelemahan, kegagalan kegagalan dan diskriminasi yang terjadi di dunia pendidikan.
Melalui pendidikan multicultural kita dapat memberi seluruh siswa tanpa memandang status
sosioekonomi; gender; orientasi seksual; atau latar belakang etnis, ras atau budaya kesempatan

yang setara untuk belajar di sekolah. Pendidikan multibudaya juga didasarkan pada kenyataan
bahwa siswa tidak belajar dalam kekosongan, budaya mereka memengaruhi mereka untuk belajar
dengan cara tertentu.
Konsep multikulturalisme menekankan pentingnya memandang dunia dari bingkai referensi
budaya yang berbeda, dan mengenali serta manghargai kekayaan ragam budaya di dalam Negara
dan di dalam komunitas global. Multikulturakisme menegaskan perlunya menciptakan sekolah di
mana berbagai perbedaan yang berkaitan dengan ras, etnis, gender, orientasi seksual,
keterbatasan, dan kelas sosial diakui dan seluruh siswa dipandang sebagai sumber yang berharga
untuk memperkaya proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar atau proses pembelajaran
merupakan suatu proses yang rumit dan kompleks, karena tidak semua factor yang terlibat bisa
dikendalikan oleh guru.
Dalam analisisnya, Maurianne Adams and Barbara J. Love (2006) dalam Zamroni (2010)
Menyebutkan bahwa ada empat faktor yang terdapat dalam proses pembelajaran,yaitu :
1) Faktor bawaan siswa,
2) factor bawaan guru,
3) faktor pedagogy, dan
4) factor isi kurikulum.
Faktor-faktor dalam pembelajaran tersebut dapat digambarkan dapat digambarkan sebagai
berikut.

Pendidikan multikultural merupakan suatu proses transformasi yang tentunya membutuhkan


waktu

panjang

untuk

mencapai maksud dan tujuannya.

Menurut Zamroni (2010)

disebutkan beberapa tujuan yang

akan dikembangkan pada

diri siswa dalam proses pendidikan

multikultural, yaitu :
a) Siswa
memiliki
kemampuan berpikir kritis atas apa
yang telah dipelajari.
b) Siswa memiliki kesadaran atas sifat sakwasangka atas fihak lain yang dimiliki, dan
mengkaji mengapa dan dari mana sifat itu muncul, serta terus mengkaji bagaimana cara
menghilangkannya
c) Siswa memahami bahwa setiap ilmu pengetahuan bagaikan sebuah pisau bermata dua:
dapat dipergunakan untuk menindas atau meningkatkan keadilan sosial.
d) Para siswa memahami bagaimana mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang dimiliki
dalam kehidupan.

e) Siswa merasa terdorong untuk terus belajar guna mengembangkan ilmu pengetahuan
yang dikuasainya.
f) Siswa memiliki cita-cita posisi apa yang akan dicapai sejalan dengan apa yang dipelajari.
g) Siswa dapat memahami keterkaitan apa yang dilakukan dengan berbagai permasalahan
dalam kehidupan masyarakat-berbangsa.
Pendidikan multicultural melahirkan suatu pedagogik baru serta pandangan baru mengenai
praktis pendidikan yang memberikan kesempatan serta penghargaan yang sama terhadap semua
anak tanpa membedakan asal usul serta agamanya. Studi tentang pengaruh budaya dalam
kehidupan manusia menjadi sangat signifikan. Studi kultural membahas secara luas dan kritis
mengenai arti budaya dalam kehidupan manusia. Terdapat empat jenis dan fase perkembangan
pendidikan multicultural di Amerika (Banks, 2004:4), yatu:
a) Pendidikan yang bersifat segregasi yang memberi hak berbeda antara kulit putih dan kulit
hitam terutama terhadap kualitass pendidikan.
b) Pendidikan menurut konsep salad bowl, dimana masing-masing kelompok etnis berdiri
sendiri, mereka hidup bersama-sama sepanjang yang satu tidak mengganggu kelompok
yang lain
c) Konsep melting pot, di dalam konsep ini masing-masing kelompok etnis dengan
budayanya sendiri menyadari adanya perbedaan antara sesamanya. Namun dengan
menyadari adanya perbedaan-perbedaan tersebut, mereka dapat membina hidup bersama.
Meskipun masing-masing kelompok tersebut mempertahankan bahasa serta unsur-unsur
budayanya tetapi apabila perlu unsur-unsur budayanya yang berbeda tersebut
ditinggalkan demi untuk menciptakan persatuan kehidupan sosial yang berorientasi
sebagai warga Negara AS. Kepentingan negara di atas kepentingan kelompok, ras dan
budaya
Untuk itu, para guru yang memberikan pendidikan multi budaya harus memiliki keyakinan
bahwa; perbedaan budaya memiliki kekuatan dan nilai, sekolah harus menjadi teladan untuk
ekspresi hak-hak manusia dan penghargaan untuk perbedaan budaya dan kelompok, keadilan dan
kesetaraan sosial harus menjadi kepentingan utama dalam kurikulum, sekolah dapat menyediakan
pengetahuan, keterampilan, dan karakter ( yaitu nilai, sikap, dan komitmen ) untuk membantu
siswa dari berbagai latar belakang, sekolah bersama keluarga dan komunitas dapat menciptakan
lingkungan yang mendukung multibudaya. Pendidikan multikultural juga sangat relevan dengan

pendidikan demokrasi di masyarakat plural seperti Indonesia, yang menekankan pada pemahaman
akan multi etnis, multi ras, dan multikultur yang memerlukan konstruksi baru atas keadilan,
kesetaraan dan masyarakat yang demoktratis.
Penyetaraan pendidikan selanjutnya adalah penyetaraan bagi penyandang cacat. Helen
Keller mengemukakan bahwa masalah yang paling sulit untuk diatasi oleh para penyandang cacat
itu bukan masalah yang diakibatkan oleh kecacatannya itu sendiri, melainkan masalah yang
diakibatkan oleh sikap masyarakat terhadap kecacatan (TN, 1994). The Salamanca Statement
menyebutkan, "Sudah terlalu lama permasalahan yang dihadapi para penyandang cacat diperparah
oleh sikap negatif masyarakat yang perhatiannya lebih difokuskan pada kecacatannya, bukan pada
potensinya." Selama bertahun-tahun anak-anak penyandang cacat telah disegregasikan dari
masyarakat umum seolah-olah mereka berbeda sama sekali dari orang-orang non-cacat.
Perubahan dalam pandangan sosial merupakan satu keharusan bila akses dan kesamaan
kesempatan pendidikan bagi para penyandang cacat hendak diwujudkan.
Berikut ini adalah sikap yang diharapkan dari masyarakat umum terhadap anak-anak
penyandang cacat, yang diintisarikan dari Being at Ease with Handicapped Children (TN., 1994).
Anak-anak penyandang cacat perlu diperlakukan sebagaimana layaknya anak lain, sepanjang hal
itu memungkinkan. Tidak adil bagi anak-anak ini bila mereka tidak diberi kesempatan untuk
berkompetisi. Anak-anak penyandang cacat perlu berlatih memenuhi standar "dunia normal"
selama masa pertumbuhannya agar mereka dapat memperoleh rasa percaya diri dan kemandirian.
Jika anda mempersepsi anak penyandang cacat sebagai seseorang yang harus dikasihani,
seseorang yang tidak banyak dapat kita harapkan atau tuntut, mungkin hanya sedikit saja yang
akan dapat mereka lakukan.
Sebaliknya, jika anda mengharapkan anak itu untuk berhasil dan tumbuh, belajar
bertindak mandiri, maka kemungkinan besar bahwa anak itu akan menjadi seorang individu yang
berhasil, tumbuh, dan mandiri. Merupakan suatu kepuasan bagi para pendidik bila melihat anak
penyandang cacat dapat melakukan hal yang sama sebagaimana dilakukan anak-anak lain. Akan
tetapi, kita harus dapat membedakan antara pencapaian yang diperoleh dengan tingkat usaha yang
sama yang dituntut dari kebanyakan anak, dengan pencapaian yang benar-benar merupakan
tantangan bagi anak penyandang cacat itu. Jika orang bereaksi terhadap pencapaian yang biasa

yang tidak begitu sulit untuk dicapai seolah-olah pencapaian itu luar biasa, anak itu dapat
mengembangkan pandangan yang tidak realistis tentang dirinya baik pandangan yang berlebihan
tentang kemampuan dan pencapaiannya, yang didasarkan atas kekaguman yang terus-menerus
dari orang lain, maupun pandangan yang membuatnya kecewa, karena ekspektasi orang lain
terhadap dirinya itu ternyata rendah. Di pihak lain, dorongan dan penguatan juga sepatutnya
diberikan bila anak itu berhasil menyelesaikan tugas yang dipersulit oleh kecacatannya, misalnya
keberhasilan berpakaian sendiri bagi anak penyandang cerebral palsy.

4. PENUTUP
Perwujudan desegregasi di Amerika Serikat dengan adanya program pendidikan kompensasi
bagi anak dengan ekonomi rendah, pendidikan multicultural untuk siswa dengan berbagai latar
belakang budaya/etnis dan pendidikan inklusis bagi penyandang cacat memberikan pengaruh
yang begitu besar bagi pendidikan di dunia.

DAFTAR PUSTAKA
Banks, James A. 2004. An introduction to multicultural Education. Boston-London: Allyn and Bacon
Press
Mahfud, Choirul. 2008. Pendidikan Multicultura, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ornstein, Allan. C., Levine Daniel, U., Gutek, Gerald, L., (2008), Fondations of Education, 11th
Edition, Canada , Wadsworth.
THE SALAMANCA STATEMENT AND FRAMEWORK FOR ACTION ON SPECIAL NEEDS
EDUCATION. World Conference on Special Needs Education: Access and Quality. Unesco
& Ministry of Education and Science

TN. (1994). Being at Ease with Handicapped Children. ERIC Digest. ERIC Cleanringhouse on
Handicapped and Gifted Education: http://www.ed.gov/databases/ERIC-Digests/
Zamroni. (2010a). The Implementasion of multicultural education a reader. Yogjakarta: Graduate
Program The state University of Yogyakarta
Zamroni, 2011. Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: Gavin Kalam
Utama

Anda mungkin juga menyukai