Anda di halaman 1dari 21

1

MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


KEMATIAN IBU DAN ANAK

Oleh:
BRATA TAMA UNSANDY
NIM. 110100322

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT/ILMU


KEDOKTERAN KOMUNITAS/ILMU KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

MAKALAH KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


KEMATIAN IBU DAN ANAK

Oleh:
BRATA TAMA UNSANDY
NIM. 110100322

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT/ILMUKEDOKTERAN KOMUNITAS/ILMU
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

2016
KEMATIAN IBU DAN ANAK
Makalah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas
Sumatera Utara.
Oleh:
BRATA TAMA UNSANDY
NIM. 110100322

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT/ILMUKEDOKTERAN KOMUNITAS/ILMU
KEDOKTERAN PENCEGAHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Judul

: KEMATIAN IBU DAN ANAK

Nama

: BRATA TAMA UNSANDY

NIM

: 110100322

Medan, 27 Mei 2016


Pembimbing

dr. Sjahrial R. Anas, MHA


NIP: 197009281999032001

KATA PENGANTAR
Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Kematian Ibu dan Anak sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Sjahrial R. Anas, MHA selaku dosen pembimbing
makalah atas kesediaan beliau meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing,
mendukung, dan memberikan masukan kepada penulis sehingga makalah ini
dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kegiatan ini masih belum
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah
ini di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsih bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan. Atas bantuan
dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual,
penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 27 Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................
1.1 Latar Belakang................................................................................
1.2 Tujuan Penelitian............................................................................
1.3 Manfaat Penelitian..........................................................................

1
1
3
3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................


2.1 Kematian Maternal..........................................................................
2.1.1 Definisi.................................................................................
2.1.2 Klasifikasi.............................................................................
2.1.3 Ukuran Kematian Maternal..................................................
2.1.4 Status Kematian Maternal....................................................
2.1.5 Penyebab Kematian Maternal..............................................
2.1.6 Faktor yang mempengaruhi Kematian Maternal..................
2.1.7 Identifikasi Kematian Maternal............................................
2.1.8 Kebijakan Kematian Maternal..............................................
2.1.9 Upaya Pencapaian MDGs di Indonesia................................

4
4
4
4
5
8
9
10
12
13
15

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 13


3.1 Kesimpulan.................................................................................... 13
3.2 Saran.............................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih menjadi masalah kesehatan di

Indonesia. Hal ini dikarenakan masih tingginya angka kematian ibu dan angka
kematian bayi yang ada di Indonesia. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian
Bayi di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN dengan jumlah kematian

ibu tiap tahunnya mencapai 450 per seratus ribu kelahiran hidup yang jauh diatas
angka kematian ibu di Filipina yang mencapai 170 per seratus ribu kelahiran
hidup, Thailand 44 per seratus ribu kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia,
2010).
Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup,
Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 34 per pada 1000 kelahiran hidup.
Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDGs 2000)
untuk tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun
2007 menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menurun
dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (Depkes, 2011).

Angka Kematian Ibu dan bayi di Provinsi Sumatera Utara masih tergolong
tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia dengan angka
kematian ibu rata-rata 413 per seratus ribu kelahiran hidup yang menjadikan
Provinsi Sumatera Utara menjadi provinsi yang ke 6 dengan Angka Kematian Ibu
tertinggi di Indonesia bersama dengan Jawa Barat yaitu dengan Angka Kematian
Ibu 2280 per seratus ribu kelahiran hidup, Jawa Tengah dengan Angka Kematian
Ibu sebesar 1766 per seratus ribu kelahiran hidup, Nusa Tenggara Barat 370 per
seratus ribu kelahiran hidup. Untuk Angka Kematian Ibu juga masih tinggi di
Provinsi Sumatera Utara dengan kematian bayi 40 per 1.000 kelahiran hidup
bersama dengan Nusa Tenggara Barat dengan kematian bayi 60 per 1.000
kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2010) .

Periode persalinan merupakan salah satu periode yang mengandung risiko


bagi ibu hamil apabila mengalami komplikasi yang dapat meningkatkan resiko
kematian ibu dan kematian bayi. Kematian ibu, kematian bayi dan juga berbagai
komplikasi lainnya pada umumnya terjadi pada masa persalinan, hal ini
dikarenakan masa bersalin setelah melahirkan dan 1 minggu pertama setelah
melahirkan merupakan periode yang berbahaya bagi ibu dan bayi, hal ini dapat
dilihat dari data Lancet (2006) bahwa sebanyak 60% ibu mengalami kematian
pada periode ini (Profil Kesehatan Indonesia, 2010). Hal ini juga sesuai dengan
pendapat Yuliarti (2009) bahwa hampir seperempat jumlah wanita di negara
miskin akan mengalami komplikasi kesehatan karena kehamilan dan persalinan
yang dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian ibu dan bayi.

Akan tetapi pemanfaatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di


masyarakat masih sangat rendah jika dibandingkan dengan indikator yang
diharapkan pemerintah sebesar 90% persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS, 2003-2004) persentase kelahiran pada tahun 2003 yang ditolong oleh
tenaga medis sekitar 56,95% dan pada tahun 2004 naik menjadi sekitar 57,51%.
Sementara persentase penolong persalinan oleh tenaga non medis masih cukup
tinggi yaitu 43,05% pada tahun 2003 dan 42,5% pada tahun 2004. Hal ini juga
didapatkan berdasarkan data Susenas tahun 2007, persalinan menggunakan dukun
masih cukup tinggi, yaitu mencapai 30,27%. Hal ini sejalan dengan hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2010 dimana berdasarkan tempat persalinan anak terakhir
terdapat tenaga yang menolong proses persalinan adalah dokter (2,1%), bidan
(51,9%), paramedis lain (1,4%), dukun (40,2%), serta keluarga (4,0%) (Riskesdas,
2010)

1.2.

Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan

memahami mengenai ergonomi ditempat kerja dan untuk memenuhi persyaratan


dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.
1.3.

Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan

pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai
kematian ibu dan anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
2.1.1 Pengertian
MenurutInternational Ergonomic Association (IEA), ergonomi berasal dari
bahasa Yunani, yaitu ergon yang artinya kerja dan nomos yang artinya hukum
alam, sehingga ergonomi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan
antara manusia dengan dan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan
yang mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu
sistem yang optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya.9
2.1.2 Ruang Lingkup
Pusat Kesehatan dan Keselamatan Kerja Departemen Kesehatan RI,
menyatakan bahwa ruang lingkup ergonomi mencakup beberapa aspek keilmuan
yaitu:1
1. Teknik, yaitu cara-cara melakukan pekerjaan dengan baik sehingga dapat
mengurangi resiko cedera akibat ergonomi yang tidak baik.
2. Fisik, yaitu dimana penampilan seseorang mencerminkan keseimbangan
antara kemampuan tubuhnya dengan tuntutan tugas. Apabila tuntutan tugas
lebih

besar

daripada

kemampuan

tubuh

maka

akan

terjadi

ketidaknyamanan, kelelahan, kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit, serta


menurunya produktivitas. Sebaliknya, apabila tuntutan tugas lebih kecil
dari kemampuan tubuh, akan terjadi understress, seperti kejenuhan,
kebosanan, kelesuhan, kurang produktif dan sakit.
3. Anatomi, yaitu berhubungan dengan kekuatan dan gerakan otot dan
persendian.

4. Antropometri, yaitu suatu kumpulan data numerik yang berhubungan


dengan karakteristik fisik tubuh manusia yang meliputi ukuran, bentuk dan
kekuatan yang nantinya berfungsi untuk mendisain tempat kerja seseorang.
5. Fisiologi, yaitu berhubungan dengan fungsi-fungsi dan kerja tubuh, seperti
temperature tubuh, oksigen yang didapat saat bekerja, aktifitas otot dan
lain-lain.
6. Design, yaitu berupa perancangan tempat kerja yang sesuai dengan pekerja
supaya dapat bekerja secara layak, aman dan nyaman.
2.1.3 Tujuan
Ada empat tujuan utama ergonomi, yaitu memaksimalkan efisiensi
karyawan, memperbaiki kesehatan dan keselamatan kerja, menganjurkan agar
bekerja aman, nyaman dan bersemangat, dan memaksimalkan bentuk kerja yang
meyakinkan.10
Beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penerapan ergonomi, antara lain
sebagai berikut:11
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan
cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan
mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak
sosial dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan
sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak
produktif.
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan
antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta
kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.
2.2

Sikap Kerja
Sikap tubuh sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak

peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan.12

2.2.1 Sikap Kerja Duduk


Pada saat posisi duduk, otot rangka (muskuloskletal) dan tulang belakang
terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar
dari rasa nyeri dan cepat lelah. Jika posisi duduk tidak benar maka tekanan pada
tulang belakang semakin meningkat.9
Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap
badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lardosa pada
pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung.13 Sikap duduk yang benar
yaitu sebaiknya duduk dengan punggung lurus dan bahu berada dibelakang serta
bokong menyentuh belakang kursi. Selain itu, duduklah dengan lutut tetap
setinggi atau sedikit lebih tinggi panggul (gunakan penyangga kaki) dan
sebaiknya kedua tungkai tidak saling menyilang. Jaga agar kedua kaki tidak
menggantung dan hindari duduk dengan posisi yang sama lebih dari 20-30 menit.
Selama duduk, istirahatkan siku dan lengan pada kursi, jaga bahu tetap rileks.14
Pedoman untuk mengatur ketinggian landasan kerja pada posisi duduk
sebagai berikut :15

Jika memungkinkan menyediakan meja yang dapat diukur turun dan naik.

Landasan kerja memungkinkan lengan menggantung pada posisi rileks


dari bahu, dengan lengan bawah mendekati posisi horizontal atau sedikit
menurun (shoping down slightly).

Ketinggian landasan kerja tidak memerlukan fleksi tulang belakang yang


berlebihan.

Gambar 2.1 Sikap kerja pada Visual Display Terminal (VDT) yang
direkomendasikan 16
Keuntungan bekerja sambil duduk adalah mengurangi kelelahan pada kaki,
terhindar dari sikap-sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi,
berkurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah.13
2.2.2 Sikap Kerja Berdiri
Sikap kerja berdiri merupakan sikap kerja yang posisi tulang belakang
vertikal dan berat badan tertumpu secara seimbang pada dua kaki. Bekerja dengan
posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan
berbagai cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk
dan ukuran sepatu yang tidak sesuai. Sikap kerja berdiri dapat menimbulkan
keluhan subjektif dan juga kelelahan bila sikap kerja ini tidak dilakukan
bergantian dengan sikap kerja duduk.17
Rekomendasi ergonomis tentang ketinggian landasan kerja posisi berdiri
didasarkan pada ketinggian siku berdiri sebagai berikut ini : 15,18,19
1. Untuk pekerjaan memerlukan ketelitian dengan maksud untuk mengurangi
pembebanan statis pada otot bagian belakang, ketinggian landasan kerja
adalah 5-10 cm di atas tinggi siku berdiri.
2. Selama kerja manual, di mana pekerja sering memerlukan ruangan untuk
peralatan, material dan kontainer dengan berbagai jenis, ketinggian
landasan kerja adalah 10-15 cm di bawah tinggi siku berdiri.

3. Untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan yang kuat, ketinggian


landasan kerja adalah 15-40 cm di bawah tinggi siku berdiri.
Orang yang bekerja berdiri dalam waktu yang lama akan berusaha untuk
menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga mengakibatkan terjadinya beban kerja
statis pada otot-otot punggung dan kaki sehingga berakibat aliran darah
mengumpul pada anggota tubuh bagian bawah.15,18,19

Gambar 2.2 Pengaturan tinggi meja kerja pada posisi kerja berdiri 21
2.3

Gangguan Muskuloskeletal

2.3.1.Definisi Gangguan Muskuloskeletal


Gangguan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot rangka
(skletal) yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai
sangat sakit, apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam waktu
yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi,
ligamen, dan tendon.11
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :11
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat
otot menerima beban statis, namun kemudian keluhan itu akan segera
hilang apabila pemberian beban dihentikan.

10

2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang yang bersifat


menetap . walaupun pemberian beban kerja telah dihentikan, namun rasa
sakit pada otot terus berlanjut.
Pada umumnya keluhan otot skletal terjadi karena kontraksi otot yang
berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan waktu lama
dan bersifat monoton. Kemungkinan adanya keluhan otot ini dapat dihindari
apabila kontraksi otot berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum.
Namun jika kontraksi otot melebihi 20%, maka peredaran darah dari otot akan
berkurang sesuai tingkat kontraksi yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang
diperlukan. Hal ini mengakibatkan suplai oksigen ke otot menurun, proses
metabolisme karbohidrat juga terhambat dan akhirnya terjadi penimbunan asam
laktat yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri pada otot.13
2.3.2 Penyebab Keluhan
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya keluhan otot skeletal,
yaitu :
1. Peregangan Otot yang Berlebihan17
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh
pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti
aktivitas mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat.
Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang
diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering
dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat
menyebabkan terjadinya cedera otot skeleletal.
2. Aktivitas Berulang17
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus - menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat angkut dan lain
lain. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara
terus menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi.
3.

Sikap Kerja Tidak Alamiah17

11

Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah misalnya pergerakan tangan
terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya.
Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka akan semakin
tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skeletal. Sikap kerja tidak alamiah ini
pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja
tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.
4.

Faktor penyebab sekunder terjadinya keluhan muskuloskeletal:17

a.

Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh,

pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak
akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini sering
terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.
b.

Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot

bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,


penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
c.

Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,

kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban, sulit
bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian juga dengan
paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh yang
terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam tubuh akan
termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apabila
hal ini tidak diimbangi dengan pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi
kekurangan suplai energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang
lancar, suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat
dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri otot.
5.

Penyebab kombinasi.
Selain faktor faktor yang telah disebutkan di atas, beberapa ahli

menjelaskan bahwa faktor individu seperti umur, jenis kelamin, kebiasaan

12

merokok, aktivitas fisik, kekuatan fisik dan ukuran tubuh juga dapat menjadi
penyebab terjadinya keluhan otot skeletal.
2.3.3

Nordic Body Map


Nordic Body Map dapat digunakan sebagai kuesioner atau sebagai

wawancara terstruktur. Namun, frekuensi jauh lebih tinggi dari masalah


muskuloskeletal yang dilaporkan saat kuesioner diberikan sebagai bagian dari
studi difokuskan pada isu-isu muskuloskeletal dan faktor kerja dibandingkan bila
diberikan sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan berkala secara umum.20

Gambar 2.3 Nordic Body Map 22


Keterangan :
0. Leher atas

3. Bahu kanan

1. Leher bawah

4. Lengan atas kiri

2. Bahu kiri

5. Punggung

13

6. Lengan atas kanan

17. Tangan kanan

7. Pinggang

18. Paha kiri

8. Bawah pinggang

19. Paha kanan

9. Bokong

20. Lutut kanan

10. Siku kiri

21. Lutut kiri

11. Siku kanan

22. Betis kiri

12. Lengan bawah kiri

23. Betis kanan

13. Lengan bawah kanan

24. Pergelangan kaki kiri

14. Pergelangan tangan kiri

25. Pergelangan kaki kanan

15. Pergelangan tangan kanan

26. Telapak kaki kiri

16. Tangan kiri

27. Telapak kaki kanan

Gambar 2.4 The Nordic Musculoskletal Questionnaire 23

14

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1

KESIMPULAN
Desentralisasi bidang kesehatan memberi ruang yang besar bagi

pemerintah daerah untuk melakukan inovasi pelayanan kesehatan masyarakat.


Kewenangan yang besar pada era desentralisasi menuntut pemerintah daerah lebih
aktif membuat berbagai kebijakan publik khususnya sektor kesehatan. Di
Indonesia, angka kematian ibu dan bayi yang tinggi menunjukan pelayanan
kesehatan ibu dan bayi masih relatif rendah. Pemda dituntut berperan aktif
mendorong kebijakan kesehatan yang menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
3.2

SARAN
Keterlibatan stakeholder eksekutif, legislatif dan kelompok masyarakat

sipil sangat diperlukan dalam penyusunan kebijakan, mendapatkan masukan


berbagai perspektif dan meningkatkan dukungan dan rasa kepemilikan. Perlunya
penempatan kepala puskesmas yang kompeten dan kreatif sebagai ujung tombak
pengelola kebijakan/ program kesehatan. Alokasi anggaran khusus merupakan
bentuk political will pemerintah daerah. Berbagai faktor struktural seperti budaya,
perilaku hidup sehat masih menjadi penghambat jika tidak ditangani dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ergonomi. 2004. Diunduh di:


http://www.pdfchaser.com/ERGONOMI-Pusat-Kesehatan-KerjaDepartemen-Kesehatan-RI.html#.
2. Sutjana. Desain Produk dan Resikonya. 2005. Diunduh di:
http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/perancangan%20mesin%20dan
%20resiko.pdf.
3. Budiarjo, B. Komputer dan Masyarakat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
1991.
4. Mashud. Komputer, Ergonomi dan Kesehatan Kerja. 2008. Diunduh di:
http://arsipegianto.tripod.com/komputer_dan_kesehatan_kerja.pdf.
5. Harrianto, R. Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2008.
6. Wardhana, W.A., dkk. Aspek Keselamatan Kerja pada Pemakaian Komputer.
Dalam: Laurensia, B,. Gambaran Ergonomi dan Dampaknya Terhadap
Kesehatan Tenaga Kerja Kasir di Pasar Swalayan Metro Medan Plaza Tahun
2004. Medan:Universitas Sumatera Utara, 2004.
7. Wahlstrom, J. Ergonomics, Musculoskeletal Disorders and Computer Work.
Occupational Medicine, 2005: Page 168 176.
8. Talwar, Rohit Kapoor dan Karan Puri. A Study of Visual and Musculoskeletal
Health Disorders Among Computer Professionals in NCR Delhi. India: Indian
Jurnal of Community Medicine. 2009: Page 326 328.
9. Nurmianto, E. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna
Widya, 2008.
10. Santoso, G. Ergonomi, Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2004.
11. Tarwaka, dkk. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press, 2004.
12. Sumamur. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung,
1996.
13. Sumamur. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta : CV Haji Masagung,
1989.
14. Wasisto, S. W. Bekerja dengan Komputer Secara Ergonomis dan Sehat. 2005.
Diakses di: http://www.wahanakom.com/infotek/ergonomis.html. Diakses
Tanggal 10 Februari 2016.
15. McCormick, E. J., Sanders, M. S. Human Factors in Engineering and Design.
McGraw-Hill, Inc, 1982.

16. Pheasant, S. Bodyspace Anthropometry, Ergonomics and Design. USA:Taylor


and Francis Inc., 1986.
17. Rizki, A. Gambaran Sikap Kerja Terhadap Keluhan Kesehatan Pekerja
Tukang Sepatu di Pusat Industri Kecil (PIK) Menteng Medan Tahun 2007.
Medan: Universitas Sumatera Utara, 2007.
18. Manuaba, A. Peningkatan Kondisi dan Lingkungan Kerja di Sektor Industri
Kecil, Program Internasional untuk Peningkatan Kondisi dan Lingkungan
Kerja. Lokakarya Nasional, 1989.
19. Grandjean, E. Fitting the Task to The man. A Textbook of Occupational
Ergonomics. London:Taylor & Francis Ltd, 2000.
20. Crawford,O. The Nordic Musculoskletal Questionnaire. 2007. Available at:
http://occmed.oxfordjournals.org/content/57/4/300.full#xref-ref-2-1/. Diakses
tanggal 10 Februari 2016.
21. Canadian Centre for Occupational Health and Safety. Working in a Standing
Position.
2008.
Available
at:
https://www.ccohs.ca/oshanswers/ergonomics/standing/standing_basic.html
Tanggal Akses 11 Februari 2016.
22. Santoso, G. Ergonomi, Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2004.
23. Curwin, S., Allt, J., Szpilfogel, C., Markrides, L., The Effect of a
Comprehensive Workplace Wellness Program on the Prevalence and Severity
of Musculoskeletal Disorders in a Canadian Goverment Department. 2013.
Available at: https://www.evexia.ca/wp-content/uploads/2013/11/HealthyLifeWorks-Project-The-Effect-of-a-Comprehensive-Workplace-WellnessProgram-on-the-Prevalence-and-Severity-of-Musculoskeletal-Disordersin.pdf . Diakses tanggal 11 Februari 2016.

Anda mungkin juga menyukai