Anda di halaman 1dari 40

METODE ANALISIS

TITRIMETRIK

Nama

Muhammad Yudha Ramdhani

25-2012-029

Analisis titrimetrik merupakan salah satu


bagian utama kimia analisis dan bahwa
perhitungan-perhitungan yang digunakan
didasarkan pada hubungan stoikiometri
sederhana dari reaksi kimia
(Underwood, 1986).

Suatu metode titrimetrik untuk analisis didasarkan pada suatu reaksi


kimia seperti:
aA + tT produk
Dimana :
a molekul analit A
t molekul reagensia T
Penambahan titran sampai telah dimasukkan sejumlah T yang secara kimia
setara dengan A. Maka dikatakan telah tercapai titik ekuivalensi dari titrasi itu.
Ahli kimia dalam menentukan titik akhir menggunakan suatu zat yang disebut
indikator, yang menanggapi munculnya kelebihan titran dengan perubahan
warna.
Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik ekuivalensi. Titik
dalan titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir.

Reaksi yang Digunakan Titrasi


Reaksi yang digunakan untuk titrasi
terbagi menjadi beberapa jenis,
yaitu:
1. Titrasi Asam-Basa
2. Titrasi Oksidasi-Reduksi (Redoks)
3. Titrasi Pengendapan
4. Titrasi Kompleks

Titrasi Asam-Basa

Terdapat sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditetapkan dengan
titrimetri. Jika HA menyatakan asam yang akan ditetapkan dan BOH
basanya reaksinya adalah:

HA + OH- A- + H2O

dan

BOH + H3O+ B+ + 2H2O

Umumnya titran adalah larutan standar elektrolit kuat, sperti natrium


hidroksida dan asam klorida.

Indikator Titrasi Asam-Basa


Warna

No.

Nama
Indikator

Asam

Basa

Trayek
pH

1.

Metil Kuning

Merah

Kuning Jingga

2,9 4,0

2.

Metil Jingga

Merah

Jingga Kuning

3,1 4,4

3.

Bromo Fenol Blue

Kuning

Ungu

3,0 4,6

4.

Merah Metil

Merah

Kuning

4,2 - 6,2

5.

Fenol Merah

Kuning

Merah

6,4 8,0

6.

Timol Blue

Kuning

Biru

8,0 9,6

7.

Phenolphtalein

Tidak Berwarna

Merah Ungu

8,0 9,8

Perubahan warna pada timol


blue

Perubahan warna terjadi pada pH 8 - 9,6

Perubahan warna pada merah metil

Perubahan warna terjadi pada pH 4,2 6,2

Titrasi Oksidasi-Reduksi
(Redoks)

Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau
oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan
teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.

Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi digunakan secara meluas dalan


analisis titrimetri. Misalnya, besi dalam keadaan oksidasi +2 dapat dititrasi dengan
suatu larutan standar serium (IV) sulfat:

Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+

Suatu zat pengoksidasi lain yang digunakan secara meluas sebagai suatu titran
adalah kalium permanganat, KMnO4. Reaksinya dengan besi (II) dalam larutan
asam adalah:

5Fe2+ + MnO4- + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O

Reaksi Redoks Harus Memenuhi


1. Reaksi harus cepat dan sempurna;
2. Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan yang pasti
antara oksidator dan reduktor;
3. Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau
secara potentiometrik.

Titrasi Pengendapan

Titrasi pengendapan merupakan suatu proses titrasi yang dapat


mengakibatkan terbentuknya endapan dari zat-zat yang saling bereaksi
(analit dan titran). Suatu reaksi endapan dapat berkesudahan bila
kelarutan endapannya cukup kecil. Konsentrasi ion-ion yang akan
mengalami perubahan yang besar di dekat titik ekuvalennya.

Pengendapan kation perak dengan anion halogen merupakan prosedur


titrimetri yang meluas penggunaannya. Reaksinya adalah:

Ag+ + X- AgX(s)

Di mana X- dapat berupa klorida, bronida, iodida atau tiosianat (SCN -).

Titrasi Kompleks

Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa


kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi
kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral
yang terdisosiasi dalam larutan. Kompleksometri merupakan jenis titrasi
dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut
kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya
dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang
kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi .

Titrasi Kompleks
Suatu contoh reaksi dalam mana terbentuk suatu kompleks
stabil antara ion perak dan sianida:
Ag+ + 2CN- Ag(CN)2 Reaksi ini merupakan dasar dari apa yang disebut metode
Liebig untuk penetapan sianida. Reagensia organik tertentu,
seperti asam etilenadiaminatetraasetat (EDTA), membantuk
kompleks, stabil dengan sejumlah ion logam dan digunakan
secara meluas untuk penetapan titrimetri logam-logam ini.

Persyaratan Yang Harus Di


Penuhi
Dari sekumpulan reaksi kimia yang dikenal relatif sedikit
yang dapat digunakan sebagai dasar untuk titrasi, suatu
reaksi harus memenuhi persyaratan tertentu sebelum
dapat digunakan. Persyaratannya yaitu (Underwood,
1986):
1. Reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu
persamaan reaksi tertentu. Tidak boleh ada reaksi
samping;
2. Reaksi harus berjalan sampai boleh dikatakan
lengkap pada titik ekuivalensi. Dengan perkataan
lain tetapan kesetimbangan reaksi itu haruslah
sangat besar;

Persyaratan Yang Harus Di


Penuhi
3.

Beberapa metode harus tersedia untuk menetapkan kapan titik ekivalensi


tercapai. Suatu indikator haruslah tersedia atau beberapa metode secara
instrumen dapat digunakan untuk memberitahu analis kapan penambahan
titran dihentikan;

4.

Diinginkan agar reaksi itu berjalan cepat, sehingga titrasi itu dapat terlengkapi
dalam beberapa menit;

5.

Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi


yang kuantitatif/stokiometrik.

6.

Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik
secara kimia maupun secara fisika.

7.

Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan.

Stoikiometri
Cabang ilmu kimia yang membahas hubungan
bobot antara unsur-unsur dan senyawa dalam
reaksi kimia disebut stoikiometri

Bobot Ekuivalen
Bobot

ekuivalen suatu zat disebut suatu ekuivalen, tepat sama seperti

bobot molekul disebut mol. Bobot ekuivalen dan bobot molekul


dihubungkan dengan persamaan:

Dengan n adalah jumlah mol ion hidrogen, elektron atau kation univalen
yang diberikan atau diikat oleh zat yang bereaksi itu.

Sistem Konsentrasi
Dalam analisis titrimetri sistem konsentrasi molaritas dan
normalitas paling sering digunkan. Formalitas dan konsentrasi
analitis bermanfaat dalan situasi-situasi dimana terjadi disosiasi
atau pembentukan kompleks (Underwood, 1986).

Molaritas
Molaritas
larutan.

didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut per liter

Dimana M ialah molaritas, n banyaknya mol zat terlarut dan V merupakan


volume larutan dalam liter. Karena:

Dimana g adalah gram zat terlarut dan BM ialah bobot molekut zat terlarut,
maka:

Banyaknya zat terlarut dalam gram dapat dicari:


g = M x V x BM

Formalitas
Bobot
rumus biasanya sinonim dengan

bobot molekul, karena itu biasanya


formalitas sama dengan normalitas.
Dimana F ialah formalitas, nf merupakan
banyaknya bobot rumus dan V merupakan
volume larutan dalam liter.
Dimana g adalah banyaknya zat terlarut
dalam gram dan BR merupakan bobot
rumus, maka:

Normalitas
Seperti molaritas dan formalitas, sistem konsentrasi

ini didasarkan pada volume larutan. Normalitas


didefinisikan sebagai banyaknya ekuivalen zat terlarut
per liter larutan.
Dimana N ialah normalitas, ek merupakan banyaknya
ekuivalen dan V ialah volume larutan dalam liter.
Karena:
Dengan g ialah gram zat terlarut dan BE merupakan
bobot ekivalen, maka:
Banyaknya gram zat terlarut dapat dicari dari:
g = N x V x BE

Normalitas
Hubungan
adalah:

normalitas

dan

molaritas

N = nM
Dengan n ialah jumlah mol ion hidrogen,
mol elektron atau mol kation univalen
yang diberikan atau diikat oleh zat yang
bereaksi.

Titer
Masih ada suatu metode untuk mengungkapkan konsentrasi
yang sering digunakan dalam kimia analisis yaitu titer.
Dibahas disini karena satuan yang digunakan biasanya adalah
mililiter dan miliekuivalen. Titer (T) dapat dengan mudah
diubah ke normalitas, seperti tampak pada hubunganhubungan berikut:

Jadi:
T = N x BE

Standarisasi Larutan
Telah dijelaskan diawal bahwa proses dengan suatu konsentrasi larutan
yang telah dipastikan dengan tepat dikenal dengan sebagai standarisasi.
Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan melarutkan
suatu sampel zat-terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat,
dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Tetapi metode ini tidak
dapat diterapkan secara umum, karena relatif hanya sedikit reagensia kimia
dapat diperoleh dalam bentuk yang cukup murni untuk memenihi tuntutan
si analis mengenai ketepatan (accuracy) (Underwood, 1986).

Titrasi Balik
Seringkali analis melewati titik akhir yakni menambahkan
titran terlalu banyak dan kemudian mentitrasi balik dengan
larutan kedua. Perlu diketahui terlebih dahulu normalitas
larutan kedua ini atau hubungan volume antara larutan kedua
ini dengan titran (Underwood, 1986).

Alikuot

Kadang-kadang analis menimbang suatu sampel yang banyak dari standar


primer, melarutkannya dalam sebuah labu volumetri dan menarik sebagian
larutan dengan menggunakan pipet.

Porsi yang diambil dengan pipet ini disebut suatu alikuot. Suatu alikuot
adalah bagian dari keseluruhan, biasanya suatu pecahan (fraksi) sederhana.
Proses pengenceran ke volume yang diketahui ini dan pengambilan satu
porsi untuk titrasi disebut pengambilan suatu alikout (Underwood, 1986).

Pengenceran
Prosedur laboratorium dalam kimia analisis
seringkali mengharuskan pengambilan alikout dari
larutan standar dan mengencerkannya ke volume
yang lebih besar dalam labu volumetri. Teknik ini
dapat
bermanfaat
dalam
prosedur
spektrofotometri untuk menyesuaikan konsentrasi
zat terlarut sehingga galat dalam mengukur
absorban larutan dapat diminimalkan.
Perhitungan
yang
digunakan
dalam
suatu
pengenceran adalah sederhana dan langsung.
Karena tak terjadi reaksi kimia, mol atau milimol,
zat terlarut dalam larutan asli haruslah sama
dengan mol atau milimol dalam larutan akhir

Perhitungan Kemurnian Persen

Untuk
menganalisis suatu sampel dengan kemurnian, analis menimbang dengan
tepat satu porsi sampel melarutkannya dengan baik dan mentitrasinya dengan

larutan standar. Untuk mengungkapkan hasil sebagai suatu persentase,


miliekuivalen analit diubah ke bobot dan kemudian dibagi dengan bobot sampel:

LATIHAN SOAL
Analisis Titrimetri

1. Suatu sampel yang mengandung Na2CO3 sebesar 2 gr dianalisa


dengan menambahkan 100 ml 0,1 M HCl berlebih, lalu didihkan
untuk menghilangkan CO2. Kemudian dititrasi balik dengan 0,1 M
NaOH. Jika NaOH yang diperlukan untuk titrasi balik sebesar 10
ml, maka berapa persen Na2CO3 dalam sampel ini?
2. Hitung kadar K2CO3 dalam sampel 1 gr yang dititrasi menggunakan
HCl. Untuk mencapai titik akhir diperlukan 30 ml 0,175 M HCl.
Diasumsikan semua karbonat adalah K2CO3.

3.

HCl yang dikonsentrasikan mempunyai kerapatan 1,5 gr/ml dan 45% dari berat
HCl. Berapa ml asam konsentrat tersebut yang harus dilarutkan dalam 1 L air
untuk membuat larutan sebesar 0,1 M?

4.

Dalam metode kjeldahl untuk nitrogen, unsur dikonversi menjadi NH 3 yang


kemudian didestilasi menjadi volume asam standar yang diketahui. Terdapat
lebih dari cukup asam untuk menetralkan NH3 dan kelebihannya dititrasi dengan
basa standar. Kandungan protein fluida spinal dapat ditentukan dengan metode
ini. Persentase protein diperoleh dengan mengalikan persentase N dengan 8,05.
Hitung persentase protein dalam sampel fluida spinal dari data berat fluida 4 gr,
V H2SO4 0,09 M sebesar 6 ml dan V NaOH 0,09 M sebesar 7,9 ml.

5.

Sebuah sampel Na2C2O4 yang mempunyai berat 0,5 gr dilarutkan dalam


air, ditambahkan dengan asam sulfat dan larutan tersebut dititrasi pada
70C membutuhkan 50 ml larutan KMnO4. Titik akhir terlampaui dan
titrasi ulang dijalankan dengan 2 ml larutan asam oksalat pada 0,05 M.
Hitung molaritas larutan KMnO4.

6.

Hitung berapa gram Fe(Cl3) murni diperlukan untuk membuat 250 ml


larutan 0,15 N.

Jawab 1
CO32- + 2 H+ H2CO3

Mg Na2CO3 = T x faktor x BM analit


= 9 mmol x x 106

Tiap Na2CO3 bereaksi dengan 2 H+.

= 477 mg
Mmol titrasi balik :
= (0,1 mmol/ml) x 10 ml = 1 mmol NaOH
T:
= mmol titran berlebih mmol titrasi balik
= (0,1 mmol/HCl x 100 ml HCl) 1 mmol
NaOH
= 10 mmol 1 mmol = 9 mmol

% Na2CO3

= x 100 = x 100
= 23,85%

Jawab 2
K2CO3 + 2 HCl H2CO3 + 2 KCl
Mg K2CO3 = 1 ml titran x M HCl x Perbandingan mol x Mr K2CO3
= 1 ml HCl x 0,175 M x x 138
= 12,075
Titer = 12,075 x 30 ml = 362,25 mg
% K2CO3 = x 100 = x 100 = 36,225 %

Jawab 3

x 45% = 0,675 gr HCl

M1 x V1 = M2 x V2

x =

18,493 x V1 = 0,1 x (V1 + 1000 ml

x = 18,493 M

H2O)
18,493 V1 = 0,1 V1 + 100 ml
18,493 V1 0,1 V1 = 100 ml
18,393 V1 = 100 ml
V1 = = 5,437 ml asam konsentrat

Jawab 4
H2SO4 + 2NaOH (Na2)SO4 + 2H2O
NaOH = 0,09 M x 7,9 ml = 0,711 mmol
H2SO4 = x 0,711 mmol = 0,356 mmol
2NH3 + H2SO4 (NH4)SO4
H2SO4 = 0,09 M x 6 ml = 0,540 mmol 0,356 mmol = 0,184 mmol
NH3 = x 0,184 mmol = 0,368 mmol

Massa N = 0,368 mmol x 14 = 5,152 mg


% N = x 100 = 0,129%
% P = %N x 6,8 = 0,129% x 8,05 = 1,039 %

Jawab 5
C2O42- + MnO4- Mn2+ + CO2
C2O42- + MnO4- Mn2+ + 2CO2
5C2O42- + 2MnO4- 2Mn2+ + 10CO2
C2O42-

= vol x m +
= 2 ml x 0,05 M + = 3,831 mol

MnO4-

= x 3,831 mol = 1,532 mmol

KMnO4

= = 0,031 M

Jawab 6
Fe(Cl3) Fe3+ + 3ClBM Fe(Cl3) = 162,5
= = 54,16 grek
gr = ek x Be
gr = 0,15 N x x 54,16 grek = 2,031 gr

Daftar Pustaka
1.Day, Jr. R. A dan Underwood, A. L. 1986.
Analisis

Kimia

Kuantitatif.

Jakarta

Erlangga.
2.Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia
Untuk Universitas. Jakarta : Erlangga.

SEKIAN DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai