Tgas Makalah Pedagogik
Tgas Makalah Pedagogik
PENDAHULUAN
1.1
Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta kecerdasan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat. pendidikan juga adalah satu usaha mengatur pengetahuan untuk
menambahkan lagi pengetahuan yang semulan tidak tahu menjadi tahu.
Dalam proses tidak tahu menjadi tahu tersebut manusia mengalami sebuah
rangkaian proses pembelajaran. Di mulai dari pembelajaran pertama yang datang
dari lingkungan mikro yaitu lingkungan keluarga, kemudian beralih di sekolah
dan pada akhirnya mereka akan mengaplikasikan ilmu nya di lingkungan
masyarakat, Semua itu merupakan salah satu unsur pendidikan yaitu Lingkungan
pendidikan. Dalam proses tersebut manusia senantiasa berinteraksi dan bergaul
dengan sesamanya di dalam lingkungan pendidikan tersebut. Dalam interaksi
tersebut terdapat proses saling mempengaruhi antar manusia yang satu dengan
yang lainnya sehingga akan menimbulkan suatu situasi pergaulan pendidikan
tertentu. Pergaulan pendidikan ini tentunya hanya terjadi antara orang dewasa dan
anak.
Oleh karena itu, kami disini akan berusaha mengkaji tentang hal-hal mengenai
pergaulan pendidikan, lingkungan pendidikan, kedudukan manusia sebagai
mahluk pendidikan, serta kewibawaan kita sebagai tenaga pendidik.
42
1.2 Tujuan
Dalam penyusunan makalah ini ada beberapa tujuan yang hendak kami capai
yaitu:
a.
calon
tenaga
pendidikan
dapat
makalah selanjutnya
b.
Pedagogik
42
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
PERGAULAN PENDIDIKAN
b. Situasi pendidikan.
Fenomena pendidikan berada di dalam pergaulan. Semua pergaulan termasuk
fenomena pendidikan (situasi pendidikan) akan tetapi fenomena pendidikan
(situasi pendidikan) hakikatnya berada di dalam pergaulan
B. Fenomena Pendidikan Berlangsung dalam Pergaulan Orang Dewasa dengan
Anak.
Menurut M.J. Langeveld (1980:20) bahwa lingkungan tempat kita melihat
fenomena pendidikan terlaksana terdapat dalam pergaulan orang dewasa dengan
anak. Maka, pendidikan atau kegiatan mendidik hanya akan berlangsung dalam
pergaulan antara orang dewasa dengan anak (orang yang belum dewasa).
C. Sifat-sifat Pergaulan Pendidikan.
Tidak setiap pergaulan antara orang dewasa dengan anak mengandung situasi
pendidikan, sehingga dengan demikian tidak setiap pergaulan antara orang dewasa
dengan anak dapat tergolong kedalam pendidikan.
Pengaruh orang dewasa kepada anak dikatakan mendidik hanya jika tindakan atau
pengaruh itu diberikan secara sengaja dan bersifat positif. Artinya, bahwa
pengaruh itu secara disadari diciptakan atau diberikan oleh orang dewasa kepada
anak; selain itu bahwa isi tindakan atau pengaruhnya itu bersifat membantu anak
agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri atau terarah kepada
pencapaian kedewasaan. Sejalan dengan pernyataan ini M.J. Langeveld (1980:2021) mengemukakan adanya dua sifat pergaulan dalam rangka pendidikan, yaitu:
42
pergaulan
biasa.
Pergaulan
itu
seakan-akan
disediakan
untuk
tidak
dirasakan
kesengajaannya
oleh
anak
didik,
walaupun
Ketegasan (tegas)
4.
a.
b.
c.
A.
Kewibawaan Pendidikan.
Dalam pergaulan antara anak dengan anak tidak mungkin muncul situasi
pendidikan, sebab di dalam pergaulan tersebut tidak akan terdapat
hubungan berdasarkan kewibawaan. Kewibawaan pendidikan adalah
kekuatan pribadi pendidik yang diakui dan diterima secara sadar dan tulus
oleh anak didik, sehingga dengan kebebasannya anak didik mau menuruti
pengaruh positif dar pendidiknya.
B.
b.
C.
c.
kedewasaan
d.
e.
hubungan kewibawaan.
M.J. Langeveld (1980) menjelaskan bahwa kepenurutan anak didik kepada
pendidik akan akan tertentukan oleh factor sebagai berikut :
a. kemampuan anak didik dalam menyadari diri/aku dan
memahami bahasa.
b. kepercayaan anak didik kepada pendidik
c. identifikasi
d. imitasi dan simpati
e. kebebasan anak untuk menentukan sikap, perbuatan, dan masa
depannya.
D.
Pengalihan
tanggungjawab
bipolaritet
kewibawaan
dan
Bipolaritet Kewibawaan.
pendidikan.
Ada dua alasan berkenaan dengan keharusan adanya kewibawaan
dalam pergaulan pendidikan :
1. Bila kewibawaan tidak ada, maka suatu perintah, ajakan, petunjuk,
dan tindakan-tindakan lainnya dari pendidik akan dituruti oleh anak
hanya atas dasar pengaruh keterikatan anak kepada pendidiknya.
Karena itu anak didik tidak akan pernah menjadi dewasa, ia akan
tetap tak terdidik.
2. Bila kewibawaan tidak ada, maka kepenurutan anak akan terjadi
berkat pemahaman anak atas pengalamannya sendiri. Jika demikian
halnya berarti anak sudah mampu berdiri sendiri (sudah dewasa), dan
hal ini bertentangan dengan keadaan anak yang sebenarnya.
42
LINGKUNGAN PENDIDIKAN
b.
Berdasarkan keangotaannya
Berdasarkan keutuhannya
Fungsi keluarga
c.
Mengembangkan keturunan
Melaksanakan pendidikan
keluarga biasanya meliputi nilai agama, nilai budaya, nilai moral dan
keterampilan.
g. Fungsi pendidikan dalam keluarga
1. Sebagai peletak dasar pendidikan anak,
2. Sebagai persiapan kearah kehidupan anak dalam
masyarakatnya.
h. Faktor-faktor yang menentukan kualitas pendidikan di dalam
keluarga.
Jenis keluarga, gaya kepemimpina orang tua, kedudukan anak dalam
urutan keangotaan keluarga, fasilitas yang ada dalam keluarga,
hubungan keluarga dengan dunia luar, status social ekonomi orang tua,
akan turut mempengaruhi perkembangan pribadi anak.
i. Karakteristik pendidikan di dalam keluarga
Pendidikan di dalam keluarga lebih menekankan pada
pengembangan karakter
Peserta didiknya bersifat heterogen
Isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/tidak ada
kurikulum tertulis
Tidak berjenjang
Waktu pendidika tidak terjadwal secara ketat, relative lama.
Cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar
42
2. Sekolah
Sekolah adalah salah satu pranata social yang memiliki tugas khusus untuk
menyelenggarakan pendidikan.
a.
Komponen sekolah
tujuan pendidikan
2.
4.
5.
6.
pengelola sekolah
42
sebagai
pelengkap,
penambah,
dan
mungkin
juga
42
3.
4.
Evaluasi
pendidikan
mungkin
dilaksanakan
secara
2.4
A.
42
dan perlunya anak memperolah bantuan dari orang dewasa. Bagi anak
manusia, insting, nafsu, dan semua potensi itu belum mencukupi untuk
dapat langsung menjalani dan mengahadapi kehidupan serta untuk dapat
mengatasi semua masalah dan tantangan dalam hidupnya. Untuk dapa
mewujudkan
semua
potensinya
itu,
anak
manusia
mempunyai
Diri
Manusia belum selesai menjadi manusia, ia dibebani keharusan untuk
menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia,
untuk menjadi manusia ia perlu dididik dan mendidik diri. Manusia
dapat menjadi manusia hanya melalui pendidikan, demikian kesimpulan
Immanuel Kant dalam teori pendidikannya (Henderson, 1959). Peryataan
tersebut sejalan dengan hasil studi M.J. Langeveld yang memberikan
identitas kepada manusia dengan sebutan animal Educandum
atau
42
4.Manusia
sebagai
makhluk
yang
lahir
tak
berdaya,
memiliki
dan
dunia)
maupun
kearah
transedental
(kearah
Yang
Batas-batas Pendidikan
42
1.
Batas pendidikan
2.
2.
2.
3.
didik.
3.
Batas bawah adalah ketika anak didik mengenal kewibawaan yaitu kurang
lebih sekitar usia 3,5 tahun. Batas atas pendidikan adalah ketika tujuan
pendidikan telah tercapai atau ketika anak mencapa kedewasaan.
4.
42
pernah
menghormati
mengingatkan
keanakan
itu
tidak
bahwa
pergaulan
menunjukan
yang
kekurangan
tidak
dan
ketidaksempurnaan pedagogis.
5.
Batas pendidikan tidak bisa disamaratakan untuk anak yang satu dengan
anak lainnya.
7.
1. Nativisme
Tokoh aliran nativisme adalah Schoupenhauer. Penganut teori ini
berasumsi bahwa setiap individu (anak) dilahirkan kedunia dengan
mmbawa bakat atau potensi yang merupakan faktor turunan yang
berasal dari orang tuanya. Bakat atau potensi ini diyakini menjadi
faktor penentu perkembangan individu selanjutnya setelah ia
dilahirkan. Teori ini dikenal sebagai teori yang pesimistik terhadap
peranan ajar/pendidikan (nature).
2. Empirisme
Tokoh aliran empirisme antara lain John Locke dan J.B. Watson.
Mereka berasumsi bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia dalam
keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum ditulisi. Mereka tidak
percaya kepada faktor bakat atau potensi yang merupakan turunan
atau hereditas sebagai penentu perkembangan individu (anak didik).
Implikasi teori empirisme terhadap pendidikan yakni memberikan
kemungkinan sepenuhnya bagi pendidik (pendidikan/ajar/nurture)
untuk dapat membentuk kepribadian anak didik, tanggung jawab
pendidikan sepenuhnya ada di pihak pendidik
3. Konvergensi
Tokoh aliran ini antaralain, William Stern. Penganut aliran ini
berasumsi bahwa perkembanga individu ditentukan baik oleh faktor
42
bakat/potensi
yang
merupakan
turunan
maupun
oleh
faktor
42
BAB III
PEMBAHASAN
pergaulan dan hubungan yang bersifat netral saja, yang bersifat pedagogis,
misalnya, orang tua menyuruh mengambil kaca mata bukan karena bermaksud
mendidik, melainkan karena ia sendiri enggan mengambil. Misalnya lagi,
seorang yang berproganda untuk menjual buku-bukunya yang bersifat cabul
kepada anak-anak, tidak dapat dikatakan pergaulan pedagogis.
Satu-satunya pengaruh yang dapat dinamakan pendidikan ialah pengaruh yang
menuju kdewasaan anak: untuk menolong anak menjadi orang yang kelak
dapat dan sanggup memenuhi tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri.
Pergaulan pedagogis itu bersifat :
1. Di dalam pergaulan ini ada pengaruh yang sedang dilaksanakan;
2. Ada maksud bahwa pengaruh itu dilaksanakan oleh orang dewasa (dalam
berbagai bentuk, misalnya, berupa sekolah, pengajian, buku-buku, pelajaran,
dan sebagainya) kepada orang yang belum dewasa.
3. Pengaruh ini diberikan atau dilaksanakan dengan sadar dan diarahkan pada
tujuan yang berupa nilai-nilai atau norma-norma yang baik yang akan
ditanamkan dalam diri anak didik atau orang yang belum dewasa.
Pergaulan itu disebut pergaulan pedagogis jika orang dewasa atau si pendidik
sadar akan kemampuannya sendiri dalam tindakannya terhadap anak yang
tidak mampu apa-apa itu, tetapi disamping itu, ia masih ada percaya bahwa
anak memiliki kemampuan untuk membantu dirinya sendiri. Lebih jelas lagi:
dalam pergaulan dengan anak-anak, orang dewasa menyadari bahwa
42
42
Gejala yang kedua ini merupakan akibat logis dari fenomena yang kita
sebutkan di atas. Karena kapasitas dan kapabilitas para pendidik (dosen) akan
berakibat lansung terhadap mutu yang mahasiswanya, baik secara positif
maupun secara negatif. Dengan arti kata apabila seorang dosen memiliki
tingkat akademis yang tinggi kemudian ia juga memiliki wawasan yang cukup
dalam ilmu pendidikan maka besar peluang ia akan menghasilkan mahasisiwa
dan mahasisiwi yang yang unggul dan lebih baik dibandingkan dengan dosen
lain yang tidak memilki kriteria tersebut. Ini dapat kita ambil contoh pada
beberapa perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang memilki
kemampuan finansial yang kuat yang memungkinnya untuk mendatangkan
tenaga dosen yang qualified. Dibandingkan dengan perguruan tinggi yang lain
yang kebanyakan para dosennya hanya lulusan S1, maka prestasi
mahasisiwanya akan sangat jauh berbeda. Apalagi ketika bersaing dalam
mendapatkan peluang kerja
3. Dekadensi moral dikalangan mahasiswa dan pelajar
Gejala yang ketiga ini sudah menjadi rahasia umum. Bahkan tidak dapat lagi
dikatakan sebagai gejala. Tapi telah menjurus kepada fenomena. Kalau dulu di
awal-awal 90-an kita sudah terbiasa mendengar tawuran antara sesama pelajar
dan mahasisiwa. Baik antara sekolah dan perguruan yang sama atau pun yang
berbeda. Kadang penyebab dari tawuran tersebut adalah hal yang sangat
sepele, seperti persaingan nama, persaingan cinta (pacaran), kesenggol di bis
atau di jalan dan lain sebagainya.
42
Kita tidak memungkiri adanya faktor eksternal yang sangat kuat yang
menyebabkan kondisi ini. Tapi minimal ini merupakan indikator yang sangat
nyata betapa jeleknya kondisi internal mereka (baca pendidikan dengan segala
isinya). Karena apa yang mereka pelajari dan siapa yang mengajari mereka
sudah tidak mampu lagi memberikan imunitas kepada mereka dari bahayabahaya luar. Sehingga ketika mereka dirasuki oleh racun-racun eksternal
mereka
3.2 LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Pendidikan di masyarakat adalah pendidikan nonformal yang dibedakan yang
dibedakan dari pendidikan keluarga (informal) dan pendidikan sekolah
(formal). Sesuai dengan UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas pasal 26,
pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang
hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik
dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan
nonformal
yang
terdapat
di
masyarakat
meliputi
a)
kepada masyarakat tentang suatu pelajaran tertentu agar lebih fokus dan
mendalami mata pelajaran/keterampilan yang dimaksud.
b)
oleh Pemerintah untuk siswa yang belajarnya tidak melalui jalur sekolah,
atau bagi siswa yang belajar di sekolah berbasis kurikulum non pemerintah
seperti Cambridge, dan IB (International Baccalureate).
d)
membina
dan
mengmbangkan
ajaran
islam
dalam
rangka
42
jenjang
pendidikan
selanjutnya.
42
Lingkungan makro pendidikan yaitu lingkungan yang lebih besar atau lebih luas
yang berpengaruh terhadap semua lingkungan mikro tersebut dan bersifat global.
Lingkungan makro pendidikan mempunyai arti luas terhadap :
a) Ideologi
Ideologi berpengaruh terhadap dunia pendidikan karena ideologi menjadi
landasan sekaligus tujuan setiap bentuk pendidikan. Sebagai contoh :
Bahasa Indonesia dengan Pancasila sebagai ideologi, falsafah, pandangan
hidup, jatidiri, kepribadian pasti akan menjadikan Pancasila sebagai
landasan tujuan pendidikan nasional.keyakinan atau agama akan
melandasi
dan
menjadi
tujuan
setiap
upaya
pendidikan
yang
42
42
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus makhluk
sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk pribadi, sosial,
susila, dan religii harus dikembangkan secara seimbang, selaras, dan serasi. Perlu
disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia
lain dalam masyarakat. Manusia mempunyai arti hidup secara layak jika ada
diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lain atau tanpa hidup
bermasyarakat, seseorang tidak dapat menyelenggarakan hidupnya dengan baik.
Guna meningkatkan kualitas hidup, manusia memerlukan pendidikan, baik
pendidikan yang formal, informal maupun nonformal. Dalam kenyataannya,
manusia menunjukkan bahwa pendidikan merupakan pembimbingan diri sudah
berlangsung sejak zaman primitif. Kegiatan pendidikan terjadi dalam hubungan
orangtua dan anak.
42
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rohani HM. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Arby, Sutan Santi dan syahrun,
Kependidikan. Jakarta: Depdikbud
Syahmar.
1991/1992.
Dasar-Dasar
42
42