Anda di halaman 1dari 12

PERGAULAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dimana
dengan  Pendidikan manusia dapat menjadi manusia yang seutuhnya dan Pendidikan juga
merupakan faktor utama dalam menjaga bangsa yang telah merdeka ini dan mengisi
kemerdekaan yang telah tercipta ini dengan prestasi-prestasi dunia yang dapat
mengharumkan nama bangsa ini,  dalam Pendidikan pasti tidak lepas dari yang namanya
komunikasi antar pendidik dan peserta didik dalam komunikasi tersebut pula pasti adanya
interaksi dan bergaulan sesama peserta didik maupun sama pendidik tersebut.
Di era modern ini pergaulan hampir sudah tidak terkendali lagi, ada beberapa kasus
akibat dari pergaulan bebas seperti narkoba, minuman keras, seks bebas dan lainnya.
Disinilah peran pendidik agar bisa mengarhkan peserta didiknya dalam pergaulan yang
positif tapi tidak hanya peran pendidik melainkan peran orang tua lah yang paling penting
karena orang tua merupakan guru pertama bagi seorang anak.
Maka dari itu, makalah ini kami susun untuk memberikan pengetahuan seputar
pergaulan dan Pendidikan kepada pendidik maupun orang tua agar dapat mengarahkan
peserta didiknya maupun anaknya ke pergaulan yang positif.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang diatas mengenai latar belakang Pendidikan dan
pergaulan, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud pergaulan sebagai tempat fenomena pendidikan dan situasi
Pendidikan?
2. Jelaskan  fenomena pendidikan berlangsung dalam pergaulan orang dewasa dengan
anak ?
3. Jelaskan sifat-sifat pergaulan Pendidikan ?
4. Bagaimana kemungkinan dan sifat perubahan situasi pergaulan biasa menjadi situasi
Pendidikan ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari pembuatan makalah ini secara
jelas yaitu:
1. Untuk mengetahui pergaulan sebagai tempat fenomena pendidikan dan situasi
Pendidikan
2. Untuk mengetahui fenomena pendidikan berlangsung dalam pergaulan orang
dewasa dengan anak
3. Untuk mengetahui sifat-sifat pergaulan Pendidikan
4. Untuk mengetahui kemungkinan dan sifat perubahan situasi pergaulan biasa
menjadi situasi Pendidikan
5. Untuk mengetahui sifat Pendidikan

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini disusun, yakni:  
1. Memberikan pengetahuan kepada pendidik maupun orang tua mengenai Pendidikan
dan pergaulan
2. Dapat meminimalisir pergaulan bebas
3.  Dapat mengetahui sifat pergaulan dan dapat menanggulangi pergaulan bebas 
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pergaulan sebagai Tempat Fenomena Pendidikan dan Situasi Pendidikan


            Manusia sebagai makhluk sosial, ia hidup bersama dan bergaul dengan sesamanya. Di
dalam pergaulan manusia melakukan tindakan-tindakan tertentu sehingga terjadi saling
mempengaruhi dengan manusia lainnya. (Pendagoik Teoritis Sistematis, 2014)
Manusia memiliki beberapa jenis pergaulan, dibedakan menjadi beberapa jenis anatara lain :
1. Pergaulan dilakukan antara orang dewasa dengan orang dewasa
2. Pergaulan antara orang dewasa dengan anak  (orang belum dewasa)
3. Pergaulan antara anak dengan anak
            Situasi pergaulan yaitu suatu keadaan yang mempunyai bentuk dan tujuan tertentu
dari pergaulan yang bersangkutan. Situasi pergulan dibedakan menjadi dua macam, antara
lain :
1. Situasi pergaulan biasa atau situasi pergaulan bukan pendidikan, contohnya kegiatan
bermain, kegiatan jual-beli dan kegiatan yang mengandung unsur hiburan.
2. Situasi pendidikan, merupakan situasi pergaulan yang diciptakan dengan sengaja karena
ada suatu tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Ada suatu nilai yang hendak disampaikan
kepada anak sebagai anak didik dari orang dewasa (orang tua, guru) sebagai
pendidik. Contohnya, seorang guru sedang membimbing anaknya mengerjakan lembar
kerja siswa.

            Fenomena pendidikan berada di dalam pergaulan, bahwa di dalam setiap pergaulan


terkandung situasi tertentu. Pergaulan itu mengandung situasi pergaulan biasa (situasi bukan
pendidikan), dan situasi pendidikan. Sehingga dapat disimpulkan sekalipun belum semua
pergaulan mengandung fenomena pendidikan (situasi pendidikan), tetapi fenomena
pendidikan (situasi pendidikan) itu hakikatnya berada dalam pergaulan.

B. Fenomena Pendidikan Berlangsung dalam Pergaulan Orang Dewasa dengan Anak


            Fenomena pendidikan (situasi pendidikan) hanya berlangsung di dalam pergaulan antara
orang dewasa dengan anak, menurut M.J Langeveld (1980:20) menyatakan bahwa
“lingkungan tempat kita melihat fenomena pendidikan terlaksana terdapat dalam pergaulan
oranga dewasa dengan anak”. Seiring dengan pernyataan tersebut dapat dikatakan maka
pendidikan atau kegiatan mendidika hanya akan berlangsung dalam pergaulan antara orang
dewasa dengan anak (orang belum dewasa).
C. Sifat-Sifat Pergaulan Pendidikan
            Tidak setiap pergaulan antara orang dewasa dengan anak mengandung situasi
pendidikan. Contoh pada saat ujian berlangsung karena takut muridnya tidak lulus seorang
guru pengawas ujian membiarkan murid-muridnya menyontek bahkan guru tersebut memberi
tahu kunci jawaban soal ujian,sehingga tidak setiap pergaulan antara orang dewasa dengan
anak dapat tergolong ke dalam pendidikan. Pengaruh orang dewasa kepada anak dikatakan
mendidik hanya jika tindakan atau pengaruh itu diberikan secara sengaja dan bersifat positif.
Artinya bahwa pengaruh itu disadari,dilakukan dan diberikan oleh orang dewasa kepada anak
untuk membantu anak agar hidup anak tersebut lebih terarah dan mandiri.Sejalan dengan
pernyataan ini M.J Langeveld (1980:20-21) mengemukakan adanya dua sifat pergaulan
dalam rangka prndidikan,yaitu :
1. Bahwa dalam pergaulan orang berusaha mempengaruhi
2.Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang
dewasa,seperti :sekolah,buku,peraturan,hidup sehari-hari ,dsb) ditujukan kepada anak agar
mencapai kedewasaan contoh seorang guru setiap masuk ruangan mengucapkan salam agar
sikap guru dapat ditiru oleh anak dan sikap positif tersebut dapat dilakukan oleh anak.

D. Kemungkinan dan Sifat Perubahan situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan
            Situasi pergaulan biasa antara orang dewasa dengan anak dapat berubah atau diubah
menjadi situasi pendidikan jika terpenuhi dua sifat pergaulan pendidikan,yaitu jika orang
dewasa sengaja mempengaruhi anak mencapai kedewasaaan, mempunyai maksud pengaruh
itu diberikan dengan dan dan telah memiliki tujuan tertentu,untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan metode-metode yang tepat bagi anak didiknya sehingga perlunya wawasan
penddik dalam mengaruhi anak. Implikasi dari itu maka tanggung jawab pendidikan berada
pihak orang dewasa yang harus memberikan pengaruh positif kepada anak dalam pencapaian
kedewasaan.
            Sifat yang harus dipenuhi dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi pergaulan
pendidikan menurut M.J.Langeveld (1980:30-31) ada dua sifat yang harus diperhatikan yaitu
Kewajaran (wajar) dan ketegasan (tegas)
            Perlunya kewajaran dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi
pendidikan hendaknya  dilakukan secara wajar sehingga tidak tampak jelas dan tidak
dirasakan kesengajaannya oleh anak didik walaupun itu secara sengaja diciptakan oleh
pendidik. anak biasanya tidak menyadari bahwa situasi pergaulan yang berlangsung telah
berubah menjadi situasi pendidikan sehingga demikian anak menerima pengaruh pendidik
secara wajar pula.conto seorang ibu dan anak sedang menonton tv diacara tersebut adanya
tindakan pencurian dan temannya meingatkan untuk tidak mencuri,sehingga ibu tersebut
langsung mengubah situasi biasa menjadi situasi pergaulan pendidikan dengan cara
memberikan pernyataan bahwa mencuri itu salah perbuatan tidak baik, sampai akhirnya anak
mengerti bahwa dalam kehidupan ada aturan-aturan yang harus ditaati, salah satunya tidak
boleh mencuri. Serta selalu bersyukur atas apa yang dimiliki.Pengalaman membuktikan
bahwa kesengajaan yang terlalu nyata biasanya dianggap oleh anak didik sebagai
pelanggaran atas hak dan kebesannya untuk menentukan sikapnya sendiri keadaan seperti ini
akan mengakibatkan anak didik memberikan perlawanan, protes atau menjauhkan
diri”menghindar dari pendidiknya.

            Perlunya ketegasan dalam mengubah situasi biasa menjadi situasi pergaulan pendidikan
alasannya bahwa sifat pengubahan situasi seperti ini akan memberikan kejelasan bagi anak
tentang hal positif atau negatif, mana yang baik atau tidak baik serta menyadari apa yang
boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan tegas dalam hal ini bukan berarti keras atau
kekerasan melainkan menunjukkan kejelasan perbedaan antara pengetahuan ,sikap , nilai-
nilai dan perbuatan benar atau baik dengan salah atau tidak baik.
     Contoh seorang guru melhat muridnya dalam kasus peminjaman barang tanpa izin semasa
temannya dan terjadi percekcokan antar murid,ibu guru berusaha untuk menghentikan
percekcokan tersebut dengan cara menegur tetapi tidak dengan cara keras.
            Kepercayaan sebagai syarat teknik pendidikan. Ketika hal yang baik dan berguna bagi
anak dapat dimasukkan kedalam pergaulan oleh pendidik. Sebaliknya hal yang tidak baik
tidak berguna dan berbahaya bagi anak didik dikeluarkan oleh anak didik dikeluarkan dalam
rangka itu semua pendidik perlu mengawasi segala sesuatu yang terjadi dalam pergaulan
perlu diperhatikan bahwa pengawasan berlebihan dari pendidik akan mengakibatkan anak
didik melarikan diri dari sifat-sifat pergaulan yang dilaksanakan dengan hati terbuka ,ia
mungkin orang yang suka menyembunyikan isi hatinya suka berbohong dan sebagainya
bahkan mungkn menunci diri terhadap pendidik apabila tekanan yang ditimbulkan oleh
pengawasan terlalu besar dirasakan anak didik. Sehubungan denga itu M.J Langeveld
(1980:33) menyatakan bahwa “perhubungan yang berdasarkan percaya mempercayai
merupakan syarat tehnik bagi pendidikan”.
            Lingkungan pendidikan. terjadinya pergaulan dalam rangka pendidikan berlangsung
diberbagai lingkungan. Dibedakan kedalam tiga jenis,yaitu :
            1. Lingkungan pendidikan informal (Keluarga)
2. Lingkungan pendidikan formal (Sekolah)
3. Lingkungan pendidikan nonformal (Masyarakat)
E. Sifat Pendidikan
            Pergaulan pendidikan harus memenuhi dua sifat yaitu 1)adanya tindakan/pengaruh yang
disengaja dari pendidik kepada anak didik dan 2)Tindakan atau pengaruh bersifat positif
artinya diarahkan anak agar mencapai kedewasaan. Adanya makna dalam pernyataan tersebut
bahwa tindakan/pengaruh dikategorikan sebagai pendidikan hanya apabila diupayakan secara
disengaja dengan cara-cara yang tidak melangar nilai-nilai dan norma-norma yang diakui
didalam masyarakat. Ketika tindakan orang dewasa kepada anak dan tindakan tersebut
bertentangan dengan norma maka tidak termasuk kedalam golongan pendidkan sehingga
dinyatakan sebagai Pendidikan bersifat normatif. Implikasi dari pendidikan normatif bahwa
tujuan,isi,caradan alat pendidikan digunakan pendidik semua harus diarahkan untuk
membimbing anak didik kepada hal-hal yang baik atau kearah kedewasaan masih banyak
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan aspek pribadi anak didik oleh pendidik. Seperti
halnya Karakter,minat bakat,kemampuan dan sebagainya.Anak didik bukan hanya
berkembang melainkan ketidakmampuan dan ketergantungannya yang menuntut
asuhan,bimbingan, pengajaran dan sebagainya dari pendidik. Menurut M.J.Lengeveld
(1980:34) “Pergaulan yang tidak menghormati keanakan itu menunjukan kekurangan dan
ketidak sempurna pedagogis”.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
            Setelah dilakukan pengkajian materi pergaulan dan pendidikan ditarik kesimpulan
Pergaulan pendidikan yang tujuan,isi,metode dan alat pendidikannya tidak sesuai dengan
kodrat,martabat dan nilai-nilai kemanusiaan tidak dapat disebut sebagai pendidikan.Dalam
pergaulan pendidikan melibatkan orang dewasa sebagai pendidik untu mendidik anak
mengenai hal positif dalam mencapai kedewasaanya.
B. Saran
            Setelah membaca makalah Pergaulan dan pendidikan saling mempengaruhi sehingga
baik dilingkungan keluarga,sekolah dan masyarakat diharapkan selalu memberikan pengaruh
hal-hal positif agar tercipta lingkungan pendidikan.
C.Implikasi
            Selalu berikan hal-hal positif dalam lingkungan hidup dan ketika melihat hal negatif
segera untuk memperbaiki agar selalu tercipta lingkungan yang baik
PERGAULAN DAN PENDIDIKAN

  Sifat-sifat Pergaulan Pendidikan

Fenomena pendidikan (situasi pendidikan) berlangsung di dalam pergaulan antara orang


dewasa dengan anak. Namun sekalipun demikian, tidak setiap pergaulan antara orang dewasa
dengan anak mengandung situasi pendidikan, sehingga dengan demikian tidak setiap
pergaulan antara orang dewasa dengan anak dapat tergolong ke dalam pendidikan.
Perlu dipahami, di dalam pergaulan, tidak setiap tindakan atau pengaruh orang dewasa
yang diberikan kepada anak adalah mendidik. Contoh: ”Pada saat ujian berlangsung, karena
takut murid-muridnya tidak lulus, seorang guru (pengawas ujian) membiarkan murid-
muridnya mencontek, bahkan guru tersebut memberitahu soal ujian kepada murid-muridnya”.
Sekalipun dilakukan oleh guru dan berlangsung di sekolah, tetapi tindakan guru seperti itu
jelas tidak mendidik.
Pendidikan yang dilakukan orang dewasa sebagai pendidik kepada anak diupayakan
secara sengaja, maka dalam hal ini pendidik tentunya telah memiliki tujuan tertentu pula.
Dari uraian di atas, dapat didefinisikan adanya enam unsur yang terlibat dalam pendidikan
atau pergaulan pendidikan, yaitu:
1.    Tujuan pendidikan,
2.    Pendidik,
3.    Anak didik,
4.    Isi pendidikan,
5.    Alat pendidikan,
6.    Lingkungan pendidikan.
Dalam pergaulan pendidikan, pergaulan antara orang dewasa dengan anak akan
dikatakan mendidik hanya jika tindakan atau pengaruh itu diberikan secara sengaja dan
bersifat positif. Artinya, bahwa pengaruh itu secara disadari diciptakan atau diberikan oleh
orang dewasa kepada anak; selain itu bahwa isi tindakan atau pengaruhnya itu bersifat
membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri atau terarah kepada
pencapaian kedewasaan. Sejalan dengan pernyataan ini M.J. Langeveld (1980:20-21)
mengemukakan adanya dua sifat pergaulan dalam rangka pendidikan, yaitu:
a.       Bahwa dalam pergaulan orang berusaha mempengaruhi;
b.      Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa, seperti:
sekolah, buku, peraturan, hidup sehari-hari dan sebagainya) yang ditujukan kepada anak agar
mencapai kedewasaan.
Contoh pengaruh orang dewasa yang disengaja dan bersifat positif atau diarahkan kepada
kedewasaan: “Pak guru selalu datang tepat waktu sesuai jadwal mengajar yang telah
ditetapkan, dengan perbuatannya itu pak guru bermaksud memberikan teladanagar para
siswanya berdisiplin dan menghargai waktu untuk digunakan sebaik-baiknya”.

Kemungkinan dan Sifat Perubahan Situasi Pergaulan Biasa menjadi Situasi


Pendidikan
Situasi pergaulan biasa pada saat tertentu dapat diubah menjadi situasi pendidikan.
Sebaliknya, pada saat tertentu pula situasi pendidikan dapat berubah menjadi situasi
pergaulan biasa. “Pergaulan itu seakan-akan disediakan untuk memungkinkan munculnya
gejala pendidikan dan …. yang setiap waktu pula bersedia ‘menyimpan kembali’ gejala
pendidikan itu” (M.J. Langeveld, 1980:29).
Situasi pergaulan dewasa antara orang dewasa dengan anak dapat berubah atau diubah
menjadi situasi pendidikan jika terpenuhinya dua sifat pergaulan pendidikan, yaitu jika orang
dewasa secara sengaja mempengaruhi anak agar mencapai kedewasaan. Dalam pernyataan
ini tersirat makna sebagai berikut: karena pengaruh itu diberikan secara sengaja (disadari),
maka dalam situasi pendidikan seorang pendidik harus sudah mempunyai tujuan pendidikan
tertentu; untuk mencapai tujuan tersebut pendidik memilihkan isi pendidikan (berupa
pengetahuan, sikap, keterampilan, dan/nilai-nilai) yang tepat bagi anak didiknya; adapun
dalam rangka mempengaruhi anak, pendidik juga perlu menggunakan cara dan alat
pendidikan. Implikasi dari itu maka tanggung jawab pendidikan berada pada pihak orang
dewasa yang harus memberikan pengaruh positif kepada anak yang diarahkan kepada
pencapaian kedewasaan.
Pada saat terpenuhinya kedua sifat diatas itulah situasi pergaulan biasa berubah menjadi
situasi pendidikan, sehingga orang dewasa yang bergaul dengan anak berkedudukan sebagai
pendidik, dan anak yang bergaul dengan orang dewasa berkedudukan sebagai anak didik.
Sebaliknya, jika kedua sifat itu tidak terpenuhi, maka kedudukan orang dewasa tidak lagi
sebagai pendidik, dan kedudukan anak pun tidak lagi sebagai anak didik. Dalam keadaan
demikian situasi pergaulan pendidikan berubah kenbali menjadi situasi pergaulan biasa
(bukan situasi pendidikan).

1.    Sifat yang harus dipenuhi dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi pergaulan
pendidikan

Menurut M.J. Langeveld (1980:30-31) ada dua sifat yang harus diperhatikan apabila
pendidik akan mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan, yaitu:
a.    Kewajaran (wajar)
b.    Ketegasan (tegas)

2.    Perlunya kewajaran dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi


pendidikan

Dalam keadaan tertentu, pengubahan situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan
hendaknya dilakukan secara wajar sehingga tidak tampak jelas dan tidak dirasakan
kesengajaannya oleh anak didik, walaupun sesungguhnya pengubahan situasi pergaulan itu
secara sengaja diciptakan oleh pendidik. Dalam keadaan seperti ini anak biasanya hampir
tidak menyadari bahwa situasi pergaulan yang sedang berlangsung telah berubah menjadi
situasi pendidikan, sehingga dengan demikiananak menerima pengaruh pendidik secara wajar
pula.
Contoh: “Ketika pak Pulan dengan seorang anaknya yang berusia sebelas tahunsedang
menyaksikan tayangan pertandingan sepak bola pada salah satu stasiun televisi, pada
tayangan tersebut tiba-tiba terjadi peristiwa keributan dan saling pukul-memukul diantara
pemain karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh salah seorang pemain lawan. Sampai
akhirnya permainan dihentikan sementara oleh wasit (situasi pergaulan biasa/situasi rekreasi
atau hiburan)”. Melihat kejadian itu, pak Pulan menyadari bahwa anaknya mesti mengetahui
sesungguhnya peristiwa keributan dan terjadinyasaling memukul diantara pemaindalam
pertandingan olah raga adalah suatu perbuatan yang tidak baik, sebab tidak terwujudnya
prinsip sportivitas dan fair play yang harus dijunjung tinggi oleh setiap olahragawan atau
atlit. Untuk itu pak Pulan berupaya mengubah situasi pergaulan biasa/situasi rekreasi atau
hiburan itu menjadi situasi pergaulan pendidikan. Pak Pulan berupaya melakukannya dengan
cara yang wajar, misal: dengan maksud agar anaknya mengetahui bahwa peristiwa keributan
itu tidak baik dan agar tidak ditiru oleh anaknya, lalu pak Pulan menyatakan: “Aduh ….. ini
peristiwa yang memalukan dalam persepakbolaan kita. Kapan persepakbolaan kita mau maju
klau dipadukan dengan tinju? Terpancing dengan pernyataan pak Pulan, lalu anaknya
bertanya dan selanjutnya terjadi dialog diantara mereka, sampai akhirnya anaknya mengerti
dalam permainan olah raga ada aturan-aturan yang harus ditaati, tidak boleh bermain curang
dan harus lapang dada menerima kekalahan, serta tidak sombong apabila memperoleh
kemenangan (bermain dengan menjungjung tinggi prinsip sportivitas dan fair play)” (situasi
pendidikan). Dalam konteks ini pengubahan situasi pergaulannya berlangsung wajar sehingga
anaknya todak merasakan bahwa dirinya sedang dididik oleh bapaknya.
Pengubahan situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan yang berlangsung secara
wajar perlu dilakukan, sebab pengalaman membuktikan bahwa kesengajaan yang terlalu
nyata biasanya dianggap oleh anak didik sebagai pelanggaran atas hak dan kebebasannya
untuk menentukan sikapnya sendiri. Keadaan seperti ini akan mengakibatkan anak didik
memberikan perlawanan, proses atau menjauhkan diri (“menghindar”) dari pendidiknya.
Contoh: setelah melihat peristiwa keributan dan saling pukul-memukul diantara pemain sepak
bola seperti dalam contoh yang telah dideskripsikan di muka, lalu pak Pulan mengubah
situasi pergaulan biasa/situasi rekreasi atau hiburan itu menjadi situasi pendidikan dengan
cara yang berbeda dari cara yang relah dikemukakan di muka. Misal: tiba-tiba saja pak Pulan
berdiri dan langsung mematikan pesawat televisinya. Lalu ia berkata: “Nak, duduk yang baik,
perhatikan Bapak! Agar kamu tidak melakukan tindakan seperti yang terjadi dalam peristiwa
pertandingan sepak bola tadi, Bapak ingin mengajarimu tentang  prinsip sportivitas dan fair
play, dst”. (situasi pendidikan). Kita bisa membayangkan, anak yang sedang asyik nonton dan
ingin mengertahui kelanjutan pertandingan sepak bola itu, tiba-tiba harus mendengar ceramah
dari bapaknya. Barangkali saja ia menggarutu: Aah Bapak, …. lagi rame-ramemya nonton
bola malah tv-nya dimatikan. Bahkan saking kecewanya, mungkin saja anak langsung pergi
ngeloyor meninggalkan bapaknya.

3.    Perlunya ketegasan dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi


pendidikan

 Selain harus dilakukan secara wajar, dalam rangka mengubah situasi pergaulan biasa
menjadi situasi pendidikan juga harus dilakukan secara tegas. Alasannya, bahwa sifat
pengubahan situasi seperti ini akan memberikan kejelasan bagi anak apa yang positif atau
negative, mana yang baik atau tidak baik, serta menyadari apa ynag boleh dilakukan atau
tidak boleh dilakukan. Perlu diperhatikan, istilah tegas atau ketegasan dalam kalimat diatas
bukan berarti keras atau kekerasan. Tegas disini maksudnya harus menunjukkan kejelasan
perbedaan antara pengetahuan, sikap, nilai-nilai dan perbuatan yang benar atau baik dengan
yang salah atau tidak baik. Contoh: Ibu guru kelas 2 SD melihat salah seoranng siswanya
bernama X mengambil karet penghapus milik temannya bernama Y tanpa izin untuk
digunakan karena iaingin menghapus tulisannya yang salah. Anak pemilik karet penghapus
karet penghapus (Y) tidak terima perlakuan temannya bernama X itu, maka terjadilah
percekcokan diantara mereka. Dengan senyuman yang manis dan suara dengan nada yang
lemah lembut, ibu guru berkata:”Sudahlah Nak jangan ribut. Ibu tahu X bersalah tidak minta
ijin terlebih dulu kepada Y untuk meminjam karet penghapus. Tapi, Y juga mau kan
meminjamkan karet penghapus kepada X? Baiklah, sekarang X minta maaf kepada Y, ayo
kalian saling bermaafan, dan lanjutkan lagi belajarnya”. Dalam contoh ini, walaupun dengan
cara wajar dan tidak dengan cara yang keras, ibu guru berupaya menunjukkan secara jelas
bahwa perbuatan X salah atau tidak baik, tetapi tidak dengan cara-cara yang keras. Selain itu
agar tidak terus terjadi percekcokan ibu guru pun berupaya mendamaikan kedua siswanya itu.

4.    Kepercayaan sebagai syarat tehnik pendidikan

Dalam mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi paendidikan sebagaimana


dikemukakan di atas, berbagai hal baik dan berguna bagi anak didik ibaratnya “dimasukkan”
ke dakam pergaulan oleh pendidik. Sebaliknya berbagai hal yang tidak baik, tidak berguna
dan berbahaya bagi anak didik “dikeluarkan” oleh pendidik dari pergaulan tersebut. Dalam
rangka itu semua, untuk mengetahui kapan harus “memasukkan” hal yang baik dan kapan
harus “mengeluarkan” hal ynag tidak baik bagi pergaulan dengan anak, tentunya pendidik
perlu “mengawasi” segala sesuatu yang terjadi dalam pergaulan. Adapun “pangawasan” ini
hendaknya dilakukan secara wajar, agar pergaulan pun berlangsung secara wajar denngan
hati terbuka dari kedua belah pihak.
Mengapa “pengawasan” itu perlu dilakukan secara wajar? Berkenaan dengan ini perlu
dioaerhatikan, bahwa “pengawasan yang berlebihan” dari pendidik akan menngakibatkan
anak didik melarikan diri dari sifat-sifat pergaulan yang dilaksanakan dengan hati terbuka. Ia
mungkin menjadi orang yang suka  menyembunyikan isi hatinya, suka berbohong, dsb.
Bahkan pula munngkin anak didik itu “mengunci” diri terhadap pendidik apabila “tekanan”
yang ditimbulkan oleh pengawasan tersebut terlalu besar dirasakan anak didik.
Terjadinya hal di atas merupakan gejala bahwa anak didik merasa tidak aman karena ia
merasa selalu “diawasi”, dan selalu khawatir segala perbuatannya akan disalahkan oleh
pendidiknya. Anak didik akan merasa dirampas haknya untuk menentukan sikap dan
perbuatannya sendiri. Selain itu, semua ini juga merupakan indikasi bahwa anak didik tidak
lagi percaya bahwa pendidiknya adalah orang yang menyayanginya,orang yang baik, orang
yang dapat memberikan perlindungan atau rasa aman, orang yang dapat memberikan
bantuan, dsb. Sebaliknya, pendidik yang “mengawasi pergaulan secara tidak wajar atau
berlebihan” pun menunjukkan ketidakpercayaan pendidik bahwa anak didiknya akan mampu
berbuat baik atau mampu berdiri sendiri. Pendek kata, dalam pergaulan seperti ini tidak
terdapat lagi kepercayaan ddari pendidik kepada anak didiknya  maupun dari anak didik
kepada pendidiknya. Karena tidak adanya percaya memperccayai dari kedua belah pihak
itulah maka pergaulan tersebut tidak kondusif untuk pendidikan, sehingga pendidikan tidak
dapat berlangsung sesuai dengan harapan. Sehubungan dengan itu M.J. Langeveld (1980:30)
menyatakan bahwa “perhubungan yang berdasarkan percaya mempercayai merupakan
syarat tehnik bagi pendidikan”.

5.    Lingkungan pendidikan

Pergaulan dalam rangka pendidikan berlangsung di berbagai lingkungan. Secara umum,


lingkungan pendidikan dibedakan kedalam tiga jenis, yaitu:
a.    Lingkungan pendidikan informal (keluarga)
b.    Lingkungan pendidikan formal (sekolah)
c.    Lingkungan pendidikan nonformal (masyarakat)

C.       Sifat Pendidikan

Telah kita pahami bahwa pergaulan pendidikan itu harus memenuhi dua sifat, yaitu:
1.    Adanya tindakan/pengaruh yang disengaja dari pendidik kepada anak didik,
2.    Tindakan/pengaruh itu bersifat positif, artinya diarahkan agar anak mencapai kedewasaan.
Apabila kita kaji lebih teliti, di dalam pernyataan di atas terkandung makna bahwa
tindakan/pengaruh yang diberikan pendidik kepada anak didik dapat dikategorikan sebagai
pendidikan hanya apabila diupayakan secara disengaja dengan cara-cara yang tidak
melanggar nilai-nilai dan norma-norma yang diakui di dalam masyarakat, selain itu bahwa
tindakan/pengaruh itu diarahkan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang diakui di
dalam masyarakat. Siapapun (orang dewasa)  yang melakukan tindakan atau memberikan
pengaruh kepada anak, tetapi apabila tindakan atau pengaruhnya itu melanggar norma dan
bertentangan nilai-nilai yang baik yang diakui masyarakat (tidak mengarah kepada pencapai
kedewasaan pada diri anak), maka perbuatan demikian tidak tergolong ke dalam pendidikan.
Sebab itu, dinyatakan bahwa pendidikan bersifat normatif.

Pendidikan bersifat normatif, maka implikasinya bahwa bahwa tujuan, isi, cara dan alat
pendidikan yang digunakan pendidik semuanya harus diarahkan untuk membimbing anak
didik kepada hal-hal yang baik atau ke arah kedewasaan. Selain itu, bahwa dalam rangka
bertindak di dalam pergaulan pendidikan, pendidik harus memperhatikan dan
mempertimbangkan aspek pribadi anak didik. Apakah karakteristik anak didik berkenaan
dengan keanakannya, minat, bakat, kemampuan, dsb. Pendidik juga  harus
mempertimbangkan bahwa anak didik bukan hanya tumbuh dan berkembang sehingga
memiliki kecenderungan untuk menjadi “besar”, melainkan juga “ketidakmampuan dan
ketergantungannya” yang menuntut asuhan, bimbingan, pengajaran dsb. dari pendidik. Selain
itu, pendidik pun harus sadar bahwa anak didik pada dasarnya memiliki kebebasan dan
keinginan untuk menjadi dirinya sendiri. Semua itu benar-benar perlu diperhatikan, sebab
“pergaulan yang tidak menghormati keanakan itu menunjukkan kekurangan dan
ketidaksempurnaan pedagogis (M.J. Langeveld, 1980:34). Pergaulan pendidikan yang tujuan,
isi, metode, dan alat pendidikannya tidak sesuai dengan kodrat, martabat dan nilai-nilai
kemanusiaan tidak dapat disebut sebagai pendidikan.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah:


1.    fenomena pendidikan berlangsung didalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak;
2.    pendidikan datang dalam bentuk tindakan/pengaruh dari orang dewasa (sebagai pendidik)
kepada anak yang diberikan secara sengaja dan bersifat positif;
3.    Situasi pergaulan biasa dapat diubah menjadi situasi pendidikan dengan sifat yang wajar
sehingga tidak tampak jelas dan tidak dirasakan kesengajaannya oleh anak didik; dan sifat
yang tegas sehingga memberikan kejelasan bagi anak tentang apa yang positif atau negatif.

Anda mungkin juga menyukai