Anda di halaman 1dari 18

KASUS RATU ATUT CHOSIYAH (GUBERNUR BANTEN PERIODE 2007-2014)

ANALISIS KASUS SUAP SENGKETA PEMILIHAN UMUM


KEPALA DAERAH KABUPATEN LEBAK PERIODE 2013-2018
Disusun untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah
PENGAUDITAN FORENSIK
Dosen Pengampu: Prof. Gudono, Ph.D. CMA., CA.

Disusun oleh:
KELOMPOK 5
1. Dhika
2. Suci Nasehati Sunaningsih

15/3/PEK/
15/387067/PEK/20617

MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2016

A. Ringkasan Kasus
Kasus tindak pidana korupsi Gubernur Provinsi Banten Ratu Atut Chosiyah,
yang merupakan gubernur wanita pertama di Indonesia ini berawal dari penangkapan
adiknya Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) dalam kasus dugaan suap penanganan
sengketa Pilkada Kabupaten Lebak. Kasus ini bermula dari kekalahan pasangan calon
Bupati Lebak Banten yaitu Amir Hamzah dan Kasmin yang kemudian mengajukan
permohonan agar MK (Mahkamah Konstitusi) membatalkan keputusan KPU (Komisi
Pemilihan Umum) tanggal 8 September 2013 tentang rekapitulasi hasil perhitungan
perolehan suara tingkat kabupaten. Mereka juga meminta KPU Lebak melaksanakan
pemungutan suara ulang di semua TPS (Tempat Pemungutan Suara). Sebagai
informasi tambahan, pada tanggal 31 Agustus 2013 Pilkada Lebak diikuti 3 pasang
calon, yakni Pepep Faisaludi dan Aang Rasidi; Amir Hamzah dan Kasmin; Iti Oktavia
Jayabaya dan Ade Sumardi. KPU pada 8 September 2013 menetapkan pasangan
nomor urut 3, yaitu Iti Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi, sebagai pasangan calon
terpilih.
Kronologis kasus suap Pilkada Lebak Banten yang menjadikan Ratu Atut
sebagai tersangka tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pada 9 September 2013 setelah keputusan KPU resmi keluar dilakukan
pertemuan antara Ratu Atut Chosiyah, Amir Hamzah, dan Kasmin. Dalam
pertemuan tersebut dibicarakan langkah-langkah untuk mengajukan permohonan
(gugatan) pembatalan keputusan KPU dan dilakukannya pilkada ulang yang
diajukan kepada MK.
2. Gugatan ini diajukan Amir Hamzah-Kasmin pada 11 September 2013. Untuk
memeriksa permohonan ini, Akil menjadi ketua panel hakim didampingi Maria
Farida Indrati dan Anwar Usman sebagai anggota.
3. Pada 22 September 2013, di lobi Hotel JW Marriot Singapura, Ratu Atut
didampingi Wawan melakukan pertemuan dengan Akil Mochar. Dalam
pertemuan tersebut Atut meminta Akil untuk membantu memenangkan Amir

Hamzah dan Kasmin dalam perkara terkait Pilkada Lebak dan akan disediakan
dana untuk memperlancar urusan tersebut.
4. Selanjutnya, pada 25 September 2013, Wawan menerima SMS dari Akil Mochtar
yang meminta bertemu untuk membahas pengurusan gugatan. Isi SMS yang
dikirim, "Lebak siap dieksekusi, bisa ketemu malam ini? Ke Widya Chandra III
No.07 jam 8 malam ya."
5. Pada tanggal 26 September 2013 sekitar jam 17.30 WIB bertempat di kantor
Gubernur Banten dilakukan pertemuan antara Ratu Atut Chosiyah, Amir
Hamzah-Kasmin dan Susi Tur Andayani (seorang advokat). Dalam pertemuan
tersebut Amir Hamzah melaporkan kepada Ratu Atut mengenai peluang
dikabulkannya perkara Lebak dengan dilakukan pemungutan suara ulang yang
kemudian atas laporan tersebut Ratu Atut menyampaikan agar dilakukan
pengurusan perkaranya melalui Akil Mochtar yang sudah dikenalnya seperti
saudara sendiri.
6. Pada tanggal 28 September 2013, Susi Tur memberi tahu Akil Mochtar melalui
telepon mengenai pertemuan dengan Ratu Atut. Akil kemudian meminta Susi Tur
menyampaikan ke Ratu Atut untuk menyiapkan uang Rp 3 miliar. "Suruh dia
siapkan tiga M-lah biar saya ulang," ujar Akil kepada Susi Tur.
7. Pada 29 September 2013, Wawan dihubungi Akil untuk diminta bertemu kembali
membicarakan pengurusan perkara Pilkada Lebak. Wawan kemudian bertemu
Akil di rumah dinasnya. Setelah itu, Wawan bertemu dengan Amir HamzahKasmin di Hotel Ritz Carlton menyampaikan dirinya sudah bertemu Akil. Untuk
kepastian jumlah dana pengurusannya, Wawan meminta Amir Hamzah untuk
dipertemukan dengan Susi Tur yang dikenal dekat dengan Akil Mochtar.
8. Pada tanggal 30 September 2013, Amir Hamzah melalui telepon memberi tahu
Susi Tur bahwa Wawan sudah menyetujui membantu menyediakan dana untuk
diberikan kepada Akil Mochtar yang penyerahan uangnya melalui Susi Tur.
9. Pada pertemuan dengan Susi Tur di Hotel Ritz Carlton, Wawan menanyakan
mengenai uang pengurusan perkara, yang dijawab Susi Tur, Akil meminta Rp 3
miliar. Namun, Amir Hamzah tidak mempunyai uang sehingga Susi Tur meminta
Wawan membantu Amir Hamzah karena pada 1 Oktober 2013 perkara akan
3

diputus MK. Saat itu, Susi Tur menerima SMS dari Akil Mochtar yang
menanyakan kepastian uang yang diminta. Pada saat pertemuan, Wawan juga
menerima telepon dari Ratu Atut. Dalam percakapan telepon, yang berujung pada
keputusan Ratu Atut untuk memberikan uang kepada Akil Mochtar namun hanya
sebesar Rp 1 miliar.
10. Susi meminta Akil menerima Rp 1 miliar dan menjanjikan akan menagih sisa
uangnya. Untuk memenuhi permintaan uang Akil yang akan diserahkan melalui
Susi, di kantor Wawan, PT BPP gedung The East Jalan Lingkar Mega Kuningan,
Jakarta Selatan, meminta stafnya di bagian keuangan bernama Ahmad Farid
Asyari mengambil uang Rp 1 miliar dari Muhammad Awaluddin yang diambil
dari kas PT BPP Serang melalui Yayah Rodiah.
11. Setelah itu, uang Rp 1 miliar diserahkan Ahmad Farid ke Susi Tur di apartemen
Allson, Jalan Senen Raya, Jakpus. Pada tanggal 2 Oktober 2013, Wawan
dihubungi Susi melalui SMS yang memberitahukan permohonan Amir Hamzah
dimenangkan MK. Selanjutnya, pada hari yang sama Susi Tur ditangkap petugas
KPK di rumah Amir Hamzah, sedangkan tas warna biru berisi uang Rp 1 miliar
disita petugas KPK dari rumah orangtua Susi Tur di Jalan Tebet Barat Nomor 30
Jakarta Selatan. Pada tanggal 3 Oktober, Wawan juga ditangkap petugas KPK di
rumahnya di Jalan Denpasar IV, Jakarta Selatan.
12. Setelah Wawan tertangkap, KPK melakukan investigasi kepada Wawan dan pada
hari Jumat 20 Desember 2013 Pukul 10:00 WIB, Ratu Atut datang di Gedung
KPK. Atut diperiksa selama 6 jam hingga sekitar pukul 16:00 WIB Ratu Atut
keluar dari Gedung KPK dengan sudah menggunakan baju tahanan KPK.
Terkuaknya kasus korupsi Pilkada Lebak Banten yang menyeret nama Ratu Atut
Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) kemudian menjadi jalan
pembuka KPK untuk menguak kasus korupsi lain yang dilakukan oleh dinasti politik
Banten. Kasus tersebut antara lain:
1. Kasus Pengadaan Alkes (Alat Kesehatan) Provinsi Banten 2013

Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan juga ditetapkan sebagai tersangka


dalam kasus Alkes bersama pejabat PT Mikkindo Adiguna Pratama Dadang
Prijatna dan pejabat pembuat komitmen Mamak Jamaksari. Terkait pengadaan
Alkes tersebut, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setidaknya menemukan tiga
indikasi penyimpangan dalam pengadaan alat kesehatan di Banten yang
mencapai Rp 30 miliar. Ketiga penyimpangan itu meliputi alat kesehatan tidak
lengkap sebesar Rp 5,7 miliar, alat kesehatan tidak sesuai spesifikasi Rp 6,3
miliar, dan alat kesehatan tidak ada saat pemeriksaan fisik sebanyak Rp 18,1
miliar. Wawan disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UndangUndang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun
2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dengan ancaman pidana
maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
2. Kasus Dana Bantuan Sosial dan Dana Hibah
Lembaga antikorupsi ICW (Indonesia Corruption Watch) menyatakan, selain
diduga melakukan penyelewengan dalam sejumlah pengadaan proyek, Gubernur
Banten Ratu Atut Chosiyah juga diduga bermain dalam pengucuran dana bantuan
sosial dan hibah. ICW memantau penyelewengan dana ini terjadi pada 2011
menjelang pemilihan kepala daerah Banten, yang mendudukkan kembali Ratu
Atut sebagai Gubernur Banten periode kedua. Penyelewengan dana bansos dan
hibah ini dinilai merugikan keuangan negara senilai Rp 34,9 miliar. Salah satu
temuan ICW adalah banyaknya lembaga dan forum fiktif penerima dana bantuan
sosial dan hibah. Dana hibah Provinsi Banten ternyata juga banyak yang
didistribusikan kepada lembaga-lembaga yang dipimpin oleh keluarga Gubernur
Ratu Atut, mulai dari suami, kakak, anak, menantu, dan ipar. Misalnya, Dewan
Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) menerima hibah sebesar Rp 750 juta.
Dekranasda dipimpin oleh suami Ratu Atut Chosiyah yang juga anggota DPRD

Banten, Hikmat Tomet. Ada juga dana untuk Karang Taruna yang dipimpin anak
Ratu Atut, Andhika Hazrumy, senilai Rp 1,5 miliar.
B. Para Pelaku dan Peran
Berdasarkan kronologis yang telah dijelaskan diatas maka dapat disusun daftar
pelaku dan peran pelaku seperti berikut ini,
1. Ratu Atut Chosiyah (Gubernur Banten Periode 2007-2014)
Ratu Atut adalah otak dari kasus ini. Atut berinisiatif untuk melakukan
penyuapan kepada Ketua MK, yang sekaligus menjadi hakim panel sengketa
pilkada Lebak, Akil Mochtar. Atut juga menentukan sumber dana untuk suap,
jumlah yang akan diberikan, dan kepada siapa uang akan diberikan.
2. Tubagus Chaeri Wardana (Adik Ratu Atut- Ketua Kamar Dagang dan Industri
Provinsi Banten Komisaris Utama PT BPP Serang)
Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan adalah penyedia dana sekaligus kaki
tangan Atut yang menghubungkannya dengan pihak Akil Mochtar. Wawan
mengambil dana sebesar Rp 1 miliar dari Kas PT BPP (Bali Pasific Pragama)
sebagai uang suap untuk Akhil Mochtar.
3. Susi Tur Handayani (Advokat dari PDIP)
Kaki tangan Akhil Mochtar dan penghubung Akil dengan pihak Atut. Susi
lah yang menentukan eksekusi dari kasus penyuapan ini (kapan dan dimana uang
diserahkan) sekaligus menjadi mediator Akil. Susi dikenal dekat dengan Akil
karena sama-sama berkecimpung di bidang hukum.
4. Akhil Mochtar (Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013-2016)
Akil adalah Ketua Mahkamah Konstitusi yang menjadi hakim panel dalam
kasus sengketa Pilkada Lebak. Akil menerima suap dari Ratu Atut untuk
memenangkan gugatan Amir Hamzah-Kasmin. Akil memutuskan membatalkan
keputusan KPUD Lebak dan memerintahkan Pemilihan Suara Ulang (PSU).
Tindakan Akil yang terbukti beberapa kali melakukan korupsi telah mencoreng
nama baik MK sebagai pengawal konstitusi di Indonesia.
5. Pasangan Calon Bupati Lebak (Amir Hamzah-Kasmin)

Amir Hamzah dan Kasmin adalah pihak yang meminta Atut untuk
membantu dalam hal gugatan ulang ke MK, yang kemudian dijawab Atut dengan
upaya suap terhadap Hakim MK untuk memenangkan gugatan tersebut.
C. Modus Kejahatan
Ratu Atut Chosiyah (Gubernur Banten) memberikan suap sebesar Rp 1 miliar
kepada Akil Mochtar (Ketua MK yang kala itu menjadi Hakim Panel Kasus Sengketa
Pilkada Lebak). Penyuapan ini dimaksudkan agar MK memenangkan gugatan
pasangan calon Bupati Lebak Amir Hamzah-Kasmin yang merupakan jagoan Atut
untuk melaksanakan pemungutan suara ulang. Atut memiliki kepentingan ekonomi di
Kabupaten Lebak berupa proyek investasi bernilai triliunan rupiah. Atut concern
terhadap bisnis dan investasi dalam rangka menambah jumlah kekayaannya untuk
melanggengkan kekuatan dinasti politik keluarganya. Jika Amir Hamzah-Kasmin
tidak berhasil menduduki jabatan pimpinan Lebak, maka akan sulit bagi Atut untuk
mengendalikan proyek-proyek potensial di daerah Lebak untuk kepentingannya.
D. Flowchart Kasus Korupsi Ratu Atut Chosiyah
Flowchart kasus Ratu Atut Chosiyah terlampir.
Kasus penyuapan kepada Akil Mochtar melibatkan beberapa pihak. Pihak-pihak
tersebut berasal dari kroni politik Ratu Atut Chosiyah, yaitu adiknya, Tubagus
Chaerin Wardhana; pasangan calon bupati Amir Hamzah-Kasmin; dan juga orang
terdekat Akil, yaitu Susi Tur Andayani yang merupakan seorang advokat dari PDIP.
Rencana penyuapan kepada Akil Mochtar dimulai sejak pertemuan Amir
Hamzah-Kasmin dan Ratu Atut di di ruang kerja Gubernur Banten pada 26
September 2013. Pertemuan tersebut membicarakan mengenai kekalahan pasangan
calon bupati Amir-Hamzah terhadap pasangan terpilih Iti Oktavia Jayabaya dan Ade
Sumardi. Atut bertanya mengenai siapa hakim panel yang menangani gugatan yang
diajukan ke MK. Amir menjawab hakim panelnya Akil Mochtar, Maria dan Anwar
Usman. Hasil pertemuan disepakati untuk meminta bantuan Akil Mochtar atas saran

Atut. Pada tanggal 28 September 2013 Susi Tur menghubungi terdakwa Akil. Saat itu
Akil meminta disiapkan uang sebesar Rp3 miliar. Susi lalu menyampaikan
permintaan uang sebesar Rp 3 miliar tersebut kepada Amir. Lantaran tidak memiliki
uang, Amir menghadap Atut untuk meminta bantuan. Dalam prakteknya, Atut
mengutus adik kandungnya Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) untuk membantu
negosiasi perihal permintaan uang terdakwa. Hingga, akhirnya disetujui bahwa Atut
melalui Wawan bersedia membantu menyediakan uang sebesar Rp 1 miliar untuk
diberikan ke terdakwa.
Pada tanggal 1 Oktober 2013, Susi membawa uang yang disimpan dalam tas
berwarna biru merk Croftec dari Wawan ketika sidang Pleno MK atas perkara
sengketa Pilkada Lebak 2013 dibacakan. Dalam putusan tersebut, MK mengabulkan
gugatan Amir Hamzah-Kasmin sehingga membatalkan keputusan KPU Lebak dan
memerintahkan KPU Lebak melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS di
Lebak. Namun, uang tersebut batal diberikan kepada terdakwa karena masih
memimpin sidang perkara sengketa Pilkada lainnya. Oleh karena itu, Susi
menyimpan uang itu di rumah orang tuanya di Jalan Tebet Barat 30 Jakarta Selatan.
Susi ditangkap tim penyidik KPK pada 2 Oktober 2013 pada saat perjalanan ke
rumah Amir Hamzah di Kampung Kapugeran Rangkasbitung, Lebak, Banten.
E. Ketentuan yang Dilanggar
1. Amir Hamzah dan Kasmin (Pasangan Calon Bupati)
Pasal 6 Ayat (1) Huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Tindak Pidana
Korupsi.
Vonis Hakim: Terdakwa I Amir Hamzah 3 tahun dan 5 bulan, sedangkan
terdakwa II Kasmin 3 tahun, dan denda masing-masing sebesar Rp 150 juta.
2. Ratu Atut Chosiyah (Gubernur Banten Periode 2007-2014)
a) Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH


Pidana.
b) Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
Vonis Hakim: Hukuman pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp200 juta
dan diharuskan menjalani tambahan kurungan 6 bulan jika denda tak bisa
dipenuhi. Hak politik Atut untuk memilih dan kembali dipilih dalam jabatan
publik juga dicabut.
3. Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan (Komisaris Utama PT BPP Serang)
a) Pasal 3 dan Pasal 4 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang.
b) Pasal 3 ayat (1) dan atau Pasal 6 ayat (1) UU No 15/2002 sebagaimana
diubah berdasarkan UU No. 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Vonis Hakim: Hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6
bulan kurungan.
4. Susi Tur Handayani (Advokat/Pengacara dari PDIP)
a) Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH
Pidana.
b) Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
Vonis Hakim: Hukuman 7 tahun penjara.
5. Akil Mochtar (Ketua Mahkamah Konstitusi)
a) Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
b) Pasal 3 atau Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15/2002 UU TPPU
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 25 tahun 2003 jo Pasal 55 ayat
(1) ke-(1) KUH Pidana jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.
9

c) Pasal 6 Ayat (2) Huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah


diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Tindak Pidana
Korupsi.
Vonis Hakim: Hukuman pidana penjara seumur hidup.
Pasal-pasal yang dilanggar sesuai dengan uraian di atas adalah sebagai berikut:
1. Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Pasal 6 ayat (1) berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta
rupiah)setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan
maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili; atau
b. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan
menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan
maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili.
Pasal 6 ayat (2) berbunyi:
Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima
pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).

10

2. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. Pasal tersebut berbunyi:
Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai
negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat
pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau
janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
atau denda paling banyak 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah).
3. Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Pasal 3 berbunyi:
Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan,

membayarkan,

menghibahkan,

menitipkan,

membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan


mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang
dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
Pasal 4 berbunyi:
Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal
usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana

11

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena


tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama
20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
4. Pasal 3 ayat (1) dan atau Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2002 sebagaimana diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Pasal 3 ayat (1) berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menempatkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam
Penyedia Jasa Keuangan, baik atas nama sendiri atau atas
nama pihak lain;
b. mentransfer Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu
Penyedia Jasa Keuangan ke Penyedia Jasa Keuangan yang
lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain;
c. membayarkan atau membelanjakan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun
atas nama pihak lain;
d. menghibahkan atau menyumbangkan Harta Kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak
pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak
lain;
e. menitipkan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas
namanya sendiri maupun atas nama pihak lain;
f. membawa ke luar negeri Harta Kekayaan

yang

diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak


pidana; atau

12

g. menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan


yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil
tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga
lainnya,

dengan

maksud

menyembunyikan

atau

menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang diketahuinya


atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana,
dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).

Pasal 6 ayat (1) berbunyi:


Setiap orang yang menerima atau menguasai:
a. penempatan;
b. pentransferan;
c. pembayaran;
d. hibah;
e. sumbangan;
f. penitipan; atau
g. penukaran,
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00
(lima belas milyar rupiah).
F. Hipotesis Pemeriksaan
Hipotesis pemeriksaan yang dapat diajukan adalah Dalam rangka
mempertahankan kekuatan dinasti politik keluarganya, Ratu Atut Chosiyah
(Gubernur Banten) dan Tubagus Chaeri Wardhana melakukan penyuapan

13

kepada Akil Mochtar (Ketua MK) senilai Rp 1 miliar untuk penyelesaian


perkara sengketa pemilukada Kabupaten Lebak Tahun 2013.
G. Data-data yang Perlu Dikumpulkan (KPK sebagai Penyidik)
1. Informasi dari Informan
Sebelum memulai penyelidikan, KPK terlebih dahulu mengumpulkan
informasi mengenai indikasi tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Ratu
Atut. Informasi ini yang merupakan titik awal investigasi KPK. Informasi
tersebut berasal dari berbagai sumber, antara lain:
a. Organisasi Masyarakat (Ormas) di Banten
Sulitnya mendapat bukti bahkan informasi terkait kecurangan yang
dilakukan oleh Ratu Atut di Provinsi Banten sebagian besar dikarenakan
pengaruh Atut yang sedemikian kuat berbagai lapisan masyarakat Banten
(seperti para ulama, pendekar dari berbagai perguruan, pengusaha yang
diuntungkan oleh kekuasaan Atut dan seniman yang menjadi pengikut ayah
Atut). Namun disisi lain, bukan berarti tidak ada pihak yang berseberangan
dengan Atut. Pihak yang menjadi lawan Atut salah satunya adalah ormas
yang tergabung dalam Jaringan Warga untuk Reformasi Banten atau Jawara
Banten. Pada akhirnya, mereka mengumpulkan seluruh bukti-bukti
penyelewengan dana yang pernah dilakukan Atut selama menjabat. Buktibukti tersebut mencakup 1.063 kasus.
b. Pihak yang disengketakan oleh Amir Hamzah-Kasmin
Pasangan calon Bupati Lebak Banten Iti Oktavia Jayabaya-Ade
Sumardi yang berhasil memenangkan Pilkada Lebak sesuai keputusan
KPU, kemudian tidak bisa secara langsung menduduki jabatannya karena
pasangan Amir Hamzah-Kasmin mengajukan gugatan pada MK dan
meminta pilkada ulang. Mungkin saja, pasangan dan tim sukses dari
pasangan ini yang kemudian memberikan informasi kepada KPK terkait
kecurigaan adanya kasus tindak pidana korupsi dalam pilkada Lebak yang
merugikan calon usungan mereka.
c. Karyawan Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) di PT BPP

14

Tubagus Chaeri Wardana yang menyediakan dana untuk diberikan


kepada Akil Mochtar mendapatkan dana tersebut dari kas PT BPP yang
dibawahinya. KPK dapat memperoleh informasi dari karyawan Wawan
mengenai adanya transaksi tidak wajar dalam PT BPP.
d. Pihak-pihak lain seperti masyarakat Banten yang merasa dirugikan selama
kekuasaan Ratu Atut Chosiyah dan Tubagus Chaeri Wardana juga dapat
menjadi informan, bahkan saksi potensial dalam kasus ini.
2. Perolehan Informasi Digital
Uraian kronologis di atas telah memperlihatkan bahwa para tersangka
berkomunikasi menggunakan telepon seluler. Selain bukti berupa rekaman
suara dari Akil Mochtar dan Ratu Atut, bukti yang lain adalah rekaman isi pesan
singkat/SMS (Short Message Service). Rekam SMS ini dapat diperoleh melalui
penyadapan atau meminta dari operator yang bersangkutan, mengingat bahwa
KPK diperbolehkan untuk melakukan penyadapan.
3. Bukti Fisik
a. Uang sejumlah Rp 1 miliar
Uang sejumlah Rp 1 miliar yang diletakkan dalam tas biru di rumah
orangtua Susi Tur merupakan bukti kuat mengenai adanya kasus korupsi
ini. Beserta keterangan saksi yang terlibat dan bukti penarikan uang dari PT
BPP bukti fisik ini merupakan alat yang tepat untuk menjerat tersangka.
b. Rekaman CCTV
Rekaman CCTV dari apartemen Allson, Jalan Senen Raya, Jakarta Pusat
membuktikan bahwa Ahmad Farid Asyari (karyawan Wawan) datang untuk
menemui Susi Tur dalam rangka penyerahan uang Rp 1 miliar.
Terungkapnya lokasi pertemuan ini dapat dikaitkan dengan rekam sms dari
kedua belah pihak.
4. Keterangan Saksi
Saksi dalam kasus ini adalah pihak-pihak yang ikut berperan dalam
pemindahtanganan uang suap senilai Rp 1 milyar dan pihak yang diduga
mengetahui perihal kasus penyuapan tersebut. Saksi-saksi tersebut antara lain:
a. Ahmad Farid Asyari (karyawan Wawan di PT BPP Serang)

15

Ahmad Farid Asyari merupakan perantara yang mengantarkan uang


sebesar Rp 1 miliar dari Wawan untuk selanjutnya diserahkan kepada Susi.
b. Muhammad Awaludin dan Yayah Rodiah (Bendahara PT BPP)
Muhammad Awaluddin dan Yayah Rodiah adalah bendahara PT BPP
yang mencairkan dana sebesar Rp 1 miliar yang diminta oleh Wawan.
c. Orangtua Susi Tur Andayani
Orangtua Susi dapat memberikan kesaksian mengenai adanya uang Rp 1
miliar yang dibawa Susi ke rumah orangtuanya di Jalan Tebet Barat nomor
30, Jakarta Selatan.
d. Airin Rachmi Diany (Istri Wawan yang juga menjabat Wali Kota
Tangerang Selatan)
Airin Rachmi Diany dapat dimintai keterangan mengenai aset-aset yang
dimiliki oleh suaminya serta sumber dana pembelian aset tersebut agar
dapat diketahui kewajaran sumber dananya. Seperti kita tahu, Wawan
memiliki total aset mencapai seratus miliar rupiah yang sebagian dalam
bentuk mobil mewah.
5. Dokumen Terkait
a. Surat Perintah Pencairan Dana sebesar Rp 1 miliar
Surat perintah pencairan dana tersebut digunakan Wawan untuk
mencairkan uang sejumlah Rp 1 miliar dari Kas PT BPP (Bali Pasific
Pragama) merupakan bukti kuat adanya dana yang diambil oleh Wawan.
b. Hasil Audit Laporan Keuangan atas PT BPP Serang
Penyidik perlu menindaklanjuti hasil audit Laporan Keuangan PT BPP
Serang untuk menemukan adanya dugaan ketidakawajaran aliran dana yang
dari Kas PT BPP.

16

Daftar Referensi
Adzkia, Aghnia. MA Perberat Hukuman Adik Atut Jadi 7 Tahun Penjara.
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150226071501-12-34979/maperberat-hukuman-adik-atut-jadi-7-tahun-penjara/. Diakses online pada 29
April 2016.
Anonim. Kronologis Kasus Ratu Atut Choisiyah.
http://www.rmol.co/read/2014/04/21/152187/Ratu-Atut-Anggap-AkilMochtar-sebagai-Saudara-. Diakses online pada 25 April 2016.
Anonim. MA Juga Perberat Vonis Susi Tur.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54edf010abbc2/ma-jugaperberat-vonis-susi-tur-handayani. Diakses online pada 25 April 2016.
Anonim. MA Tolak Kasasi, Vonis Akil Mochtar Tetap Seumur Hidup.
http://nasional.kompas.com/read/2015/02/23/17445991/MA.Tolak.Kasasi.Vo
nis.Akil.Mochtar.Tetap.Seumur.Hidup. Diakses online pada 25 April 2016.
Anonim. Mantan Ketua MK Akil Mochtar Divonis Seumur Hidup.
http://nasional.kompas.com/read/2014/06/30/2203501/Mantan.Ketua.MK.A
kil.Mochtar.Divonis.Seumur.Hidup?
utm_source=RD&utm_medium=inart&utm_campaign=khiprd. Diakses
online pada 29 April 2016.
Anonim. MA Perberat Vonis Atut Jadi Tujuh Tahun Penjara.
http://nasional.kompas.com/read/2015/02/23/17562961/MA.Perberat.Vonis.
Atut.Jadi.Tujuh.Tahun.Penjara. Diakses online pada 29 April 2016.
Fauzi, Gilang. Amir dan Kasmin Divonis Tiga Tahun Penjara.
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20151221174400-12-99677/amirdan-kasmin-divonis-tiga-tahun-penjara/. Diakses online pada 29 April 2016.

17

Natalia,Desca Lidya. Atut dan Wawan Jadi Tersangka Korupsi Alkes Banten.
http://www.antaranews.com/berita/412939/atut-dan-wawan-jadi-tersangkakorupsi-alkes-banten. Diakses online pada 25 April 2016.
Rasyid, Ridho. Dana Bansos Digunakan Untuk Pemenangan Ratu Atut.
http://nasional.sindonews.com/read/947527/13/dana-bansos-digunakanuntuk-pemenangan-ratu-atut-1420673672. Diakses online pada 27 April
2016.
Peraturan:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
http://acch.kpk.go.id/documents/10180/36749/UU311999-PemberantasanTindak-Pidana-Korupsi.pdf/9a28218d-6db5-420a-86a2-bab5efd9ed89.
Diunduh pada 30 April 2016.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU202001.pdf. Diunduh pada 29 April
2016.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/uu
bi/Documents/UU25Tahun2003TindakPidanaPencucianUang.pdf. Diunduh
pada 29 April 2016.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Pencucian Uang. http://www.bi.go.id/id/perbankan/prinsip-mengenalnasabah/Documents/UU_RI_Nomor_8_Tahun_2010.PDF. Diunduh pada 30
April 2016.

18

Anda mungkin juga menyukai