Anda di halaman 1dari 21

1

PRESENTASI KASUS INDIVIDU


FISTULA PERIANAL

Oleh:
Dyah Nisma Purboningtyas
201020401011179

Pembimbing:
dr.Muwardi Romli M. Sp B M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
LAMONGAN

2012

DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL................................................................................................. 1
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 2
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 3
BAB 2 LAPORAN KASUS.................................................................................. 5
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 14
BAB 4 KESIMPULAN......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Fistula perianal merupakan sebuah hubungan yang abnormal antara epitel
dari kanalis anal dan epidermis dari kulit perianal. Fistula perianal adalah bentuk
kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh yang membentuk traktus akibat
inflamasi.
Angka prevalensi penyakit ini adalah 8,6 % kasus tiap 100.000 populasi.
Prevalensi pada pria adalah 12,3% dari 100.000 populasi. Pada wanita, berkisar
5,6 % dari 100.000 populasi. Rasio pada pria dan wanita adalah 18,1, yang
menggambarkan lebih seringnya penyakit ini pada pria. Umurnya rata-rta
penderita fistel ini adalah 38 tahun.
Fistula ani sering terjadi pada laki laki berumur 20 40 tahun, berkisar 1-3
kasus tiap 10.000 orang. Sebagian besar fistula terbentuk dari sebuah abses (tapi
tidak semua abses menjadi fistula). Sekitar 40% pasien dengan abses akan
terbentuk fistula.
Hampir semua fistel perianal disebabkan oleh perforasi atau penyaliran
abses anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta di
perbatasan anus dan rektum dan lubang lain di perineum kulit kepala.
Sebagian besar fistula ani memerlukan operasi karena fistula ani jarang
sembuh spontan. Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup
tinggi yaitu sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan fistula post operasi akan
mengalami kekambuhan)

BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki usia 55 tahun datang dengan keluhan bisul di dekat
lubang pantat yang diketahuinya sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengaku bisul
tersebut pecah sekitar 1 bulan yang lalu dan mengeluarkan nanah tapi tidak
didapatkan darah. Pasien mengaku bisul tersebut hilang timbul. Menurut
pengakuan pasien, saat bisul belum pecah terasa sangat nyeri dan kemudian
setelah pecah nyerinya hanya kadang-kadang saja. Saat bisul belum pecah
sempat demam tapi hanya sumer-sumer. Pasien mengaku tidak ada gangguan
saat buang air besar (BAB), BAB 1 kali/hari setiap pagi, tapi terkadang pasien
mengaku BABnya keras. Sering mengejan saat berak disangkal oleh pasien.
BAB darah disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan tidak ada gangguan saat
makan dan minum, mual maupun muntah juga disangkal. Pasien juga
mengatakan tidak ada gangguan saat buang air kecil (BAK), pancaran saat
BAK normal, sering terbangun dimalam hari untuk BAK disangkal oleh pasien,
BAK terputus-putus serta nyeri saat BAK juga tidak dirasakan oleh pasien.
Sebelumnya pasien belum pernah menderita keluhan yang sama. Pasien
tidak mempunyai riwayat hipertensi maupun diabetes mellitus. Tidak diapatkan
riwayat batuk lama atau pengobatan selama 6 bulan. Keluarga pasien belum
pernah menderita keluhan yang sama. Pasien tidak mempunyai kebiasaan
merokok, sumber air untuk digunakan mandi pasien dari PDAM.
Saat datang ke RSML pasien dalam keadaan cukup, GCS 456. Pada
pemeriksaaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 125/78, nadi
88x/menit, nafas 20x/menit, suhu 36.5C aksila. Pada pemeriksaan kepala
pasien tampak anemis, tapi tidak didapatkan ikterik maupun sianosis maupun
dispnea. Tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening (KGB) dan
kelenjar tiroid pada pemeriksaan leher.
Pada pemeriksaan paru didapatkan bentuk simetris, tidak tampak adanya
retraksi intercostalis maupun otot-otot tambahan pernafasan. Pada auskultasi

terdengar suara nafas vesikuler kanan dan kiri pasru sama, tidak terdengar
wheezing maupun ronkhi. Pada palpasi didapatkan fremitus taktil normal,
ekspansi pergerakan dinding dada simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar
aksila. Perkusi sonor pada kedua lapangan paru. Sedangkan pada pemeriksaan
jantung tidak didapatkan voussore cardiaque, iktus cordis tak teraba, tidak
didapatkan thrill atau fremissement, pada saat perkusi didapatkan batas kiri
redup ICS VII line axillaris anterior sinistra, batas kanan kanan redup ICS IV
para sternal line dextra, dan batas atas redup ICS III sternal line sinistra. Padaa
saat auskultasi terdengar S1 S2 tunggal, tidak terdengar bunyi murmur maupaun
gallop.
Pada pemeriksaan abdomen tampak flat/datar, tidak tampak caput meduse
maupun grey sign dan cullen sign. Pada saat palpasi teraba soefl, tidak
didapatkan nyeri tekan, hepar dan lien sulit dievaluasi. Perkusi timpani, tidak
didapatkan shifting dullnes maupun meteorismus. Saat aukultasi bising usus
normal, tidak terdengar bruit maupun metalic sound.
Pada pemeriksaan uro-genitalia normal, tidak didapatkan adanya massa,
tidak terdengar bising arteri renalis dextra maupun sinistra, ginjal tidak teraba
saat palpasi. Pada pemeriksaan anal tidak didapatkan massa, abses maupun
tanda-tanda radang tapi terdapat outlet. Pada ekstremitas didapatkan akral
hangat kering merah, tidak didapatkan edema.
Pemeriksaan status lokalis
Inspeksi : Tampak outlet pada regio perianal arah jam 6, tidak didapatkan
tanda-tanda radang, abses maupun massa.
Palpasi : RT : Tonus sfingter ani adequat, mukosa licin, ampula rekti tidak
kolap, tidak didapat massa maupun darah, teraba indurasi arah jam
6 dengan jarak 1 cm dari tepi anus.
Berikut ini adalah gambar dari pasien :

Gambar 2.1 Fistula perianal


Pemeriksaan Laboratorium
1.Pemeriksaan Darah Lengkap
Diffcount

: 1/0/76/17/6 (1-2/0-1/49-67/25-33/3-7)

Hematokrit

: 45,2 %

(L 40-54%, P 35-47%)

Hemoglobin

: 15,5 g/dl

(P=12,0-16,0 mg/dl, L=13,0-18,0 mg/dl)

Leukosit

: 9700

(4000-10.000)

Trombosit

: 275.000

(150.000- 450.000)

LED

: 35/58

(L 0-5/jam, P 0-7/jam)

2. Pemeriksaan kadar glukosa darah


GDA

: 87

(<200 mg/dl)

3. Pemeriksaan Faal Homeostasis


Bleeding time : 230

(1-5 menit)

Clothing time : 910

(5-11 menit)

Assesment : Fistula perianal

Rencana tindakan

1. Infus RL 1500cc/24 jam


2. Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr
3. Injeksi Metamizole 3x1
4. Pro Fistulektomi
Laporan Operasi
Nama operator

: dr. Muwardi

Tgl

Asisten 1

: Gh

mulai jam: 11.00

Asisten 2

: DM

selesai jam: 12.00

Persiapan operasi

: inform consent, pasang infus + DK, antibiotik pre OP

Posisi pasien

: Lithotomi pengaruh GA

Desinfeksi

: Betadine + Alkohol

Insisi kulit dan pembukaan lapangan OP: regio perianal


Pendapatan pada explorasi

: Fistula peri anal

Apa yang dikerjakan

: Fistulektomi

Penutupan lapangan OP & kulit: primer


Komplikasi OP

: Perdarahan

Kata kunci
-

Laki-laki

55 tahun

Bisul didekat lubang pantat

Nyeri

Bisul pecah 1 bln yll

Hilang timbul

Pus (+)

Darah (-)

BAB kadang keras

BAK dbn

Higiene sanitasi baik

: 31-01-2012

Riw abses perianal (+)

Riw.hemoroid (-)

Riw.trauma (-)

Riw.batuk lama (+)

Outlet (+) perianal

Teraba indurasi pada jam 6

Tanda-tanda radang (-)

LED meningkat

Daftar masalah
-

Fistula perianal

Initial diagnosa
-

Fistula perianal

10

BAB III
PEMBAHASAN
Seorang laki-laki usia 55 tahun datang dengan keluhan bisul di dekat lubang
pantat yang diketahuinya sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengaku bisul tersebut
pecah sekitar 1 bulan yang lalu dan mengeluarkan nanah tapi tidak didapatkan darah.
Menurut pengakuan pasien, saat bisul belum pecah terasa sangat nyeri dan kemudian
setelah pecah nyerinya hanya kadang-kadang saja.
Bisul didekat lubang pantat ini adalah fistula perianal yang merupakan sebuah
hubungan yang abnormal antara epitel dari kanalis anal dan epidermis dari kulit
perianal. Fistula perianal adalah bentuk kronik dari abses anorektal yang tidak
sembuh yang membentuk traktus akibat inflamasi.
Anatomi
Kanalis anal merupakan bagian akhir dari usus besar dan rektum, yang berawal
dari diafragma pelvis yang melewati otot levator ani dan berakhir di pinggiran anal.
Kanalis ini mempunyai panjang sekitar 4 cm. Dinding otot dari kanalis anal
merupakan kelanjutan dari lapisan otot sirkuler rektum yang kemudian menebal dan
membentuk sfingter internal.
Secara anatomis kanalis anal memanjang dari pinggiran anal ke linea dentata.
Akan tetapi para ahli mendefinisikan kanalis anal memanjang dari pinggiran anal ke
cincin anorektal. Cincin anorektal sendiri teraba saat pemeriksaan rektar 1-1,5 cmdi
atas linea dentata.
Pinggiran anal adalah pertemuan antara anoderm dengan kulit perianal.
Anoderm merupakan epitel tersendiri yang kaya akan saraf tapi kurang dalam hal
perangkat (folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea). Linea dentata atau
linea pectinata yang merupakan pertemuan antara mukokutaneus sebenarnya terletak
1-1,5 cm dari pinggiran anal.
Kanalis anal dikelilingi oleh sebuah sfingter internal dan eksternal, yang
keduanya menjalankan mekanisme sfingter anal. Sfingter interna merupakan
kelanjutan dari bagian dalam otot polos sirkuler rektum. Juga merupakan otot

11

involunter dan normalnya berkontraksi saat istirahat. Bidang intersfingterik


merupakan kelanjutan fibrosa dari lapisan otot polos longitudinal rektum.
Sfingter eksternal merupakan otot volunter berlurik yang terbagi atas 3 putaran
membentuk U (subkutaneus, superfisial, dan profunda) namun bekerja sebagai satu
kesatuan, sfingter ekternal merupakan kelanjutan dari otot-otot levator dari dasar
pubis, khususnya otot puborektalis. Otot puborektalis berasal dari pubis dan menyatu
pada posterior dari rektum. Normalnya sfingter berkontraksi menghasilkan
penyudutan 80 derajat dari sudut pertemuan anorektal.
Dari area setinggi cincin anorektal ke arah distal dan antara otot sfingter
internal dan eksternal, lapisan otot longitudinal rektum menyatu dengan serat levator
ani dan otot puborektalis yang kemudian membentuk longitudinal conjoined. Seratserat otot ini yang dapat memotong bagian bawah dari sfingter eksternal untuk
kemudian masuk ke dalam kulit perianal dan mengerutkan pinggiran anal yang
disebut dengan corrugator cutis ani.
Kolumna morgagni terdiri atas 8-14 lipatan mukosa longitudinal yang terletak
tepat diatas linea dentata dan membentuk kripta analis pada ujung distalnya.
Kelenjar-kelenjar rudimenter kecil membuka pada kripta-kripta ini. Saluran dari
kelenjar ini menembus sfingter internal dan badan dari kelenjar ini terletak pada
bagian intersfingterik.

12

Gambar 3.1 Anatomi regio perianal


Hampir semua fistel perianal disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses
anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta di perbatasan
anus dan rektum dan lubang lain di perineum kulit kepala
Kadang fistel disebabkan colitis yang disertai proktitis, seperti TBC, amubiasis,
atau morbus crohn. Fistel dapat terletak di subkutis, submukosa, antarsfingter atau
menembus sfingter. Mungkin fistel terletak anterior, posterior, lateral. Bentuknya
mungkin lurus, bengkok, atau mirip sepatu kuda. Umumnya fistel ditemukan tunggal
atau kadang-kadang ditemukan kompleks
Hipotesis yang paling jelas adalah kriptoglandular, yang dijelaskan bahwa
fistula perianal merupakan abses anorektum tahap akhir yang telah didrainase dan

13

membentuk traktus. Kanalis anal mempunyai 6-14 kelenjar kecil yang terproyeksi
melalui sfingter anal dan menuju kripta pada linea dendata. Kelenjar dapat terinfeksi
dan menyebabkan penyumbatan. Bersamaan dengan penyumbatan itu, terperangkap
juga feses dan bakteri dalam kelenjar. Penyumbatan ini juga dapat terjadi setelah
trauma, pengeluaran feses yang keras, atau inflamasi. Apabila kripta tidak kembali
membuka ke kanalis anal maka akan terbentuk abses di dalam rongga intersfingteric.
Abses lama kelamaan akan meninggalkan jalan keluar dengan meninggalkan fistula.
Pada

kasus-kasus

mudah,

aturan

Goodsall,

dapat

membantu

untuk

mengantisipasi keadaan anatomi dari fistula perianal. Aturan ini menyatakan bahwa
fistula dengan bukaan eksternal yang terletak anterior dari garis transversal tengah
anus akan mengikuti garis radial lurus menuju linea dentata. Fistula dengan bukaan
posterior dari garis transversal akan mengikuti garis membelok menuju garis tengah
posterior. Pengecualian untuk aturan ini bila bukaan eksternal berjarak lebih dari 3 cm
dari pinggiran anus. Gambaran yang terakhir ini hampis selalu berasal dari traktus
primer atau sekunder dari garis tengah posterior yang konsisten dengan abses tapal
kuda sebelumnya.

Gambar 3.4 Hubungan antara lubang primer dan sekunder


Klasifikasi fistula perianal menurut Parks dibagi atas :

14

1. Intersfingteric : lebih sering terjadi sekitar 70% kasus, melewati internal


sfingter ke celah intersfingteric lalu ke perineum. Fistula jenis ini
diakibatkan oleh abses perianal. Pada fistula intersfingteric juga bisa
didapatkan traktus buntu yang tinggi dengan arah ke atas ruang
intersfingteric menuju ke ruang supralevator. Bukaan eksternalnya biasanya
pada kulit perianal yang dekat dengan pinggiran anal.
2. Transfingteric : pada 20% kasus, berjalan dari ruang intersfingteric
melewati sfingter eksternal ke fossa ischiorectal lalu ke perineum. Fistula
jenis ini banyak diakibatkan oleh abses ischiorektal. Fistula jenis ini dapat
mempunyai traktus buntu yang tinggi dan dapat mencapai apeks dari fossa
ischiorectal atau dapat memanjang melalui otot levator ani dan ke dalam
pelvis
3. Suprasfingteric : pada 5% kasus, melalui ruang intersfingteric superior
diatas otot puborectalis ke fossa ischiorectalis dan perineum. Traktus buntu
dapat juga timbul pada jenis ini dan mengakibatkan pemanjangan bentuk
tapal kuda.
4. Extrasfingteric : hanya pada 2% kasus, dari kulit perianal melalui otot-otot
levator ani pada dinding rectum tanpa melewati mekanisme sfingter.
Biasanya terjadi karena penetrasi benda asing pada rektum, Morbus Crohn,
paling sering karena iatrogenik sekunder setelah pemeriksaan yang terlalu
berlebih saat operasi

15

Gambar 3.2 Klasifikasi fistula perianal menurut Parks


Fistel dengan lubang kripta di sebelah anterior umumnya berbentuk lurus. Fistel
dengan lubang yang berasal dari kripta di sebelah dorsal umumnya tidak lurus tetapi
bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke anterior disekitar
m.pubrorektalis dan dapat membentuk satu lubang perforasi atau lebih di sebelah
anterior.
Gambaran klinis yang sering dijumpai pada pasien perianal abses adalah nyeri,
discharge berupa darah atau kotoran, pruritus ani, gejala sistemik bila sudah terinfeksi
abses.
Dari anamnesis biasanya ada riwayat kekambuhan abses perianal dengan selang
waktu diantaranya, disertai pengeluaran nanah sedikit-sedikit. Pada colok dubur
umunya fistel dapat diraba antara jari telunjuk di anus (bukan di rektum) dan ibu jari
di kulit perineum, sebagai tali setebal kira-kira 3 mm (colok dubur bidigital). Jika
fistel agak lurus dapat disonde sampai sonde keluar di kripta asalnya. Fistel perianal
jarang menyebabkan gangguan sistemik. Fistel kronik yang lama sekali dapat
menimbulkan degenerasi maligna menjadi karsinoma planoseluler kulit.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan fistula perianal
harus dilengkapi dengan rektoskopi untuk menentukan adanya karsinoma atau
proktitis TB, amuba, morbus Crohn. Fistulografi kadang berguna pada keadaan
kompleks. Fistulografi dilakukan dengan injeksi kontras melalui pembukaan internal,

16

diikuti dengan anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat jalur
fistula.

Gambar 3.5 Fistulografi tampak anteroposterior


Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan adalah EUA (Examination Under
Anasthesia), hal-hal yang dapat ditemukan pada pemeriksaan adalah :
-

Bisa melihat bukaan primernya

Discharge mungkin bisa dilihat

Bisa juga untuk mengeksplorasi fistula sehingga dapat menemukan kedua


bukaan sekundernya.
Pemeriksaan lain yang juga dapat dilakukan adalah CT Scan, yang dilakukan

dengan kontras intravena dan rektal merupakan metode non invasif untuk melihat
ruang perirektal. Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengeidentifikasi abses-abses
anorektal dengan letak dalam, tapi jarang digunakan untuk evaluasi preoperatif fistula
perianal.
USG endoanal digunakan untuk menentukan hubungan antara traktus primer
dengan sfingter anal, untuk menentukan apakah simpel atau kompleks dengan
perpanjangan, dan untuk menentukan lokasi bukaan primer.
MRI mempunyai resolusi jaringan yang bagus kapabilitas multiplanar sehingga
sangat akurat dalam mengidentifikasi bukaan internal dan traktus fistula. Hal ini
membuat MRI menjadi pilihan utama dalam mengidentifikasi fistula yang kompleks.

17

Diagnosis banding pada pasien fistula perianal adalah hidradenitis supurativa


yang merupakan radang kelenjar keringat apokrin yang biasanya membentuk fistula
multipel subkutan yang kadang ditemukan di perineum dan perianal. Penyakit ini
biasanya ditemukan di ketiak dan umumnya tidak meluas ke struktur yang lebih
dalam. Sinus pilonidalis terdapat hanya di lipatan sakro-koksigeal dan berasal dari
sarang rambut dorsal dari tulang koksigeus atau ujung tulang sakrum. Fistel proktitis
dapat terjadi pada Morbus Crohn, TBC, amubiesis, infeksi jamur, dan divertikulitis.
Kadang fistula koloperineal disebabkan oleh benda asing atau trauma.
Terapi atau penatalaksanaan pada apsien dengan fistula perianal adalah dengan
fistulektomi atau fistulotomi. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan fistulotomi
artinya fistel dibuka dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit. Luka dibiarkan
terbuka sehingga menyembuh mulai dari dasar per sekundam intentionem. Luka
biasanya akan sembuh dalam waktu agak singkat. Kadang dibutuhkan operasi dua
tahap untuk menghindari terpotongnya sfingter anus.

Gambar 3.5 Fistulektomi


Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian analgetik, antipiretik serta
profilaksis antibiotik jangka panjang untuk mencegah fistula rekuren.
Terapi pembedahan:

18

Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke lubang kulit,


dibiarkan terbuka,sembuh per sekundam intentionem. Dianjurkan sedapat
mungkin dilakukan fistulotomi.

Fistulektomi:Jaringan granulasi harus di eksisi keseluruhannya untuk


menyembuhkan fistula. Terapi terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya
terbuka.

Seton: benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula. Terdapat dua macam
Seton, cutting Seton, dimana benang Seton ditarik secara gradual untuk
memotong otot sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton
ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan ditolak oleh tubuh dan
terlepas sendiri setelah beberapa bulan.

Advancement

Flap:

Menutup

lubang

dengan

dinding

usus,

tetapi

keberhasilannya tidak terlalu besar.


Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula Plug/AFP) ke dalam
saluran fistula yang merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh.
Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak sakit,
dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, hanya 16%.
Pasca Operasi
Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari yang sama setelah
operasi. Namun pada fistula kompleks mungkin membutuhkan rawat inap beberapa
hari.
Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah ataupun cairan dari luka
operasi untuk beberapa hari, terutama sewaktu buang air besar. Perawatan luka pasca
operasi meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan cairan antiseptik), dan
penggantian balutan secara rutin. Obat obatan yang diberikan untuk rawat jalan antara
lain antibiotika, analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu
dan pasien dapat kembali bekerja setelah beberapa hari. Pasien dapat kembali
menyetir bila nyeri sudah berkurang. Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka
sembuh, dan tidak disarankan untuk duduk diam berlama-lama.

19

Prognosis pada pasien dengan fistula perianal adalah fistel dapat kambuh bila
lubang dalam tidak turut dibuka atau dikeluarkan, cabang fistel tidak turut dibuka
atau kulit sudah menutup luka sebelum jaringan granulasi mencapai permukaan.

20

BAB IV
KESIMPULAN
Fistula perianal yang merupakan sebuah hubungan yang abnormal antara epitel
dari kanalis anal dan epidermis dari kulit perianal. Fistula perianal adalah bentuk
kronik dari abses anorektal yang tidak sembuh yang membentuk traktus akibat
inflamasi.
Hampir semua fistel perianal disebabkan oleh perforasi atau penyaliran abses
anorektum, sehingga kebanyakan fistel mempunyai satu muara di kripta di perbatasan
anus dan rektum dan lubang lain di perineum kulit kepala.
Sebagian besar fistula ani memerlukan operasi karena fistula ani jarang sembuh
spontan. Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup tinggi yaitu
sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan fistula post operasi akan mengalami
kekambuhan).

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Patel, Mukul, 2003, Anal Fistula (Fistulo in Ano), diakses tgl 30 januari 2012
dari http://www.proctocure.com/anal_fistula.htm
2. Wim De Jong, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC, Jakarta
3. Zagrodnik, Dennis F, 2009, Fistulo in Ano, diakses tanggal 30 Januari 2012,
dari http://emedicine.medscape.com/article/190234-overview#showall
4. Anonim, 2011, Anal Fistula, diakses tanggal 31 Januari 2012 dari
http://enwikipedia.org.wiki/anal_fistula
5. Tonino, Susane, and Robin Smithuis, 2009, Rectum-Perianal Fistulas, diakses
tanggal 31 Januari 2012 http://www.proctocure.com/anal_fistula.htm
6.

Anda mungkin juga menyukai