TEKNIK DIGITAL
Oleh:
Kata Pengantar
Buku ini disusun sebagai panduan dan outline mata kuliah Teknik Digital
yang merupakan mata kuliah wajib di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Jember.
Beberapa referensi di cited agar mahasiswa dapat memperkaya materi dalam
diktat ini dari beberapa sumber sehingga dapat meningkatkan pemahaman yang
didapatnya.
Beberapa contoh persoalan diberikan dalam setiap bahasan materi untuk
mempermudah mahasiswa dalam memahami secara riil dan dapat menerapkan
konsep-konsep yang diberikan. Format huruf dalam beberapa contoh soal sengaja
diberikan dalam font yang berbeda untuk menunjukkan kelurusan posisi bilangan
yang dioperasikan sehingga dapat lebih menekankan pemahaman terhadap
penjelasan yang telah diberikan. Latihan soal-soal di setiap akhir bab dimaksudkan
agar mahasiswa dapat mengukur kompetensinya setelah mempelajari materi yang
diberikan dalam bab tertentu.
Kontribusi dari berbagai pihak yang membantu buku ini tersusun, sanagt
diapresiasi. Tentunya input dan feedback yang konstruktif terus terbuka bagi
penulis agar ke depannya dapat menyempurnakan beberapa kekurangan yang
mungkin masih ditemukan dalam buku ini.
ii
KONTRAK PERKULIAHAN
Mata Kuliah
: Teknik Digital
SKS
: 2 1 SKS
Koord. Kelas
: Ridlo / 085733052347
Materi
1. Pendahuluan
2. Sistem Bilangan
a. Sistem Bilangan Desimal
b. Sistem Bilangan Biner
c. Sistem Bilangan Oktal
d. Sistem Bilangan Hexadesimal
e. Aritmatika biner
3. Gerbang Logika
4. Rangkaian Logika
a. Gerbang Kombinasi
b. Aljabar Boole
c. Map Karnaugh
d. Konversi Gerbang
e. Half Adder dan Full Adder
5. Flip-flop
6. Register
7. Pencacah dan Pewaktu
8. Dekoder dan Multiplekser
9. ADC dan DAC
Referensi
1. Ibrahim, K F. 1991. Digital Techniques. 1st ed. Longman, London United
Kingdom.
2. Mano, M Morris, and Maichael D Ciletti. 2013. Digital Design. 5th ed.
Pearson, New Jersey.
3. Maini, Anil K. 2007. Digital Electronics: Principles, Devices and
Applications. John Wiley & Sons Ltd, Chichester England.
4. Tokheim, Roger L. 1990. Digital Electronics. 2nd ed. McGraw Hill, New
York.
5. Brewster, Hilary D. 2009. Digital lelectronics. Oxford Book Company,
Jaipur
iii
Penilaian
UTS
UAS
Tugas & Quiz
Presensi
35%
35%
25%
5%
iv
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ................................................................................... 1
BAB 2
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
3.1
3.2
Gerbang OR .................................................................................................... 23
3.3
3.4
3.5
3.6
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
5.1
5.2
5.3
Flip-flop D ...................................................................................................... 45
5.4
5.5
Flip-flop T....................................................................................................... 47
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3. 1 Simbol dan tabel kebenaran gerbang logika AND dua masukan ........................ 21
Gambar 3. 2 Analogi gerbang logika AND dua masukan dengan rangkaian listrik ................ 21
Gambar 3. 3 Konfigurasi pin pada IC 7411 (gerbang AND 3 masukan). ................................ 22
Gambar 3. 4 Simbol dan tabel kebenaran gerbang logika AND tiga masukan ........................ 22
Gambar 3. 5 Simbol dan tabel kebenaran gerbang logika OR dua masukan............................ 23
Gambar 3. 6 Analogi gerbang logika OR dua masukan dengan rangkaian listrik.................... 23
Gambar 3. 7 Simbol dan tabel kebenaran gerbang logika OR tiga masukan ........................... 24
Gambar 3. 8 Simbol dan tabel kebenaran gerbang logika NOT ............................................... 24
Gambar 3. 9 Simbol dan tabel kebenaran gerbang logika NAND ........................................... 25
Gambar 3. 10 Simbol dan tabel kebenaran gerbang logika NOR............................................. 26
Gambar 3. 11 Simbol dan tabel kebenaran gerbang logika XOR............................................. 26
Gambar 4. 1. Kombinasi gerbang AND dan NOT ekuivalen dengan NAND ........................... 28
Gambar 4. 2. (a) Rangkaian gerbang logika 2 masukan dan (b) jumlah cell yang mungkin
pada map Karnaugh untuk penyederanaan rangkaian......................................................... 30
Gambar 4. 3. Map Karnaugh untuk rangkaian gerbang logika pada Gambar 4. 2. ................... 31
Gambar 4. 4. Rangkaian gerbang logika dengan tiga masukan. ............................................... 32
Gambar 4. 5. Map Karnaugh untuk rangkaian gerbang logika pada Gambar 4. 4. ................... 32
Gambar 4. 6. Gerbang NAND dan NOR yang berfungsi sebagai gerbang NOT. ..................... 33
Gambar 4. 7. Fungsi gerbang OR yang didapat dari rangkaian 3 gerbang NAND. .................. 34
Gambar 4. 8. Efisiensi penggunaan IC dengan konversi gerbang dari rangkaian logika
yang diberikan pada Gambar 4. 2. ...................................................................................... 34
Gambar 4. 9. Rangkaian half adder dan tabel kebenarannya. ................................................... 35
Gambar 4. 10. Rangkaian half adder yang disusun dari gerbang-grbang dasar. ....................... 35
Gambar 4. 11. Rangkaian half adder yang disusun hanya dari gerbang NAND. ...................... 35
Gambar 4. 12. Rangkaian full adder dan tabel kebenarannya. .................................................. 36
vii
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1
sebagai MSB. 5
Tabel 2. 2
bilangan desimal yang lebih tinggi, dapat ditambahkan kolom di sebelah kiri MSB
sesuai dengan kebutuhan....................................................................................................... 5
Tabel 2. 3 Kesamaan bilangan desimal dalam tiga tipe bilangan BCD...................................... 9
Tabel 2. 4
hexadesimal yang bersesuaian dengan nilai dalam bilangan desimal dan bilangan
biner.
11
Tabel 2. 5
Tabel 2. 6
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
SISTEM BILANGAN
Ada beberapa sistem bilangan yang kita kenal yaitu bilangan biner, bilangan
oktal, bilangan desimal, dan bilangan hexadesimal. Dari beberapa sistem bilangan
tersebut, yang biasa kita pakai adalah bilangan desimal. Dalam bab ini kita kembali
akan membahas 4 sistem bilangan yang telah kita sebutkan di atas dan juga
membahas bagaimana konversi dari sistem bilangan satu ke sistem bilangan yang
lain.
2.1
, 10-2 untuk
, dan selanjutnya.
BAB 2
SISTEM BILANGAN
125,375 terdiri atas bilangan bulat 125 dan bilangan pecahan 0.375. Kita dapat
menuliskan bilangan tersebut sebagai:
a. Bilanan bulat
125
bilangan yang dikenal dalam sistem bilangan ini yaitu bilangan 0 dan 1.
Seperti halnya pada bilangan desimal, bilangan ketiga kembali dimulai dari 0
dengan tambahan digit 1 di depannya. Dalam bilangan biner dikenal istilahbit
untuk menyatakan satu digit bilangan biner (Ibrahim, 1991). Bit paling kanan
dalam sebuah bilangan biner disebut dengan Least Significant Bit (LSB) dan bit
paling kiri disebut dengan Most Significant Bit (MSB).
Seperti halnya bilangan desimal, bilangan biner juga dapat dinyatakan dalam
bilangan berpangkat basis 2 yaitu 20, 21, 22, dan seterusnya untuk bilangan bulat
dan 2-1, 2-2, 2-3, dan seterusnya untuk bilangan pecahan. Contoh delapan bilangan
bulat biner diberikan dalam Tabel 2. 1. Bilangan selanjutnya dapat dihitung dengan
menggunakan prinsip yang sama dengan bilangan desimal. Sebagai contoh kita
berikan bilangan biner 110011 merepresentasikan bilangan desimal berikut.
110011 = 1x25 + 1x24 + 0x23 + 0x22 + 1x21 + 1x20
= 32 + 16 + 0 + 0 + 2 + 1 = 51
Jadi bilangan biner 110011 sama dengan 51 dalam bilangan desimal. Untuk
membedakan penulisan bilangan dalam sistem yang berbeda, kita menggunakan
subscript sebagai bilangan basisnya. Bilangan desimal kita gunakan subscript 10
dan bilangan biner menggunakan subscript 2. Dari contoh bilangan biner yang
sudah kita hitung di atas, kita dapat menuliskannya 1100112 = 5110.
BAB 2
SISTEM BILANGAN
Tabel 2. 1 Contoh delapan bilangan biner pertama dengan 20 sebagai LSB dan 22
sebagai MSB.
Biner
Desimal
22
21
20
Kolom biner
Output
biner
32
16
22
10110
40
101000
17
10001
34
100010
BAB 2
SISTEM BILANGAN
Cara kedua adalah dengan metode pembagian seperti yang akan diuraikan
berikut ini. Bilangan desimal yang akan dikonversi dibagi dengan 2 sebagai basis
bilangan biner, dan hal ini dilakukan terus menerus sampai hasil baginya sama
dengan 0. Sisa bilangan hasil pembagian secara urut merupakan bilangan biner
hasil konversi dengan sisa hasil pembagian yang pertama merupakan LSB dan sisa
pembagian yang terakhir merupakan MSB.Sebagai contoh marilah kita konversi
bilangan desimal 47 menjadi bilangan biner.
47/2
= 23 sisa 1
23/2
= 11 sisa 1
11/2
= 5 sisa 1
5/2
= 2 sisa 1
2/2
= 1 sisa 0
1/2
= 0 sisa 1
(LSB)
(MSB)
Dari hasil perhitungan pembagian di atas kita dapat menuliskan bilangan biner
hasil konversinya dari MSB ke LSB atau dengan kata lain hasil konversi desimal
47 ke biner adalah 101111.
Bilangan biner pecahan
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa bilagan hiner dapat dinyatakan
dalam sistem bilangan berpangkat basis 2 baik pangkat negatif maupun positif.
Bilangan basis 2 berpangkat negatif untuk menyatakan bilangan biner pecahan.
Seperti halnya yang berlaku dalam sistem bilangan desimal, penulisan bilangan
bulat dan pecahan dipisahkan dengan dengan tanda koma. Hal ini juga sama
berlaku pada sistem bilangan biner. Konvensi yang digunakan adalah semakin ke
kiri penulisan bilangannya maka semakin besar nilai pangkatnya. Perlu diingat
disini bahwa untuk pangkat bilangan negatif, nilai -1 lebih besar dari -2, dan -2
lebih besar dari -3, demikian seterusnya.
Sebagai contoh akan kita berikan beberapa bilangan biner pecahan seperti
berikut:
= 2-1
= 1/2
= 0,510
0,001 = 2-3
= 1/8
= 0,12510
0,12
BAB 2
SISTEM BILANGAN
1101,1012 = 1x23 + 1x22 + 0x21 + 1x20 + 1x2-1 + 0x2-2 + 1x2-3
= 8 + 4 + 0 + 1 + 1/2 + 0 + 1/8
= 8 + 4 + 0 + 1 + 0,5 + 0 + 0,125 = 13,62510
bulat 1
(MSB)
0,625 x 2 = 1,25
bulat 1
sisa 0,25
0,25 x 2
= 0,5
bulat 0
sisa 0,5
0,5 x 2
=1
bulat 1
(LSB)
sisa 0,625
sisa 0
BAB 2
SISTEM BILANGAN
Tabel 2. 3.
BAB 2
SISTEM BILANGAN
BCD 8421
BCD 4221
BCD 5421
0000
0000
0000
0001
0001
0001
0010
0010
0010
0011
0011
0011
0100
1000
0100
0101
1001
1000
0110
1100
1001
0111
1101
1010
1000
1110
1011
1001
1111
1100
BAB 2
SISTEM BILANGAN
= 80
sisa 2
80/8
= 10
sisa 0
10/8
=1
sisa 2
1/8
=0
sisa 1
(LSB)
(MSB)
Dengan demikian hasil konversi bilangan desimal 5142 ke dalam bilangan oktal
adalah 12026 ata dengan kata lain 514210 = 120268.
Bilangan oktal dan bilangan biner
Basis bilangan oktal dan biner memiliki hubungan perpangkatan atau 8 = 23.
Dari hubungan ini kita dapat menyatakan satu digit bilangan oktal menjadi 3 digit
bilangan biner. Hal ini juga akan mempermudah konversi bilangan oktal ke biner
dan sebaliknya. Konversi bilangan oktal ke biner dilakukan dengan mengubah
setiap digit bilangan oktal menjadi 3 digit bilangan biner. Sebagai contoh bilangan
oktal 537 maka angka 58 = 1012, angka 38 = 0112, dan angka 78 = 1112 sehingga
kita dapat menyatakan 5378 = 101 011 1112.
Sebaliknya konversi biner ke oktal dapat dilakukan dengan mengelompokkan
setiap tiga digit bilangan biner dimulai dari belakang untuk diubah menjadi satu
digit bilangan oktal. Misalnya bilangan biner 11110011001 bisa kita kelompokkan
menjadi 11 110 011 001 dan kalau setiap kelompok kita ubah ke dalam bilangan
oktal akan menjadi 3631. Kesimpulannya bilangan 111100110012 = 36318. Hal ini
adalah konversi yang sangat mudah untuk dilakukan.
2.4
10
BAB 2
SISTEM BILANGAN
Hexadesimal
Biner
0000
0001
0010
0011
0100
0101
0110
0111
1000
1001
10
1010
11
1011
12
1100
13
1101
14
1110
15
1111
sisa 7
43/16
= 2
sisa 11
2/16
= 0
sisa 2
(LSB)
(MSB)
11
BAB 2
SISTEM BILANGAN
Jadi dari perhitungan di atas dapat kita simpulkan bahwa 69510 = 2B716
Bilangan hexadesimal dan bilangan biner
Basis bilangan hexadesimal merupakan hasil perpangkatan dari basis
bilangan biner. Bilangan 16 adalah sama dengan 24. Berdasarkan hal ini maka satu
digit bilangan hexadesimal dapat dinyatakan dengan 4 digit bilangan biner. Seperti
yang sudah kita lakukan pada bilangan oktal, bilangan hexadesimal 4C19 dapat
dikonversi menjadi bilangan biner seperti berikut. Bilangan 416 = 01002, bilangan
C16 = 11002, bilangan 116 = 0001, dan bilangan 916 = 10012. Dengan kata lain
4C1916 = 100 1100 0001 10012.
Sebaliknya bila kita akan mengkonversi bilangan biner menjadi bilangan
hexadesimal maka kita mengelompokkan bilangan biner tersebut empat-empat
dimulai dari belakang yang merupakan digit LSB. Ambil contoh bilangan biner
1011110010001101112 dapat dikelompokkan menjadi 10 1111 0010 0011 0111
sehingga:
102 = 216
(MSB)
11112 = F16
00102 = 216
00112 = 316
01112 = 716
(LSB)
Aritmatika biner
Aritmatika biner adalah operasi hitung yang diterapkan pada sistem bilangan
biner. Seperti halnya operasi hitung pada bilangan desimal, dalam aritmatika biner
juga dikenal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Dalam
penjumlahan dan pengurangan, operasi dilakukan dengan memperhatikan posisi
koma pada bilangan yang dioperasikan sedangkan pada perkalian dan pembagian
perhatian pada posisi koma itu tidak perlu diperhatikan. Selengkapnya masingmasing operasi dalam aritmatika biner diuraikan dalam kelompok-kelompok
bahasan di bawah ini.
12
BAB 2
SISTEM BILANGAN
2.5.1. Penjumlahan
Serupa dengan penjumlahan pada desimal, penjumlahan biner dilakukan
dengan menyusun bilangan-bilangan yang dijumlahkan dari atas ke bawah dengan
memperhatikan posisi komanya. Maksudnya signifikasi atau bobot bilangan yang
sama ditempatkan pada kolom yang sama. Aturan-aturan dasar pada penjumlahan
biner adalah:
0+0=0
0+1=1
1+0=1
1 + 1 = 0 simpan 1
Apabila dalam penjumlahan ada nilai simpanan, maka ilai tersebut dijumlahkan
dengan bilangan di depannya atau bilangan dengan bobot posisi yang lebih tinggi.
Sebagai contoh kita ingin menjumlahkan 10112 + 1102 maka penghitungannya:
1011
110
10001
Dari contoh perhitungan di atas dapat dijelaskan bahwa penjumlahan
dilakukan dari bit LSB yaitu 1+0=1. Selanjutnya pindah ke digit depannya yaitu
1+1=0 simpan 1. Nilai simpanan ini kita jumlahkan dengan digit depannya
sehingga 0+1+1(sumpanan)=0 simpan 1. Kembali lagi nilai simpanan ini kita
jumlahkan dengan digit depan lanjutannya yang hanya tinggal satu angka menjadi
1+1 (simpanan)=0 simpan 1. Simpanan ini adalah nilai terakhir yang kita letakkan
di paling depan sebagai MSB karena tidak ada angka lagi yang perlu dijumlahkan.
Dengan demikian 10112 + 1102 = 100012.
Untuk lebih memperjelas pemahaman, berikut ini diberikan contoh lain
penjumlahan biner yang ditampilkan dan format kolom. Misalnya tentukan hasil
penjumlahan dari 101102 + 111102 + 111012. Perhatikan nilai-nilai dalam kolom
pada Tabel 2. 5 khususnya nilai simpanan dan nilai hasil penjumlahannya.
13
BAB 2
SISTEM BILANGAN
25
24
23
22
21
20
Simpan
Jumlah
23
(8)
22
(4)
21
(2)
Pinjam
Hasil
20
(1)
(22)
1
14
BAB 2
SISTEM BILANGAN
BAB 2
SISTEM BILANGAN
bilangan termasuk bit tanda. Dengan kata lain komplemen satu diperoleh dengan
mengubah semua angka 0 menjadi 1 dan sebaliknya mengubah semua angka 1
menjadi 0. Untuk lebih memperjelas pengertian ini marilah kita ambil contoh
bilangan 110112 atau 2710. Komplemen satu dari 27 adalah 001002 dan komplemen
duanya adalah 001002 + 12 = 001012.
Sekarang marilah kita menerapkan konsep komplemen dua ini dalam operasi
pengurangan biner. Dalam hal ini kita juga memperhatikan bti tanda pada bilangan
yang dioperasikan. Kita ambil contoh 2110 1210 yang hasilnya adalah 910. Dalam
penulisannya, jumlah bit kedua bilangan yang dioperasikan harus sama banyaknya.
1210 =
[0]011002
2110 = [0]101012
Komp 1
[1]100112
Komp 1
[1]010102
Komp 2
[1]101002 = -1210
Komp 2
[1]010112 = -2110
[0]001012
1710 = [0]100012
Komp 1
[1]110102
Komp 1
[1]011102
Komp 2
[1]110112 = -510
Komp 2
[1]011112 = -1710
= [0]001012 + [1]011112
= [1]101002
Pada contoh soal kedua ini bit tanda pada bilangan hasil operasi adalah 1 yang
berarti hasilnya adalah bilangan negatif. Untuk hasil yang negatif, besarnya nilai
bilangan hasil harus dikonversi dulu ke komplemen duanya dengan catatan bit
tanda tidak ikut diproses. Komplemen dua dari 101002 adalah 010112 + 12 =
011002. Jadi hasil akhir dari 510 -1710 adalah bilangan negatif dengan besar nilai
011002 atau ditulis [1] 011002 = -1210.
16
BAB 2
SISTEM BILANGAN
2.5.5. Perkalian
Dalam perkalian bilangan biner berlaku aturan seperti berikut:
0x0=0
0x1=0
1x0=0
1 x 1 = 1, di sini tidak ada simpanan dan dan pinjaman
Pada prinsipnya perkalian bilangan biner ini sama seperti perkalian bilangan biner
yang sudah biasa kita lakukan. Untuk memperjelas aturan perkalian ini dalam
aplikasinya, marilah kita perhatikan dua contoh operasi perkalian bilangan biner
berikut.
1. 1010012 x 1102 atau dalam bilangan desimal 4110 x 610
101001
110 x
000000
101001
101001
+
11110110
= 4110
= 610
= 24610
= 2310
= 310
(nilai simpanan)
= 6910
2.5.6. Pembagian
Pembagian dalam sistem bilangan biner dapat dilakukan dengan mengambil
analogi pada pembagian bilangan desimal. Proses pembagian dilakukan mulai dari
bilangan paling kiri (MSB) dan seterusnya sampai pada bilangan terakhir. Jika
bilangan yang dibagi bukan merupakan kelipana bilangan pembagi maka akan
didapatkan sisa dari hasil pembagian tersebut. Untuk memperjelas hal ini mari kita
lihat dua contoh pembagian bilangan biner dimana contoh pertama adalah
pembagian tanpa sisa dan contoh kedua adalah pembagian biner dengan sisa.
17
BAB 2
SISTEM BILANGAN
= 710
111
101010
110
01001
110
110
110
0
= 4210
- = 610
-
(tanpa sisa)
= 510
101
110011
1001
111
000
1111
1001
110
= 5110
- = 910
-
(sisa 610)
Soal-soal latihan:
1.
2.
a. 010012
011002
b. 000112
001112
3.
4.
BAB 2
5.
SISTEM BILANGAN
6.
7.
8.
9.
Source: http://www.indiabix.com/digital-electronics/digital-arithmetic-operations-and-circuits/216002
19
BAB 3
GERBANG LOGIKA
Gerbang logika adalah sebuah blok dasar untuk membentuk rangkaian logika
digital (Paton, 1998). Gerbang logika bekerja dengan menggunakan sistem
bilangan biner seperti telah dibahas dalam bab sebelumnya. Dalam pembahasan
gerbang logika di sini, kita juga hanya mengenal dua jenis sinyal yaitu 1 atau 0.
Dalam sebuah rangkaian elektronik, sinyal 1 (logika tinggi) analog dengan
tegangan tinggi (5 volt) sedangkan sinyal 0 (logika rendah) analog dengan
tegangan rendah atau ground atau 0 volt.
Secara umum, hampir semua rangkaian logika atau sistem digital tersusun
dari tiga macam gerbang logika yaitu gerbang AND, OR, dan NOT (Singh et. al.,
2006). Pengetahuan dasar tentang gerbang-gerbang tersebut akan dibahas lebih
detail dalam sub-sub bab berikut dengan beberapa tambahan gerbang-gerbang
logika lain yang umum digunakan.
Hubungan antara masukan dan keluaran suatu gerbang logika juga akan
diperkenalkan dalam bentuk matematis untuk menyederhanakan penulisan dan
penyampaian. Hubungan masukan dan keluaran suatu gerbang logika secara
matematis diperkenalkan oleh seorang matematikawan dari Lincoln Inggris yang
bernama George Boole. Beliau membuat suatu persamaan matematis yang
dikenal dengan istilah ungkapan Boole. Ungkapan ini sangat penting dalam
penjelasan
tentang
gerbang
logika
khususnya
dalam
rangkaian
logika,
penyederhanaan dan konversinya. Dalam bab ini hanya akan dibahas prinsip dasar
beberapa gerbang logika dan cara pengungkapannya.
3.1
Gerbang AND
Gerbang AND digunakan untuk menghasilkan keluaran bernilai 1 apabila
semua masukan yang diberikan padanya bernilai 1. Karena itu gerbang AND ada
juga yang menyebut sebagai gerbang all or nothing atau gerbang semua atau
tidak (Tokheim, 1990). Maksudnya keluaran akan bernilai 1 (logika tinggi) jika
semua masukan 1. Jika tidak semua masukan bernilai 1 maka keluaran akan
20
BAB 3
GERBANG LOGIKA
menjadi 0 (logika rendah). Simbol dan tabel kebenaran gerbang AND diberikan
pada Gambar 3. 1.
Masukan
Keluaran
Gambar 3. 1 Simbol dan tabel kebenaran gerbang logika AND dua masukan
Karakteristik keluaran gerbang AND dapat juga dianalogikan dengan sistem
kerja rangkaian listrik seperti terlihat pada Gambar 3. 2. Masukan A dan B dalam
tabel kebenaran gerbang AND dimisalkan dengan saklar A dan B. Jika saklar
ditutup berarti masukan bernilai 1 dan sebalikknya jika saklar terbuka artinya
masukan gerbang bernilai 0. Jika kita perhatikan rangkaian pada Gambar 3. 2,
maka lampu hanya akan menyala jika kedua saklar ada dalam posisi tertutup.
Selain kondisi ini maka lampu tidak akan menyala atau dapat dikatakan bahwa
keluaran gerbang AND akan bernilai 0.
Gambar 3. 2 Analogi gerbang logika AND dua masukan dengan rangkaian listrik
Ungkapan boole untuk gerbang AND dua masukan dinyatakan seperti pada
persamaan 3.1 di bawah ini.
.
3. 1
21
BAB 3
GERBANG LOGIKA
Masukan
Keluaran
Gambar 3. 4 Simbol dan tabel kebenaran gerbang logika AND tiga masukan
Ungkapan boole untuk gerbang AND tiga masukan dinyatakan seperti pada
persamaan 3.2 di bawah ini.
. .
22
3. 2
BAB 3
3.2
GERBANG LOGIKA
Gerbang OR
Gerbang OR akan memberika keluaran bernilai 1 jika ada salah satu
masukannya yang mempunyai nilai 1. Ada juga yang menyebut bahwa gerbang
OR adalah gerbang satu atau semua (Tokheim, 1990). Simbol dan tabel kebenaran
gerbang OR dengan dua masukan diberikan pada Gambar 3. 5.
Masukan
Keluaran
=
23
3. 3
BAB 3
GERBANG LOGIKA
Keluaran
3. 4
Gerbang NOT
Gerbang not dikenal juga dengan istilah inverter karena berfungsi untuk
Keluaran
BAB 3
GERBANG LOGIKA
Ungkapan boole untuk gerbang NOT dinyatakan seperti pada persamaan 3.5
di bawah ini.
=
3.4
3. 5
Gerbang NAND
Gerbang NAND dikenal juga dengan gerbang Not AND yang berarti bahwa
keluaran gerbang NAND merupakan inverse dari keluaran gerbang AND. Dengan
demikian gerbang NAND dapat juga dibentuk dengan menambahkan gerbang
NOT pada keluaran gerbang AND. Pada simbol gerbang NAND kita dapat melihat
tanda lingkaran pada kaki keluarannya yang melambangkan NOT. Susunan tabel
kebenaran gerbang NAND diberikan dalam tabel pada Gambar 3. 9. Kalau kita
bandingkan nilai keluaran dari gerbang NAND ini maka cocok jika susunan ini
merupakan inversi dari keluaran gerbang AND.
Masukan
Keluaran
3. 6
Gerbang NOR
Dari namanya kita dapat memeri tafsiran bahwa gerbang NOR adalah sama
dengan Not OR atau gerbang OR yang diberi tambahan NOT pada keluarannya.
Seperti halnya gerbang NAND, logika NOT pada gerbang NOR dilambangkan
dengak lingkaran yang terletak pada kaki keluaran gerbang. Berdasarkan tabel
kebenaran yang diberikan dalam tabel pada Gambar 3. 10 kita dapat
25
BAB 3
GERBANG LOGIKA
Keluaran
3. 7
Gerbang XOR
Gerbang XOR atau dikenal dengan istilah Exclusive OR memberikan
keluaran yang bernilai 1 apabila salah satu masukan mempunyai nilai yang
berbeda. Sedangkan keluaran akan bernilai 0 jika semua sinyal masukan yang
diberikan mempunyai nilai yang sama baik itu sama-sama 0 atau sama-sama 1.
Selengkapnya kombinasi nilai masukan dan nilai keluaran gerbang XOR dapat
dilihat dalam tabel pada Gambar 3. 11.
Masukan
Keluaran
BAB 3
GERBANG LOGIKA
=
27
3. 8
BAB 4
RANGKAIAN LOGIKA
Gerbang kombinasi
Sebuah rangkaian gerbang logika dapat disusun dari beberapa jenis gerbang
logika baik sejenis maupun berbeda jenis. Dalam sub-bab ini diberikan contohcontoh dan penjelasan kombinasi gerbang logika untuk membentuk suatu fungsi
tertentu. Sebagai contoh kita bisa membuat kombinasi gerbang AND dan gerbang
NOT. Seperti telah disinggung sebelumnya, gerbang NAND pada prinsipnya
merupakan kombinasi gerbang AND dan NOT. Sebagai ilustrasi perhatikan
Gambar 4. 1 berikut ini.
identik dengan
Gambar 4. 1. Kombinasi gerbang AND dan NOT ekuivalen dengan NAND
Pada gambar sebelah kiri masukan sinyal A dan B pada gerbang AND akan
menghasilkan keluaran
= .
gerbang NOT terakhir ini tidak lain adalah keluaran gerbang NAND seperti
ditunjukkan pada Gambar 4. 1 sebelah kanan.
28
BAB 4
4.2
RANGKAIAN LOGIKA
Aljabar Boole
Aljabar Boole adalah sebuah ungkapan untuk menuangkan hubungan
masukan dan keluaran dalam gerbang logika dan juga dalam suatu rangkaian logika
ke dalam bentuk persamaan matematik. Pada dasarnya hukum-hukum dalam
aljabar Boole didasari oleh ungkapan Boole untuk gerbang-gerbang logika AND,
OR, dan NOT. Berikut adalah hubungan masukan dan keluaran pada gerbanggerbang logika tersebut sesuai dengan ungkapan Boole.
Gerbang AND
Gerbang OR
Gerbang NOT
0.0=0
0+0=0
0=1
0.1=0
0+1=1
1=0
1.0=0
1+0=1
1.1=1
1+1=1
Beberapa operasi dasar dalam aljabar Boole bersesuaian dengan ungkapanungkapan di atas. Teorema-teorema yang dipakai dalam aljabar boole dapat
dianalogikan dengan ungkapan dasar dari gerbang-gerbang logika tersebut di atas.
Berikut ini adalah beberapa teorema dasar dalam aljabar Boole.
Hukum Dasar
Gerbang AND
Gerbang OR
Gerbang NOT
A . 0 = 0
A+0=A
A=1
A . 1 = A
A+1=1
A . A = A
A+A=A
A . A = 1
A+A=1
Hukum komutasi
Q=A.B.C=C.A.B=C.B.A
4. 1
Q=A+B+C=C+A+B=C+B+A
4. 2
Hukum asosiasi
Q = A . (B . C) = (A . B) . C
4. 3
Q = A + (B + C) = (A + B) + C
4. 4
Hukum distribusi
(A . B) + (A . C) = A . (B + C)
4. 5
(A + B) . (A + C) = A + (B . C)
4. 6
29
BAB 4
RANGKAIAN LOGIKA
Hukum De Morgan
Q= .
Q= +
4.3
4. 7
= .
4. 8
Map Karnaugh
Membuat penyederhanaan sebuah rangkaian logika dengan menggunakan
(a)
(b)
Gambar 4. 2. (a) Rangkaian gerbang logika 2 masukan dan (b) jumlah cell yang
mungkin pada map Karnaugh untuk penyederanaan rangkaian.
Sebagai contoh kita lihat rangkaian gerbang logika seperti tampak pada
Gambar 4. 2. Ada 2 variabel masukan dalam sistem digital tersebut yaitu A dan B.
Dengan demikian jumlah cell yang mungkin ada dalam map Karnaugh adalah 22
ata sama dengan 4 buah cell yaitu A B, A B, A B, dan A B.
30
BAB 4
RANGKAIAN LOGIKA
, karena
4. 9
Berdasarkan ungkapan persamaan keluaran di atas kita dapat melihat bahwa ada
dua suku dalam persamaan yaitu suku pertama adalah .
. . Selanjutnya kita mengisikan nilai 1 pada cell yang bersesuaian dengan setiap
suku pada persamaan tersebut dengan ketentuan tanda negasi merepresentasikan
angka 0. Sebagai contoh suku
B=1 sedangkan suku .
demikian cell yang bernilai 1 adalah cell A=1, B=1 dan cell A=1, B=0 atau tampak
pada Gambar 4. 3 berikut ini.
(a)
(b)
A. Jadi apapun masukan yang diberikan pada B tidak akan mempengaruhi nilai
keluaran dari rangkaian tersebut.
31
BAB 4
RANGKAIAN LOGIKA
Untuk lebih memantapkan pemahaman, marilah kita tinjau satu contoh lagi
rangkaian logika dengan tiga masukan seperti terlihat pada Gambar 4. 4. Rangkaian
ini memiliki satu keluaran dari gerbang OR yang mempunyai 4 buah masukan.
Persamaan Boole dari keluaran rangkaian dapat kita tuliskan sebagai:
=
4. 10
(a)
(b)
BAB 4
RANGKAIAN LOGIKA
Konversi gerbang
Dalam menyusun suatu rangkaian dengan menggunakan gerbang-gerbang
Gambar 4. 6. Gerbang NAND dan NOR yang berfungsi sebagai gerbang NOT.
Kita juga dapat membuat konversi 3 buah gerbang NAND untuk dapat
berfungsi sebagai gerbang OR yang keluarannya dinyatakan dengan Y = A + B.
Menurut hukum De Morgan yang kedua (lihat persamaan 4.8) dinyatakan bahwa
A + B = A . B dan dengan menegasikan kedua sisi kita mendapatkan A + B = A . B.
Suku persamaan sebelah kanan merupakan ungkapan Boole dari gerbang NAND
33
BAB 4
RANGKAIAN LOGIKA
dengan masukan not A dan not B. Dari Gambar 4. 6 kita dapat membuat
gerbang NOT dari gerbang NAND sehingga kita bisa merangkai 3 buah gerbang
NAND untuk menunjukkan keluaran A . B seperti terlihat pada Gambar 4. 7.
menampilkan hasil penjumlahan dua bit bilangan biner. Rangkaian half adder
diberikan pada Gambar 4. 9 (a). Bilangan yang dijumlahkan diumpankan pada
masing-masing masukan yakni A dan B. Hasil penjumlahan ditunjukkan oleh
keluaran pada kaki S sedangkan nilai simpanan (carry) terlihat pada keluaran kaki
C. Kombinasi masukan yang mungkin dalam half adder dan variasi keluaran yang
dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 4. 9 (b).
34
BAB 4
RANGKAIAN LOGIKA
Masukan
Keluaran
(a)
(b)
Gambar 4. 10. Rangkaian half adder yang disusun dari gerbang-grbang dasar.
Gambar 4. 11. Rangkaian half adder yang disusun hanya dari gerbang NAND.
Apabila dalam penjumlahan bilangan biner sudah terdapat simpanan dari
operasi penjumlahan sebelumnya maka rangkaian yang digunakan adalah
rangkaian full adder. Pada prinspnya rangkaian full adder merupakan gabingsan
dari dua rangkaian half adder dengan tambahan gerbang OR. Selengkapnya
rangkaian full adder dapat dilihat pada Gambar 4. 12 (a). Kombinasi sinyal
masukan yang mungkin dalam full adder dan sinyal keluaran hasil operasi dari
penjumlahan diberikan dalam tabel pada Gambar 4. 12 (b).
35
BAB 4
RANGKAIAN LOGIKA
Masukan
(a)
Keluaran
Cin
1
(b)
= D + A D + D + A B C D + A B C D + A B C D
b.
= A B + A B + A B
c.
= A B C + A B C + A B C + A B C
d.
= A C + A. B + C + A. B. C + B
2.
36
BAB 4
RANGKAIAN LOGIKA
CONTOH SOAL!
Sederhanakan fungsi logika berikut, gambarkan rangkaian gerbang logika
dasar penyederhanaan,dan tabel kebenarannya!
1. F = AB' + A'B + AB (dua variabel
2. F = ABC + A'BC + AB'C (tiga variabel)
3. F = A'B'C'D + A'BC'D + A'B'CD (empat variabel)
PENYELESAIAN !
1. F = AB' + A'B + AB
- Penyederhanaan dengan Aljabar
F = AB' + A'B + AB
= A(B'+B) + A'B
= A(1) + AB
= A + A'B
=A+B
- Gambar Rangkaian gerbang logika setelah disederhanakan :
- Tabel Kebenaran
37
BAB 4
RANGKAIAN LOGIKA
= (B+A) C
= BC + AC
- Gambar Gerbang Logika
- Tabel Kebenaran
- Tabel Kebenaran
38
BAB 4
RANGKAIAN LOGIKA
39
BAB 5
FLIP - FLOP
Sebelum membahas lebih jauh tentang flip-flop terlebih dahulu kita singgung
pengertian tentang rangkaian sekuensial. Dalam bab sebelumnya kita membahas
tentang rangkaian kombinatorial yang meliputi gerbang logika dasar, gerbang
kombinasi dan rangkaian logika yang mana keluaran dari rangkaian tergantung
pada kondisi masukan atau input yang diberikan pada saat itu. Kondisi sinyal
masukan sebelumnya tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap sinyal
keluaran. Hal ini karena rangkaian gerbang logika yang telah dibahas di depan
tidak memiliki unsur penyimpan (memory).
Selanjutnya pembahasan dalam bab ini difokuskan pada rangkaian sekuensial
yaitu sebuah rangkaian logika yang sinyal keluarannya tidak hanya tergantung pada
kondisi sinyal masukan yang diberikan saat itu tetapi juga dipengaruhi atau mampu
mengenali (mengingat) kondisi sinyal sebelumnya (Agarwal, 2006). Agar sebuah
rangkaian logika mampu mengenali kondisi masukan sebelumnya atau mempunyai
unsur pengingat maka rangkaian didesain agar sinyal keluaran diumpanbalikkan ke
salah satu masukan. Rangkaian sekuensial dikelompokkan menjadi dua kategori
yaitu (Mano and Ciletti, 2013):
1. Rangkaian sekuensial sinkron atau Synchronous (clocked) sequential circuits
yaitu rangkaian yang bekerja secara periodik dan dikontrol oleh suatu pulsa
detak (clock).
2. Rangkaian sekuensial tak sinkron atau Asynchronous (unclocked) sequential
circuits merupakan rangkaian yang keluarannya tidak mengalami perubahan
regular berdasarkan waktu tetapi perubahan keluaran akan terjadi saat ada
perubahan masukan yang diberikan.
Pada rangkaian sekuensial sinkron, perubahan akan terjadi dalam rangkaian
bila ada transisi clock yang aktif baik itu transisi (tepi) positif maupun transisi
(tepi) negatif. Transisi positif yaitu perubahan clock dari 0 ke 1 dan sebaliknya
transisi negatif adalah perubahan clock dari 1 ke 0. Contoh rangkaian sekuensial
40
BAB 5
FLIP - FLOP
sinkron adalah flip-flop, register, dan counter. Dalam bab ini kita hanya membahas
flip-flop, sedangkan register dan counter akan kita bahas pada bab berikutnya.
Flip-flop adalah rangkaian digital yang digunakan untuk menyimpan satu bit
secara semi permanen sampai ada suatu perintah untuk menghapus atau mengganti
isi dari bit yang disimpan. Prinsip dasar dari flip-flop adalah suatu komponen
elektronika dasar seperti transistor, resistor dan dioda yang dirangkai menjadi suatu
gerbang logika yang dapat bekerja secara sekuensial. Nama lain dari flip-flop
adalah multivibrator bistabil. Ada berbagai jenis flip-flop ditinjau dari beberapa
aspek namun pada penulisan ini yang kami bahas adalah flip-flop yang ditinjau
dari cara kerjanya yang terdiri dari Latch, flip-flop RS, flip-flop D, flip-flop JK,
flip-flop T, dan Preset and Clear.
5.1
gerbang NOR atau gerbang NAND satu masukan seperti tampak pada Gambar 5. 1.
Keluaran dari setiap gerbang diumpan balikkan ke dalama masukan gerbang yang
lainnya. Dengan demikian keluaran dari kedua gerbang selalu berada pada keadaan
yang berbeda dan oleh karenanya disimbolkan dengan Q dan Q yang
mengindikasikan bahwa keluaran Q meruapakan inversi atau negasi dari Q. Jika q
bernilai 1 maka Q akan bernilai 0 dan sebaliknya.
(a)
(b)
Gambar 5. 1. Rangkaian Latch yang tersusun dari gerbang NOR and NAND
Latch hanya mempunyai dua keadaan stabil sehingga sering pula disebut
dengan rangkaian bistabil (bistable circuit). Ketika rangkaian diberi masukan A=1
(lihat Gambar 5. 1) maka nilai keluaran Q=0. Selanjutnya keluaran Q
diumpanbalikkan ke masukan B sehingga B juga bernilai 0 dan keluaran Q=1
karena merupakan inversi dari B. Kaki keluaran Q dihubungkan dengan masukan A
41
BAB 5
FLIP - FLOP
sehingga A bernilai 1 yang merupakan nilai awal. Dengan demikian kondisi ini
sudah tidak berubah atau dalam kondisi stabil dan informasi keluaran Q=0 terkunci
(Latched) dalam rangkaian.
Kondisi stabil yang lain juga dapat tercapai ketika masukan A diberi nilai 0
dan keluaran Q bernilai 1. Selanjutnya kondisi stabil dalam rangkaian ini
menyimpan informasi sinyal keluaran Q=1. Kondisi stabil dalam rangkaian latch
tidak mungkin tercapai apabila kedua masukan A dan B memiliki nilai yang sama
baik sama-sama 0 atau sama-sama 1.
5.2
Flip-flop S-R
Seperti telah disebutkan di atas bahwa rangkaian dasar flip-flop adalah
rangkaian latch. Salah satu dari jenis flip-flop adalah flip-flop SR. Flip-flop ini
mempunyai dua masukan (S dan R) dan dua keluaran (Q dan Q), di mana salah satu
keluarannya (Q) berfungsi sebagai komplemen dari keluaran yang lain (Q). Flipflop ini disebut juga rangkaian dasar untuk membangkitkan sebuah variabel beserta
komplemennya (Even and Medina, 2012; Muis, 2012). Flip-flop SR dapat dibentuk
dari kombinasi empat gerbang NAND atau kombinasi dua gerbang NOR seperti
pada Gambar 5. 2.
(a)
(b)
Kondisi
Q0
Tidak berubah
Set
Reset
Invalid
(c)
42
BAB 5
FLIP - FLOP
Gambar 5. 2. Rangkaian S-R Flip-flop dan tabel kebenarannya
BAB 5
FLIP - FLOP
sekali lagi dapat dikatakan bahwa kondisi sinyal keluaran rangkaian flip-flop RS
tidak akan berubah bila kedua masukannya bernilai 0 dan keluaran Q bernilai 1
pada kondisi set (sinyal masukan S=1) serta keluaran Q bernilai 0 jika rangkaian di
reset (sinyal masukan R=1) dengan catatan kedua sinyal masukan tidak boleh
sama-sama memiliki nilai 1.
Flip-flop S-R terdetak (Clocked)
Flip-flop SR seperti yang telah dibahas di atas dalam prakteknya jarang
dipakai karena tidak tidak sinkron ketika digabung dengan flip-flop lain yang
umumnya menggunakan clock (detak) dalam masukannya sebagai pengontrol
sinyal keluaran. Untuk itu didesain sebuah flip-flop SR yang diberi clock pada
masukannya seperti terlihat pada Gambar 5. 4. Clock akan aktif ketika berada pada
kondisi berlogika tinggi atau bernilai 1.
Clock
Kondisi
Q0
Tidak berubah
Q0
Tidak berubah
Set
Reset
Invalid
44
BAB 5
FLIP - FLOP
Flip-flop D
Nama flip-flop ini berasal dari Delay. Flip-flop ini mempunyai hanya satu
masukan, yaitu D. Jenis flip-flop ini sangat banyak dipakai sebagai sel memori
dalam komputer. Pada umumnya flip-flop ini dilengkapi dengan masukan clock
(pemicu) seperti ditunjukkan pada Gambar 5. 6. Keluaran flip-flop D akan
mengikuti apapun keadaan D pada saat clock aktif atau clock dibuat berlogika 1.
Apabila masukan D berubah sedangkan kondisi clock pada posisi tidak aktif
(berlogika 0) maka nilai keluaran tidak akan terpengaruh dan tetap seperti keadaan
sebelumnya (Q0). Yang dimaksud dengan Q0 adalah keadaan keluaran Q tepat
sesaat sebelum kondisi clock berubah menjadi 0.
Clock
1/0
0/1
1/0
0/1
.1
45
BAB 5
FLIP - FLOP
Flip-flop J-K
Dari uraian subbab-subbab sebelumnya dapat dilihat bahwa dasar dari semua
46
BAB 5
FLIP - FLOP
J
1/0
0/1
toggle
toggle
Gambar 5. 10. Diagram pewaktuan Master Slave JK Flip-flop transisi tepi negatif
5.5
Flip-flop T
T Flip-flop merupakan rangkaian flip-flop yang dibangun dengan
menggunakan flip-flop J-K yang kedua inputnya dihubungkan menjadi satu, maka
akan diperoleh flip-flop yang memiliki watak membalik output sebelumnya jika
47
BAB 5
FLIP - FLOP
inputannya tinggi dan outputnya akan tetap jika inputnya rendah. Flip-flop T dapat
dibentuk dari flip-flop JK dengan menggabungkan masukan J dan K sebagai
masukan T. Perhatikan bahwa bila T=0 akan membuat J=K=0 sehingga keadaan
flip-flop tidak berubah. Tetapi bila T=1, J=K=1 akan membuat flip-flop beroperasi
secara toggle.
48