ENUMERASI
Disusun Oleh :
Maria Rosalia K
09.70.0055
Kelompok C7
Enumerasi adalah teknik perhitungan jumlah mikroba dalam suatu media tanpa
mengidentifikasikan jenis mikroba (bakteri, jamur, yeast), yang bertujuan untuk
menentukan jumlah sel dari suatu kultur bakteri secara kuantitatif (Cappucino &
Sherman, 1983). Penetapan jumlah bakteri dilakukan dengan menghitung jumlah sel
bakteri yang mampu membentuk koloni di dalam media biakan atau membentuk
suspensi dalam larutan biak (Schlegel & Schmidt, 1994). Analisis kuantitatif
mikrobiologi pada bahan pangan ini penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan
pangan dan menghitung proses pengawetan yang akan diterapkan pada bahan pangan
tersebut (Fardiaz, 1992).
Ada beberapa macam cara untuk mengukur jumlah sel, antara lain dengan hitungan
cawan (plate count), hitungan mikroskopik langsung (direct microscopic count) atau
MPN (Most Probable Number) (Fardiaz, 1992). Penetapan jumlah bakteri dapat
dilakukan dengan menghitung jumlah sel bakteri yang mampu membentuk koloni di
dalam media biakan atau membentuk suspensi dalam larutan biak (Schlegel dan
Schmidt, 1994).
1
2
Keuntungan enumerasi secara langsung adalah cara penghitungan yang cepat dan
diperoleh informasi tambahan tentang ukuran dan bentuk mikroba yang sedang dihitung
dan jumlah sel yang diperoleh meliputi sel yang hidup dan sel yang mati. Akan tetapi
enumerasi secara langsung juga memiliki kelemahan yaitu sel yang mati tidak dapat
dibedakan dengan sel yang hidup. Koloni sel yang bergerombol terkadang dapat
menyulitkan dalam mengklasifikasikan jenis koloni (Schlegel & Schmidt, 1994).
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah bila sel mikrobia yang masih hidup
ditumbuhkan pada medium agar, maka mikrobia tersebut akan berkembang biak dan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa
menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan cara yang paling sensitif untuk
menentukan jumlah mikrobia, dengan alasan :
Hanya sel mikrobia hidup yang dapat dihitung
Beberapa mikrobia dapat dihitung sekaligus
Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikrobia, karena koloni yang
terbentuk mungkin berasal dari mikrobia yang mempunyai penampakkan spesifik
(Waluyo, 2004).
Kelemahan metode hitungan cawan adalah hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah
sel yang sebenarnya karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk 1
koloni, medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang
berbeda, jasad renik yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar, serta memerlukan persiapan
dan waktu inkubasi yang cukup lama sehingga pertumbuhan koloni dapat dihitung.
Sedangkan kelebihan metode hitungan cawan adalah hanya sel hidup yang dihitung, kita
dapat langsung menghitung jumlah koloni yang terdapat dalam cawan petridish secara
langsung dengan mata kita, beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus, dapat
digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang terbentuk
mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai penampakan pertumbuhan
spesifik (Fardiaz, 1992).
Metode hitungan cawan didasarkan pada setiap sel dapat hidup akan berkembang
menjadi satu koloni. Jadi jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan suatu
indeks bagi jumlah organisme yang dapat hidup yang terkandung dalam sampel
(Hadioetomo, 1985). Teknik yang harus dikuasai adalah mengencerkan sampel dan
mencawankan hasil pengenceran tersebut. Setelah inkubasi, jumlah koloni cawan
diamati. Cawan yang dipilih untuk penghitungan koloni adalah yang mengandung 30-
300 koloni. Jumlah organisme yang terdapat pada sampel asal ditentukan dengan
5
mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan yang
bersangkutan (Hadioetomo, 1993). Jika bakteri ditumbuhkan pada media dan
lingkungan yang sesuai maka kelompok bakteri ini akan menghasilkan satu koloni
bakteri (Lay, 1994).
Dalam metode perhitungan cawan bahan pangan yang diperkirakan mengandung lebih
dari 300 sel jasad renik per ml atau per gram atau per cm (jika pengambilan contoh
dilakukan pada permukaan) memerlukan perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan
pada medium agar dalam cawan petri. Setelah inkubasi, akan terbentuk koloni pada
cawan petri dalam jumlah yang dapat dihitung dimana jumlah yang terbentuk antara 30
sampai 300 koloni. Pengenceran umumnya dilakukan secara desimal yaitu 1:10, 1:100,
1:1000, dan seterusnya atau 1:100, 1:10000, 1:1000000 dan seterusnya. Supaya larutan
dapat tercampur rata pada saat pengenceran, maka media agar yang akan digunakan
dicairkan terlebih dahulu, dengan menurunkan suhu sampai 40–45ºC (media agar
membeku pada 40ºC). Penggunaan lebih dari 45ºC menyebabkan kematian atau
kerusakan sel mikrobia yang tidak tahan suhu tinggi dan menyebabkan kondensasi yang
berlebihan pada cawan petri setelah agar memadat (Fardiaz, 1992).
6
Pada metode hitungan cawan ini perlu diperhatikan saat pengenceran kultur, sebab jika
pengencerannya dengan menggunakan aquades yang tidak steril dapat menyebabkan
terjadinya kontaminasi pada media dari mikrobia yang terdapat dalam aquades yang
tidak steril (Hadioetomo, 1993 )
Cara pemupukan dalam metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara yaitu
metode tuang (Pour plate) dan metode permukaan (spread / surface plate). Pada
prinsipnya dalam metode tuang, sejumlah sampel dari pengenceran yang dikehendaki
dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian ditambah agar cair steril yang sudah
didinginkan (47-500C) dan digoyangkan supaya sampelnya menyebar secara merata.
Sedangkan pada pemupukan dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat agar
cawan kemudian sampel yang telah diencerkan dipipet pada permukaan agar tersebut.
Kemudian diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril (Fardiaz, 1992).
Metode pour plate dilakukan dengan menginokulasikan biakan ke dalam tabung reaksi
yang berisi media agar cair yang sudah agak dingin, lalu diaduk dengan vortex hingga
tercampur rata, kemudian campuran tersebut dituang ke dalam cawan petri steril,
diratakan, dan dibiarkan memadat. Sel-sel mikrobia akan tumbuh menjadi koloni yang
terpisah dalam medium padat, sehingga pada akhirnya dapat dihitung jumlah koloni
yang terbentuk. Sedangkan metode spread plate, media agar cair dituangkan dalam
cawan petri steril lalu dibiarkan sampai memadat. Kemudian dengan menggunakan ose
dilakukan penginokulasian goresan di atas permukaan agar. Setelah diinkubasi, pada
akhir goresan akan tertinggal bakteri individual yang terpisah dengan yang lainnya,
kemudian jumlah koloni bakteri dapat dihitung (Volk & Wheeler, 1993).
Untuk melaporkan hasil analisa mikrobiologi dengan cara hitungan cawan digunakan
suatu standar yang disebut Standard Plate Counts (SPC) sebagai berikut :
7
Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30
sampai 300
Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan koloni
yang besar di mana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung sebagai satu koloni
Satu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu
koloni (Fardiaz, 1992).
Data yang dilaporkan sebagai Standard Plate Counts (SPC) harus mengikuti peraturan-
peraturan sebagai berikut :
1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan kedua.
Jika angka ketiga sama dengan atu lebih besar dari 5, maka harus dibulatkan satu
angka lebih tinggi pada angka yang kedua.
2. Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang dari
30 koloni pada cawan petri (<30), hanya jumlah koloni pada pengenceran yang
terendah yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan
dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan
dalam tanda kurung.
3. Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih dari 300
koloni pada cawan petri (>300), hanya jumlah koloni pada pengenceran yang
tertinggi yang dihitung, misalnya dengan cara menghitung jumlahnya pada ¼ bagian
cawan petri, kemudian hasilnya dikalikan 4. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari
300 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus
dicantumkan dalam tanda kurung.
4. Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara
30 dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terendah dari kedua
pengenceran tersebut lebih kecil atau sama dengan 2, tentukan rata-rata dari kedua
nilai tersebut dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara
hasil tertinggi dan terendah lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil yang
terkecil.
5. Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran, data yang diambil harus
dari kedua cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu.
8
Berbeda dengan metode hitungan cawan di mana digunakan medium padat, dalam
metode MPN digunakan medium cair di dalam tabung reaksi, di mana perhitungan
dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif yaitu yang ditumbuhi jasad renik
setelah inkubasi pada waktu dan suhu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat
dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan, atau terbentuknya gas di dalam tabung
kecil (tabung Durham) yang diletakkan pada posisi terbalik, yaitu untuk jasad renik
pembentuk gas. Dalam metode MPN, dari setiap pengenceran dimasukkan 1 ml masing-
masing ke dalam tabung yang berisi medium, di mana untuk setiap kali pengenceran
digunakan tiga atau lima seri tabung. Setelah inkubasi, dihitung jumlah tabung yang
positif dan kombinasi tabung positif tersebut dicocokkan dengan tabel MPN, dan nilai
MPN sampel dihitung dengan rumus:
1
MPN sampel = Nilai MPN dari tabel x pengenceran tabung tengah
(Fardiaz, 1992).
Metode MPN biasanya digunakan untuk menghitung jumlah jasad renik di dalam
contoh yang berbentuk cair. Meskipun dapat pula digunakan untuk contoh yang
berbentuk padat dengan terlebih dahulu membuat suspensi 1:10 dari contoh tersebut.
Grup jasad renik yang dapat dihitung bervariasi tergantung dari medium yang
digunakan untuk pertumbuhan. Selain itu, metode MPN juga dapat digunakan untuk
menghitung jumlah jasad renik tertentu yang terdapat diantara jasad renik lainnya
(Waluyo, 2004).
Sebagai petunjuk pertama bahwa bakteri adalah pembentuk gas. Terbukti dengan
produksi gas ketika suatu labu ditanami dengan E.coli dan kemudian diinkubasi pada
370C. Maka E.coli akan membentuk gas hydrogen dan karbondioksida dalam
perbandingan kurang lebih 1:1. Penetapan jumlah bakteri dilakukan dengan menghitung
jumlah sel bakteri yang mampu membentuk koloni di dalam media biakan atau
membentuk suspensi dalam larutan biak (Schlegel dan Schmidt, 1994).
9
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara menghitung jumlah koloni
mikroba dengan metode hitungan cawan (HC terdiri dari pour plate dan spread plate)
dan most probable number (MPN), mengetahui pengaruh pengenceran terhadap jumlah
koloni mikrobia, mengetahui perbedaan anatar metode HC dan MPN, mengetahui
fungdi dari tabung durham, mengetahui apa itu spreader, mengetahui mikroorganisme
yang dapat memecah LB.
2. MATERI METODE
2.1. MATERI
2.1.1. Alat
Peralatan yang dipakai dalam praktikum ini adalah tabung durham, cawan petristeril,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, pemanas elektrik, jarum ose, vortex, kertas
pembungkus, label, pipet, tissue, kapas, bunsen, korek api, serbet, masker, colony
counter, inkubator (30-320C), erlenmeyer, neraca.
2.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquades, air hujan, alkohol, kultur
Lactobaccillus bulgaricus, dan media (PDA cair untuk metode hitungan cawan dan
Lactose Broth untuk metode MPN).
2.2. METODE
2.3. Pengenceran Kultur
Pertama-tama kultur Lactobaccillus bulgaricus yang telah disiapkan dipanen dengan
menggunakan jarum ose yang telah dipijarkan dan dipindahkan ke tabung reaksi
lainnya, ditambah dengan 10 ml aquades steril. Kemudian tabung divortex dan
diperoleh pengenceran 100 (kelompok 1). Dari larutan tersebut diambil 1 ml lalu
dimasukkan ke tabung yang berisi 9 ml aquades, setelah itu divortex, maka diperoleh
pengenceran 10-1 (kelompok 2). Dari larutan tersebut diambil 1 ml lalu dimasukkan ke
tabung yang berisi 9 ml aquades, setelah itu divortex, maka diperoleh pengenceran 10-2
(kelompok 3). Dari larutan tersebut diambil 1 ml lalu dimasukkan ke tabung yang berisi
9 ml aquades, setelah itu divortex, maka diperoleh pengenceran 10-3 (kelompok 4). Dari
larutan tersebut diambil 1 ml lalu dimasukkan ke tabung yang berisi 9 ml aquades,
setelah itu divortex, maka diperoleh pengenceran 10-4 (kelompok 5). Dari larutan
tersebut diambil 1 ml lalu dimasukkan ke tabung yang berisi 9 ml aquades, setelah itu
divortex, maka diperoleh pengenceran 10-5 (kelompok 6). Dari larutan tersebut diambil
1 ml lalu dimasukkan ke tabung yang berisi 9 ml aquades, setelah itu divortex, maka
diperoleh pengenceran 10-6 (kelompok 7). Dari larutan tersebut diambil 1 ml lalu
dimasukkan ke tabung yang berisi 9 ml aquades, setelah itu divortex, maka diperoleh
pengenceran 10-7 (kelompok 8).
10
11
1
Jumlah koloni per ml = jumlah koloni ×
faktor pengenceran
1
Jumlah koloni per ml = jumlah koloni ×
faktor pengenceran
Tiga tabung pertama diberi 1 ml sampel dengan penganceran 10-1. Tiga tabung kedua
diberi 1 ml sampel dengan pengenceran 10-2. Tiga tabung terakhir diberi 1 ml sampel
dengan pengenceran 10-3. Setelah itu, semua tabung diinkubasi selama 3 hari, kemudian
diamati keberadaan gelembung pada masing-masing tabung. Jika pada pengenceran 10-1
tabung durham mengandung gelembung hanya 1 maka pada hasil pengamatan kolom
10-1 ditulis 1. Jika pada pengenceran 10-1 tabung durham mengandung 2 gelembung
maka pada hasil pengamatan kolom 10-1 ditulis 2. Begitu seterusnya pada masing-
masing pengenceran. Kemudian, hasil urutan 3 angka yang tersusun dicocokkan dengan
tabel nilai MPN untuk 3 seri tabung. Penghitungan MPN count dengan rumus :
1
MPN count = nilai MPN ×
faktor pengenceran tengah
3. HASIL PENGAMATAN
C2 10-1
> 300 spreader
C3 10-2 - -
C7 10-6 4 4 × 106
Pada tabel 1. diatas diperoleh kelompok 1 (pengenceran 100) jumlah koloni > 300
(spreader), kelompok 2 (pengenceran 10-1) jumlah koloni > 300 (spreader), kelompok 3
(pengenceran 10-2) jumlah koloni tidak dapat dihitung (gagal), kelompok 4
(pengenceran 10-3) jumlah koloni > 300 (spreader), kelompok 5 (pengenceran 10-4)
jumlah koloni = 52 (5,2 × 105), kelompok 6 (pengenceran 10-5) jumlah koloni = 36 (3,6
× 106), kelompok 7 (pengenceran 10-6) jumlah koloni = 4 (4 × 106), kelompok 8
(pengenceran 10-7) jumlah koloni tidak dapat dihitung (gagal).
13
14
C2 10-1 - -
C3 10-2 - -
C5 10-4 - -
C6 10-5 - -
C7 10-6 1 1 × 106
C8 10-7 - -
Pada tabel 2. diatas diperoleh kelompok 1 (pengenceran 100) jumlah koloni > 300
(spreader), kelompok 2 (pengenceran 10-1) jumlah koloni tidak dapat dihitung (gagal),
kelompok 3 (pengenceran 10-2) jumlah koloni tidak dapat dihitung (gagal), kelompok 4
(pengenceran 10-3) jumlah koloni = 182 (1,82 × 105), kelompok 5 (pengenceran 10-4)
jumlah koloni tidak dapat dihitung (gagal), kelompok 6 (pengenceran 10 -5) jumlah
koloni tidak dapat dihitung (gagal), kelompok 7 (pengenceran 10-6) jumlah koloni = 1 (1
× 106), kelompok 8 (pengenceran 10-7) jumlah koloni tidak dapat dihitung (gagal).
2 C2 3 3 3 > 2400
3 C3 3 3 3 > 2400
4 C4 3 3 3 > 2400
5 C5 3 1 1 75
6 C6 2 2 2 35
7 C7 3 2 3 290
8 C8 3 3 2 1100
Dari tabel 3. diatas diperoleh kelompok 1, 2, 3, dan 4 memiliki MPN count > 2400,
dengan kombinasi MPN 333; kelompok 5 MPN count sebesar 75, dengan kombinasi
MPN 311; kelompok 6 MPN count sebesar 35, dengan kombinasi MPN 222; kelompok
7 MPN count sebesar 290, dengan kombinasi MPN 323 dan pada kelompok 8 MPN
count sebesar 1100 dengan kombinasi MPN 332.
4. PEMBAHASAN
Seperti yang telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka, Cappucino & Sherman (1983)
menyatakan bahwa enumerasi adalah proses penghitungan mikroba dalam suatu media
tanpa mengidentifikasikan jenis mikroba (bakteri, jamur, yeast), yang bertujuan untuk
menentukan jumlah sel dari suatu kultur bakteri secara kuantitatif. Lebih lanjut lagi
Schlegel & Schmidt (1994) menambahkan bahwa penetapan jumlah bakteri didasarkan
pada jumlah sel bakteri yang mampu membentuk koloni di dalam media biakan atau
membentuk suspensi dalam larutan biak. Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan
pangan ini penting dilakukan, untuk mengetahui mutu bahan pangan dan menghitung
proses pengawetan yang akan diterapkan pada bahan pangan tersebut.
16
17
pengenceran terhadap jumlah mikroba, yang akan dihitung pada metode HC dan MPN.
Pengenceran ini berpengaruh pada jumlah mikroba yang muncul setelah inkubasi,
karena menurut Lay (1994), pengenceran yang kurang tinggi akan didapatkan jumlah
koloni yang melebihi 300 koloni (spreader).
Selanjutnya dilakukan dua metode penghitungan jumlah mikroba dalam suatu media,
yaitu metode hitungan cawan (HC) dan most probable number (MPN). Perbedaan kedua
metode ini terletak pada proses penggunaan media dan cara menghitung mikroba. Pada
HC media yang digunakan adalah media padat potato dextrose agar (PDA), sedangkan
pada MPN media yang digunakan adalah media cair Lactose Broth (LB). Untuk
penghitungan jumlah mikroba, metode HC dapat dilihat dengan menghitung jumlah
koloni yang nampak menggunakan colony counter, sedangkan pada metode MPN dapat
dilihat dari ada tidaknya gelembung pada tabung durham.
Pertama-tama yang akan dibahas adalah metode hitungan cawan. Prinsip dari metode
hitungan cawan ini adalah bila sel mikrobia yang masih hidup ditumbuhkan pada
medium agar, maka mikrobia tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni
yang dapat dilihat langsung dan dihitung dengan colony counter tanpa menggunakan
mikroskop. Dalam metode hitungan cawan, terdapat dua macam cara, yaitu metode
pour plate dan spread plate. Prinsip perbedaan kedua metode ini didasarkan pada tahap
penuangan media dan kultur. Metode pour plate dilakukan penuangan sampel terlebih
dahulu, diikuti dengan penuangan media, sedangkan pada metode spread plate
dilakukan penuangan media terlebih dahulu hingga memadat, baru dilakukan penuangan
sampel. Metode pour plate dilakukan dengan menginokulasikan biakan ke dalam
tabung reaksi yang berisi media agar cair yang sudah agak dingin, lalu diaduk dengan
vortex hingga tercampur rata, kemudian campuran tersebut dituang ke dalam cawan
petri steril, diratakan, dan dibiarkan memadat. Sel-sel mikrobia akan tumbuh menjadi
koloni yang terpisah dalam medium padat, sehingga pada akhirnya dapat dihitung
jumlah koloni yang terbentuk. Metode spread plate dilakukan dengan media agar cair
dituangkan dalam cawan petri steril lalu dibiarkan sampai memadat. Kemudian dengan
menggunakan ose dilakukan penginokulasian goresan di atas permukaan agar. Setelah
diinkubasi, pada akhir goresan akan tertinggal bakteri individual yang terpisah dengan
18
yang lainnya, kemudian jumlah koloni bakteri dapat dihitung. Masing-masing metode
memiliki kelebihan dan kelemahan, yaitu antara lain kelebihan metode pour plate
adalah prosesnya lebih cepat karena tidak perlu menunggu media memadat terlebih
dahulu dan juga tidak memerlukan pengenceran yang terlalu tinggi, karena kultur dapat
segera bercampur dengan media yang masih cair, sehingga koloni yang terbentuk tidak
saling bergabung antar koloni, sedangkan kelemahan pada metode pour plate, pertama
adalah kemungkinan kontaminasi pada media tidak diketahui secara pasti karena media
dituangkan sesaat setelah sampel dituangkan, sehingga ada kemungkinan jumlah
mikroba yang akan dihitung bertambah banyak, karena adanya kehadiran mikroba
kontaminan yang ikut terhitung, sehingga terjadi spreader pada penghitungan jumlah
koloni; kedua yaitu kemungkinan mikroba sampel mati lebih besar karena media
dituangkan dalam keadaan cair (atau media masih agak panas), jika tidak dituangkan
pada suhu yang dingin sekitar 40-45°C. Hal ini sesuai pernyataan Fardiaz (1992), bahwa
penggunaan lebih dari 45ºC menyebabkan kematian atau kerusakan sel mikrobia yang
tidak tahan suhu tinggi dan menyebabkan kondensasi yang berlebihan pada cawan petri
setelah agar memadat. Sedangkan pada metode spread plate kelebihannya adalah
pertama didapatkan penghitungan mikroba sampel yang pasti, karena media telah
disiapkan terlebih dahulu dengan diinkubasi terlebih dahulu, sehingga ketika media
mengalami kontaminasi, maka akan terlihat dari permukaan media pada cawan petri,
kedua kemungkinan mikroba sampel mati lebih kecil, karena agar telah memadat
sebelumnya sehingga dapat dipastikan media telah dingin. Dan kelemahannya adalah
prosesnya lebih lama dari metode pour plate karena harus menunggu media memadat
terlebih dahulu dan juga memerlukan pengenceran yang lebih tinggi karena cairan yang
berlebih tidak dapat menembus agar padat dan dapat menyebabkan koloni yang
terbentuk bergabung sehingga dapat terjadi kesalahan penghitungan.
Pada hasil percobaan metode pour plate diperoleh hasil sebagai berikut kelompok 1
(pengenceran 100) jumlah koloni > 300 (spreader), kelompok 2 (pengenceran 10-1)
jumlah koloni > 300 (spreader), kelompok 3 (pengenceran 10-2) jumlah koloni tidak
dapat dihitung (gagal), kelompok 4 (pengenceran 10-3) jumlah koloni > 300 (spreader),
kelompok 5 (pengenceran 10-4) jumlah koloni = 52 (5,2 × 10 5), kelompok 6
(pengenceran 10-5) jumlah koloni = 36 (3,6 × 10 6), kelompok 7 (pengenceran 10-6)
19
jumlah koloni = 4 (4 × 106), kelompok 8 (pengenceran 10-7) jumlah koloni tidak dapat
dihitung (gagal). Dari data diatas pada kelompok 1, 2, dan 4 diperoleh hasil spreader
hal ini dikarenakan jumlah mikroba yang dihitung > 300, yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain yaitu pengenceran yang diberikan kurang/ masih
mengandung banyak mikrobia yang terlarut didalamnya, dan kemungkinan terjadi
kontaminasi karena tindakan yang kurang aseptis saat sampel dimasukkan ke dalam
media/ media yang digunakan kurang steril sehingga jumlah mikroba yang dihitung
menjadi lebih banyak karena adanya bakteri kontaminan (dalam hal ini bakteri
kontaminan tidak mematikan pertumbuhan mikroba sampel). Sedangkan pada
kelompok 3 dan 8 gagal karena adanya kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut,
yaitu pertama media yang digunakan sudah rusak, sehingga tidak mengandung nutrisi
yang cukup untuk pertumbuhan kultur mikroba, kemudian adanya kemungkinan
kontaminasi, karena tindakan yang tidak aseptis saat pemasukan media/ sampel ke
dalam cawan petri, sehingga mikroba kontaminan merusak pertumbuhan mikroba
sampel. Sedangkan pada kelompok 5, 6 dan 7 menunjukkan hasil yang dapat dihitung,
namun pada kelompok 7 dengan jumlah koloni 4 (4 × 10 6) tidak dikehendaki dalam
penghitungan koloni karena hal ini menunjukkan jumlah koloni yang kurang akurat
(tidak memenuhi dalam penghitungan SPC), akibat kelebihan dalam pengenceran. Pada
kelompok 5 dan 6 adalah penghitungan jumlah koloni yang diinginkan karena
menunjukkan jumlah yang akurat, hal ini sesuai pendapat Fardiaz (1992), bahwa jumlah
koloni 30-300 adalah jumlah koloni yang dapat dihitung menurut Standard Plate
Counts (SPC).
Pada metode spread plate Diperoleh hasil sebagai berikut kelompok 1 (pengenceran
100) jumlah koloni > 300 (spreader), kelompok 2 (pengenceran 10-1) jumlah koloni
tidak dapat dihitung (gagal), kelompok 3 (pengenceran 10-2) jumlah koloni tidak dapat
dihitung (gagal), kelompok 4 (pengenceran 10-3) jumlah koloni = 182 (1,82 × 105),
kelompok 5 (pengenceran 10-4) jumlah koloni tidak dapat dihitung (gagal), kelompok 6
(pengenceran 10-5) jumlah koloni tidak dapat dihitung (gagal), kelompok 7
(pengenceran 10-6) jumlah koloni = 1 (1 × 10 6), kelompok 8 (pengenceran 10-7) jumlah
koloni tidak dapat dihitung (gagal). Dari data ini kelompok 1 memperoleh hasil
spreader, hal ini dikarenakan sampel belum mengalami pengenceran, sehingga mikroba
20
yang terkandung di dalamnya masih sangat banyak dan juga kemungkinan media yang
telah disiapkan sudah terkontaminasi mikroba lain sehingga mikroba kontaminan ikut
terhitung (dalam hal ini mikroba kontaminan tidak mematikan pertumbuhan mikroba
sampel). Pada kelompok 2, 3,5,6 dan 8 gagal dikarenakan oleh beberapa hal yaitu media
yang disiapkan sudah rusak, sehingga tidak mengandung nutrisi yang cukup untuk
pertumbuhan kultur mikroba dan terdapat kontaminasi mikroba yang menghambat/
mematikan pertumbuhan mikroba sampel sehingga tidak terbentuk koloni. Sedangkan
pada kelompok 4 dan 7 jumlah koloni yang terlihat masih dapat dihitung, namun pada
kelompok 7, dengan jumlah koloni 1 (1 × 106) menunjukkan jumlah yang kurang akurat,
karena tidak memenuhi dalam penghitungan SPC, sehingga kurang akurat, maka jumlah
koloni yang berhasil dihitung dan dikehendaki adalah hasil penghitungan kelompok 4,
karena berjumlah 182 (1,82 × 105) yang berkisar antara 30-300 sehingga dapat dihitung
dalam penghitungan SPC.
Selanjutnya adalah enumerasi dengan metode MPN, metode MPN dikerjakan dengan
pertama-tama media LB dimasukkan ke dalam 9 tabung reaksi dan diberi tabung
durham. Dengan catatan pada saat tabung durham masuk dalam tabung reaksi,
21
Sesuai pendapat Waluyo (2004) metode MPN ini biasanya digunakan untuk menghitung
jumlah jasad renik di dalam contoh yang berbentuk cair. Meskipun dapat pula
22
digunakan untuk contoh yang berbentuk padat dengan terlebih dahulu membuat
suspensi 1:10 dari contoh tersebut. Grup jasad renik yang dapat dihitung bervariasi
tergantung dari medium yang digunakan untuk pertumbuhan. Selain itu, metode MPN
juga dapat digunakan untuk menghitung jumlah jasad renik tertentu yang terdapat
diantara jasad renik lainnya.
Media PDA digunakan untuk metode hitungan cawan karena media PDA berbentuk cair
ketika panas dan akan memadat setelah dingin, hal ini sangat membantu metode pour
plate yang membutuhkan media cair agar sampel kultur dapat tercampur dengan merata
dan memadat setelah didinginkan, sehingga diperoleh sel-sel mikrobial yang
membentuk koloni yang terpisah dengan medium padat tersebut dan dapat dihitung
jumlah koloninya dengan colony counter. Dan pada metode spread plate juga
dibutuhkan medium padat agar sampel kultur dapat digoreskan pada permukaan media
padat, sehingga diperoleh bakteri individual yang terpisah dengan lainnya dan dapat
dihitung jumlah koloni yang terbentuk dengan colony counter. Sedangkan pada media
LB, digunakan dalam metode MPN, karena metode MPN membutuhkan medium cair
untuk menentukan jumlah mikroba yang ditandai dengan adanya gelembung di dalam
tabung durham. Sehingga media LB sangat membantu metode MPN, karena media LB
tetap berbentuk cair pada suhu ruang.
5. KESIMPULAN
Maria Rosalia
23
6. DAFTAR PUSTAKA
Schlegel, H. G. & K. Schmidt. (1994). Mikrobiologi Umum Edisi Keenam. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
24
7. LAMPIRAN
25
26
Kelompok 5 (gagal)
Kelompok 6 (gagal)
Kelompok 7
Jumlah koloni = 1
Faktor pengenceran = 10-6
1
Jumlah koloni/ ml = 1 × = 1 ×106
10−6
Kelompok 8 (gagal)
Kelompok 2
Nilai MPN = 24
Faktor pengenceran tengah = 0,01
1
MPN count = 24 ×
0,01
= 2400
Kelompok 3
Nilai MPN = 24
Faktor pengenceran tengah = 0,01
1
MPN count = 24 ×
0,01
= 2400
Kelompok 4
Nilai MPN = 24
Faktor pengenceran tengah = 0,01
1
MPN count = 24 ×
0,01
= 2400
Kelompok 5
Nilai MPN = 0,75
Faktor pengenceran tengah = 0,01
27
1
MPN count = 0,75 ×
0,01
= 75
Kelompok 6
Nilai MPN = 0,35
Faktor pengenceran tengah = 0,01
1
MPN count = 0,35 ×
0,01
= 35
Kelompok 7
Nilai MPN = 2,9
Faktor pengenceran tengah = 0,01
1
MPN count = 2,9 ×
0,01
= 290
Kelompok 8
Nilai MPN = 11
Faktor pengenceran tengah = 0,01
1
MPN count = 11 ×
0,01
= 1100