Anda di halaman 1dari 3

DEFINISI GANGGUAN ELIMINASI

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Miksi
adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan
dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini
terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di
dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul
refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun
refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan
oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori dari kandung kemih dikirim ke
medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat
miksi mengirim signal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter
interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi
atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung kemih,
biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi
urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun
tidur., Normal miksi sehari 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement.
Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali
perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses
kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar
terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan
pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena
fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-
masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan
eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur.
Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ;
lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan
kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti
proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi

Etiologi/penyebab
1. Gangguan Eliminasi Urin
a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine atau
defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi
meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output urine lebih
banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine membutuhkan
tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus
otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu
yang lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak
pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat akan
mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme
tubuh
c. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
d. Infeksi
e. Kehamilan
f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
g. Trauma sumsum tulang belakang
h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
i. Umur
j. Penggunaan obat-obatan

2. Gangguan Eliminasi Fekal


a. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat
pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang
sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan
yang tidak teratur dapat
mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari
mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan
pola aktivitas peristaltik di colon.
b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang adekuat
ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh
melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya
chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi
berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal,
sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme
c. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu termasuk
diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui
juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan aktivitas peristaltik dan
frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang
berdampak pada konstipasi
d. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat
menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan
feses sehingga feses mengeras
e. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang normal.
Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan
diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat
secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus
dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah defekasi.
Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik
dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare
f. Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-
anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya
antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus
otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada melambatnya peristaltik
dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang dewasa juga
mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada
proses defekasi.

g. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal cord dan
tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus sensori untuk
defekasi. Gangguan mobilitas bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap
keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya,
klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena
sangat berkurangnya fungsi dari spinkter ani
Diposkan oleh kerrieQey di 04:10

Anda mungkin juga menyukai