Anda di halaman 1dari 13

Dunia kedokteran telah berkembang secara pesat.

Penyakit-penyakit yang di masa lalu belum


ditemukan pengobatannya, seperti TBC, Polio, Campak, dan Diphteri telah berhasil diredam. Ini berkat
penggunaan teknologi

Di zaman globalisasi ini tantangan yang dialami oleh dunia kedokteran semakin meningkat sehingga
standart pelayanan industri kesehatan pun harus meningkat. Abad ke 21 ini menjadi abad yang penuh
tantangan. Berbagai macam penyakit masih menjadi tantangan utama dunia kedokteran, seperti
Jantung/kardiovaskular, Kanker, HIV/AIDS, Glukoma, Diabetes, Alzheimer, Huntington, Sickle Cell dan
Schizoprenia.

Diperlukan suatu terobosan baru, supaya berbagai penyakit tersebut bisa diatasi sebagaimana penyakit-
penyakit lainnya. Dalam terobosan ini, maka diperlukan teknologi baru untuk melakukan diagnosa awal
terhadap

penyakit-penyakit tersebut. Tentu saja, diagnosa sendiri ini hanya merupakan diagnosa awal/uji awal,
yang belum tentu berpengaruh pada diagnosa final oleh dokter. Namun paling tidak bisa memberi
gambaran awal akan penyakitnya

sendiri.

Dalam konteks tersebut, Information Technology (IT) memainkan peranan penting. Pada umumnya,
penyakit memiliki basis genetis, dan diperlukan pengolahan data genetis yang efektif dan efisien.
Penggunaan IT untuk menyelesaikan masalah kedokteran, disebut juga informatika kedokteran. Sistim e-
health yang sudah dikenal, seperti pengunaan IT untuk pengelolaan manajerial Rumah Sakit, juga dapat
dimasukkan dalam informatika kedokteran.

Informatika kedokteran Biomedis bisa disebut juga Bioinformatika Kedokteran. Penggunaan open source
development tools sangat diperlukan untuk mengembangkan aplikasi Bioinformatika kedokteran yang
low cost dan dapat

dipergunakan oleh banyak user.

*Biosensor dan Bioinformatika*


Bioinformatika Kedokteran ditopang oleh dua ilmu dasar, yaitu Biosensor dan Bioinformatika. Biosensor
adalah ilmu untuk mendeteksi perubahan kuantitatif dan kualitatif dari suatu sampel biokimia.
Bioinformatika adalah ilmu

gabungan antara Biologi Molekular dan IT. Contoh aplikasi dari Biosensor dan Bioinformatika akan
dijabarkan di bawah.

Biosensor merupakan suatu alat instrumen elektronik, yang bekerja untuk mendeteksi sampel biokimia.
Contoh paling sederhana dari aplikasi biosensor adalah alat uji diabetes. Saat ini kit uji diabetes telah
dijual bebas di apotik-apotik.

Prinsip uji diabetes adalah mempergunakan enzim untuk mendeteksi kelebihan kadar glukosa dalam
darah. Enzim tersebut ditautkan kepada suatu sistim elektronik, sehingga kelebihan gula darah bisa
dideteksi secara kuantitatif.

Detektor tersebut mendeteksi perubahan elektronik, yang diinduksi oleh reaksi biokimiawi yang
dikatalisis oleh enzim.

Bionformatika merupakan penggunaan IT untuk menyelesaikan permasalahan yang berhubungan


dengan Biologi Molekular. Sepanjang sejarahnya, eksperimen biologi molekular telah mengumpulkan
banyak sekali data ekspresi genetis. Dalam konteks kedokteran, data-data tersebut diambil dari sampel
pasien.

Data dalam jumlah banyak tersebut, perlu diolah menjadi informasi yang berguna. Bioinformatika
bertugas untuk mengolah data-data genetis tersebut, menjadi informasi yang berguna secara
kedokteran, misalnya untuk keperluan

diagnostik dan terapi terhadap penyakit. Salah satu aplikasi konkrit dari bioinformatika adalah desain
primer untuk

mendeteksi keberadaan mikroba patogen, desain primer untuk mendeteksi kelainan genetis (uji genetis)
dan desain vaksin untuk mencegah berbagai penyakit. Software yang digunakan pada umumnya bersifat
open source, seperti

Bioedit, Clustal, Deep-View, Pymol, dan Treeview32.


Penggunaan software tersebut tidak dipungut biaya, selama digunakan dalam lembaga akademik dan
penelitian. Jurnal internasional Bioinformatika telah diterbitkan, contohnya Oxford Journal of
Bioinformatics.

Kedua ilmu dasar tersebut akan menjadi penyangga utama informatika kedokteran biomedis, seperti
yang akan dijelaskan selanjutnya.

1. Infomatika Kedokteran Biomedis

Di Amerika Serikat, uji genetis mulai menjadi populer. Dalam beberapa kasus ekstrim, jika seorang
pasien didiagnosa akan menderita kanker payudara dalam beberapa tahun ke depan, maka sang pasien
akan menyetujui tindakan medis

untuk mengangkat payudara. Ini sebagai tindakan preventif sebelum kanker terjadi. Uji genetis juga
dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit keturunan lainnya, seperti sindrom down, huntington, atau
sicke cell. Prinsip Uji genetis adalah mengkawinkan ilmu biosensor dan bioinformatika. Bioinformatika
bertugas untuk mencari kelainan genetis pada sekuens DNA atau protein yang umum ditemui pada
pasien atau conserve region.

Dalam hal ini, software yang digunakan pada umumnya adalah Bioedit dan Clustal. Jika pola/pattern
sudah ditemukan, maka pola tersebut akan dijadikan template untuk membentuk sistim biosensor
genetis. Proses pencarian pola dimulai dengan penjajaran sekuens DNA pada editor teks, kemudian
proses multiple sequence alignment di Clustal, dan pencarian conserve region di Bioedit. Semua
dilakukan dengan aplikasi komputer.

Pembentukan instrumen biosensor tentu saja berbeda dengan biosensor konvensional, seperti pada
sensor diabetes. Pada biosensor untuk uji genetis, yang ditautkan ke sistim elektronik bukanlah enzim,
namun DNA template yang ditemukan secara komputasi. Sistim biosensor ini disebut juga sebagai DNA
Biochips.

Dalam konteks ini, IT berperan sangat kuat dalam pencetakan DNA Biochips. Jika dalam praktik IT sehari-
hari, kita menggunakan program pengolah kata, seperti Open Office atau Neo Office, dan kemudian
dokumen hasil pengolahan
tersebut di print, maka pencetakan DNA Biochips juga serupa. Ada aplikasi yang bertugas untuk
mendesain model DNA biochips secara komputasi, dan ada printer khusus untuk mencetak DNA
biochips.

Untuk mendeteksi keainan genetis pada pasien maka dokter akan menggunakan DNA biochips.? Cara
mendeteksinya adalah Sampel darah diambil dari pasien secara langsung, dan ditorehkan pada DNA
biochips. Lalu chips tersebut akan dimasukkan kedalam scanner yang terhubung dengan komputer,
untuk mendeteksi kelainan genetis yang terjadi. Ada aplikasi yang bertugas untuk membaca DNA
biochips yang telah tertoreh sampel darah. Jika conserve region dari DNA sampel sama dengan DNA
template, maka bisa dipastikan terjadi kelainan genetis. Prinsip sederhana DNA biochips adalah seperti
itu.

*Peran IT Akan Semakin Dominan*

Dunia IT semakin berkembang pesat. Komputer masa kini memiliki processing power yang lebih besar,
namun memiliki ukuran yang lebih kecil. Sistim operasi semakin lama semakin user friendly. Linux
menjadi pilihan banyak

praktisi IT, karena open source. Dengan perkembangan dunia IT yang semakin maju, maka sudah
seharusnya semua itu dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah kedokteran. Sekarang, sistim e-
health dan asuransi kesehatan sudah waktunya menggunakan teknologi canggih.

Namun, ke depannya, sudah seharusnya kedokteran klinis juga ditopang secara penuh oleh berbagai
perkembangan dunia IT, seperti open source, user friendly GUI, dan multi core processor. Bioinfomatika
kedokteran akan semakin berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi pasien secara
langsung.

ENGERTIAN ILMU, PERBEDAAN ANTARA ILMU YANG ILMIAH DAN NON ILMIAH

Sebagaimana pendapat umum, bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang kebijaksanaan, prinsip-
prinsip mencari kebenaran, atau berpikir rasional-logis, mendalam dan bebas (tidak terikat dengan
tradisi, dogma agama) untuk memperoleh kebenaran. Kata ini berasal dai Yunani, Philos yang berarti
cinta dan Sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom)[1]. Sedangkan filsafat ilmu sebagaimana yang
telah didefinisikan oleh The Liang Gie adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan
mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari
kehidupan manusia[2].

Di sini kami memiliki beberapa definisi tentang ilmu, ilmu pengetahuan dan pengetahuan:

v Ilmu adalah susunan sistematik berdasarkan kaidah normatif tertentu terhadap keterampilan,
pengertian, pemahaman ataupun pengetahuan[3]. The Liang Gie memberikan pengertian ilmu adalah
rangkaian aktifitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu metode untuk memperoleh pemahaman
secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan
sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin diketahui manusia[4].

Dalam berbagai literatur, penyusun menemukan bahwa ilmu itu sendiri terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:

1. Ilmu Pengetahuan (ilmu yang ilmiah) adalah ilmu yang diperoleh dan dikembangkan dengan
mengolah atau memikirkan realita yang berasal dari luar diri manusia secara ilmiah, yakni dengan
menerapkan Metode Ilmiah.

2. Ilmu pengetahuan dapat dirumskan sebagai berikut:

“Kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (objek/lapangan), yang merupakan kesatuan yang
sistematis dan memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan
menunjukkan sebab-sebab hal/kejadian itu”[5].

3. Ilmu Non Pengetahuan adalah ilmu yang diperoleh dan dikembangkan secara sistematik terhadap
kemampuan diri manusia ataupun terhadap ide di alam pikiran manusia secara deduktif dan analitik.
Misalnya: pencak silat, bela diri, kebatinan, matematika dan sebagainya.

v Pengetahuan adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk
memahami suatu objek yang dihadapinya, hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu.
Dengan kata lain, pengetahuan ialah realita dari luar diri manusia yang lalu dimengerti, dipahami dan
diyakini kebenarannya. Tidak semua pengetahuan adalah ilmiah. Pengetahuan yang ilmiah itu tak lain
ialah Ilmu Pengetahuan, sedangkan Pengetahuan yang Non Imiah seperti intuisi, metafisika dan wahyu
ilahi tidak dapat diuji kebenarannya secara ilmiah. Kalau Ilmu Pengetahuan itu teruji secara ilmiah dan
dikatakan kebenarannya sebagai kebenaran ilmiah, maka Intuisi dan Metafisika kebenarannya dikatakan
meragukan. Sedangkan dengan wahyu Ilahi, kebenarannya adalah mutlak dan tidak memerlukan uji
ilmiah bagi yang meyakininya.

Pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggungjawabkan


kebenarannya secara ilmiah atau dengan menerapkan cara kerja ataupun metode ilmiah.

Sedangkan yang dimaksud dengan metode ilmiah adalah prosedur atau langkah-langkah sistematis yang
perlu diambil guna memperoleh pengetahuan yang didasarkan atas persepsi indrawi dan melibatkan uji
coba hipotesis serta teori secara terkendali. Karena pengamatan indrawi biasanya mengawali maupun
mengakhiri proses kerja ilmiah, maka cara kerja ilmiah sering juga disebut suatu lingkaran atau siklus
empiris.

Berpangkal pada pengamatan kejadian-kejadian, baik dari pengalaman akan alam langsung atau dari
hasil percobaan yang didesain, melalui induksi dapat dirumuskan hipotesis yang dapat menjelaskan
persoalan yang dihadapi. Hipotesis diuji coba kebenarannya, bila terbukti benar dalam pelbagai
pengujian dan ditemukan pola yang berulang, dapat dirumuskan hukum empiris dan bentuk universal.
Kumpulan hukum yang serumpun dan tertata secara sistematis membentuk teori ilmiah. Berdasarkan
teori yang sudah didukung bukti secara deduktif dapat diturunkan hipotesis baru dalam rumusan
putusan universal. Berdasarkan hukum alam yang telah ditemukan dapat dibuat prediksi yang benar-
salahnya akan diuji coba dalam suatu pengujian empiris. Metode ilmiah melibatkan perpaduan antara
cara kerja induktif, deduktif dan abduktif.

Ilmu harus diusahakan dengan aktifitas manusia, aktifitas itu harus dilaksanakan dengan metode
tertentu dan akhirnya aktifitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.

Pengetahuan ilmiah mempunyai 5 (lima) ciri pokok sebagai berikut :

1. Empiris. Pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.


2. Sistematis. Berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu
mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur.

3. Objektif. Ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi.

4. Analitis. Pengetahuan ilmiah berusaha mebeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang
terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan dan peranan dari bagian-bagian itu.

5. Verifikatif. Dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun juga.

Metode ilmiah adalah teknis untuk memperoleh pengetahuan baru, atau memperkembangkan
pengetahuan yang ada, prosedur yang mencakup tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, untuk
menghasilkan dan memperkembangkan pengetahuan yang ada.

Pencarian yang sistematis, peninjauan kembali pengetahuan yang telah ada merupakan prosedur yang
biasa digunakan para ilmuan, biasa disebut dengan metode ilmiah. Ilmuan pada umumnya manusia
biasa, ia juga bisa terjebak kedalam sikap pemujaan yang berlebihan terhadap metode, sikap yang
demikian itu disebut dengan Metodolatri. Anggapan bahwa metode tujuan hakiki dari suatau proses
ilmiah, namun kenyataannya metode merupakan suatu sarana untuk mendapati kebenaran ilmiah.

2.2 OBJEK-OBJEK ILMU PENGETAHUAN

Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bertujuan mencapai kebenaran ilmiah tentang objek
tertentu, yang diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang (approach), metode (method) dan
sistem tertentu. Jadi pengetahuan yang benar tentang objek itu tidak bisa dicapai secara langsung dan
sifat daripadanya adalah khusus.

Ilmu pengetahuan ini diciptakan oleh manusia karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tidak
berkesudahan terhdap objek, pikiran atau akal budi yang menyngsikan kesaksian indera karena indera
dianggap sering menipunya. Kesangsian akal budi ini lalu diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan seperti
apakah sesuatu itu? Mengapa sesuatu itu ada? Bagaimana keberadaannya? Dan apa tujuan
keberadaannya itu? Masing-masing pertanyaan itu akan menghasilkan :

a. Ilmu pengetahuan filosofis yang mempersoalkan hakikat atau esensi sesuatu (pengetahuan universal).

b. Ilmu pengetahuan kausalistik, artinya selalu mencari sebab musabab keberadaannya (pengetahuan
umum bagi suatu jenis benda).

c. Ilmu pengetahuan yang bersifat deskriptif-analitik, yaitu yang mencoba menjelaskan sifat-sifat umum
yang dimiliki oleh suatu jenis objek.

d. Ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, yaitu yang mencoba memahami norma suatu objek yang
dari sana akan tergambar tujuan dan manfaat objek.

Adapun objek pengetahuan itu ada yang berupa materi (objek materi) dan ada yang berupa bentuk
(objek formal).

Dari suatu definisi tentang filsafat yang penyusun kutip dari satu buku, yang berbunyi:

“Filsafat adalah pengetahuan yang mempelajari sebab-sebab yang pertama atau prinsip-prinsip yang
tertinggi dari segala sesuatu yang dicapai oleh akal budi manusia”.

Jelas yang menjadi objek materialnya (lapangannya) ialah sesuatu yang dipermasalahkan filsafat.
Sedangkan objek formalnya (sudut pandangnya) ialah mencapai sebab-sebab yang terdalam dari segala
sesuatu, sampai kepada penyebab yang tidak disebabkan , ada yang mutlak ada, yaitu penyebab
pertama (causa prima) yaitu Allah itu sendiri[6].

Yang disebut objek materi adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian
keilmuan. Adapun objek materi itu bisa saja berupa benda-benda material maupun yang non material.
Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya. Objek materi tidak
terbatas pada apakah ada di dalam realitas konkret atau di dalam realitas abstrak.

Suatu objek materi, -apakah yang material maupun yang non material- sebenarnya merupakan suatu
substansi yang tidak begitu saja mudah diketahui. Lebih-lebih yang non material, sedangkan yang
material pun sebagai suatu substansi mempunyai segi yang sulit dihitung dan ditentukan jumlahnya.

Kenyataan itu mempersulit usaha untuk memahami maknanya. Oleh karena itu, dalam rangka
mengetahui maknanya, orang lalu melakukan pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap
menurut segi-segi yang dimiliki objek materi itu dan tentu saja menurut kemampuan seseorang. Cara
pendekatan inilah yang kemudian dikenal sebagai “objek formal” atau cara pandang. Cara pandang ini
berkonsentrasi pada satu segi saja sehingga menurut segi yang satu ini orang mendapat kejelasan.
Dengan demikian, lalu tergambarlah lingkup suatu ilmu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut
segi tertentu. Dengan kata lain, “tujuan” pengetahuan sudah ditentukan.

Ambillah contoh, objek materi “manusia” sendiri. Dari segi kejiwaan, keragaan, keindividualan, keosialan
dan segi dirinya sebagai makhluk Tuhan, masing-masing menentukan lingkup dan wawasannya sendiri,
wajarlah jika pengetahuan yang diperoleh juga berlainan.

Bagi ilmu pengetahuan, perbedaan pengetahuan yang dihasilkan oleh masing-masing segi itu justru
harus seperti itu. Karena dengan demikian pengetahuan tentang manusia itu tadi bisa semakin lengkap
dan jelas. Yang perlu mendapatkan perhatian khusus adalah justru jika tinjauannya berbeda, namun
hailnya tetap sama. Hasil seperti itu jelas menunjukkan bahwa cara menentukan hal itu tidak benar. Hal
ini selanjutnya jelas akan mempengaruhi tahapan-tahapan pendekatan berikutnya. Dalam keadaan
demikian, terjadilah overlapping yang akan membuat kerancuan. Overlapping bukannya tidak perlu
sama sekali, tetapi jika harus dilakukan maka seharusnya diposisikan sekedar sebagai referensi saja.
Suatu pendekatan menurut segi tertentu seharusnya dilakukan secara sistematik dan konsisten sesuai
dengan “benang merah” lingkupannya.

Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa menurut objek formalnya, ilmu pengetahuan itu justru
berbeda-beda dan banyak jenis serta sifatnya. Ada yang tergolong ilmu pengetahuan fisis (ilmu
pengetahuan alam), karena pendekatan yang dilakukan menurut segi yang fisis. Ada pula yang tergolong
ilmu pengetahuan non-fisis (ilm pengetahuan sosial dan humaniora serta ilmu pengetahuan ketuhanan),
karena pendekatannya menurut segi kejiwaan. Golongan pertama termasuk ilmu pengetahuan yang
bersifat kuantitatif, sedangkan golongan kedua merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat kualitatif[7].
2.3 SUMBER-SUMBER ILMU PENGETAHUAN

Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berangkat dari tradisi pemikiran filsafat barat
berawal dari abad ke 6 sebelum Masehi yang ditandai dengan runtuhnya mite dan dongeng yang selama
ini dipercaya menjadi referensi pengetahuan manusia. Manusia mencari penjelasan tentang kejadian
alam semesta melalui mite. Ada dua bentuk mite yang berkembang, yaitu Mite Kosmogenis yang
mencari keterangan tentang asal-usul alam semesta dan Mite Kosmologis yang mencari asal-usul serta
sifat kejadian alam semesta[8].

Ada beberapa sumber ilmu pengetahuan yang kita ketahui, yaitu kepercayaan yang berdasarkan tradisi,
kebiasaan-kebiasaan dan agama, kesaksian orang lain, pancaindera (pengalaman), akal pikiran dan
intuisi individual.

Ø Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan menunjukkan bahwa pengetahuan itu diperoleh
melalui cara mewarisi apa saja yang hidup dan berlaku dalam adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan
kehidupan keagamaan. Biasanya, sumber ini sangat kaya akan kandungan pengetahuan berupa
pandangan hidup sebagai norma-norma atau kaidah-kaidah untuk membentuk sikap, cara dan tingkah
laku hidup. Dengan pengalaman, manusia dalam masyarakatnya bisa menyelenggarakan hidup secara
bersama.

Tingkatan ini diperoleh dengan cara yang sangat sederhana tanpa menggunakan pendekatan-
pendekatan dan metode-metode apapun. Pengetahuan ini diperoleh secara langsung, dengan serta-
merta yang secara naluriah diterima begitu saja (receptive) tanpa memerlukan alasan, pembuktian dan
pengujian akan kebenarannya.

Ø Lain daripada itu, ada pengetahuan yang bersumber dari kesaksian orang lain. Pengetahuan ini masih
tetap dalam satu suasana dengan yang terdahulu. Orang-orang tertentu yang dapat dipercaya karena
sudah dianggap memiliki pengetahuan yang benar, lalu menjadi panutan yang andal bagi orang-orang
pada umumnya dalam hal-hal bagaimana memandang hidup dan bertingkah laku. Orang-orang itu
seperti guru, ulama, cendekiawan, orang yang dituakan dan sebagainya.
Satu hal yang menjadi perhatian mengenai pengetahuan yang bersumber dari kesaksian orang lain
adalah apakah orang itu dapat dipercaya atau tidak. Dalam artian bahwa apakah pengetahuan orang itu
dihasilkan dari upaya pemikiran, penelitian atau penyelidikan yang cermat sehingga kebenarannya dapat
diyakini ataukah tidak.

Ø Selanjutnya, bagaimanakah pengetahuan yang bersumber dari pancaindera? Pancaindera bagi


manusia merupaka alat vital bagi penyelenggaraan kehidupan sehari-hari. Boleh dikatakan bahwa
hampir seluruh persoalan hidup sehari-hari bisa diatasi dengan penggunaan alat pancaindera. Satu saja
diantaranya tidak berfungsi, maka manusia akan berkurang pengetahuannya walaupun manusia itu
masih bisa mengembangkan kehidupannya. Akan tetapi jika semua pancaindera itu tidak berfungsi,
boleh jadi manusia masih bisa hidup walaupun jelas tidak bisa mengembangkan kehidupannya. Jika
demikian, manusia hany akan hidup dengan insting atau nalurinya saja. Karena pada hakikatnya, aktifitas
pancaindera manusia berkaitan erat dengan akal pikiran, perasaan dan kemauan (tri potensi kejiwaan).

Daya kemampuan pancaindera dalam kegiatan mengetahui memang sangat terbatas. Hal ini berarti
belum ada kemampuan untuk menangkap pengetahuan yang sebenarnya. Pada setiap barang atau hal,
di alam dirinya sendiri mengandung pengetahuan yang nampak (appreance) dan pengetahuan yang
sebenarnya (actual). Dengan pancaindera kita mendapatkan pengetahuan berupa gejala-gejala. Oleh
sebab itu, kita sering tertipu dalam bersikap dan bertingkah laku.

Namun pengetahuan inderawi ini tidak boleh diabaikan sama sekali. Terutama sumbangannya kepada
penyelenggaraan kehidupan sehari-hari dan eksplorasi pengetahuan selanjutnya dalam rangka
memperoleh kebenaran yang valid.

Sebenarnya, pengetahuan inderawi adalah potensi bagi pengetahuan yang bersumber dari akal pikiran.
Berbeda dengan pancaindera, akal pikiran ini bersifat spiritual. Akal pikiran cenderung untuk menangkap
pengetahuan umum yang tetap dan tidak berubah-ubah terhadap suatu barang atau hal-hal yang
menggejala di dalam jenis, bentuk dan sifat yang berubah-ubah dan beraneka ragam.

Ø Bagi akal pikiran, apa yang diketahui oleh pancaindera itu hanyalah sekedar “bahan mentah” yang
perlu dibentuk menjadi suatu sistem sehinggamenjadi “konsep” atau “prinsip” yang merupakan sebuah
pengetahuan umum. Pengetahuan yang bersumbe dai akal pikiran ini pada umumnya diakui sebagai
pengetahuan yang lebih benar, lebih jelas dan pasti.
Ø Sumber pengetahuan terakhir adalah intuisi. Pada diri manusia, intuisi menempati bagian
kejiwaanyang sangat sentral sehingga benar-benarbersifat batiniyah sekali. Dengan kata lain, intuisi
merupakan gejala batin yang sangat pribadi.

Sebagai sumber ilmu pengetahuan, intuisi memperoleh pengetahuan secara langsung tetapi jelas dan
pasti bagi orang tertentu. Namun demikian, apa yang diketahui secara intuitif bagi seseorang belum
tentu sama bagi orang lain. Artinya, cara seseorang mendapatkan pengetahuan yang pasti itu
tidak/belum tentu bisa berlaku bagi orang lain. Jika dengan tiba-tiba seseorang tergerak untuk
melakukan perbuatan tertentu dengan penuh keyakinan, maka itulah dunia intuisi.

Jika dilihat secara menyeluruh, sumber-sumber pengetahuan tersebut selaras benar dengan proses
mendapatkan pengetahuan yang benar. Pada saat orang mengagumi sesuatu, ia cenderung menerima
secara langsung pengetahuan yang diberikan oleh oleh kepercayaan dan kesaksian orang lain. Tetapi,
ketika seseorang mulai menggunakan alat indera untuk mendapatkan pengetahuan, maka ia mulai
meragukan pengetahuan yang bersumber dari kedua sumber tersebut. Ketika akal pikiran digunakan,
maka seseorang telah meninggalkan keraguan dan sudah memiliki perkiraan dan pendapat. Kemudian,
sumber intuisi juga merupakan pengetahuan meyakinkan yang mempunyai relevansi dengan keyakinan
sebagai akibat dari pengetahuan yang pasti[9].

Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang
benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada
pengalaman. Kaum rasionalis mengembangkan paham apa yang telah kita kenal dengan rasionalisme.
Sedangkan mereka yang mendasarkan diri pada pengalaman mengembangkan paham yang disebut
dengan empirisme.

Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang
dipakai dalam penalarannya didapatkan dari ide yang menurut anggapannya jelas dan dapat diterima.
Ide ini menurut mereka bukanlah ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sendiri sudah ada jauh sebelum
manusia berusaha memikirkannya. Paham dikenal dengan idealisme.

Masalah utama yang timbul dari cara berpikir ini adalah mengenai kriteria untuk mengetahui akan
kebenaran dari suatu ide yang menurut seseorang adalah jelas dan dapat dipercaya. Jadi masalah utama
yang dihadapi oleh kaum rasionalis adalah evaluasi dari kebenaran premis-premis yang dipakainya
dalam penalaran deduktif. Karena premis-premis ini semuanya bersumber pada penalaran rasional yang
bersifat abstrak dan terbebas dari pengalaman maka evaluasi semacam ini tak dapat dilakukan. Oleh
sebeb itu, maka lewat penalaran rasional yang akan didapatkan bermacam-macam pengetahuan
mengenai satu objek tertentu tanpa adanya konsensus yang dapat diterima oleh semua pihak. Dalam
hal ini maka pemikiran rasional cenderung untuk bersifat solipsisitik (hanya benar dalam kerangka
pemikiran tertentu yang berada dalam benak orang yang berpikir tersebut) dan subjektif.

Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu
bukan didapatkan lewat penalaran rasional yang abstrak namun lewat pengalaman yang kongkret.
Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris adalah bersifat kongkret dan dapat dinyatakan
lewat tangkapan pancaindera manusia. Gejala itu kalau kita telaah lebih lanjut mempunyai beberapa
karakteristik tertentu umpamanya saja terdapat pola yang teratur mengenai suatu kejadian tertentu.

Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara empiris ini ialah bahwa
pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi suatu kumpulan fakta-fakta. Kumpulan
tersebut belum tentu bersifat konsisten dan mungkin saja terdapat hal-hal yang bersifat
kontradiktif[10].

Anda mungkin juga menyukai