Anda di halaman 1dari 4

0253

TEMA:Membangun Masyarakat Cinta Perpustakaan

MEMASYARAKATKAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH


DENGAN MEMAKSIMALKAN FUNGSI REKREASI PERPUSTAKAAN

1. PENDAHULUAN
Sekolah, sebagai satuan pendidikan formal, diwajibkan memiliki sumber belajar. Hal ini juga berlaku untuk
pendidikan nonformal, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal
45). Sumber belajar ini menjadi tugas tenaga kependidikan, baik pengelola satuan pendidikan, pemilik pamong belajar,
pengawasan, peneliti, pengembang, laborat, teknisi sumber belajar, dan pustakawan. Di antara sumber belajar yang
diwajibkan tersebut adalah perpustakaan yang dikelola secara langsung oleh pustakawan.
UU No. 43 Tahun 2007 menyebutkan bahwa perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya
cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan,
penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi pemustaka. Perpustakaan dapat juga diterjemahkan sebagai pusat
(pangkalan) data berbagai ilmu pengetahuan. Hakikatnya, perpustakaan adalah media transformasi kultural, melalui
perpustakaan hubungan antara penulis dan pengarang dengan pembaca terasa lebih dekat.
Berdasarkan definisi tersebut, di antara fungsi perpustakaan adalah memenuhi kebutuhan rekreasi pemustaka.
Mungkin di antara kita masih asing dengan istilah ini. Selama ini kita beranggapan bahwa perpustakaan berfungsi
sebagai tempat penyimpanan bahan pustaka yang di dalamnya terjadi sirkulasi dan proses transformasi pengetahuan
semata. Jika begitu, keberadaan perpustakaan tidak lebih dari robot atau mesin yang berfungsi tunggal dan statis.

2. PERMASALAHAN
Akhir-akhir ini, pemerintah semakin gencar dengan program membaca. Namun, program tersebut tetap saja
tersendat-sendat, terlihat dengan kurangnya respons masyarakat luas atas program tersebut. Hal ini menjadi beban
berat bagi pemerintah dan pustakawan apalagi minat baca masyarakat terbukti tetap rendah. Karena budaya baca
yang masih rendah, Human Development Index Indonesia berada pada peringkat ke-107 dari 177 negara (Kompas,
21/09/2008). Data tersebut merupakan indikasi bahwa membaca buku dan budaya membaca masih harus dipicu dan
dipacu agar Indonesia bisa bersaing dengan negara lain, khususnya negara maju.
Kelompok yang seharusnya paling sadar dan berkontribusi terhadap peningkatan budaya baca adalah mereka
yang bergelut dalam bidang pendidikan (selain pustakawan). Kelompok ini diasumsikan mengerti pentingnya buku,
pentingnya koleksi perpustakaan, dan pentingnya ikut andil dalam menggairahkan denyut nadi perpustakaan (ke
depannya, baca-tulis). Kenyataannya, di lingkungan pendidikan pun, masih banyak perpustakaan yang sepi
pengunjung. Hal ini menunjukkan bahwa ada yang salah dengan pengelolaan perpustakaan selama ini. Padahal,
disinyalir, dengan meningkatknya persentase anggaran pendidikan sejak tahun 2009, sangat masuk akal jika koleksi
bahan pustaka di tiap-tiap perpustakaan sekolah juga semakin meningkat.

3. TUJUAN
Berdasarkan latar belakang dan pemasalahan di atas, yang ingin dipaparkan dalam tulisan ini adalah
permasalahan minimnya kunjungan ke perpustakaan sekolah dan kemungkinan untuk mengelola fungsi rekreasi
perpustakaan secara maksimal untuk menarik para pengunjung menciptakan budaya cinta perpustakaan.

4. LANDASAN TEORI
4.1 Rekreasi dan Perpustakaan
Berdasarkan istilahnya, rekreasi adalah penyegaran kembali badan dan pikiran, dapat juga dikatakan
sesuatu yang menggembirakan hati dan menyegarkan seperti hiburan dan piknik (KBBI). Kecenderungan manusia
adalah selalu tidak puas dan mencari hal baru. Pada zaman perkembangan manusia tergiur dengan teknologi dan
modernisasi, di abad modern ini manusia justru menggandrungi tempat yang bersentuhan langsung dengan alam.
Yang terakhir ini tentu saja dengan tujuan agar bisa fresh kembali (refresh), membuat senang serta tenang, agar
dapat kembali beraktivitas dengan baik.

1
Rekreasi yang dimaksudkan dalam fungsi rekreasi perpustakaan sebenarnya identik dengan rekreasi
dalam pariwisata seperti yang tertuang dalam KBBI di atas. Hanya saja, rekreasi yang dimaksudkan dalam fungsi
perpustakaan menjurus pada rekreasi yang bersifat kultural, transfer ilmu pengetahuan, yang perpustakaan
menjadi titik temunya. Fungsi rekreasi ini dimaksudkan, bagaimana perpustakaan selain menyajikan informasi
penting, juga menghadirkan efek represh bagi pengunjungnya, baik pengunjung yang bertujuan mencari informasi
semata atau yang bertujuan ganda, mencari informasi sekaligus refreshing.
Penggarapan fungsi rekreasi perpustakaan dilakukan dengan cara mendesain semua elemen
perpustakaan agar bisa menghadirkan kenyamanan, ketenangan, kesegaran, kegembiraan, dan sebagainya.
Elemen perpustakaan tersebut, menurut Hermawan dan Zen (2006: 13-23) terdiri atas (1) sarana dan prasarana,
(2) koleksi, (3) dana, dan (4) pustakawan.
Sarana dan prasarana perpustakaan meliputi gedung dan ruangan, rak, almari, meja dan kursi, komputer,
dan sebagainya. Koleksi perpustakaan dapat dibagi berdasarkan isi dan berdasarkan wadah penciptaannya.
Berdasarkan isi adalah koleksi fiksi dan non-fiksi, berdasarkan wadah penciptaannya terdiri atas bahan cetakan
(buku, majalah, surat kabar, skripsi, selebaran, dan sebagainya), bahan rekaman (kaset, video, CD, VCD, DVD,
dan sebagainya), dan bahan online (e-book, e-journal) yang diakses melalui komputer yang tersambung secara
lokal (LAN atau local area network) atau internasional (internet atau international network).
Selain unsur yang bersifat kebendaan tersebut, ada unsur dana dan pustakawan. Dana berfungsi untuk
memuluskan pergerakan perpustakaan, baik sarana dan prasarana, koleksi, maupun untuk gaji pustakawan.
Sumbernya bisa beragam, mulai iuran anggota, sumbangan masyarakat, dan subsidi pemerintah. Sementara
pustakawan, adalah SDM yang bertanggung jawab menjalankan perpustakaan, khususnya dalam bidang sirkulasi.

4.2 Masyarakat dan Perpustakaan


Di antara banyak fungsi perpustakaan seperti tertuang dalam UU No. 43 Tahun 2007, yang menjadi poin
utama adalah sebagai tempat transformasi pengetahuan. Perpustakaan adalah salah satu titik temu antara penulis
atau pengarang dengan pembaca. Oleh karena itu, wajar jika pemerintah menggalakkan program membaca. Akan
tetapi, di tengah gencar-gencarnya program membaca ini, fakta statistik tentang minat dan kebiasaan membaca di
Indonesia tetap (masih) rendah.
Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) mengungkapkan, angka melek huruf penduduk Indonesia tahun
2005 adalah 90,9 %. Itu artinya, hanya 9,1 % rakyat Indonesia buta huruf. Namun, angka ini tidak berbanding lurus
dengan kebiasaan membaca. Akses penduduk Indonesia terhadap koran dan majalah saja dari tahun ke tahun
naik turun dan angkanya tidak lebih dari 30%, bahkan persentase tahun 1993 hampir sama dengan 2006 (tidak
ada peningkatan).
Data-data tersebut menunjukkan bahwa masalah membaca (di mana perpustakaan menjadi salah satu
penggeraknya) perlu mendapat perhatian serius. Tanggung jawab seorang pustakawan lebih berat dan langsung
karena pustakawan adalah pihak yang berhadapan langsung dengan masyarakat (pengunjung) dan problema
yang terjadi di perpustakaan.

5. PEMBAHASAN
5.1 Sarana dan Prasarana
Idealnya, perpustakaan memiliki gedung sendiri. Gedung untuk perpustakaan dibangun berdasarkan
pertimbangan konstruksi, bentuk, kekuatan, lokasi, daya tampung koleksi dan perlengkapan, lingkungan,
keamanan, keindahan, kenyamanan, kemudahan akses, pengunjung, serta kemungkinan pengembangannya
(Zen, 2006: 81-82). Di Negara maju, perpustakaan biasanya dibangun di lokasi strategis, seperti terminal,
bandara, dan stasiun kereta api.
Untuk efisiensi, dan melihat kondisi, jarang sekolah yang memiliki gedung perpustakaan sendiri. Walaupun
begitu, aspek lokasi, daya tampung, keamanan, keindahan, kenyamanan, dan kemudahan akses, harus tetap
dipertimbangkan. Jangan sampai memilih ruangan yang tidak strategis dan tidak nyaman.
Semua persyaratan gedung atau ruangan tersebut secara otomatis menjadi syarat minimal untuk
menunjang fungsi rekreasi perpustakaan. Gedung sebaiknya memiliki sirkulasi udara yang baik, ada space untuk
taman, meja dan kursi dengan berbagai pilihan, dan sebagainya. Ruangan yang terlalu padat tentu akan
menghadirkan suasana kurang nyaman bagi pengunjung.

2
Selain itu, hiasan dan warna dinding, lantai, dan eternit, juga perlu diperhatikan. Dinding dengan karakter
dan ditempatkan pada tingkat pendidikan tertentu dapat saja dihiasi dengan mural, foto tentang pengetahuan
ringan (seperti air terjun, gunung-gunung yang terkenal, dan sebagainya).
Setelah gedung dan ruangan, yang perlu diperhatikan adalah kursi, taman, rak buku, dan sebagainya.
Yang tak kalah pentingnya adalah pemanfaatan teknologi informasi, seperti VCD player, DVD player, dan
komputer. Kehadiran teknologi komputer akan membuat sistem informasi perpustakaan semakin lengkap. Dengan
begitu, pengunjung dapat dengan mudah menelusuri katalog ataupun daftar koleksi milik perpustakaan. Dengan
kehadiran komputer, pelayanan simpan-pinjam pun akan lebih cepat dan mudah, apalagi dengan sistem barcode.
Komputer ini juga menjadi sarana penyediaan bahan pustakan yang berbentuk file digital, seperti e-book dan e-
journal. Selain komputer, tentu saja papan pengumuman atau majalah dinding, brosur, dan website tetap
diperlukan.
Selanjutnya, perpustakaan sebaiknya menyediakan akses internet. Akses ke dunia maya ini
menghadirkan kenyamanan pada pengunjung yang mencari informasi. Pengunjung dapat pula memanfaatkan
internet untuk berkomunikasi dengan teman atau relasinya. Akan lebih baik lagi jika layanan internet ini disertai
fasilitas hotspot. Dengan fasilitas ini, pengunjung dapat membawa laptop atau notebook sendiri untuk mengakses
internet. Hal ini sedikit banyak akan membantu mengatasi keterbatasan komputer di perpustakaan.

5.2 Koleksi
Biasanya, perpustakaan sekolah hanya berisi buku-buku teks, majalah-majalah kedinasan, dan sedikit
buku referensi. Jika tetap seperti ini, tentunya tidak mungkin menjadikan perpustakaan sebagai tempat
menyenangkan saat istirahat apalagi di luar jam sekolah. Perpustakaan yang sadar akan perannya yang bersifat
rekreatif akan berusaha menyediakan koleksi-koleksi yang menghibur, misalnya buku fiksi, film, musik, permainan
(games) edukatif, humor, petualangan, biografi, keterampilan, dan sebagainya.
Untuk merespons keinginan pengunjung, pustakawan sebaiknya menyediakan kotak usulan pengadaan.
Melalui usulan ini, pengunjung dapat mengajukan permintaan koleksi. Usulan yang masuk, kemudian
dipertimbangkan, diseleksi, dan diurutkan berdasarkan kepentingan atau kebutuhan.

5.3 Dana
Pada semua lini kehidupan, alasan dana selalu saja hadir, tak terkecuali pada pengelolaan perpustakaan.
Walaupun begitu, insan pendidikan dituntut menjadi individu yang kreatif dan cerdas. Dana dapat digali dari
Bantuan Operasional Sekolah (BOS), alumni, masyarakat umum, instansi-instansi, guru dan karyawan, dan
sebagainya.
Permohonan bantuan dari instansi dan perusahaan memerlukan proposal, daya tawar, dan relasi. Semakin
mampu perpustakaan membangun hubungan baik, semakin besar kemungkinan mendapatkan bantuan. Di antara
wujud kerja sama tersebut adalah bekerja sama dengan perpustakaan yang lebih besar, misalnya perpustakaan
daerah. Sekolah mengajukan peminjaman dengan jumlah dan tenggang waktu tertentu. Koleksi pinjaman tersebut
kemudian dijadikan koleksi sementara perpustakaan sekolah. Saat jatuh tempo, pinjaman dikembalikan dan diganti
dengan koleksi lain.
Bantuan dari alumni, guru, dan karyawan, diperoleh dengan memberikan kesempatan pada para guru dan
karyawan untuk meyumbang buku perpustakaan pada acara-acara khusus, misalnya ulang tahun sekolah,
kenaikan kelas, dan acara perpisahan kelulusan. Syaratnya, tidak bertentangan dengan visi dan misi perpustakaan
sekolah.
Untuk menunjang fungsi rekreasi ini, pengelola perpustkaan dapat memberikan kriteria tertentu mengenai
sumbangan, misalnya non-modul atau non-teks, bersifat menghibur, bisa berupa CD, VCD, DVD, kaset, komik,
majalah, fiksi, dan sebagainya. Bantuan juga dapat berupa sarana perpustakaan, seperti meja, kursi, rak, dan
sebagainya yang tentu saja melalui persetujuan khusus dari pengelola atau pustakawan. Masalah buku teks
pelajaran, diyakini tidak akan mengalami kesulitan karena sudah ada anggaran khusus dari pemerintah apalagi
dengan adanya program BSE (Buku Sekolah Elektronik).

5.4 Pustakawan
Hermawan dan Zen (2006: 130-138) mengemukakan bahwa dalam melayani pengunjung, pustakawan
harus mengenal masyarakat pengguna, luwes dalam melayani, mengetahuai kemauan pengguna,
3
mempromosikan produk layanan, melayani sampai tuntas, tidak memaksakan kehendak, melayani dengan wajah
ceria, menjamin kerahasiaan, mau mendengarkan keluhan, tidak berprasangka negatif, dan mengucapkan terima
kasih.
Dalam teori marketing, pelanggan atau konsumen ibarat raja. Penyedia layanan harus berusaha membuat
pelanggan atau konsumennya puas. Begitu pula dalam pelayanan perpustakaan, seorang pustakawan harus
berusaha agar pengunjung merasa puas. Tentu saja ini tidak mudah, perlu melalui tahapan tertentu untuk
“menguasai medan”. Oleh karena itu, sebagai sebuah profesi, pustakawan sebaiknya telah melalui sertifikasi
dalam hal penampilan dan pelayanan. Keberadaan pustakawan juga berperan strategis atas terbangunnya
perpustakaan yang rekreatif. Kekeliruan adalah manusiawi, untuk itu setiap pustakawan harus menjadi pribadi
yang selalu bersedia menerima kritik, mau mengevaluasi diri, sigap meminta maaf dan bertekad untuk tidak
mengulanginya saat melakukan kesalahan atau mengecewakan pengunjung.
Semua itu tentu saja bertujuan agar para pengunjung merasa betah dan memiliki kesan mendalam pada
perpustakaan. Harapannya, mereka akan mengunjungi atau memanfaatkan perpustakaan kembali pada setiap
kesempatan.

Jika memenuhi syarat (dari segi ruangan, koleksi, terutama pustakawan), perpustakaan sekolah dapat
membuka akses kunjungan dari masyarakat sekitar. Dengan akses yang lebih luas ini, semakin membuka kesempatan
untuk mencari sumber dana dari masyarakat. Kerja sama yang saling menguntungkan ini, pada akhirnya bertujuan
untuk selalu mengembangkan perpustakaan. Dengan begitu, harapan menjadikan perpustakaan sebagai motor
penggerak peningkatan budaya baca warga sekolah plus masyarakat akan terwujud.

6. KESIMPULAN & SARAN


Selama ini sekolah dan pengelola perpustakaan sekolah masih berkutat pada pengadaan bahan pustaka dan
sirkulasi. Perjuangan para guru untuk menyemangati para siswanya untuk berkunjung ke perpustakaan belum
membuahkan hasil yang signifikan. Untuk itulah, penggarapan fungsi rekreasi perpustakaan perlu dimaksimalkan.
Pemaksimalan fungsi ini dimaksudkan agar perpustakaan terasa lebih menarik bagi para pencari informasi. Dengan
begitu, harapannya perpustakaan akan semakin diminati dan banyak dikunjungi oleh masyarakat sekolah.
Pada akhirnya untuk perkembangan perpustakaan serta urun serta perpustakaan dan sekolah dalam
meningkatkan kebiasaan membaca di masyarakat, perpustakaan sekolah perlu membuka akses bagi masyarakat
sekitar dengan persyaratan dan/atau kriteria teretentu. Pembukaan akses ini akan menguntungkan kedua pihak,
sekolah mendapatkan akses lebih luas untuk meningkatkan dan mengembangkan perpustakaan, masyarakat pun
mendapat akses ke sumber informasi secara murah dan menyenangkan.

7. REFERENSI
Hermawan, Rachman dan Zulfikar Zen. 2006. Etika Kepustakawanan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik
Pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.
http://www.bps.go.id, “Akses Terhadap Media Massa, diunduh tanggal 12 Agustus 2009 Pukul 09.45 WIB.
http://www.bps.go.id, “Indeks Pembangunan Manusia dan Komponennya Menurut Propinsi, Tahun 2002”, diunduh
tanggal 12/08/2009 Pukul 10.00 WIB.
Kompas. “Tantangan Indonesia ke Depan Susutnya Budaya Baca”, Edisi 21/09/08.
Tim Redaksi. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Zen, Zulfikar. 2006. Manajemen Perpustakaan, Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai