Anda di halaman 1dari 2

FRISKA DWI LARASWATI

0811240047

ISLAM IN EUROPE

1. The Question of Euro Islam? Restriction or Opportunity. By Jorgen Nielsen.

Jurnal ini mengenalkan bahwa ada dua pandangan yang berbeda dalam memandang Islam di
Eropa, khususnya Denmark. Pandangan ini memberikan gambaran pada kita bagaimana masyarakat eropa
dalam memandang islam yang terus meningkat pergerakannya di Eropa. Pandangan mengenai islam yang
pertama yakni Xenophobia. Pandangan ini menyatakan ‘no thanks you to everything regarding muslims’
dimana pandangan ini menolak adanya multicultural society yang bersikap skeptic pada immigrant yang
masuk ke Eropa (termasuk agama, budaya, dll). Pandangan kedua yakni pandangan yang progressive.
Pandangan ini mengatakan yes please to everything as regards Islamic culture yang beranggapan bahwa
muslims merupakan sebuah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan yang juga memperkaya
kebudayaan Denmark (Eropa). Professors Bassam Tibi mengatakan bahwa integrasi islam ke eropa
merupakan integrasi yang berjalan satu arah sehingga kedua belah pihak harusnya berbagi dan sebagai
kelompok agama ketiga di Eropa, Euro Islam harus mengakomodasi serta mengasimilasi evolusi budaya
social. Beliau kemudian menekankan 3 aspek tentang Euro-Islam yakni: (1) toleransi (pengertian
masyarakat eropa secara luas). (2) pluralism. (3) sekularisme atau pemisahan masalah agama dan Negara.
Kemudian, Bassam Tibi menjelaskan bahwa stuktur politik eropa (pemerintah nasional dan uni eropa)
berkewajiban untuk mendorong secara aktif perkembangan islam liberal dan mempertahankan identitas
eropa. Komunitas Euro-Islam terus mengintegrasikan diri pada Eropa sampai terjadinya peristiwa 11
September 2001 yang menjadikan pergerakan islam mulai terhambat.

2. Muslims Identities in Europe: The Snare of Exceptionalism. By Jocelyne Cesari.

Identitas harus dipahami bukan sebagai suatu struktur, tetapi sebagai suatu proses yang dinamis.
Oleh karena itu, hal ini menjadi lebih relevan untuk berbicara tentang identifikasi daripada identitas, dan
penting untuk menekankan fakta bahwa cara individu mendefinisikan dirinya merupakan suatu hal yang
multidimensi dan memiliki kemungkinan untuk berkembang dari waktu ke waktu. Tujuan dari
pendekatan ini adalah untuk memeriksa apa yang tampaknya menjadi gap atau kesenjangan antara
racialisation wacana nasional dan meta-wacana tentang Islam sebagai musuh, dan disisi lain keberagaman
dan dinamisnya sikap umat Islam. Penelitian tentang Islam di Eropa tidak selalu berhasil menghindari
jerat exceptionalism. Sebagai contoh, ketika saya pertama kali mulai meneliti di Perancis pada
pertengahan 1980-an, hampir semua umat Islam di Eropa adalah imigran dan pengetahuan yang ada
tentang Muslim datang terutama dari sosiolog imigran tersebut. Awal penelitian difokuskan pada
bagaimana cara-cara Muslim terintegrasi ke dalam masyarakat Prancis. Di Perancis, ini masih terdapat
pertanyaan kunci. Apakah proses integrasi umat Islam mirip dengan pengalaman imigran lain, atau
apakah imigran Islam memperkenalkan sesuatu yang baru dan spesifik ?. Sebaliknya, sarjana Islam dan
ilmuwan politik Muslim dunia, serta beberapa sosiolog dan antropolog, menekankan peran Islam itu
sendiri sebagai sebuah sistem norma dan nilai-nilai.

3. From Exile to Diaspora: The Development of Transnational Islam in Europe. By Werner Schiffauer.
Islam di eropa menghadapi tantangan berupa pendefinisian peran Islam di luar Negara klasik
Islam. Hal ini berarti meletakkan kembali Islam dalam tiga hal yakni anjuran ke Negara imigrasi, ke
Negara asal, dan ke Islam Global. Meletakkan Islam di komunitas imigran dan di Eropa khususnya,
dipersulit oleh 2 hal. Yang pertama adalah adanya tradisi yang panjang mengenai peletakan dirinya dalam
suatu struktur alteritas berkaca pada hubungan antagonistic antara system nilai Islam dan Judeo-Christian.
Di sisi lain, lapisan masyarakat pendukung islam adalah sebagian besar pekerja imigran dan keturunan
mereka. Hal ini menjadikan islam sebagai agama kelas bawah, pekerja, outsider. Dua aspek ini
membedakan situasi Islam di eropa dari situasinya yang lain dimana Islam di daerah lain menjadi
minoritas. Yang kedua adalah mengacu ke Negara asal dimana peran dari agama diproyeksikan ke luar
dan ditampilkan di kelompok immigrant yang jelas berbeda. Yang ketiga adalah mengacu pada
pengembangan Islam Global. Dimana di Negara-negara Timur Tengah dimana adanya keberadaan
etnosentris yang dikondisikan dan sedikit di anggap sebagai Negara dan Islam.

Dari jurnal-jurnal yang telah saya baca diatas, dapat disimpulkan bahwa masuknya agama Islam
ke Eropa merupakan suatu tambahan kebudayaan yang menjadikan Eropa sebagai kawasan yang
multicultural. Islam masuk ke Eropa melalui kelas yang bawah ke atas dan pada akhirnya memiliki ciri
khas tertentu yang membedakan dengan komunitas yang lain. Dan perbedaan ini disikapi berbeda oleh
masyarakat Eropa karena ada yang setuju dengan keberadan Euro-Islam dan ada juga yang tidak setuju
dengan keberadaan Islam di Eropa. Komunitas Islam yang terintegrasi dalam suatu masyarakat tertentu,
yang sebelumnya merupakan masyarakat yang exile, pada akhirnya menjadi komunitas yang diaspora.
Akan tetapi jurnal-jurnal diatas memberikan gambaran islam yang terlalu di generalisasi karena hanya
berlaku pada Negara-negara tertentu dan bukan pada keseluruhan kawasan Eropa. Dan dalam jurnal-
jurnal ini tidak menjelaskan mengenai bagaimana perkembangan islam pada generasi kedua seperti yang
dijelaskan dalam generasi pertama.

Anda mungkin juga menyukai