* About
* Archives
Essay-essay Pemikiran Pendidikan
PERAN PEMERINTAH DALAM PENDIDIKAN
Aug 15
Pendahuluan
Pendidikan sebagai proses pemanusiaan manusia membutuhkan sinergi antarkomponen
dan membutuhkan kesepahaman visi seluruh stake holder yang terlibat. Komponen pe
ndidikan yang meliputi raw material (input siswa) , tools (alat-alat dan sarana
prasarana), serta process (metode pembelajaran) adalah sebuah sistem yang akan m
enentukan kualitas out put (lulusan), sedangkan stake holder yang terdiri atas s
iswa, guru, kepala sekolah, wali murid, dinas terkait dan pemerintah daerah haru
s sevisi dan sinergi sehingga memperlancar dan mempermudah pencapaian tujuan bai
k tujuan akademis maupun pembentukan moral.
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini dinilai banyak pihak belum berkualitas
, sebagai indikatornya adalah kualitas Human Development Index (Indeks Kualitas
Manusia) berada di bawah negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singgapura,
Thailand, bahkan Vietnam. Ada beberapa faktor penyebab rendahnya kualitas pendi
dikan di tanah air antara lain: proses pembelajaran belum memperoleh perhatian o
ptimal, guru lebih banyak bekerja sendirian, forum MGMP (Musyawarah Guru Mata Pe
lajaran) belum berfungsi optimal, sekolah belum menjadi pusat belajar bagi guru.
Berdasar UU No 14 Tahun 2005 guru dituntut untuk profesional. Indikator keprofes
ionalan guru mencakup empat hal yakni kompetensi pedagogik, kompetensi profesion
al, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial.Untuk mencapai keempat kompete
nsi tersebut selama ini ditempuh secara konvensional yakni melalui diklat dan pe
nataran. Akan tetapi model konvensional tersebut belum menunjukkan hasil yang op
timal karena materi penataran akan dilupakan begitu saja setelah sampai di sekol
ah. Dari hal ini perlu dibentuk komunitas belajar sehingga diperoleh hasil yang
optimal.
Berdasar latar belakang di atas makalah ini akan menguraikan kebijakan pemerinta
h kota Sumedang dalam pengembangan komunitas belajar di sekolah melalui aktifita
s Lesson Study.
Pembahasan
Konsep Lesson Studi
Tujuan lesson study adalah memotivasi peserta didik aktif belajar mandiri. Belaj
ar mandiri merupakan usaha individu pembelajar untuk mencapai suatu kompetensi a
kademis. Dengan demikian dalam belajar mandiri pembelajar menentukan tujuan pemb
elajarannya, merencanakan prosesnya, menggunakan sumber belajar yang dipilihnya,
membuat keputusan-keputusan akademis, dan melakukan kegiatan-kegiatan yang dipi
lihnya untuk mencapai tujuan belajar (Brookfield dalam Paulinna Pannen, dkk. 200
1). Model belajar mandiri adalah student centered, berpusat pada siswa. Tugas gu
ru dalam belajar mandiri sebagai fasilitator dan mediator, tidak lagi memposisik
an diri sebagai aktor utama yang mendominasi pembelajaran.
Realitas menunjukkan, sampai dengan sekarang belajar mandiri kurang berjalan den
gan baik. Sepanjang pengamatan penulis, beberapa faktor penghambat dalam belajar
mandiri adalah:
Kurangnya inovasi dalam pembelajaran sehingga cenderung menggunakan pola lama ya
kni pembelajaran yang berpusat pada guru.
Kurangnya pemanfaatan sumber daya sekitar baik sumber daya alam maupun sumber da
ya manusia.
Belum terbentuknya komunitas keilmuan di lingkungan sekolah sehingga minim kegel
isahan akademik baik pada level guru maupun siswa.
Ketiadaan program sister school yang berorientasi pada kualitas peningkatan pemb
elajaran.
Komunitas guru antarsekolah dalam program MGMP belum berjalan dengan optimal, pr
ogram yang dilaksanakan sebatas pemenuhan administrasi profesi.
Siklus Lesson Study
Ada tiga siklus dalam lesson study. Prinsipnya siklus selalu kontinyu, berulang
untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Menurut Hendayana (dalam Parmin, 2008) t
iga siklus dalam lesson study berupa plan (merencanakan), do (melaksanakan), dan
see (merefleksi). Secara skematis digambarkan sebagai berikut:
Rencana yang dimaksud dalam siklus ini adalah rencana pembelajaran. Rencana pemb
elajaran merupakan rencana jangka pendek untuk memperkirakan atau memproyeksikan
apa yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran (Khaerudin dan Mahfud Junaedi, 20
07). Dalam perencanaan beberapa hal yang harus diperhatikan adalah: kompetensi d
asar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian.
Dalam perencanaan terdapat beberapa prinsip yang dapat dikembangkan yakni:
Kompetensi yang dirumuskan dalam perencanaan pelaksanaan pembelajaran harus jela
s.
Rencana yang disusun harus sederhana dan fleksibel.
Kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam rencana pelaksanaan menunjang keter
capaian kompetensi yang digariskan.
Utuh dan menyeluruh.
Dikoordinasikan dengan lingkungan dan seluruh stakeholder sekolah.
Rencana pembelajaran yang disusun lebih mengerucut lagi dalam rencana pelaksanaa
n pembelajaran. Dalam rencana pelaksanaan pembelajaran berisi garis besar apa ya
ng akan dikerjakan oleh guru dan peserta didik. Dengan demikian RPP menekankan p
ada action guru dan murid. Agar model pembelajaran guru variatif maka diperlukan
MCL (Model Creative Learning).
Do (melaksanakan) berangkat dari perencanaan. Melaksanakan merupakan bentuk tind
akan yaitu tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkendali, yang merupakan v
ariasi praktik yang cermat dan bijaksana (Suwarsih Madya, 1994). Dalam praktikny
a tindakan atau pelaksanaan dituntun oleh perencanaan, namun tidak mutlak mengik
uti perencanaan karena yang dihadapi adalah dunia nyata (siswa di kelas atau lab
oratorium).
Dalam siklus kedua ini dilakukan observasi. Observasi dilaksanakan untuk mendoku
mentasikan pengaruh tindakan terkait, artinya tindakan sebagai buah dari perenca
naan diobservasi sebagai bahan refleksi sekarang dan sebagai pijakan pada siklus
berikutnya. Observasi penting dilaksanakan karena dalam praktik senantiasa terb
atas oleh kendala dan terdapat celah untuk perbaikan.
Siklus yang ketiga adalah see (merefleksikan). Refleksi adalah mengingat dan mer
enungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observas
i. Refleksi berusaha memahami proses, masalah, dan kemungkinan-kemungkinan yang
dapat dikembangkan dalam perencanaan dan tindakan.
Kebijakan pemerintah kota Sumedang dalam Lesson Study
Program pemerintah dalam upaya peningkatan komunitas belajar di kabupaten Sumeda
ng dengan mengefektifkan program lesson study melalui proyek SISTTEMS (Sumar Hen
diyana, 2008). Proyek ini dimulai sejak tahun 2006 dan masih berjalan dengan bai
k sampai sekarang.
Proyek ini sesungguhnya proyek kerja sama antara pemerintah daerah dengan LPTK.
Pemerintah kabupaten Sumedang melalui dinas pendidikan kabupaten mendanai semua
kegiatan lesson study, sedangkan LPTk dalam hal ini UPI (Universitas Pendidikan
Indonesia) sebagai konsultan yang mendesain dan mengelola pelaksanaan lesson stu
dy.
Berdasarkan pengalaman yang diperoleh dari contoh program peran pemerintah kabup
aten Sumedang diperoleh hasil sebagai berikut:
? Guru lebih berani membuka diri untuk diobservasi dan dikritisi
? Guru model lebih percaya diri dan menjadi motivator/ sumber inspirasi bagi tem
annya
? Guru belajar dari open lesson dan menerapkannya di sekolah masing-masing
? Guru lebih kreatif memanfaatkan local materials untuk mengembangkan pembelajar
an yang berpusat pada siswa
? Guru menghasilkan karya ilmiah berbasis penelitian kelas
? Siswa memperoleh kesempatan berkreatifitas dalam pembelajaran matematika dan I
PA
? Siswa termotivasi dan senang belajar matematika dan IPA
Dari pengalaman ini maka pemerintah Kabupaten Sumedang menganggarkan secara ruti
n untuk melaksanakan program peningkatan kualitas guru melalui kegiatan lesson s
tudy dengan kemitraan antara dinas pendidikan, kepala sekolah, dan pengawas pend
idikan.
Kesimpulan
Dalam upya peningkatan kualitas mutu pendidikan di tanah air dapat dilakukan den
gan multi pendekatan. Salah satunya adalah peningkatan kualitas guru sebagai uju
ng tombak proses belajar di sekolah. Cara yang lebih baik dibanding peningkatan
kualitas melalui kegiatan diklat atau penataran adalah melalui komunitas belajar
di sekolah atau antarsekolah.
Pemerintah kabupaten Sumedang sangat perhatian dalam masalah ini, sehingga merea
lisasikan proyek pengembangan kualitas guru melalui lesson study. Proyek ini dap
at diadopsi pemerintah daerah lainnya di Indonesia, karena terbukti memberi kont
ribusi positif dalam pengembangan kualitas belajar di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Paulinna Pannen, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: UT, . 2001
Khaerudin dan Mahfud Junaedi, KTSP untuk Madrasah, Yogyakarta: Pilar Media, 2007
Paulinna Pannen, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: UT, . 2001
Sumar Hendiyana, Makalah dalam KGI, 2008
Suwarsih Madya, Penelitian Tindakan Kelas, Yogyakarta: IKIP Yogyakarta, 1994
Saturday, August 15, 2009 | |
0 comments:
Post a Comment
Links to this post
Create a Link
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)
* Ningrat atau Umum ?!
* Soft Skills : Unsur Penting yang Terlupakan
* Korupsi di Lembaga Pendidikan
* Pemimpin yang Hebat
* Apa yang Harus Diketahui Oleh Seorang Pemimpin
* Ikhwal Kepemimpinan
* PERAN PEMERINTAH DALAM PENDIDIKAN STUDI KEBIJAKAN PEMERINTAH TINGKAT II SU
MEDANG
* ANALISIS BUTIR SOAL
* Daya Tahan Profesionalitas Guru
* Ujian Nasional: Baik atau Burukkah ?!
* Modifikasi Perilaku bagi Peserta Didik
* Urgensi School for Life
* Merindukan Lahirnya Pedagog Kritis
* Belajar dari Fenomena Alam
* Membangun Budaya Bersih di Angkutan Umum
About Me
My Photo
Barnawi
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Saya adalah seorang pendidik, alumni pasca sarjana dalam bidang pemikiran pe
ndidikan. Essay-assay saya dipublikasikan di Kompas Jateng, Suara Merdeka, Gerba
ng, Rindang, dan detik.com serta okezone.com Pernah Menjuarai penulisan ilmiah k
elompok guru di harian Kedaulatan Rakyat, menjadi finalis lomba inovasi pembelaj
aran di UNNES, dan menjadi pemakalah terpilih dan pembicara dalam Konferensi Gur
u Indonesia tahun 2007. Tahun 2008 menjadi pemakalah dalam International confere
nce on lesson study di Universitas Pendidikan Indonesia. Tahun 2009 terpilih seb
agai penerima dana bantuan penulisan dari PUSBUK Depdiknas.Buku: 1. Kebijakan Pu
blik Bidang Pendidikan. 2. Be The Great Teacher
View my complete profile
* lomba web log
* pendidikan
* SEAMOLEC
* sekolah
My Blog List
*
KECaKOT Andy
Memalas - Ini kosa kata baru nan aneh. Yang jelas asal katanya dari malas.
Saya pertama menemukan kosa kata memalas di Plurk-nya Mbak Kania yang mungkin k
arena sedan...
16 hours ago
*
Catatan Sawali Tuhusetya
W3 Total Cache: Plugin Cache Powerfull - Sudah lama saya mencari fitur ata
u tool yang bisa dipakai untuk mempercepat speed blog. Maklum, blog ini tergolon
g berat kalau diakses akibat banyaknya gam...
17 hours ago
*
Gunungkelir
Hasil Pilkada Purworejo Putaran 2 - Pilkada Kab Purworejo pada putaran ke
dua ini menyisakan dua calon , kandidat Bupati dan Wakil Bupati untuk Kab Purwor
ejo yaitu Bpk Maksum Zain yang berpas...
2 days ago
*
Jalan Santai Surabaya Bumiayu
Jangan Lupakan Kami, Kalianlah Yang Kami Miliki Sekarang - Ummu Taqi, seor
ang ummahat dari Gaza, Palestina diwawancarai oleh Islam Channel beberapa waktu
lalu. Setelah wawancara, Ummu Taqi menulis sebuah surat dala...
2 months ago
*
IRONI KEHIDUPAN SI YUMMY
IRONI SANTRI DODOL - Emang yang namanya orang kelaperan mah ngga pandang w
aktu n tempat y. Kaya saya n temen2 saya, ngga pandang waktu banget tuh si laper
, dateng2Â jam 12 mal...
4 months ago
* Novi Blog
* Detik com
* Malhikdua school
* Blog Malhikdua com
Blog Archive
* ? 2008 (34)
o ? January (23)
o ? May (4)
+ sertifikasi guru dan bisnis sertifikat
+ istighasah hadapi un, perlu?
o ? September (1)
+ Antara Kognitif dan Metakognitif
o ? October (5)
+ MANFAAT BLOG SEKOLAH DALAM MEMONITORING HASIL SISW...
+ RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP) MAN BREBES 2 ...
+ RENCANA PEMBELAJARAN No. 5 Mata Pelajaran ...
+ RENCANA PROGRAM PEMBELAJARAN (RPP) MAN BREBES 2 ...
+ RENCANA PEMBELAJARAN No. 14 Mata Pelajaran: Ket...
o ? November (1)
+ PENGELOLAAN SEKOLAH TERINTEGRASI DENGAN MENGGUNAKA...
* ? 2009 (31)
o ? February (1)
+ Hypermaskulinitas di sekolah
o ? March (14)
+ Deschooling Society: Mungkinkah ?
+ Politik Pendidikan dan Pendidikan Politik
+ Sekolah Masa Depan
+ Profil Guru Madrasah Ideal
+ Puasa Dan Peningkatan Intelektualitas siswa
+ CConcept Mapping dalam Penyelesaian Soal Integral
+ Contoh Proposal
+ Ayo Lestarikan Hutan
+ Implementasi Lesson Study dengan Pendekatan Multy ...
+ Bio Energi: Bukan Sekedar energi Alternatif
+ JOB DESKRIPSI STRUKTUR MA .. TAHUN PELAJARAN .
+ Bab I :Proposal las
+ SILABUS LAS
+ JADWA;L LATIHAN
o ? May (1)
+ SEKOLAH UNGGULAN ISLAMI
o ? July (1)
+ Antithesis Atas Kekuasaan
o ? August (6)
+ Sekolah Para Juragan
+ Karakteristik Generasi Sukses di Masa Depan
+ Belajar dari Novel Perampok
+ Sukses Adalah Harapan Semua Orang
+ PERAN PEMERINTAH DALAM PENDIDIKAN
+ Menyadari Keunikan Diri
o ? September (4)
+ Pengabdian, Keberkahan, dan Fenomena Gelas Kaca
+ Catatan Pelaksanaan Akreditasi Sekolah
+ Narsis, Perlu atau Tidak ?
+ Membangun Budaya Bersih di Angkutan Umum
o ? October (1)
+ Belajar dari Fenomena Alam
o ? December (3)
+ Merindukan Lahirnya Pedagog Kritis
+ Urgensi School for Life
+ Modifikasi Perilaku bagi Peserta Didik
* ? 2010 (10)
o ? February (4)
+ Ujian Nasional: Baik atau Burukkah ?!
+ Daya Tahan Profesionalitas Guru
+ ANALISIS BUTIR SOAL
+ PERAN PEMERINTAH DALAM PENDIDIKAN STUDI KEBIJAKAN ...
o ? June (6)
+ Ikhwal Kepemimpinan
+ Apa yang Harus Diketahui Oleh Seorang Pemimpin
+ Pemimpin yang Hebat
+ Korupsi di Lembaga Pendidikan
+ Soft Skills : Unsur Penting yang Terlupakan
+ Ningrat atau Umum ?!
link koe
Web
Blog Entry Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Apr 29, '07 12:29 PM
for everyone
Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi agenda penting pemerintah (depdiknas)
beberapa tahun terakhir menyusul hasil penilaian internasional, seperti PISA 200
3 (Programme for International Student Assessment) dan TIMSS 2003 (Trends in Int
ernational Mathematics and Sciences Study), yang menempatkan Indonesia pada posi
si buntut dalam hal mutu pendidikan.
Lebih dari itu, laporan terkini dari UNDP tentang Indeks Pembangunan Manusia tah
un 2006 juga masih menempatkan Indonesia pada ranking ke-108 dari 177 negara, ja
uh di bawah negara-negara tetangga, seperti Singapura (25), Brunei Darussalam (3
4), dan Malaysia (61).
Berbagai terobosan dan kebijakan penting telah diambil oleh depdiknas dalam rang
ka meningkatkan akses pendidikan yang merata dan bermutu sejalan dengan komitmen
yang digariskan oleh UNESCO melalui program Education for All (EFA). Ujian Nasi
onal (UN) yang belum lama ini kembali digelar oleh depdiknas dan kebijakan perub
ahan kurikulum dari kurikulum 1994 ke KBK, dari KBK ke KTSP adalah bagian penting
dari terobosan penting itu. Sejauhmana kebijakan-kebijakan tersebut mampu mening
katkan mutu pendidikan?
Alih-alih menjadi strategi peningkatan mutu pendidikan, kebijakan UN sesungguhny
a telah mengaburkan hakikat pendidikan bermutu. Parameter kebermutuan pendidikan
tidak lagi didasarkan pada kebermaknaan individu dalam berperan di dalam kehidu
pan masyarakat, melainkan melulu didasarkan pada sejauhmana peserta didik mampu
mensiasati sederetan soal dalam UN.
Lebih dari itu, kebijakan UN tidak lagi berpihak pada kepentingan siswa, tetapi
lebih banyak mendukung kepentingan kekuasaan. Hasil UN setidaknya bisa menjadi a
lat legitimasi pemerintah untuk mengklaim peningkatan mutu pendidikan yang pada
gilirannya bisa menjadi nilai tawar tersendiri bagi pemerintah di mata dunia int
ernasional. Di sinilah, makna kualitas pendidikan telah dimonopoli sedemikian ru
pa oleh kepentingan pemerintah dan bahkan kepentingan global.
Salah Resep
Penerapan UN sebagai salah satu resep peningkatan mutu pendidikan mencerminkan s
ebuah kebijakan yang tidak didasarkan pada akar persoalan pendidikan yang sebena
rnya. Problem utama merosotnya mutu pendidikan sebenarnya tidak disebabkan oleh
lemahnya sistem evaluasi dan kurikulum, melainkan terletak pada rendahnya kualit
as guru secara umum dan tidak meratanya persebaran guru-guru profesional.
Menurut laporan Balitbang Depdiknas, misalnya, hanya sekitar 30 persen dari kese
luruhan guru tingkat SD di Indonesia yang mempunyai kualifikasi untuk mengajar.
Hal yang sama juga terjadi di satuan pendidikan menengah, terutama di lingkungan
madrasah. Data Departemen Agama (2006) menyebutkan bahwa sekitar 60 persen guru
madrasah tidak mempunyai kualifikasi mengajar. Inilah sebenarnya akar persoalan
pendidikan kita.
Namun, seperti yang kita lihat, selama ini kebijakan pemerintah dalam upaya perb
aikan mutu pendidikan belum sepenuhnya didasarkan pada akar persoalan di atas. M
alah, pemerintah cenderung sibuk dengan kebijakan salah resep , seperti penerapan U
N dan perubahan kurikulum yang sebenarnya belum terlalu mendesak untuk dilakukan
.
Terkait dengan kebijakan perubahan kurikulum, penting dicatat bahwa inovasi kuri
kulum tanpa didukung oleh ketersediaan guru yang mumpuni yang notabene sebagai ag
en pelaksana kurikulum di kelas malah hanya akan semakin membuat runyam mutu pend
idikan.
Padahal kalau kita mau belajar dari keberhasilan model pendidikan Finlandia yang
berdasarkan laporan PISA 2000 dan 2003 menempatkan negara welfare state itu pada
ranking pertama dalam hal ketercapaian kompetensi aplikatif siswa berumur 15 ta
hun dalam bidang literasi dan numerasi, justru faktor inovasi kurikulum, sebagai
mana dikatakan Simola (2005), tidak berperan signifikan dalam menunjang keberhas
ilan pendidikan di Finlandia. Ketersediaan guru yang kompeten lah sebenarnya yan
g merupakan kunci sukses pendidikan di negara tersebut.
Kebijakan strategis
Lalu, apa yang bisa kita lakukan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan na
sional? Setidaknya ada empat kebijakan strategis yang bisa dilakukan.
Pertama, perlunya dilakukan semacam ujian nasional bagi semua guru dari tingkat SD
sampai SMA. UN guru ini digunakan sebagai langkah pemetaan terhadap kompetensi gu
ru secara nasional. Program ini juga penting sebagai upaya melihat sejauhmana pe
rsebaran guru-guru yang benar-benar kompeten di bidangnya.
Kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru sebagai implementasi UU 14/2005 te
ntang Guru dan Dosen sesungguhnya bisa diarahkan pada tujuan di atas. Namun saya
ngnya, kebijakan tersebut terkesan terlalu akomodatif terhadap tarik ulur kepent
ingan politis. Semestinya kebijakan tersebut harus benar-benar diarahkan pada up
aya menjaring bibit-bibit guru profesional, bukan sekedar untuk balas budi terhada
p lamanya pengabdian para guru senior .
Kedua, perlunya kebijakan persebaran guru-guru berkualitas. Selama ini guru-guru
berkualitas banyak tersebar di sekolah-sekolah favorit (effective schools) di p
erkotaan. Hal ini wajar karena mereka melihat jaminan baik dari sisi ekonomi maup
un karier yang lebih menjanjikan di sekolah-sekolah itu. Hal inilah sebenarnya ya
ng melahirkan kesenjangan kualitas pendidikan antara urban schools dengan rural
schools.
Karena itu, sudah saatnya pemerintah membuat kebijakan yang menguntungkan sekola
h-sekolah di daerah terpencil berupa kebijakan persebaran guru-guru berkualitas.
Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan daya tarik yang lebih kepada mere
ka yang mengajar di sekolah-sekolah pinggiran tersebut, misalnya, dengan ditamba
hkannya insentif perumahan dan fasilitas pendukung lainnya. Pola pembinaan karir
terutama guru-guru PNS bisa diarahkan pada kebijakan ini.
Dalam hal ini, ada baiknya kita mengadopsi sistem pembinaan karier model militer
, di mana kader-kader terbaik harus ditempa terlebih dahulu di daerah-daerah yan
g penuh tantangan yang tidak mudah (contexts of stringency).
Ketiga, sebagai jangka panjang, perlu dilakukan strategi untuk mencari bibit ung
gul dalam profesi keguruan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara meningkatkan peng
akuan dan penghasilan yang lebih kompetitif bagi profesi guru, sehingga hal ini
bisa memikat para lulusan terbaik dari SMA untuk melanjutkan ke program keguruan
. Keberhasilan pendidikan Finlandia, sebagaimana disebutkan di atas, tidak bisa
dilepaskan dari faktor ini. Simola (2005) mensinyalir bahwa program keguruan di
Finlandia termasuk jurusan paling diminati oleh para lulusan terbaik SMA, sehing
ga wajar jika kebanyakan guru Finlandia merupakan bibit unggul yang berkualitas.
Keempat, pemerintah juga perlu melakukan restrukturisasi menyeluruh terhadap lem
baga-lembaga keguruan di tanah air, terutama dari segi rekruitmen mahasiswanya,
sehingga jaminan kualitasnya semakin unggul dan bisa dipertanggungjawabkan.
Kebijakan-kebijakan strategis di atas seharusnya menjadi pijakan pemerintah dala
m usaha meningkatkan mutu pendidikan nasional. Meskipun strategi-strategi itu ha
silnya tidak bisa langsung kelihatan, tapi itu akan lebih efektif daripada strat
egi penerapan kebijakan UN yang terkesan hanya mengambil jalan pintas peningkata
n mutu pendidikan yang hasilnya pun masih diragukan banyak pihak.
Prev: Poligami dalam Perspektif Alquran
Next: Pendidikan Multikulturalisme dan Keadaban Demokrasi
reply share
3 CommentsChronological Reverse Threaded
sohadi
reply
sohadi wrote on Aug 18, '07
salam kenal Mas. Makasih artikelnya yaa.. boleh di copy ya buat temen2 yang lain
;-)
sdntarumanagara
reply
sdntarumanagara wrote on May 4, '09
Terima kasih, Bung! Selamat berjuang untuk pendidikan yang lebih baik!
koesknadi
reply
koesknadi wrote on Nov 29, '09
dapat juga ni referensinya, makasih ya.....
audio reply video reply
Add a Comment
For:
Add a comment to this blog entry, for everyone
Send abdullahfaqih a personal message
Subject:
-
Quote original message
abdullahfaqih
abdullahfaqih
* Photos of abdullah
* Personal Message
* RSS Feed [?]
* Report Abuse
© 2010 Multiply · English · About · Blog · Terms · Privacy · Corporate · Advertise · Transl
· Contact · Help
HOME | INDEX | GO
Pendidikan
Pendidikan Gratis dan Badan Hukum Pendidikan (Melacak Akar Legalitas Privatisasi
Pendidikan di Indonesia)
RENCANA Depdiknas untuk membagi jalur pendidikan menjadi dua kanal; jalur pendid
ikan formal mandiri dan formal standar, menuai banyak protes. Yang menjadi keber
atan khalayak, bukan saja itu dinilai berdasarkan atas perbedaan kelas sosial da
n ekonomi, namun juga atas dasar kemampuan akademik, yang berasumsi bahwa manusi
a bodoh tidak punya hak untuk mendapatkan pendidikan bermutu dan berkualitas.
Alhasil, yang terjadi, pendidikan dikelola bak perusahaan di mana pendidikan yan
g berkualitas diperuntukan bagi pihak yang punya kemampuan finansial. Sementara
orang miskin akan tetap dengan kondisinya. Dari sini pemerintah terkesan ingin m
elepas tanggung jawab atas terwujudnya pendidikan (khususnya pendidikan dasar) g
ratis, bermutu, dan berkualitas bagi rakyat Indonesia. Ujung semua ide Depdiknas
, pada Kabinet Indonesia Bersatu, sepertinya menuju pada terwujudnya privatiasi
pendidikan, di mana tanggung jawab pemerintah terkurangi, bahkan dilepas sama se
kali.
Nuansa "privatisasi" atau upaya pelepasan tanggung jawab pemerintah dalam menyel
enggarakan dan membiayai pendidikan, terutama pendidikan dasar sembilan tahun se
cara gratis dan bermutu, sudah terlihat dalam legalitas pendidikan. Aromanya dim
ulai dari munculnya sejumlah pasal di Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Hal itu terlihat dari turunnya derajat "
kewajiban" pemerintah sebagai penanggung jawab utama dalam pendidikan dasar raky
at, menjadi kewajiban bersama dengan masyarakat. Ini terlihat pada Pasal 9 UU Si
sdiknas, yang menyatakan bahwa ""masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sum
ber daya dalam penyelenggaraan pendidikan", dan Pasal 12 Ayat 2 (b) yang memberi
kewajiban terhadap peserta didik untuk ikut menanggung biaya penyelenggaraan pe
ndidikan, terkecuali bagi yang dibebaskan dari kewajibannya sesuai undang-undang
yang ada.
Penurunan derajat kewajiban pemerintah juga terlihat di Pasal 11 UU Sisdiknas, A
yat (1) dan (2). Dengan halus, pasal ini secara bertahap ingin menurunkan kadar
"kewajiban" pemerintah menjadi "sunnah", dengan kata-kata "menjamin terselenggar
akannya" pendidikan dari suatu "keharusan". Lengkapnya dinyatakan dalam Ayat (1)
, "Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, sert
a menjamin terselenggarakannya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara
tanpa diskriminasi", dan juga Ayat (2), "Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
menjamin tersedianya dana guna terselenggarakannya pendidikan bagi setiap warga
negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun".
Padahal, masih dalam UU Sisdiknas, tepatnya pada Pasal 1, Bab 1, tentang ketentu
an umum, Ayat (18), dengan jelas menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daer
ah menjadi penanggung jawab tunggal terhadap terselenggarakannya wajib belajar b
agi warga negara Indonesia. Berikut bunyi ayatnya, ""Wajib belajar adalah progra
m pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggun
g jawab Pemerintah dan pemerintah daerah".
Gambaran di atas terasa aneh, sebab dalam UUD 1945 yang diamandemen, menyatakan
secara tegas pada Pasal 31 Ayat (2), ""setiap warga Negara wajib mengikuti pendi
dikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya". Hal itu dipertegas di Ayat (4),
"Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional". Kemudian, diperj
elas lagi pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) penjelas dari UU Sisdiknas P
asal 3 Ayat (3), dengan menyatakan bahwa "setiap warga negara usia wajib belajar
berhak mendapatkan pelayanan program wajib belajar yang bermutu tanpa dipungut
biaya".
KEMBALI kepada penerapan undang-undang di bawah UUD 1945 yang mengamanatkan pela
ksanaan pendidikan dasar gratis, ternyata sudah diakui pemerintah sendiri akan k
etidakmampuannya. Hal itu tertuang dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah N
asional (RPJMN) yang menyatakan dengan tegas bahwa pemerintah belum mampu menyed
iakan pelayanan pendidikan dasar secara gratis (RPJM, halaman IV.26-4).
Kemudian, pengakuan yang sama juga terungkap dalam Rancangan Peraturan Pemerinta
h (RPP) tentang Wajib Belajar, di mana pemerintah mulai mengikutkan masyarakat d
alam pembiayaan sekolah dasar. Hal itu diungkap pada Pasal 13 Ayat (3), ""Masyar
akat dapat ikut serta menjamin pendanaan penyelenggaraan program wajib belajar p
ada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, m
aupun masyarakat".
Ujung dari pelegalan privatisasi pendidikan, terlihat dalam RUU Badan Hukum Pend
idikan (BHP). Dalam RUU tersebut secara nyata pemerintah ingin berbagi dalam pen
yelenggaraan pendidikan kepada masyarakat.
Hal itu terlihat dalam Pasal 1 Ayat (1) RUU BHP yang berbunyi, "Badan Hukum Pend
idikan (BHP) adalah badan hukum perdata yang didirikan oleh pemerintah, pemerint
ah daerah, atau masyarakat, berfungsi memberikan pelayanan pendidikan, berprinsi
p nirlaba, dan otonom". Kemudian pada Pasal 36 Ayat (1), secara terus terang pem
erintah menyatakan bahwa pendanaan awal sebagai investasi pemula untuk pengopera
sian Badan Hukum Pendidikan Dasar dan Menengah (BHPDM) berasal dari masyarakat m
aupun hibah, baik dari dalam atau luar negeri.
Bahkan, pemerintah secara gamblang mereposisi posisinya dari penanggung jawab tu
nggal pendidikan dasar gratis menjadi hanya "fasilitator". Lengkapnya terungkap
dalam bab pertimbangan pada butir (b) di awal RUU BHP yang berbunyi, "bahwa pene
rapan prinsip otonomi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan sistem
pendidikan nasional, menuntut perlunya reposisi peran pemerintah dari penyeleng
gara menjadi pendiri dan fasilitator untuk memberdayakan satuan pendidikan dalam
menyelenggarakan pendidikan". Dengan berlakunya RUU BHP, terkesan pemerintah in
gin mereposisi perannya yang sudah baku di UUD 1945 Pasal 31 dengan melepas tang
gung jawab atas penanganan pendidikan dasar yang gratis dan bermutu.
Dengan sejumlah legalitasnya, ke depan akan tampak di hadapan mata sejumlah mode
l privatisasi pendidikan, baik yang nyata maupun terselubung. Bentuk nyata yang
sudah terjadi ialah adanya cost sharing, di mana pembiayaan pendidikan menjadi t
anggung jawab bersama masyarakat, seperti dibentuknya komite sekolah.
Selain itu, munculya Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi arus lainnya. D
alam hal ini, sekolah "dipaksa" untuk melengkapi dirinya dengan komputer dan per
alatan canggih lainnya, seperti AC (pendingin ruangan) dan televisi. Akibat samp
ingan dari hal itu, seperti disinyalir anggota DPRD DKI Jakarta, seluruh sekolah
penerima bantuan block grant di Jakarta telah menyalahi penggunaannya dengan me
ngalirkan bantuan untuk pembelian alat di luar keperluan anak didik (Kompas, 9 A
pril 2005), yaitu pembelian alat yang bisa dijadikan alasan untuk pemenuhan KBK.
Dari sini timbul kesan bahwa penggunaan sistem KBK, bila belum siap infrastrukt
ur dan SDM-nya, akan menjadi alat industrialisasi.
Kemudian, pada sisi lain, pemerintah juga memberlakukan sistem "guru kontrak". K
e depan, tenaga pengajar layaknya pekerja pabrik yang bisa diputus kerja bila ko
ntraknya selesai, sementara pemerintah tidak mau menanggung biaya di luar itu. S
elain itu, kebijakan otonomi daerah juga menjadi alasan pemerintah untuk berbagi
beban dalam pendanaan pendidikan. Walaupun dalam pelaksanaan otonomi daerah, ya
ng terjadi pengalihan kekuasaan dari pusat ke pemerintah daerah. Alhasil, pelaks
anaan pendidikan dasar gratis dan bermutu kini berada di persimpangan jalan, seb
ab kelangsungannya sebagian menjadi wewenang pemerintah daerah.
Apalagi dengan adanya RUU BHP, pendidikan malah dijadikan sarana untuk menjadi p
enambahan pendapatan asli daerah (PAD). Hal itu dimungkinkan karena dengan adany
a RUU tersebut, nantinya semua satuan pendidikan-termasuk pendidikan dasar dan m
enengah-wajib menjadi Badan Hukum Pendidikan Dasar dan Menengah (BHPDM), seperti
yang tertera dalam Pasal 46 Ayat (4). Dengan menjadi BHPDM, maka pihak sekolah
wajib meminta izin kepada pihak pemda. Di sinilah kekhawatiran akan pemanfaatan
perizinan pendidikan menjadi pemasukan PAD akan terjadi.
Terakhir, dengan berubahnya status satuan pendidikan menjadi BHPDM maka nantinya
tidak ada lagi sekolah dasar negeri, namun yang tersisa ialah sekolah yang dimi
liki masyarakat ataupun pemda. Sementara pemerintah, di sisi lain, lepas tangan
dan berkonsentrasi mengurusi biaya beban utang luar negeri yang kian membengkak.
Di sinilah hal penting sedang terjadi, yaitu pelanggaran terhadap UUD 1945, khu
susnya Pasal 31, secara nyata dilakukan dengan sistematis oleh para penyusun UU
dan PP, serta RUU di bawah UUD 1945.
Bila pemerintah ingin melepaskan tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan pendidik
an dasar gratis dan bermutu, maka UUD 1945 Pasal 31 perlu diamandemen. Bila hal
itu tidak dilakukan, maka bagi yang tidak menjalankannya dianggap melanggar UUD
1945....
M FirdausAktivis Jaringan Pendidikan untuk Keadilan
sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0504/18/Didaktika/1689073.htm