Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

Masalah kesehatan: Kejang

I. Definisi
Kejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara seagai akibat dari
aktivitas neural yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Cecily L. Betz, buku saku keperawatan pediatric, 2002)
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai
pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu
awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia
A. Price, Latraine M. Wikson, 2006).
Kejang merupakan malfungsi singkat pada system listrik otak yang terjadi akibat
cetusan atau pelepasan muatan neuron kortikal. (Whaley & Wong’s, edisi 6, 2009)

II. Etiologi
Penyebab kejang meliputi beberapa faktor: (Wong, 2009)
1. Faktor genetic
2. Cedera otak pada masa prenatal, perinatal, atau pascanatal. Cedera dapat
beruma trauma, hipoksia (gangguan sirkulasi), infeksi (encephalitis,
meningitis), toksin eksogen atau endogen dan berbagai factor lain.
3. Gangguan biokimia (hipoglikemia, hipokalsemia, dan defisiensi nutrisi
tertentu).

III. Klasifikasi kejang


Menurut Price, 2006 kejang diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Kejang parsial (fokal, local)
i. Kejang parsial sederhana
1. Kesadaran tidak terganggu
2. Kedutan pada wajah, tangan atau salah satu sisi tubuh
3. Muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil
ii. Kejang parsial kompleks
1. Terdapat gangguan kesadaran
2. Mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel
yang berulang-ulang pada tangan.
b. Kejang umum (konvulsif atau non konvulsif)
i. Kejang absens
1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
2. Tataan terpaku kurang dari 15 detik
3. Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kembali waspada
4. Dimulai dari usia 4-14 tahun dan sembuh sendiri saat usia 18
tahun
ii. Kejang mioklonik
1. Kedutan-kedutan involubter pada otot atau sekelompok otot
yang terjadi mendadak
2. Sering terlihat pada orang sehat saat tidur
3. Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik
4. Kehilangan kesadaran hanya sesaat
iii. Kejang tonik-klonik
1. Diawali hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku pada
ekstremitas, batang tubuh dan wajah, berlangsung kurang dari 1
menit
2. Disertai hilangnya control kandung kemih dan usus
3. Tidak ada respirasi dan sianosis
4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas
dan bawah
5. Letargi, konfusi
iv. Kejang atonik
1. Hilangya tonus secara mendadak sehingga meyebabka kelopak
mata turun, kepala menunduk atau jatuh ke tanah
2. Singkat dan terjadi tanpa peringatan
v. Status epileptikus
1. Biasanya kejang tonik-klonik umumnya terjadi berulang-ulang
2. Anak tidak sadar kembali diantara kejang
3. Potensila depresi pernafasan, hipotensi dan hipoksia
4. Memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.

IV. Pathoflow (terlampir)

V. Prinsip penanggulangan kejang (Mansjoer A.,dkk, 2000)


a. Penanganan fase akut
i. Hentikan kejang segera
1. Pemberian antipiretik (jika terjadfi hiperpireksia)
2. Pemberian diazepam
a. IV: 0.3-0.5mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2mg/
menit dengan dosis maksimal 20mg.
b. Intrarektal: 5mg (BBkg<10), 10mg (BB>10kg)
ii. Tindakan penunjang
1. Posisi kepala lebih rendah & miring
2. Saluran napas tetap terbuka
3. Pakian ketat dilonggarkan
4. Amankan lidah
5. Kosongkan isi lambung
6. Jamin intake
7. Oksigen / antibiotik kalau perlu

Jika kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital


(IM) diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis untuk usia
1bln-1thn: 50mg, usia >1thn 75mg.

Jika kejang tidak berhenti dengan diazepam, berikan fentolin 10-


20mg/kgBB (IV), dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit. Setelah
pemberian fentolin harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis
karena fentolin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
b. Maintenance anti kejang
i. Jika kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital
(IM) diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis untuk usia
1bln-1thn: 50mg, usia >1thn 75mg. 4 jam kemudian berikan
fenobarbital untuk 2 hari pertama 8-10mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis. Dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek samping dapat
berupa hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernapasan.

ii. Jika kejang tidak berhenti dengan diazepam, berikan fentolin 10-
20mg/kgBB (IV), dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit. Setelah
pemberian fentolin harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis
karena fentolin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Lanjutkan
fentolin dengan dosis 4-8mg/kgBB/hari, 12-24jam setelah dosis awal.

c. Mencari & mengobati penyebab


d. Pengobatan profilaksis.

VI. Pemeriksaan penunjang (Betz, Cecily L, dkk. 2002)


a. EEG: untuk membantu menentukan jenis dan focus dari kejang.
b. CT-Scan: mendeteksi perbedaan perapatan jaringan.
c. MRI: memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak terlihat dengan CT-Scan
d. Labolatorium: elektrolit, glukosa, ureum, kreatinin, darah lengkap, kadar obat
dalam serum
e. LP: mendeteksi tekanan abdnormal dari CSS.
f. PET (positron emission tomography): mendemonstrasikan perubahan
metabolic (mis: penurunan metabolism glukosa pada sisi lesi).

VII. Kebutuhan Cairan dan Kalori

Pada anak usia pra sekolah kebutuhan kalori per unit berat badan, dibandingkan
dengan usia toddler, terus menurun secara perlahan sampai 90 kkal/kg, untuk
rata-rata asupan sekitar 1800kalori per hari. Kebutuhan cairan juga menurun
sedikit sekitar 100ml/kg sehari tetapi bergantung pada tingkat aktivitas, kondisi
cuaca, dan keadaan kesehatan. (Wong, 2009)

VIII. Tumbuh Kembang Preschool (John W. Santrock, 2002)


a. Perkembangan psikososial preschool
Menurut Erikson, anak usia 3-5 memiliki rasa otonomy dan menghadapi tugas
perkembangan inisiatif versus rasa bersalah. Selama periode ini anak:
i. Mengenali orang lain sebagai keluarga
ii. Nurani mulai berkembang, memperkenalkan konsep benar dan salah
iii. Rasa bersalah muncul ketika ia merasa bahwa imajinasi dan
kegiatannya tidak dapat diterima atau berbenturan dengan harapan
orang tuanya
b. Perkembangan bahasa dan sosialisasi pada preschool
Pada saat anak mencapai usia preschool:
i. Kosa katanya meningkat sampai dengan 900 kata pada usia 3 tahun
dan 2.100 kata pada usia 5 tahun.
ii. Anak mungkin banyak berbicara dan banyak bertanya “mengapa”.
iii. Anak menggunakan 3-4 kata dalam satu kalimat pada usia 3 tahun, dan
pada usia 5 tahun anak mampu berbicara dengan kalimat yang lebih
panjang.

Sosialisasi terus berkembang, perlunya interaksi dengan teman sebaya untuk


mengenbangkan keterampilan sosialnya.

c. Perkembangan kognitif

Teori Piaget’s membagi fase preoperational dari usia preschool kedalam dua
tahap

i. Fase preconseptual
Selama face prekonseptual (usia 2-4tahun), anak mampu:
1. Membentuk konsep awal yang belum komplit atau logis seperti
dewasa.
2. Membuat klasifikasi yang simple
3. Rasionalisasi konsep tertentu tetapi bukan ide secara
keseluruhan.
4. Menunjukkan pemikiran egosentris (mengevaluasi situasi
sesuai dengan perasaannya atau pengalamannya, daripara
perasaan orang lain).
ii. Fase pemikiran intuitif
Selama fase pemikiran intuitif ( usia 4-7 tahun), anak mampu:
1. Mengklasifikasikan dan menghubungkan objek ( tetapi belum
memahasi prinsip dasarnya)
2. Menggunakan proses pemikiran intuitif (tetapi belum secara
penuh melihat pandangan orang lain)
3. Menggunakan banyak kata secara benar (tetapi belum benar-
benar memahami maksud/arti)
d. Perkembangan moral dan spiritual
Fase prekonvensional Kohlberg mengembangkan tahun-tahun preschool dan
seterusnya, berkembang dari usia 4 hingga 10 tahun. Pada fase ini:
i. Nurani muncul dan penekanan pada control.
ii. Standar moral pada preschool adalah standar yang dimiliki orang lain,
dan anak mengerti bahwa standar ini harus diikuti untuk menghindar
dari hukuman untuk perilaku yang tidak baik atau mendapatkan
reward untuk perilaku yang baik.
iii. Perilaku preschool bergantung kepada kebebasan yang diberikan atau
batasan yang ditetapkan pada tingkahlakunya.
Preschool dapat mengerti isi dari cerita religi yang simple, tetapi
belum mampu menangkap arti tersembunyi dibalik cerita. Prinsip religi
dipelajari dari buku bergambar.
Pada fase ini, anak dapat memandang penyakit sebagai hukuman dari
Tuhan untuk perilakunya yang buruk.
IX. INTEVENSI PERAWATAN DALAM MENGATASI DAMPAK
HOSPITALISASI (Wong, 2009)
Fokus intervensi keperawatan adalah:

i. Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress, dapat dilakukan


dengan cara:

1. Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan

2. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak

3. Modifikasi ruang perawatan

4. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah

ii. Mencegah perasaan kehilangan control

1. Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.

2. Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan

3. Buat jadwal untuk prosedur terapi,latihan,bermain

4. Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan


melibatkan orang tua dalam perencanaan kegiatan

iii. Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan


rasa nyeri

1. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan


prosedur yang menimbulkan rasa nyeri

2. Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak

3. Menghadirkan orang tua bila memungkinkan

4. Tunjukkan sikap empati


5. Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan
tindakan yang dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu
dilakukan pengkajian tentang kemampuan psikologis anak
menerima informasi ini dengan terbuka

b. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak

i. Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua


untuk belajar .

ii. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit
anak.

iii. Meningkatkan kemampuan kontrol diri.

iv. Memberi kesempatan untuk sosialisasi.

v. Memberi support kepada anggota keluarga.

c. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit

i. Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak.

ii. Mengorientasikan situasi rumah sakit.

iii. Pada hari pertama lakukan tindakan :

1. Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya

2. Kenalkan pada pasien yang lain.

3. Berikan identitas pada anak.

4. Jelaskan aturan rumah sakit.

5. Laksanakan pengkajian .

6. Lakukan pemeriksaan fisik.


Referensi:

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC

John W. Santrock, 2002, Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup, edisi 5,
Erlangga, Jakarta.

Mansjoer. A. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawtan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta: EGC

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta: EGC

Marilyn E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. Jakarta

Sylvia A. Price & Loraine M. Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit,
edisi 6. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai