Anda di halaman 1dari 5

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022

Yogyakarta, 20 Juni 2009

PENENTUAN TINGKAT BUTA WARNA BERBASIS HIS PADA CITRA ISHIHARA


Rahmadi Kurnia
Jurusan Elektro Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang
E-mail: rahmadi_kurnia@ft.unand.ac.id

ABSTRAK
Buta warna adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat membedakan warna tertentu yang dapat dilihat
jelas oleh orang dengan mata normal. Untuk mengetahui keadaan buta warna pada seseorang selama ini
adalah dengan menggunakan plates citra Ishihara. Plates Ishihara yang biasa digunakan masih terbatas pada
warna merah dan hijau, sehingga belum dapat mengetahui tingkatan buta warna yang dialami oleh seseorang.
Pada penelitian ini dilakukan manipulasi terhadap citra Ishihara yang berwarna merah-hijau menjadi
biru-kuning. Program manipulasi dibuat dengan menggeser nilai hue, intensity, dan saturation (HIS) dari citra
Ishihara. Plates Ishihara merah-hijau dan biru-kuning kemudian dijadikan sampel pada simulasi pertama untuk
tes buta warna. Simpulan dari hasil simulasi pertama menjadi acuan bagi simulasi kedua yang menggunakan
sebuah citra warna. Hasil simulasi kedua ini merupakan simpulan akhir yang menentukan tingkat buta warna
pada seseorang. Dari simulasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa sistem yang dibuat dapat
mengklasifikasikan penderita buta warna sesuai dengan tingkatannya serta mampu memvisualisasikan warna-
warna yang dilihat oleh penderitanya.

Kata kunci: HIS, Ishihara, manipulasi, simulasi, tingkat buta warna

1. LATAR BELAKANG mengetahui keadaan buta warna pada partisipan


Salah satu gangguan yang terjadi pada mata yang difokuskan pada jenis buta warna merah-hijau.
adalah buta warna. Buta warna adalah suatu keadaan Dari dua penelitian di atas belum ada yang
dimana seseorang tidak dapat membedakan warna menggunakan nilai hue, intensity, dan saturation
tertentu yang bisa dibedakan oleh orang dengan (HIS) sebagai subjek untuk menentukan tingkatan
mata normal. Seseorang yang menderita buta warna buta warna pada seseorang. Oleh karena itu, pada
dapat disebabkan oleh kelainan sejak lahir atau penelitian ini penulis mencoba membuat simulasi
akibat penggunaan obat-obatan yang berlebihan. penentuan tingkat buta warna dengan menghitung
Buta warna umumnya diderita oleh laki-laki, sebaran nilai hue, intensity, dan saturation untuk
sedangkan wanita hanyalah sebagai gen tiap-tiap citra uji. Citra uji yang digunakan dalam
pembawa/resesif. Saat ini di Eropa sekitar 8-12% penelitian ini adalah citra Ishihara. Penghitungan
pria dan 0,5-1% wanita menderita buta warna. nilai hue, intensity, dan saturation dari citra Ishihara
Penelitian lain menyatakan satu dari 12 orang pria ini dilakukan untuk mengetahui tingkat buta warna
menderita buta warna, sedangkan wanita hanya 1 pada seseorang, karena selama ini tes Ishihara belum
dari 200 orang saja yang menderita buta warna . dapat memberikan diagnosa yang jelas mengenai
Beberapa penelitian mengenai buta warna telah tingkatan buta warna.
banyak dilakukan, diantaranya oleh Luke Jefferson
dan Richard Harvey. Dalam papernya yang 2. TINGKATAN BUTA WARNA
berjudul An Interface to Support Color Blind Ada tiga jenis gangguan penglihatan terhadap
Computer Users, mereka melakukan penelitian warna, yaitu:
tentang bagaimana metode baru diadaptasikan pada 1. Monochromacy
citra digital, sehingga dapat digunakan oleh orang Monochromacy adalah keadaan dimana
yang buta warna. Simulasi dilakukan terhadap seseorang hanya memiliki sebuah sel pigmen
penderita buta warna menggunakan algoritma dan cones atau tidak berfungsinya semua sel cones .
sebuah tes standard untuk buta warna. Penelitian ini Monochromacy ada dua jenis, yaitu rod
bertujuan mengamati panjang gelombang yang monochromacy dan cone monochromacy .
diterima oleh penderita buta warna yaitu long, a. Rod monochromacy (typical) adalah jenis
middle, dan short (LMS). buta warna yang sangat jarang terjadi, yaitu
Penelitian lain oleh R. Balasundaram dan ketidakmampuan dalam membedakan
Sagili Chandrasekhara Reddy disampaikan dalam warna sebagai akibat dari tidak
papernya yang berjudul Prevalence of Color Vision berfungsinya semua cones retina . Penderita
Deficiency Among Medical Students and Health rod monochromacy tidak dapat
Personnel. Pada penelitian ini dilakukan tes buta membedakan warna sehingga yang terlihat
warna terhadap mahasiswa International Medical hanya hitam, putih dan abu-abu.
University dan pegawai dari Seremban Hospital. Tes b. Cone monochromacy (atypical) adalah tipe
ini menggunakan 24 plates citra Ishihara untuk monochromacy yang sangat jarang terjadi
yang disebabkan oleh tidak berfungsinya

I-26
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 20 Juni 2009

dua sel cones. Penderita cone biru-kuning dan merupakan tipe


monochromacy masih dapat melihat warna dichromacy yang sangat jarang dijumpai.
tertentu, karena masih memiliki satu sel 3. Anomalous trichromacy
cones yang berfungsi. Anomalous trichromacy adalah gangguan
2. Dichromacy penglihatan warna yang dapat disebabkan oleh
Dichromacy adalah jenis buta warna dimana faktor keturunan atau kerusakan pada mata
salah satu dari tiga sel cone tidak ada atau tidak setelah dewasa. Penderita anomalous
berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel trichromacy memiliki tiga sel cones yang
pigmen pada cone, seseorang yang menderita lengkap, namun terjadi kerusakan mekanisme
dikromatis akan mengalami gangguan sensitivitas terhadap salah satu dari tiga sel
penglihatan terhadap warna-warna tertentu. reseptor warna tersebut .
Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian a. Protanomaly adalah tipe anomalous
berdasarkan sel pigmen yang rusak]. trichromacy dimana terjadi kelainan
a. Protanopia adalah salah satu tipe terhadap long-wavelength (red) pigment,
dichromacy yang disebabkan oleh tidak sehingga menyebabkan rendahnya
adanya photoreseptor retina merah . Pada sensitifitas terhadap cahaya merah . Artinya
penderita protanopia, penglihatan terhadap penderita protanomaly tidak akan mampu
warna merah tidak ada. Dichromacy tipe ini membedakan warna dan melihat campuran
terjadi pada 1% dari seluruh pria. warna yang dapat dilihat oleh mata normal.
Protanopia juga dikenal dengan buta warna
merah-hijau seperti terlihat pada gambar 1.

Gambar 3. Pergeseran panjang gelombang


warna merah
Gambar 1. Perubahan sensitivitas panjang
gelombang warna merah
Penderita juga akan mengalami penglihatan
yang buram terhadap warna spektrum
b. Deutanopia adalah gangguan penglihatan
merah. Hal ini mengakibatkan mereka
terhadap warna yang disebabkan tidak
dapat salah membedakan warna merah dan
adanya photoreseptor retina hijau . Hal ini
hitam.
menimbulkan kesulitan dalam membedakan
b. Deuteranomaly disebabkan oleh kelainan
hue pada warna merah dan hijau (red-green
pada bentuk pigmen middle-wavelength
hue discrimination) . Seperti terlihat pada
(green) .
gambar 2.

Gambar 4. Pergeseran panjang gelombang


Gambar 2. Perubahan sensitivitas panjang warna hijau
gelombang warna hijau
Sama halnya dengan protanomaly,
c. Tritanopia adalah keadaan dimana deuteranomaly tidak mampu melihat
seseorang tidak memiliki short-wavelength perbedaan kecil pada nilai hue dalam area
cone . Seseorang yang menderita tritanopia spektrum untuk warna merah, orange,
akan kesulitan dalam membedakan warna kuning, dan hijau. Penderita salah dalam
biru dan kuning dari spektrum cahaya menafsirkan hue dalam region warna
tampak. Tritanopia disebut juga buta warna tersebut karena hue-nya lebih mendekati

I-27
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 20 Juni 2009

warna merah.. Perbedaan antara keduanya 3.1 Citra Ishihara


yaitu penderita deuteranomaly tidak Citra Ishihara terdiri dari 24 plates dimana
memiliki masalah dalam hilangnya masing-masingnya memiliki objek, warna objek
penglihatan terhadap kecerahan (object color), dan warna latar (background color)
(brigthness). Seperti terlihat pada yang berbeda. Namun, citra Ishihara yang biasa
gambar 4. digunakan lebih dominan menggunakan warna
c. Tritanomaly adalah tipe anomolous merah dan hijau, sehingga hanya dapat digunakan
trichromacy yang sangat jarang terjadi, untuk mengetahui buta warna parsial terhadap warna
baik pada pria maupun wanita. Pada merah-hijau. Sedangkan untuk buta warna parsial
tritanomaly, kelainan terdapat pada short- terhadap warna biru-kuning akan sulit diketahui dari
wavelength pigment (blue). Pigmen biru ini tes ini karena citra Ishihara sedikit sekali
bergeser ke area hijau dari spektrum warna. menggunakan warna biru dan kuning. Untuk itulah
Tidak seperti protanomaly dan diperlukan manipulasi 24 plates citra Ishihara yang
deuteranomaly, tritanomaly diwariskan berwarna merah-hijau ini menjadi 48 plates dengan
oleh kromosom 7. Inilah alasan mengapa penambahan 24 plates citra yang berwarna biru-
penderita tritanomaly sangat jarang kuning.
ditemui.
3.2 Penghitungan Sebaran Nilai Hue,
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa Intensity, dan Saturation (HIS)
tahapan untuk mendapatkan hasil akhir. Rencana Tahap pertama pada penelitian ini adalah
umum dari penelitian ini dapat digambarkan seperti menghitung sebaran nilai hue, intensity, dan
blok diagram berikut. saturation (HIS) dari 24 plates Ishihara. Penelitian
ini menggunakan sistem ruang warna HIS karena
3. BLOK DIAGRAM SISTEM PENELITIAN lebih tepat dan mudah untuk direpresentasikan pada
Blok diagam pada penelitian ini dapat dilihat citra berwarna. Sebaran nilai HIS ini perlu diketahui
pada gambar 5. karena akan digunakan pada proses manipulasi 24
plates citra Ishihara menjadi 48 plates. 24 plates
Manipula citra Ishihara yang berwarna merah-hijau akan
Citra HIS diubah warnanya menjadi biru-kuning.
Ishihara si Citra
Ishihara Berikut formula untuk konversi RGB ke
HIS dan hasilnya seperti tabel 1:
⎛ 0.5(( R − G) + ( R − B)) ⎞
H = arccos ⎜ ⎟ (1)
⎜ ( R − G)2 + ( R − B)(G − B) ⎟
⎝ ⎠
Hasil Simulas If B>G then: H: =3600-H
Akhir i min{R, G, B}
S = 1− 3 (2)
Gambar5. Blok diagram penelitian
R+G+ B
( R + G + B)
I= (3)
Penelitian ini dimulai dengan pembacaan citra 3
original berupa 24 buah plates citra Ishihara.
Kemudian proses dilanjutkan dengan menghitung Tabel 1. HIS warna-warna primer dan beberapa
sebaran nilai hue, intensity, dan saturation dari warna sekunder
masing-masing plates. Dari hasil ini dibuat Warna H I S
manipulasi untuk delapan kondisi buta warna yaitu
Merah 0 120 240
Protanomaly, Protanopia, Deuteranomaly,
Kuning 40 120 240
Deutanopia, Tritanomaly, Tritanopia, Cone
Hijau 80 120 240
Monochromacy, dan Rod Monochromacy. Hasil
Cyan 120 120 240
manipulasi ini dijadikan sampel untuk simulasi
pertama yang menggunakan citra Ishihara. Biru 160 120 240
Berdasarkan hasil simulasi pertama akan diperoleh Magenta 200 120 240
simpulan mengenai keadaan mata responden. * Nilai H (hue) dinyatakan dalam derajat
Kemudian dibuat simulasi kedua dengan
menggunakan citra warna untuk membandingkan 3.3 Manipulasi Citra Ishihara
warna citra asli dengan warna yang dilihat oleh Pada proses manipulasi citra Ishihara ini
penderita. Langkah terakhir yaitu dilakukan analisis digunakan bantuan bahasa pemograman Microsoft
terhadap hasil dari seluruh proses yang telah dilalui Visual C++ 6.0. Untuk mengubah plates Ishihara
dimana analisis ini akan memberikan simpulan yang berwarna merah dan hijau menjadi biru dan
akhir. kuning, maka terlebih dahulu ditentukan range HIS

I-28
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 20 Juni 2009

untuk warna merah dan kuning serta hijau dan biru. Jika responden melihat angka pada citra, maka
Setelah range-nya diketahui akan diprogram agar akan muncul pertanyaan tambahan yaitu angka
warna merah-hijau ini berubah menjadi warna biru- berapa yang dilihat responden tersebut. Apabila
kuning dengan menggunakan range yang sama. responden tidak melihat angka, maka responden
Warna merah akan diubah menjadi kuning dan langsung mengisikan pilihan jawaban pada warna
warna hijau akan diubah menjadi warna biru. yang dilihat pada citra, baik warna objek maupun
Program manipulasi ini bertujuan untuk warna background.
mendapatkan 24 plates citra Ishihara baru dengan
warna biru-kuning. Range hue untuk warna merah 3.5 Simulasi Citra Warna
adalah dari 0 – 30 dan 210 – 240 sedangkan warna Simulasi ini merupakan simulasi kedua dengan
hijau berada dalam range 51 – 110. Warna merah menggunakan sebuah citra warna. Simulasi ini
akan diubah menjadi warna kuning dengan rentang dilakukan terhadap responden yang sama, dimana
hue 31 – 50, dan warna hijau diubah menjadi warna akan ditampilkan dua buah citra warna, yaitu citra
biru yang berada dalam range 131 – 190. asli dan citra yang dilihat oleh responden. Warna
Pengubahan intensitas citra tidak terlalu pada citra 2 akan disesuaikan dengan tingkatan buta
berpengaruh karena pergeseran yang dilakukan warna yang dialami oleh responden. Sedangkan bagi
hanya dalam jumlah yang kecil. seperti ditunjukkan responden dengan mata normal warna citra kedua
pada tabel 2. adalah warna yang sama dengan citra asli.

Tabel .2 Range HIS warna-warna primer dan


beberapa warna sekunder
Warna H I S
0 – 30
Merah 50 – 200 > 90
211 – 240
Kuning 31 – 50 50 – 200 > 90
Hijau 51 – 110 50 – 200 > 90
Cyan 111 – 130 50 – 200 > 90
Biru 131 – 190 50 – 200 > 90
Magenta 191 – 210 50 – 200 > 90
* Nilai H (hue) dinyatakan dalam derajat

3.4 Simulasi Citra Ishihara


Simulasi citra Ishihara adalah simulasi pertama
yang dilakukan terhadap responden. Responden Gambar 7.Tampilan simulasi kedua
akan diperlihatkan 48 plates citra Ishihara dan
diminta untuk mengenali objek yang terdapat di Responden akan diminta untuk menganalisis
dalamnya. Citra yang ditampilkan untuk masing- warna pada kedua citra dan memberikan simpulan
masing responden akan berbeda urutannya karena bagaimana warna pada citra 1 dan citra 2. Apabila
diprogram acak/random. Responden akan diberi responden tidak dapat membedakan warna kedua
pilihan untuk masing-masing citra, dimana citra tersebut, maka program akan memberikan
responden akan diminta mengisikan pilihannya simpulan akhir jenis atau tingkat buta warna yang
untuk dua pertanyaan utama yaitu angka dan warna. dialami oleh responden. Hal ini juga membuktikan
bahwa program telah berjalan dengan baik dan
memberikan hasil yang tepat.
Analisis dilakukan terhadap jawaban dari form
responden dan analisis dari program yang dibuat.
Untuk lebih jelasnya akan ditampilkan simpulan dari
kelainan yang dialami oleh responden yang meliputi
nilai angka dan warna yang dilihat responden dalam
bentuk dialog box seperti terlihat pada Gambar 8.
Tampilan di atas merupakan hasil simulasi
pertama responden, dimana akan terlihat berapa nilai
angka dan warna masing-masing responden pada
kategori red-green dan blue-yellow. Hasil inilah
yang menjadi acuan bagi tampilan citra 2 pada
Gambar 6. Tampilan simulasi pertama simulasi kedua.. Hasil tersebut dapat dilihat pada
Tabel 3.

I-29
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022
Yogyakarta, 20 Juni 2009

3. Sistem yang telah dibuat mampu


memvisualisasikan apa yang dilihat oleh
penderita buta warna, sehingga memberikan
gambaran yang lebih jelas mengenai pergeseran
warna yang dilihat oleh penderitanya.

PUSTAKA
Simanjuntak, Gilbert WS. 2007. “Buku Petunjuk
Tes Buta Warna Untuk Orang Tua, Guru, dan
Pegawai”. Jakarta : Papas Sinar Sinanti.
Simanungkalit, Bona dan Bien Pasaribu. 2007.
Gambar 8. Tampilan simpulan hasil simulasi tes “Colour Blind Test Buta Warna”. Jakarta :
buta warna Papas Sinar Sinanti.
Jefferson, Luke and Richard Harvey. “An Interface
Tabel 3. Klasifikasi responden berdasarkan to Support Color Blind Computer Users”.
tingkatan buta warna School of Computing Sciences. University of
Color Deficiency Male Female East Anglia. 2007.
Protanopia 1 - Balasundaram, R and Sagili Chandrasekhara Reddy.
Deutanopia 4 - “Prevalence of Color Vision Deficiency
Protanomaly 3 1 Among Medical Students and Health
Personnel”. Academy of Family Physician of
Deuteranomaly 1 -
Malaysia. 2006.
Overall (red-green) 9 1
Munir, Rinaldi. 2004. “Pengolahan Citra Digital
Tritanopia - -
dengan Pendekatan Algoritmik”. Bandung :
Tritanomaly - - Informatika.
Cone Monochromacy - - Glynn, Earl F. 2007. “Using Color in R”.
Rod Monochromacy - - R/Bioconductor Discussion Group. Stowers
Trichromacy 2 - Institute for Medical Research.
Eizo Nanao Corporation. 2006. “Color Universal
Berdasarkan hasil dan analisis yang telah Desain Handbook”. CUDO. Japan.
dijelaskan di atas, maka dari simulasi pertama Color Vision Examination. 2005. “Guidance Note
diperoleh kesimpulan mengenai objek (angka) yang MS7, Third Edition”. Published by The
dilihat oleh masing-masing responden. Dengan Health and Safety Executive.
tingkat buta warna yang berbeda, responden juga http://colorvisiontesting.com/color8.htm.
melihat angka yang berbeda satu dengan lainnya. “Excellent Explanation of Color
Blindnessand Considerations When
4. KESIMPULAN Designing a Webpage”. Artikel. Diakses
Berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah tanggal 12 Maret 2008.
dilakukan terhadap responden, diperoleh simpulan Kentaro, Oda. 2002. “The Kyushu United Team in
sebagai berikut: the Four Legged Robot”. Department of
1. Pengklasifikasian warna berdasarkan nilai hue, Artificial Intelligence, Kyushu Institute of
intensity, dan saturation (HIS) dapat digunakan Technology : Japan.
untuk memodifikasi warna citra uji buta warna http://www.google.co.id/colorblindness.htm. “Color
(citra Ishihara) dengan cara menggeser nilai- Blindness”. Artikel. Diakses tanggal 6 Maret
nilai HIS citra tersebut secara proporsional 2008
sesuai dengan tingkat buta warna seseorang. Color Vision Examination. 2005. “Guidance Note
2. Penelitian ini telah berhasil melakukan simulasi MS7, Third Edition”. Published by The
terhadap penderita buta warna sesuai dengan Health and Safety Executive.
klasifikasinya secara medis.
.

I-30

Anda mungkin juga menyukai