Anda di halaman 1dari 7

Kerusakan Jalan: Akibat, Kesengajaan atau Dampak?

Heddy R Agah
Anggota HPJI no 0409
Dosen Departemen Teknik Sipil FTUI
agah@eng.ui.ac.id

Sejumlah bagian jalan atau bahkan ruas jalan pada akhir-akhir ini banyak dijumpai dalam
kondisi rusak dengan berbagai jenis tingkatannya. Kerusakan tersebut bahkan banyak yang dapat
dikategorikan sebagai rusak berat dan sedang. Pada beberapa bulan lalu, sesuai dengan kondisi
alam, daerah-daerah di Indonesia mengalami musim hujan, sehingga kerusakan jalan seringkali
dikaitkan dengan fenomena alam ini. Pada saat musim hujan, perbaikan tidak atau relatif sulit
untuk dilakukan, khususnya untuk jenis konstruksi jalan lentur. Padahal untuk hampir delapan
puluh persen jalan di Indonesia masih menggunakan aspal sebagai bahan utama pembuatan.
Berbagai keluhan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kondisi kerusakan jalan tersebut.
Kerusakan itu yang mengakibatkan lumpuhnya perekonomian, meningkatnya biaya transportasi
karena waktu perjalanan menjadi lebih lama, kerusakan kendaraan akibat guncangan pada jalan
berlubang, dan meningkatnya jumlah kecelakaan lalulintas khususnya kendaraan roda dua karena
terjebak oleh kondisi jalan rusak dan berlubang. Jalur jalan Pantura dan jalan di Lintas Sumatera
saat ini mengalami tingkat kerusakan yang parah, sementara beban lalulintas ekonomi sangat
tinggi pada dua jalur tersebut.
Tulisan ini membahas kerusakan jalan tidak ditinjau secara khusus dari aspek teknisnya,
namun meninjau berbagai faktor yang secara tidak langsung justru seringkali menjadi awal
kerusakan jalan. Bahasan tersebut akan dikaitkan dengan karakteristik perlaku dan beberapa aksi -
perbuatan- yang menurunkan peran dan fungsi jalan dan bagian bagian jalan.

Perilaku Pengguna Jalan


Perencanaan konstruksi jalan didasarkan atas prakiraan beban lalulintas yang melewatinya
dengan mengkonversi kananya menjadi satuan mobil penumpang (SMP), beban per roda
kendaraan, dan jumlah roda kendaraan. Beban kumulatif lalulintas tersebut menjadi masukan
untuk memperhitungkan kekuatan lapis-lapis konstruksi jalan. Sesuai dengan fungsi jalan, beban
maksimum ditetapkan antara 8 ton dan 12 ton, sehingga secara teoritis masa layan jalan dapat
diperhitungkan. Menurut metode Pangkat Empat (fourth factor method), penambahan beban per
roda kendaraan mengakibatkan tingkat kerusakan sebesar pangkat empat rasio antara beban nyata

1 hra
yang bekerja dan beban standar. Artinya, penambahan beban tersebut akan sangat mempengaruhi
umur layan jalan yang menjadi jauh lebih pendek karena faktor pangkat empat tersebut. Kerusakan
dini dengan segera dapat terjadi, apabila beban lalulintas melebihi beban standar rencana.
Perilaku pengguna jalan yang berdampak pemendekan umur layan konstruksi jalan
dipengaruhi oleh keinginan untuk mengangkut barang semaksimal mungkin untuk setiap
kendaraan. Berbagai faktor menjadi alasan para pengguna jalan untuk mengangkut beban yang
lebih besar, khususnya kendaraan berat seperti truk, kontainer, dan kendaraan berat lainnya. Di
daerah daerah yang banyak menghasilkan kayu hutan, kendaraan super berat sangat sering
dijumpai. Perusakan terjadi lebih cepat karena konsentrasi beban pada setiap roda kendaraan
sangat tinggi akibat jumlah axle yang terbatas, karena konfigurasi roda kendaraan masih mengacu
kepada desain truk untuk muatan normal. Perilaku pengemudi atau pengusaha angkutan truk
tersebut lebih mengutamakan efisiensi dari satu sudut pandang biaya transportasi yang lebih
rendah. Kerugian yang diderita akibat kerusakan jalan menjadi pertimbangan terakhir. Meski pada
saatnya apabila jalan tersebut rusak dan mengakibatkan turunnya kecepatan, biaya transportasi
justru akan menjadi semakin tinggi. Biaya yang harus ditanggung bukan saja biaya transportasi
tetapi juga mencakup biaya kerusakan kendaraan yang sangat mungkin terjadi karena guncangan
dan ketidakstabilan gerakan kendaraan.
Solusi yang dapat diambil adalah mengurangi beban setiap roda dengan menambah axle
setiap kendaraan. Apabila ini disepakati dan menjadi ketentuan yang mengikat untuk semua
komponen yang terkait dengan angkutan kendaraan berat, maka tingkat kerusakan nampaknya
akan dapat diatasi atau dapat diminimasikan.

By Design
Prinsip pembuatan jalan adalah mengakomodasi beban lalulintas sesuai standar dengan
meningkatkan kemampuan tanah dasar melalui lapis-lapis konstruksi. Melalui lapis konstruksi
tersebut diharapkan bahwa beban terdistribusikan secara merata pada setiap lapisnya, sehingga
lapis tanah dasar menerima beban minimal sesuai dengan daya dukungnya. Sudah sangat dipahami
oleh semua akhli konstruksi jalan bahwa kerusakan jalan akan terjadi dengan kahadiran air pada
lapis konstruksi. Sehingga secara dogmatis dikatakan bahwa musuh paling utama konstruksi
perkerasan jalan lentur adalah air. Sebagai upaya untuk mengurangi beban kerusakan akibat air,
dirancang perkerasan sedemikian rupa agar air dapat segera mengalir keluar dari badan jalan atau
permukaan perkerasan. Kemiringan permukaan jalan dibuat dengan menetapkan antara lain
sebesar 2%, sehingga air mudah teralirkan keluar dari badan jalan. Air tersebut harus segera
2 hra
dialirkan kembali, secara klasik direncanakan dengan membuat saluran air di tepi kiri atau kanan
jalan. Saluran dapat dibuat dengan metode terbuka atau saluran tertutup, dengan ukuran sesuai
dengan volume air yang akan ditampung sebagai limpasan dari badan jalan.
Kondisi tersebut merupakan standar baku yang seharusnya dipahami, dilaksanakan, dan
ditaati baik dalam tahap perencanaan maupun sampai pada tahap pemeliharaan. Kenapa rusak
dalam kategori “by design”?.
Jalan dalam kota. Amat mudah dapat ditemui kerusakan jalan pada lokasi tempat adanya sejumlah
perkantoran atau pertokoan yang terletak di sepanjang jalan. Umumnya fasilitas tersebut dibangun
setelah jalan selesai dibangun lengkap dengan infrastrukturnya, bahkan pada segmen tertentu
dilengkapi dengan fasilitas pejalan kaki. Sehingga ada ruang antara gedung, tempat parkir, dan
jalan (termasuk bahu jalan). Untuk mempermudah akses keluar masuk, saluran terbuka tersebut
kemudian ditutup secara permanen dengan menggunakan beton semen masif. Sehingga perannya
sebagai saluran terbuka sesuai rencana, berubah menjadi saluran tertutup rapat. Karena tidak ada
atau tidak tersedia petunjuk mengenai bagaimana mengubah saluran terbuka menjadi tertutup
maka seringkali –dan ini umumnya yang ditemui- saluran air menjadi tidak berfungsi sama sekali.
Bahkan air permukaan pun tidak mempunyai kesempatan untuk mengalir ke saluran air tersebut,
karena para pelaku pembuatan jembatan menutup saluran dan tidak atau tanpa membuat lubang air
atau mulut air. Mudah untuk dapat dimengerti bahwa pada akhirnya air tetap menggenang di
permukaan jalan. Apabila curah hujan cukup lebat maka istilah yang disebut dengan banjir atau
genangan akan terjadi. Jadi “by design” ada saluran air terbuka, tetapi “by design” ada pertokoan
atau ruko, maka solusi tersebut menjadi sangat mudah dipahami untuk dilakukan oleh siapapun
sehingga juga “by design” nampaknya belum ada larangan atau peraturan terhadap alih fungsi
tersebut.
Kasus ekstrim lain yang juga sering ditemui adalah membangun di atas saluran (dalam
berbagai bentuk dan dimensi saluran) fasilitas seperti toko, tempat usaha, bahkan rumah tinggal.
Menjadi pemandangan umum bahwa bahu jalan dan selokan di jalan antar kota diokupasi oleh para
pedagang kaki lima. Dalam kasus ini yang terjadi malah lebih parah, karena selain menutupi
kesempatan air masuk ke dalam selokan sampah atau berbagai bahan –material- buangan dibuang
ke selokan. Jadi terjadi dua hal yang saling menambah, air permukaan tidak dapat memasuki
selokan dan saluran air menjadi lebih dangkal akibat tumpukan sampah hasil para pedagang kaki
lima. Lihatlah misalnya keadaan di sepanjang jalan luar kota ke arah Puncak, baik sisi kiri maupun
sisi kanan, atau daerah pertokoan di Jakarta yang menutup saluran secara solid tanpa
memperhatikan arah aliran air permukaan jalan yang seharusnya masuk ke saluran.
3 hra
Secara teknik sering juga ditemui saluran air dibangun dan penutupnya difungsikan sebagai
fasilitas pejalan kaki. Pada setiap jarak tertentu dibuat bukaan untuk aliran air dari permukaan
jalan ke arah selokan, namun bukaan tidak cukup besar, dan seringkali level permukaan jalan lebih
rendah dibandingkan dengan bukaan yang dibuat. Akibatnya air hujan atau air pemukaan
menggenangi permukaan jalan.
Jadi: -apakah seseorang diijinkan untuk menutup saluran terbuka menjadi saluran tertutup, apakah
diijinkan untuk membuat jembatan penghubung diatas saluran air antara jalan dan ruko, kantor
atau rumah, apakah sudah dibuat secara benar analisis drainase sehingga jalan tidak membutuhkan
saluran air di tepi kiri dan/atau kanannya. Sehingga apabila boleh atau bagaimana pengarutannya
(lebar jembatan, bentuk lapisan atau strukturnya, bahan yang diijinkan, persyaratan drainase
minimal), apabila diperkenankan siapa yang dapat memberikan izin?.

Pengaruh Lingkungan
Akhli konstruksi jalan sangat bersepakat bahwa musuh utama perkerasan jalan khususnya
perkerasan jalan lentur, adalah air. Air dapat memberi pengaruh dan dampak dalam berbagai
kondisi, seperti air permukaan, air yang terkepung –terjebak- dalam konstruksi, air intrusi dari
lapis bawah tanah (subgrade). Apabila semua penyebab keberadaan air tersebut sudah
terperhitungkan dalam proses perencanaan, maka umur rencana dan umur jalan pada masa
layannya akan tercapai. Upayanya adalah mengalirkan air secepatnya dari lapis lapis konstruksi
perkerasan jalan keluar dari badan jalan, melalui penyediaan sistem drainase yang tepat.
Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi penyebab kerusakan yang lebih awal adalah
kondisi tanah dasar yang tidak memenuhi kriteria teknis seperti yang diukur dengan nilai CBR,
atau tanah yang memiliki sifat labil. Apabila perencana tidak memperhitungkan dengan teliti
faktor faktor tersebut maka sangat mungkin terjadi badan jalan akan turun sesuai dengan
mekanisme konsolidasi tanah dasarnya. Apabila penurunan terjadi secara tidak merata, maka jalan
akan menjadi rusak (failure), mulai dri tingkat kerusakan ringan hingga kerusakan berat.
Kerusakan akan menjadi lebih cepat terjadi dengan gabungan beban berat –overload- yang melalui
segmen jalan tersebut. Pengamatan yang cermat terhadap sifat tanah pada segmen sepanjang jalan
sangat penting dalam mengurangi kerusakan jalan –khususnya kerusakan dini-. Seperti banyak
terjadi akhir-akhir ini, jalan terpaksa harus ditutup karena lereng yang tidak stabil mengakibatkan
kelongsoran. Longsoran mengakibatkan jalan tertutup timbunan tanah, atau apabila badan jalan
terletak dalam bidang longsor, jalan menjadi rusak total.

4 hra
Malpraktek Perencanaan dan Pelaksanaan
Pembangunan konstruksi jalan lentur dengan menggunakan bahan dasar batuan yang diikat
dengan bahan aspal, membutuhkan perencanaan yang proporsional agar campuran berfungsi sesuai
rencana. Persentase aspal dan batuan yang tidak sesuai spesifikasi berakibat menurunkan kualitas
dalam arti kekuatan dan kemampuan dalam menanggulangi beban ulangan lalulintas kendaraan.
Pencampuran antara batuan dan aspal dapat dilakukan dengan mengacu kepada berbagai standar
perencanaan dan standar pencampuran bahan seperti AASTHO, Asphalt Institute, atau SNI di
Indonesia. Secara bertahap proses pembuatan campuran diawali dengan perencanaan campuran,
pencampuran di pabrik (asphalt mixing plant), dan diakhiri dengan adalah penghamparan di
lapangan. Seluruh tahapan tersebut harus memenuhi kriteria dan standar atau spesifikasi, apapun
standar – spesifikasi yang digunakan.
Perencanaan yang dibuat dengan mempertimbangkan sifat bahan dasar dan pengaruh
lingkungan serta kemampuan dalam menanggulangi beban akan memberi hasil konstruksi
perkerasan yang kokoh. Persyaratan bahan harus memenuhi kriteria kekokohan batuan yang diuji
dengan menggunakan alat seperti Los Angelos Abrasion. Presentase jumlah batuan yang hancur
dibandingkan dengan batuan rencana memberikan gambaran mengenai kekuatan batuan tersebut
terhadap beban ulangan lalulintas kendaraan. Komposisi agregat atau gradasi harus sesuai dengan
jenis penggunaannya, seperti apakah kita untuk lapis pondasi bawah beraspal atau untuk lapis
permukaan. Gradasi akan memberikan rongga yang perlu diisi oleh aspal sebagai bahan pengikat
atau ruang tempat aspal mencair pada suhu permukaan tinggi. Persyaratan umum seperti nilai
penetrasi, ditetapkan berdasarkan spesifikasi dengan rentang 40 hingga 70 disesuaikan dengan
kondisi cuaca dan metode pelaksanaannya. Dengan memperhitungkan komposisi batuan dan
jenisnya, umumnya dapat ditentukan presentase penggunaan aspal antara 5 – 6% diperhitungkan
terhadap seluruh komposisi bahan. Penghamparan di lapangan menjadi penentu final untuk
menjamin bahwa kualitas campuran yang dibuat akan mampu bertahan sesuai umur rencana.
Proses pemadatan sesuai standar harus memberikan tingkat kepadatan campuran sedikitnya 85%.
Perolehannya tergantung kepada temperatur saat penghamparan, temperatur saat pemadatan, dan
jumlah lintasan proses pemadatan dengan variasi jenis alat pemadatnya.
Penurunan kualitas campuran aspal beton dapat terjadi pada setiap tahap dari proses tersebut.
Panjangnya rentang proses dan kendali pada setiap tahap tersebut sangat memungkinkan terjadinya
penurunan kualitas. Monitoring pada setiap tahap sangat krusial untuk dilakukan oleh akhli dengan
komitmen terhadap mutu. Penurunan kualitas dapat terjadi karena kelengahan saat proses tersebut,
tetapi juga sangat mungkin terjadi karena kesengajaan agar proses pencampuran menjadi lebih
5 hra
singkat, biaya produksi menjadi lebih kecil, dengan upaya meliputi perubahan komposisi bahan
dasar campuran.
Malpraktek pada setiap tahap tersebut sangat berpengaruh terhadap umur konstruksi dan
mengakibatkan jalan menjadi cepat rusak (kerusakan dini) dengan berbagai bentuk kerusakannya.
Kekurangan aspal misalnya, akan mengakibatkan ikatan antar butir menjadi kecil dan menjadikan
campuran menjadi lebih mudah terlepas karena butiran tidak terselimuti oleh bahan pengikat aspal.
Kerusakan dini lapisan konstruksi jalan dapat terjadi akibat faktor tersebut.

Tanggung Jawab Sosial


Prasarana jalan adalah milik publik yang dipergunakan untuk melayani masyarakat dalam
menjalankan berbagai fungsinya untuk kepentingan baik ekonomi maupun sosial. Jalan dibangun
oleh pemerintah dengan mengandalkan antara lain penerimaan dari pajak masyarakat. Apabila
prasana jalan tersebut memiliki kondisi baik, maka pergerakan ekonomi akan dapat terjamin
sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Pemerintah secara prinsip bertanggung
jawab atas berfungsinya prasarana jalan dengan melakukan tindakan baik peningkatan,
pemeliharaan, maupun rehabilitasi. Namun karena jalan adalah milik umum, maka seyogyanya
peran masyarakat baik pengguna jalan langsung maupun pengguna jalan tidak langsung turut
bertanggung jawab dalam memelihara fungsi jalan.
Tanggung jawab sosial ini antara lain terkait dengan kesadaran dalam menggunakan
prasarana jalan dengan baik, sesuai dengan kemampuan jalan menanggulangi beban lalulintas.
Peran masyarakat dalam memelihara kondisi jalan meliputi antara lain menggunakannya tidak
untuk kepentingan selain akomodasi arus lalulintas. Banyak dijumpai, sebagaimana diuraikan
sebelumnya, kenyataan bahwa masyarakat menggunakan bahu jalan untuk kepentingan pribadi
tanpa mempedulikan fungsi fasilitas tersebut. Pembatasan beban jalan untuk daerah pemukiman
agar tidak dilalui oleh kendaraan berat juga menjadi bagian dari merasa memiliki jalan untuk
kepentingan bersama. Sebagaimana ditulis pada bagian by design, masyarakat seringkali
melaksanakan kebiasaan yang tidak lazim, yaitu menjadikan saluran yang air sebagai penampung
sampah. Dimensi saluran menyempit akibat sampah tersebut membuat kapasitas saluran mengecil.
Pemeliharaan saluran secara rutin dengan membuang endapan dari berbagai material, belum
menjadi kebiasaan atau prosedur operasional standar bagi para pengelola. Saluran air masih
dianggap sebagai perangkat pembantu atau pelengkap struktur jalan sehingga prioritas
pemeliharaannya menjadi rendah. Menjelang musim hujan tindakan pengerukan atau pembersihan
dilakukan seadanya.
6 hra
Penutup
Prasarana jalan merupakan fasilitas yang sangat penting dalam menunjang kehidupan dan
peningkatan kualitas hidup masyarakat. Proses penyediaannya sangat membutuhkan biaya yang
besar, bukan saja biaya untuk membangun konstruksinya melainkan juga biaya sosial yang
mungkin ditimbulkannya. Pembangunan jalan juga sangat membutuhkan sejumlah besar bahan
alam yang berpotensi mengganggu keserasian lingkungan, sehingga menjadi sangat logis apabila
kita bersama turut bertanggung jawab dalam memelihara agar jalan berfungsi dengan optimal.
Semua komponen masyarakat, akhli jalan sebagai baik konsultan maupun kontraktor, pengguna
jalan khususnya yang berpretensi untuk menggunakannya dengan beban di luar rencana, serta
masyarakat bukan pengguna jalan perlu meningkatkan rasa memiliki dan rasa turut memelihara
fungsi jalan tersebut. (hra).

7 hra

Anda mungkin juga menyukai