Anda di halaman 1dari 2

MEMBUAT INSTALASI BIOGAS (DAUR ULANG TINJA)

SEDERHANA , HASIL KREATIFITAS KTT NGUDI LUHUR


KEBUMEN

Oleh: Feriawan A.N. dan Endang Subekti.

Barusan beberapa minggu lalu istri saya dapat kesempatan dolan-dolan ke desa pelosok
sampai dengan Kebumen. Ada sebuah desa namanya Bonjoklor, Kecamatan Bonorowo,
Kabupaten Kebumen dan kemudian bertemu dengan Kelompok Tani Teladan (KTT) Ngudi
Luhur.

Sebuah oleh-oleh berupa dua lembar kertas fotocopyan disertinja uraian penjelasan dari dia
sangat memancing rasa ingin tau saya. Ini bukan sekedar gambaran kesahajaan desa atau
kapitalisasi teknologi. Ini adalah inovasi teknologi masyarakat desa untuk berkarya dengan
segenap kemampuan yang ada.

Konon, mereka telah berhasil membuat instalasi daur ulang tinja dengan menggunakan biaya
sangat murah. Per instalasi yang dikerjakan di satu KK ini total biayanya (non tenaga kerja)
adalah 319.000 rupiah dengan potensi penghematan kebutuhan minyak tanah sebesar
1.260.000 rupiah per tahun.

Latar Belakang

Desa Bonjoklor tidaklah berbeda kehidupannya dengan desa-desa di Indonesia pada


umumnya. Kebanyakan penduduk hidup dari bertani dan beternak, baik ternak Rojokoyo
(Ternak Sapi, Kambing, Domba, Kerbau) maupun ternak unggas (Ayam, Bebek, Entog). Konon
dari hasil pengamatan KTT, limbah tinja sapi, tinja kebo, tinja kambing itu hanya digunakan
untuk pupuk, atau mereka bilanglemi, dengan fermentasi ala kadarnya. Tidak lebih. Padahal
produksi limbah tinja sapi ini bisa dibayangkan dalam sehari berapa kilogram tinja segar yang
dihasilkan. Dari sanalah ide pemanfaatan limbah tinja ternak ini bermula dan dihitung biaya
yang paling murah beserta tingkat keamanannya. Katakanlah ancaman jikalau instalasi ini
meledak.

Salah seorang teman saya menyebutkan bahwa paling ideal, instalasi pengolah tinja ini
menggunakan drum untuk tampungan tinja. Tetapi, jangankan untuk drum, untuk membuat
bak tembok saja butuh biaya sekitar 3 juta. Maka berikut alternatif instalasi tinja yang
mungkin dikembangkan.

Dalam fotocopyan itu, disebutkan bahwa KTT Ngudi Luhur menampung buangan tinja 2 ekor
sapi dalam kantong plastik ukuran 7 meter lebar 1 meter. Plastik ini sering disebut sebagai
plastik polietilen. Karakter plastik ini adalah tebal, biasa digunakan untuk kemasan makanan
ataupun kacang di industri besar.

Plastik tersebut dibuat sedemikian rupa menyerupai tabung yang rapat sehingga gasnya
tidakngabar ataupun bocor. Gas inilah yang bisa dipakai untuk menggantikan bahan bakar
minyak tanah untuk memasak. Dibutuhkan piranti penekan seberat 2 kg untuk menjaga agar
gas bisa tersalur ke kompor dengan hitungan setara dengan bahan bakar minyak tanah 1 liter
per hari. Pasokan ini bisa untu
mencukupi kebutuhan memasak keluarga kecil sejumlah 3 – 5 orang anggota keluarga.
Produksi biogas bisa dihitung:

- Dalam sehari 1,5 m3 setara 1 liter minyak tanah @ Rp 3500 = Rp 3500


- Dalam sebulan 45 m3 setara 30 liter minyak tanah @ Rp 3500 = Rp 105.000
- Dalam setahun 540 m3 setara 360 liter minyak tanah @ Rp 3500 = Rp 1.260.000

Kebutuhan minyak tanah rata-rata per KK setara dengan produksi biogas di atas. Sehinggai
keuntungan dari kebutuhan ataupun pengeluaran akan minyak tanah akan tertutupi dengan
pemanfaatan biogas ini. Sehingga penghematan per tahun = 1.260.000 (diluar biaya
pembuatan instalasi)

Alat dan Bahan serta gambaran pengeluaran (Rp):

1. Plastik polietilen lebar 1 m 1 rol : Rp 180.000


2. Pipa PVC ½ Inci : Rp 12.000
3. Pipa PVC 3 inci : Rp 15.000
4. Lem PVC, 3 tube : Rp 15.000
5. Lem Ban 1 buah : Rp 3000
6. Keran Gas, 1 buah : Rp 25.000
7. Selang Plastik ½ inci, 10 m : Rp 30.000
8. Sambungan pipa T, 1 buah : Rp 2.500
9. Shock Drat pipa, 2 pasang : Rp 4.000
10. Tali karet ban dalam, 3 helai : Rp 5.000
11. Klem selang, 3 buah : Rp 2.500
12. Kompor gas`, 1 buah : Rp 25.000
Total Pengeluaran : Rp 319.000

Berikut skema pembuatannya: bisa dilihat di bawah. Instalasi ini lumayan bertahan lama
selama tidak terbakar, tidak dibocori oleh binatang, anak-anak ataupun akar tanaman.
KESIMPULAN

Teknologi ini sangat menolong masyarakat pedesaan yang selama ini bergantung kepada
kebutuhan minyak tanah. Teknologi ini bisa digunakan untuk sumber gas lainnya seperti tinja
manusia, tinja unggas ataupun sejenisnya dengan volume yang setara.

Demikian dari saya, semoga bermanfaat (*

Anda mungkin juga menyukai