Anda di halaman 1dari 2

Sabtu, 10 Februari 2007

Realitas Tunggal vs Realitas Jamak


Oleh: Leo Sutrisno*

Dalam tulisannya, Pontianak Post 5 Februari 2007, DR Aswandi menyatakan bahwa di


berbagai pertemuan ilmiah "jarang dihadapkan pada kondisi dimana banyak orang
mempertanyakan kebenaran ilmu pengetahuan... Mungkin saja mereka berkeyakinan
bahwa semuanya itu sudah benar, jelas, sempurna, dan tidak perlu pemikiran ulang".
Tampaknya, dugaan itu perlu direnungkan. Karena, hingga tulisan ini di-draf belum ada
tulisan lain yang menanggapinya.

Saya kira, pertama-tama dugaan tersebut bersifat lokal (Pontianak, Untan), di beberapa
tempat lain tetap berlangsung. Mempertanyakan 'kebenaran' pengetahuan merupakan
salah satu dari perwujudan 'saling kontrol' dalam masyarakat para peneliti. Setiap orang
punya hak untuk mempertanyakan 'kebenaran' pengetahuan yang ditemukan oleh teman
sejawatnya. Ia punya hak untuk memverifikasi, mengklarifikasi, atau mungkin bahkan
menyanggahnya dengan argument yang berbeda.

Prinsip 'saling kontrol' membuat ilmu pengetahuan terus menerus berkembang.

Selain saling control, ada prinsip yang lain yang juga dihayati dalam masyarakat para
peneliti, yaitu saling menghargai. Ide, gagasan, buah pikiran, pendapat dapat dating dari
siapa saja. Setiap anggota masyarakat para peneliti wajib menghargainya sekali pun
bertentangan dengan dirinya.

Masyarakat para peneliti selalu berusaha mencari 'penjelasan yang terbaik saat itu'.
Terbaik maksudnya, paling jelas, paling masuk akal, atau paling banyak manfaatnya.
Sekalipun belum ada kesepakatan yang mana yang terbaik, masyarakat para peneliti akan
menerima satu atau beberapa penjelasan yang dianggap terbaik. Kata 'saat itu' tidak boleh
dilepaskan dari kata di depannya karena ini merujukan pada suatu situasi tertentu. Situasi
tertentu itu tergantung pada banyak hal, misalnya refensinya, alatnya sudut pandangnya,
metodenya, bahkan juga kemampuan yang bersangkutan. Dengan demikian, jika
referensinya mutakhir, alatnya canggih, sudut pandangnya tepat, metodenya valid maka
akan dihasilkan penjelasan yang lebih baik lagi.

Jika kita menerima proposisi ini, yaitu para anggota masyarakat para peneliti 'hanya'
menyampaikan suatu penjelasan yang terbaik saat itu tentang sesuatu, maka kita tidak
akan menemukan kebenaran tunggal. Kita tidak sampai pada posisi untuk menerima
'yang ini benar yang lain salah'. Kita tidak sampai pada 'hanya ada satu kebenaran' dalam
ilmu pengetahuan. Kebenaran ilmu pengetahuan tidak tunggal, kecuali pada ilmu
pengetahuan yang mengandalkan deduktif murni seperti matematika, misalnya.

Contoh klasik, misalnya, para ilmuwan dahulu berpendapat bahwa bumi menjadi pusat
peredaran benda-benda langit (kita juga tahu bahwa benda-benda langit terbit di timur,
bergerak menyusuri lengkung langit kea rah baratm dan tenggelam di sana. Hari
berikutnya, akan terjadi demikian). Tetapi kini, para ilmuwan mengatakan bahwa bumi
bukan pusat peredaran. Sebaliknya, bumi bersama-sama dengan planet-planet lain
bergerak mengelilingi matahari. Dalam ruang jagad raya, bahkan dikatakan bahwa semua
benda-benda langit bergerak saling menjauhi, saat ini. Dengan demikian tidak ada satu
pun yang menjadi pusat peredaran.

Kalau demikian, yang benar yang mana? Orang awam mengatakan yang benar ya yang
sesuai dengan realita sesuai dengan kenyataannya. Pada tingkat tertentu pendaoat ini
boleh diterima. Pada tingkat realita yang sangat sederhana bias saja diterima. Misalnya,
pernyataan berbunyi 'Hari ini Pontianak banjir besar'. Pernyataan itu benar jika memang
hari ini terjadi banjir besar jika tidak berarti pernyataan itu salah. Pada tingkat lanjut, kita
masih dapat mempedebatkan criteria 'banjir besar'. Dengan sudut pandang yang berbeda,
dengan argumen yang berbeda, dengan pertimbangan yang berbeda akan dihasilkan
criteria banjir besar yang berbeda. Karena itu, akan susah diukur kesesuaiannya dengan
realita.

Kita lihat yang lebih jauh lagi, Ahli Fisika Plank, menemukan rumus-rumus yang dapat
dipakai untuk menjelaskan apa yang terjadi sampai dengan
1/10.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000.000. sekon setelah
penciptaan dunia. Bagaimana kita membuktikan kebenarannya? Apakah kita dapat
mencocokan dengan realitasnya? Justru realitasnya itulah yang dicoba diungkapkan oleh
Plank dengan berbagai argumentasinya. Dengan demikian kita bergerak menuju ke suatu
realitas melalui penjelasan-penjelasan ilmu pengetahuan. Karena itu, masyarakat para
peneliti lebih cenderung menerima realitas jamak dari pada realitas tunggal. Bukan alam
diterministis tetapi alam probabilitas. (dalam tulisan DR Aswandi, disebut terbatas,
bersifat kira-kira, dan sementara.

Mungkin ada baiknya direnungkan kalimat berikut. Pengamatannya tepat (correct) pada
sasaran,serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran
yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Pada kalimat ini
ada empat (4) tempat 'kebenaran' dalam mencari pengetahuan, yaitu pada pengamatannya
(tepat sasaran), pada metodenya (sesuai dengan protap), pada argumentasinya (sahih,
sesuai dengan hukum-hukum logika), pada kesimpulannya (betul).

Karena itu, maka dalam masyarakat para peneliti tidak pernah mandeg . kalau sasarannya
sudah habis (tidak mungkin), masih ada kebenaran lain yang perlu dicari, mungkin
metodenya, mungkin argumentasinya, mungkin juga kesimpulannya sendiri. Masih luas
lahan ilmu pengetahuan, seluas jagad raua ini. Masyarakat para peneliti tidak akan
berhenti mencari!. Semoga!

*Dosen Pascasarjana Universitas Tanjungpura

Anda mungkin juga menyukai