Anda di halaman 1dari 7

Shalat Tasbih

Cara Pengerjaan

Shalat tasbih dilakukan 4 raka'at (jika dikerjakan siang maka 4 raka'at dengan sekali salam, jika malam 4
raka'at dengan dua salam ) sebagaimana shalat biasa dengan tambahan bacaan tasbih pada saat-saat
berikut:

No. Waktu Jml. Tasbih

1 Setelah pembacaan surat al fatihah dan surat pendek saat berdiri 15 kali

2 Setelah tasbih ruku' (Subhana rabiyyal adzim...) 10 Kali

3 Setelah I'tidal 10 Kali

4 Setelah tasbih sujud pertama (Subhana rabiyyal a'la...) 10 Kali

5 Setelah duduk diantara dua sujud 10 Kali

6 Setelah tasbih sujud kedua (Subhana rabiyyal a'la...) 10 Kali

Setelah duduk istirahat sebelum berdiri (atau sebelum salam tergantung pada
7 10 Kali
raka'at keberapa)

Jumlah total satu raka'at 75

Jumlah total empat raka'at 4 X 75 = 300 kali

Dasar Hukum
Kesunahan sholat tasbih berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Ibnu Majah,
Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shohihnya dan Imam al-Thabrani. Hadits tersebut diriwayatkan dari
berbagai jalur yang banyak dan juga diriwayatkan dari sekelompok shahabat sebagaimana keterangan
yang telah diuraikan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani. Di antaranya adalah hadits yang bersumber
dari Ikrimah bin Abbas RA, dimana Rasulullah SAW bersabda kepada Abbas bin Abdul Muthalib:
"Seandainya engkau mampu untuk mengerjakannya (sholat tasbih) sehari satu kali, maka kerjakanlah,
apabila engkau tidak mampu, maka kerjakanlah tiap jum'at (satu minggu sekali), apabila engkau tidak
mampu, maka kerjakanlah satu kali dalam setahun, dan seandainya hal itu tidak mampu, maka
kerjakanlah sekali dalam umurmu." Hadis ini telah dishohihkan oleh sekelompok Huffadz (pakar ahli
hadits).
Imam Nawawi mengatakan bahwa sekelompok imam dari Madzhab Syafi'i telah menjelaskan tentang
kesunahan sholat tasbih, diantara mereka adalah al-Imam al-Baghawi, al-Ruyani yang menukil dari Ibnu
al-Mubarak bahwa sholat tasbih merupakan sesuatu yang disenangi dan disunnahkan untuk dibiasakan
dan dikerjakan pada tiap-tiap waktu dan al-Hafidz al-Mundziri yang telah menguraikan hadits-hadits
yang banyak mengenai kesunahan sholat tasbih dari berbagai jalur, dimana sebagian dari hadits-hadits
itu adalah shohih dan sebagian yang lain terjadi perselisihan dikalangan para ulama ahli hadits.

Tata Cara Sholat Tasbih


Sholat tasbih adalah sholat sunah empat rakaat yang dikerjakan dengan satu atau dua kali salam.
Seandainya dikerjakan pada malam hari, maka yang lebih baik dikerjakan dengan dua kali salam dan
seandainya dikerjakan siang hari, maka yang lebih baik dikerjakan dengan satu kali salam, baik
dikerjakan dengan satu kali tasyahud atau dua kali tasyahud seperti halnya mengerjakan sholat dhuhur.
Imam Suyuthi dalam kitabnya al-Kalim al-Thayib wa al-Amal al-Shalih menjelaskan tentang kaifiyah
sholat tasbih, bahwasanya sholat tasbih adalah sholat empat rakaat, setelah membaca Fatihah pada
rakaat pertama membaca surat al-Takatsur, pada rakaat kedua membaca surat al-'Ashr, rakaat ketiga
membaca surat al-Kafirun, kemudian pada rakaat keempat membaca surat al-Ikhlash. Setelah membaca
surat, membaca "Subhanallah wal Hamdulillah wa Laa Ilaaha Illallah wa Allahu Akbar" sebanyak lima
belas kali ketika berdiri, kemudian ketika rukuk, i'tidal, dua sujud, duduk diantara dua sujud dan
tasyahud masing-masing membaca sepuluh kali tasbih. Dengan begitu jumlah setiap rakaat ada 75
tasbih, sedangkan total keseluruhan menjadi 300 tasbih. Akan lebih baik jika dalam membaca tasbih
ditambah dengan kalimat: "Wa Laa Haula wa Laa Quwwata Illa Billahil 'Aliyil 'Adhim". Pembacaan
tasbih pada rukuk, i'tidal, sujud, duduk di antara dua sujud dan tasyahud dibaca setelah membaca dzikir-
dzikir yang disunnahkan pada tempat-tempat tersebut. Kemudian ketika bangun dari sujud disunnahkan
untuk takbir dan ketika berdiri tidak disunnahkan untuk membaca takbir.
Seandainya seseorang lupa membaca tasbih ketika rukuk, kemudian ia ingat pada waktu i'tidal, maka ia
tidak boleh kembali melakukan rukuk untuk membaca tasbih dan juga tidak boleh membaca tasbih yang
terlupakan tadi pada waktu i'tidal karena i'tidal merupakan rukun yang pendek, akan tetapi tasbih yang
terlupakan tadi dibaca ketika sujud.
Al-Imam Ibnu Hajar pernah ditanya seputar sholat tasbih; "Apakah sholat tasbih termasuk dalam
kategori sholat sunnah muthlaq, atau termasuk sholat sunnah yang dibatasi oleh hari, jum'at (mingguan),
bulan, tahun atau usia?, seandainya engkau mengatakan bahwa sholat tasbih merupakan sholat sunnah
yang dibatasi dengan waktu, apakah mengqadlainya disunnahkan dan apakah melakukannya berulang
kali dalam sehari semalam tidak disunnahkan? Seandainya engkau mengatakan bahwa sholat tasbih
adalah sholat sunnah muthlaq, apakah mengqadlainya tidak disunnahkan dan mengerjakan berulang kali
sehari semalam disunnahkan?. Lalu apakah tasbih yang dibaca pada sholat tasbih merupakan hal yang
fardlu, sunnah ab'adl atau sunnah haiat?" Maka beliau menjawab: "Sebagaimana keterangan yang telah
dijelaskan oleh para ulama bahwa sholat tasbih merupakan sholat sunnah muthlaq. Oleh karena itu
haram dikerjakan pada waktu-waktu karahah. Letak kesunahan muthlaq sholat tasbih adalah karena
sholat tersebut tidak dibatasi oleh waktu dan sebab, demikian juga tentang kesunnahannya dapat
dilakukan kapan saja baik siang maupun malam selain pada waktu karahah. Karena sholat tasbih
merupakan sholat sunnah muthlaq, maka tidak disunnahkan untuk diqadlai dan disunnahkan untuk
dikerjakan berulang kali dalam satu waktu. Sedangkan tasbih-tasbih yang dibaca dalam sholat tasbih
merupakan sunnah haiat seperti halnya takbir-takbir pada sholat Id, bahkan lebih utama. Maka dari itu,
ketika meninggalkan tasbih-tasbih tersebut tidak diganti dengan sujud syahwi. Seandainya seseorang
berniat mengerjakan sholat tasbih akan tetapi tidak membaca tasbih, maka sholatnya tetap sah, dengan
syarat tidak terlalu lama ketika i'tidal, duduk antara dua sujud dan duduk istirahat. Karena menurut
pendapat yang ashah bahwa memanjangkan duduk istirahat dapat membatalkan sholat sebagaimana
yang telah aku uraiakan dalam Syarah al-Ubab dan kitab yang lain. Kemudian sholat yang dikerjakan
oleh orang tersebut menjadi sholat sunnah muthlaq bukan sholat tasbih."

Fadlilah Sholat Tasbih


Keutamaan sholat tasbih sebagaimana keterangan dalam berbagai hadits adalah dapat menghapus dosa-
dosa, baik yang awal maupun yang akhir, dosa-dosa yang telah lampau maupun yang baru, baik yang
disengaja maupun yang tidak dan juga yang tampak maupun yang tersembunyi. Dan perlu diketahui
bahwa dosa-dosa yang dihapus karena mengerjakan sholat tasbih adalah dosa-dosa kecil karena dosa-
dosa besar tidak bisa terhapus kecuali dengan taubat yang sungguh-sungguh. Wallahu A'lam
Shalat Tasbih, Bid’ahkah Hukumnya?

Assalamu’alaikum Wwb….

Sehubungan dengan rencana kami untuk melakukan Sholat Tasbih ada beberapa hal yang menjadi
ganjalan dan perbedaan pendapat antara lain:

1. Benarkah shalat Tasbih tersebut tidak ada hadistnya?


2. Dan apa manfaatnya jika kita menjalankan shalat Tasbih tersebut? Benarkah shalat Tasbih
tersebut dapat menghapus dosa-dosa kita?
3. Jika memang shalat Tasbih tersebut boleh dijalankan, apa perbedaannya jika dilakukan malam
hari dan siang hari?
4. Bolehkah shalat Tasbih tersebut dilakukan berjama’ah?

Demikian terima kasih atas perhatian yang Pak Ustad berikan.

Wabillahitaufiq walhidayah Wassalamu’alaikum Wwb….


LF

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

A. Hukum Shalat Tasbih

Para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum sholat tasbih. Sebagian mengangap hukumnya mustahab,
sebagian mengatakan kebolehannya dan sebagian lainnya mengatakan tidak disunnahkan sama sekali.

Perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan mereka dalam hal kedudukan hadis yang menjadi
pensyariatan ibadah sholat tersebut.

1. Hukum Sholat tashbih: Mustahab (Sunnah).

Pendapat ini dikemukakan oleh sebahagian fuqoha dari kalangan mazhab As-Syafi’iyyah.Yang menjadi
landasan adalah sabda Rasulullah SAW kepada paman beliau Abbas bin Abdul Muthalib yang
diriwayatkan oleh Abu Daud.

Dari Ikrimah bin Abbas ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Al-Abbas bin Abdul
Muttalib, “Wahai Abbas pamanku, Aku ingin memberikan padamu, aku benar-benar mencintaimu, aku
ingin engkau melakukan -sepuluh sifat- jika engkau melakukannya Alloh akan mengampuni dosamu,
baik yang pertama dan terakhir, yang terdahulu dan yang baru, yang tidak sengaja maupun yang
disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-terangan. Sepuluh
sifat adalah: Engkau melaksankan sholat empat rakaat; engkau baca dalam setiap rakaat Al-Fatihah
dan surat, apabila engkau selesai membacanya di rakaat pertama dan engkau masih berdiri, mka
ucapkanlah: Subhanalloh Walhamdulillah Walaa Ilaaha Ilalloh Wallohu Akbar 15 kali, Kemudian
ruku’lah dan bacalah do’a tersebut 10 kali ketika sedang ruku, kemudian sujudlah dan bacalah do’a
tersebut 10 kali ketika sujud, kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali kemudian sujudlah
dan bacalah 10 kali kemudian bangkitlah dari sujud dan bacalah 10 kali. Itulah 75 kali dalam setiap
rakaat, dan lakukanlah hal tersebut pada empat rakaat. Jika engkau sanggup untuk melakukannya satu
kali dalam setiap hari, maka lakukanlah, jika tidak, maka lakukanlah saru kali seminggu, jika tidak
maka lakukanlah sebulan sekali, jika tidak maka lakukanlah sekali dalam setahun dan jika tidak maka
lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu.” (HR Abu Daud 2/67-68, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaemah,
dalam Shahihnya dan At-Thabarani.)
Mereka berpendapat bahwa hadits tersebut meskipun merupakan riwayat dari Abdul Aziz, ada sejumlah
ulama yang menerima kekuatan sanad atas hadits ini.

• An-Nasaiy berkata: La ba’sa bihi (tidak apa-apa).


• Az-Zarkasyi berpendapat: “Hadis ini shahih dan bukan dhaif”.
• Ibnu As-Shalah: “Hadis iniadalah hasan”.
• Dan sejumlah ahli hadits telah menshahihkan hadits ini, di antaranya Al-Hafizh Abu Bakar Al-
Ajiri, Abu Muhammad Abdurrahim Al-Mashri, Al-Hafizh Abul Hasan Al-Maqdisi
rahimahullah.
• Ibnul Mubarak berkata, “Shalat tasbih ini muraghghab (dianjurkan) untuk dikerjakan, mustahab
(disukai) untuk dikerjakan berulang-ulang setiap waktu dan tidak dilupakan.”
• Al-Hafizh menyebutkan bahwa hadits ini diriwayatkan lewat jalur yang banyak dan dari
sekumpulan jamaah dari kalangan shahabat. Salah satunya hadits Ikrimah ini.

Lihat Fiqhus Sunnah oleh As-Sayyid Sabiq jilid 1 halaman 179.

2. Hukum Shalat Tasbih: Jaiz (boleh tapi tidak disunnahkan)

Tidak apa-apa untuk dilaksanakan. Pendapat ini dikemukakan oleh sebahagian fuqoha Hanbilah. Mereka
berkata: “Tidak ada hadits yang tsabit (kuat) dan sholat tersebut termasuk fadhoilul a’maal (amal yang
utama), maka cukup berlandaskan hadis dhaif.

Oleh karena itu Ibnu Qudamah berkata: “Jika ada orang yang melakukannya maka hal tersebut tidak
mengapa, karena sholat nawafil dan fadhoilul a’maal tidak disyaratkan harus dengan berlandaskan hadis
shahih.” (Al-Mughny 2/123)

3. Hukum Shalat Tasbih: Tidak Disyariatkan

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ berkata: “Perlu diteliti kembali tentang kesunahan pelaksanaan sholat
tasbih karena hadisnya dhaif, dan adanya perubahan susunan sholat dalam sholat tasbih yang berbeda
dengan sholat biasa. Dan hal tersebut hendaklah tidak dilakukan kalau tidak ada hadis yang
menjelaskannya. Dan hadis yang menjelaskan sholat tasbih tidak kuat”.

Ibnu Qudamah menukil riwayat dari Imam Ahmad bahwa tidak ada hadis shahih yang menjelaskan hal
tersebut.

Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits-hadits yang berkaitan dengan shalat tasbih termasuk
maudhu`/palsu.

Ibnu Hajar berkata dalam At-Talkhis bahwa yang benar adalah seluruh riwayat hadits adalah dhaif
meskipun hadits Ibnu Abbas mendekati syarat hasan, akan tetapi hadits itu syadz karena hanya
diriwayatkan oleh satu orang rawi dan tidak ada hadits lain yang menguatkannya. Dan juga shalat tasbih
berbeda gerakannya dengan shalat-shalat yang lain.

Dalam kitab-kitab fiqih mazhab Hanafiyah dan Malikiyah tidak pernah disebutkan perihal shalat tasbih
ini kecuali dalam kitab Talkhis Al-Habir dari Ibnul Arabi bahwa beliau berpendapat tidak ada hadits
shahih maupun hasan yang menjelaskan tentang shalat tasbih ini.

B. Manfaat Shalat Tasbih

Kalau menurut para ulama yang menshaihkan hadits di atas, nyata disebutkan bahwa Allah akan
mengampuni dosa, baik yang pertama dan terakhir, yang terdahulu dan yang baru, yang tidak sengaja
maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang terang-
terangan.
Sedangkan buat para ulama yang tidak menerima hadits ini, tentu saja shalat tasbih buat mereka tidak
ada manfaatnya. Karena itu mereka tidak mengerjakannya.

C. Waktu Pelaksanaan

Kalau kita perhatikan hadits yang dianggap shahih oleh sebagian ulama di atas, kita tidak menemukan
keterangan lebih lanjut bahwa shalat ini harus dikerjakan pada siang atau malam hari.

Namun biasanya dilakukan malam hari, karena pertimbangan waktunya lebih luas, di luar waktu untuk
aktifitas bekerja, serta shalat malam hari itu dikerjakan dengan jahriyah (suara terdengar)

D. Bolehkah Dilakukan Secara Berjamaah?

Tidak ada keterangan atau nash yang shahih tentang larangan untuk melakukannya secara berjamaah.
Sebagian ulama memandang masalah shalat yang tidak disunnahkan dengan berjaamaah, seandainya
tetap dikerjakan dengan berjamaah, bukan berarti terlarang. Kecuali hanya tidak mendapatkan pahala
berjamaah.

Seperti yang terjadi pada kasus shalat Dhuha’, yang memang tidak diformat untuk berjamaah. Namun
bila tetap dikerjakan juga dengan berjamaah, hukumnya tidak terlarang. Kecuali tidak ada pahala
berjamaah.

Namun khusus buat shalat ini, sepanjang yang kami ketahuitidak ada nash sharih dan shahih tentang
larangan untuk melakukannya dengan berjamaah. Wallahu a’lam, barangkali ada ulama lain yang punya
penjelasan lebih lanjut dan kuat sanadnya.

Kesimpulan:

Dengan demikian kita tahu bahwa hukum shalat tasbih ini memang menjadi bahan khilaf di kalangan
para ulama fiqih. Tentu masing-masing ulama datang dengan hujjah dan argumentasi yang mereka
anggap paling kuat.

Karena itu kita sebagai umat Islam yang awam bahkan berstatus muqallid, boleh menggunakan pendapat
yang mana saja, tanpa harus menjelekkan pendapat yang bukan pilihan kita.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Tentang Shalat Tasbih


Ditulis oleh Ulin Niam Masruri

Kita sering mendengar yang namanya sholat tasbih, sebagian besar umat Islam sering melakukannya, karena merupakan salah satu sholat
sunnah yang mana bisa dilakukan pada malam hari. maupun pada siang hari. Imam Ghozali dalam kitabnya Ihya’ Ulumiddin mengatakan
“Sholat tasbih ini adalah merupakan sholat yang pernah dilakukan oleh Rosululloh Saw, makanya kalau bisa alangkah baiknya bagi orang
Islam untuk melakukannya minimal dalam seminggu sekali atau kalau tidak mampu mungkin dalam sebulan cukup sekali”.

Adapun tendensi hadis yang digunakan oleh ulama’ yang mengatakan bahwa sholat tasbih adalah sunnah berupa hadis yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud dalam kitab sholat bab sholat tasbih, Imam Turmuzi, Ibnu Majjah dalam kitab Iqoomah Assholah bab sholat tasbih, Ibnu
Khuzaimah, Imam Baihaqi dalam bab sholat tasbih, Imam Thobroni dalam Mu’jam Alkabir dari Ibnu Abbas dan Abu Rofi’ bahwa dalam syarah
hadis, Nabi telah menjelaskan kepada pamannya Abbas Bin Abdul Mutholib suatu amalan yang mana kalau dikerjakan oleh beliau dapat
menyebabkan diampuni dosannya baik yang akan datang maupun yang telah lewat, salah satu amalan tersebut adalah sholat tasbih.

Adapun pakar hadis dalam menganalisa hadis ini melalui jalur sanad maupun matan terjadi perbedaan, diantara ulama’ ada yang mengatakan
bahwa hadis ini adalah shohih, ada lagi yang mengatakan bahwa hadis ini adalah lemah, bahkan ada juga yang mengatakan bahwa hadis ini
sampai kederajad maudlu’.

a. Di antara pakar hadis yang mengatakan bahwa hadis ini shohih adalah Imam Muslim, Ibnu Khuzaimah, Imam Hakim, Ibnu Sholah, Alkhotib
Albaghdadi, Al Munzhiri, Imam Suyuti, Abu Musa Almadini, Abu Said Al Sam’ani, Imam Nawawi, Abu Hasan Almaqdasi, Imam Subuki, Ibnu
Hajar Al Asqolany, Ibnu Hajar Al Haitamy, Syekh Albani, Syekh Syuab Al Arnauth, Ahmad Syakir dan masih banyak lagi ulama’ yang lain.

Imam Hakim mengatakan bahwa yang menjadikan standar hadis tentang sholat tasbih shohih adalah terbiasa dikerjakan mulai para Tabiit
Tabi’in sampai zaman sekarang .

Imam Daruqutni mengatakan hadis yang paling shohih dalam keutamaan surat adalah hadis yang menjelaskan keutamaan surat Al Ikhlas dan
hadis yang paling shohih dalam keutamaan sholat adalah hadis yang menjelaskan tentang sholat tasbih.

Demikian juga Syekh Muhammad Mubarokfuri mengatakan bahwa hadis yang menjelaskan tentang sholat tasbih tidak sampai turun pada
derajat hadis hasan.

b. Sedangkan pakar hadis yang mengatakan bahwa hadis ini dhoif adalah Imam Ahmad Bin Hambal, Imam Mizzi, Syekh Ibnu Taimiyah, Ibnu
Qudamah dan Imam Syaukani, sehingga dalam madzhab Hambali dijelaskan bahwa barang siapa yang melakukan sholat tasbih hukumnya
adalah makruh akan tetapi seandainya ada orang yang melaksanakan sholat tersebut tidak apa-apa, karena perbuatan yang sunnah tidak
harus dengan menggunakan dalil hadis yang shohih, namun pada akhirnya Imam Ahmad menarik fatwanya dengan mengatakan bahwa sholat
tasbih adalah merupakan sesuatu amalan yang sunnah.

c. Adapun pernyataan Imam Ibnu Jauzi yang memasukkan hadis ini dalam kategori hadis maudlu’ mendapat banyak kritikan dari pakar hadis,
mereka menganggap bahwa Ibnu Jauzi terlalu mempermudah dalam menghukumi suatu hadis sehingga hukum hadis yang sebetulnya shohih
ataupun hasan kalau tidak sesuai dengan syarat yang beliau tetapkan langsung dilempar dalam hukum maudlu’.

Dari kajiaan sanad yang telah dilakukan oleh pakar hadis dapat disimpulkan bahwa hadis ini adalah hasan atau shohih karena banyaknya
jalan periwayatan dan tidak adanya cacat, adapun yang mengatakan bahwa hadis ini adalah dloif karena hanya melihat satu jalan periwayatan
saja dan tidak menggabungkan jalan periwayatan yang satu dengan yang lain, adapun pendapat Ibnu Jauzi tidak bersandarkan pada dalil
yang kuat sehingga lemah untuk bisa diterima sebagai sandaran hukum.

Adapun cara kita melakukan sholat tasbih sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kitab fikih ada dua cara, yaitu sebagaimana berikut:

1. Melakukan sholat tasbih sebanyak empat rakaat, dimulai dengan takbir ikhrom setelah itu

membaca doa istiftah kemudian membaca surat alfatihah dan membaca surat kemudian membaca:

‫سبحان الله والحمد لله ول اله إل الله الله اكبر لحول ول قوة إل بالله العلي العظيم‬

Sebanyak 15 kali kemudian ruku’ dengan membaca

‫سبحان ربي العظيم وبحمده‬

Sebanyak 3 kali kemudian membaca

‫سبحان الله والحمد لله ول اله إل الله الله اكبر لحول ول قوة إل بالله العلي العظيم‬

Sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari ruku membaca:

‫الج‬.... ‫ربنا لك الحمد حمدا طيبا كثيرا مباركا‬


Kemudian membaca

‫سبحان الله والحمد لله ول اله إل الله الله اكبر لحول ول قوة إل بالله العلي العظيم‬

Demikian juga dalam sujud dan ketika bangun dari sujud, akan tetapi diperhatikan bahwa bacaan ini:

‫سبحان الله والحمد لله ول اله إل الله الله اكبر لحول ول قوة إل بالله العلي العظيم‬

.juga dibaca sebelum membaca tahiyyat ( tasyahud)

2. Setelah membaca takbir ikhrom dan doa iftitah membaca

‫سبحان الله والحمد لله ول اله إل الله الله اكبر لحول ول قوة إل بالله العلي العظيم‬

Sebanyak 15 kali kemudian membaca surat alfatihah dan surat kemudian membaca:

‫سبحان الله والحمد لله ول اله إل الله الله اكبر لحول ول قوة إل بالله العلي العظيم‬

Sebanyak 10 kali sebagaimana dalam cara yang pertama tadi, akan tetapi perlu diperhatikan bahwa dalam keadaan duduk istirahat (diantara
dua sujud ) dan sebelum tasyahud tidak di anjurkan untuk membaca

‫سبحان الله والحمد لله ول اله إل الله الله اكبر لحول ول قوة إل بالله العلي العظيم‬

Cara yang kedua inilah menurut Iimam Ghozali yang paling baik. Demikianlah kajian hadis yang dapat kami sampaikan dalam kegiatan I’tikaf
pada kali ini, semoga bermanfaat.

Wallahu A’lam Bishowab.

Anda mungkin juga menyukai