Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN

DEWAN SYARIAH PUSAT PARTAI KEADILAN SEJAHTERA


Nomor: 02/P/K/DSP-PKS/1431H (Revisi01)

Tentang
PENETAPAN AWAL RAMADHAN, IDUL FITRI
DAN IDUL ADHA

A. Mukaddimah
Umat Islam Indonesia sebagai komunitas muslim terbesar di dunia idealnya
memiliki lembaga yang berwibawa dan diikuti umat dalam penetapan awal Ramadhan, Idul
Fitri dan Idul Adha. Sehingga dalam menjalankan ibadah-ibadah tersebut dapat
dilaksanakan secara serentak dan bersama seluruh komponen umat Islam di Indonesia.
Tetapi realitas yang terjadi, setiap tahun hampir selalu terjadi perbedaan dalam penetapan
waktu ibadah tersebut. Meski demikian kita tetap berkewajiban untuk berusaha mencari
jalan agar persatuan dan kesatuan umat dapat terwujud terutama dalam melakukan ibadah-
ibadah yang bersifat kolektif seperti menunaikan puasa dan berhari raya.
DSP memandang bahwa puasa Ramadhan, sholat Idul Fitri dan Idul Adha pada
dasarnya merupakan ibadah yang seharusnya dilaksanakan secara berjamaah dan bersama-
sama. Berbagai hadits yang terkait menunjukkan betapa hari raya adalah syiar Islam yang
hanya tegak ketika dilaksanakan secara bersama-sama oleh umat Islam. Salah satu contoh
ketika berita tentang terlihatnya hilal di wilayah Syam yang baru sampai kepada Nabi di
Madinah menjelang dhuhur, maka sikap Rasulullah meminta kaum muslimin untuk
membatalkan puasa meski harus menunda shalat Iednya di keesokan harinya. Hal itu
menunjukkan Rasulullah sangat memperhatikan betapa Hari Raya Idul fitri sedianya
dilakukan bersama-sama oleh seluruh umat Islam dengan serentak. Demikian juga
pelaksanaan shaum Arafah dan sholat Idul Adha adalah syiar Islam yang dilaksanakan
secara bersama-sama dan dalam waktu yang sama.
Sebagaimana beliau bersabda:

‫ن‬
َ َُ ‫ وا َ َ
َم‬،‫ واِ ُ
َم ُُِون‬،َ‫ا ُم
مَ ُ ُ ن‬
“Puasa adalah di hari kalian berpuasa, berbuka adalah di hari kalian berbuka dan ‘Iedul
Adha adalah di hari kalian berkurban” (HR At-Tirmidzi)

Dari landasan pemikiran di atas maka perlu kiranya dalam menetapkan awal Ramadhan,
Idul Fitri dan Idul Adha mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1
1. Mengedepankan pengamalan Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW serta kesatuan dan
persatuan umat, karena hal itu merupakan modal dasar bangsa Indonesia yang
mayoritas beragama Islam.
2. Berupaya menjalin semua komponen agar dapat bekerja sama dengan baik dalam
penentuan awal Ramadhan dan Hari Raya.
3. Melalui kesepakatan komponen umat Islam diharapkan dapat terjalin komunikasi
dan kesepahaman mengenai hal tersebut sehingga mewujudkan kesepakatan yang
riil dalam penetapan awal Ramadhan dan Hari Raya.

B. Panduan Penetapan Awal Ramadhan dan Idul Fitri


Dalam menetapkan awal Ramadhan dan Idul Fitri Dewan Syariah Pusat PKS
berpedoman kepada hal-hal berikut:
1. DSP memahami adanya manhaj hisab dan rukyah dalam penetapan awal bulan
hijriyah khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah.
2. Dalam menetapkan awal Ramadhan dan Idul Fitri DSP menggunakan manhaj
rukyah mahaliyah sebagai upaya menuju rukyah alamiyah dengan tetap
menggunakan hisab sebagai landasan untuk merukyah, yaitu berupaya melihat
munculnya bulan sabit menjelang terbenam matahari pada tanggal 29 bulan
hijriyah. Allah berfirman,

( çµôϑÝÁuŠù=sù töꤶ9$# ãΝä3ΨÏΒ y‰Íκy− yϑsù 4


“…Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di
bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu… “ (QS 2: 185)

Rasulullah bersabda,
.( #"!    ' &% $!  #"!     
 ) :   
  
Dari Abu Hurairah Rasulullah Saw bersabda: ”Berpuasalah jika telah melihat hilal
dan berhari-rayalah bila telah melihat hilal”. ( HR Bukhori dan Muslim).

Hadits di atas menjelaskan bahwa dasar penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri
adalah tsubut ru’yat (berhasilnya ru’yat) bukan wujudul hilal (adanya hilal).
Mengingat perintah ru’yat tersebut dalam konteks ibadah maka melaksanakannya
merupakan ibadah pula. Karenanya, penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri
berdasarkan ru’yatul hilal telah sesuai dengan Alquran dan sunah Nabi. Meski
kemajuan ilmu hisab pada saat ini telah demikian akurat namun tidak untuk
menggantikan rukyat melainkan untuk memfasilitasinya.
3. DSP berpandangan bahwa tim ru’yat yang terdiri dari kader internal dan elemen
masyarakat lainnya merupakan satu kesatuan tim ru’yat yang tidak dapat
dipisahkan. Karenanya, hasil dari salah satu tim merupakan hasil untuk kita semua.
4. Apabila hasil seluruh/sebagian tim ru’yat (gabungan) yang ada mengalami
perbedaan maka ketentuannya adalah sebagai berikut:
4.1. Bila tim ru’yat DSP tidak melihat hilal dan tim lainnya tidak melihat juga,
tetapi Depag sebagai representasi umara bersama elemen umat Islam lainnya
memutuskan untuk tidak menyempurnakan bilangan bulan yang dimaksud

2
menjadi 30 hari tetapi menetapkan bilangan bulan Ramadhan menjadi 29 hari
didukung dengan data hisab yang ada, maka kita tetap mengikuti keputusan
tersebut dengan alasan:
a. Mengedepankan maslahat dan menghindarkan khilaf, sebagaimana
Rasulullah SAW bersabda:

‫ن‬
َ َُ ‫ وا َ َ
َم‬،‫ واِ ُ
َم ُُِون‬،َ‫ا ُم
َم ُ ُ ن‬
“Puasa adalah di hari kalian berpuasa, berbuka adalah di hari kalian
berbuka dan ‘Iedul Adha adalah di hari kalian berkurban” (HR At-
Tirmidzi)

b. walaupun hisab bukan merupakan dalil yang disepakati sebagai dasar


penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal, namun mengambil dalil tersebut
dibenarkan untuk mencapai kemaslahatan yang lebih besar.

4.2. Bila tim lainnya tidak melihat hilal dan tim Dewan Syariah PKS melihat hilal
tetapi tidak terkomunikasikan dengan baik kepada Depag sehingga Depag
memutuskan ikmal, maka DSP memutuskan keesokan harinya tidak berpuasa
(ifthor) karena pihak atau institusi yang berhasil melihat hilal wajib iltizam
dengan hasilnya tersebut, namun sholat Ied-nya tetap dilaksanakan bersama
umat Islam setempat.

4.3. Bila semua tim DSP tidak melihat hilal tapi ada tim lain yang melihat maka
keabsahan hasil tim tersebut dikembalikan kepada Departemen Agama RI. Jika
Menteri Agama RI menerima hasil tim ru’yat tersebut sebagai dasar penetapan
tanggal 1 Syawal, maka DSP bersama Departemen Agama RI melaksanakan
Idul Fitri sesuai hasil ru’yat tersebut.

4.4. Bila DSP menetapkan hari raya satu hari setelah komunitas lain:
a. Dalam hal ketetapan mayoritas umat Islam satu hari lebih dahulu maka DSP
menetapkan akhir Ramadhan dan hari raya Idul Fitri bersama mayoritas
umat Islam setempat.
b. Dalam hal DSP menetapkan Ied satu hari setelah komunitas lain sedangkan
kondisi sebagian ikhwah berada di komunitas yang menetapkan hari raya
satu hari lebih awal maka yang bersangkutan dapat mengikuti keputusan
komunitas tersebut dan melaksanakan sholat, khutbah atau salah satunya,
jika memenuhi konsideran sebagai berikut:
1. Sebagai wujud tamassuk (berpegang teguh) terhadap prinsip:
“Puasa adalah di hari kalian berpuasa, berbuka adalah di hari kalian
berbuka dan ‘Iedul Adha adalah di hari kalian berkurban” (HR At-
Tirmidzi)
2. Bersikap tasamuh (toleran) terhadap pendapat lain yang berbeda untuk
meminimalisir benturan-benturan dalam dakwah.
3. Apabila yang bersangkutan tidak mampu menghadapi fitnah yang akan
terjadi akibat berbeda dengan komunitas tersebut.

3
4. Pengecualian ini dapat berlaku setelah mendapat persetujuan dari Dewan
Syariah Pusat.

C. Panduan Penetapan Idul Adha


1. Dalam menetapkan puasa Arafah dan Idul Adha (Hari Nahar) DSP mengacu
pada semangat rukyah alamiyah sesuai dengan waktu wukuf di Arafah dengan
alasan:
a. Pelaksanaan Idul Adha (Hari Nahar) merupakan rangkaian pelaksanaan
ibadah haji.
b. Idul Adha (Hari Nahar) adalah ibadah yang dilaksanakan setelah Hari
Arafah.
c. Hari Arafah adalah hari ketika para jamaah haji sedang melakukan
wukuf di Arafah.
d. Hari Nahar adalah hari penyembelihan hewan qurban (hadyu/dam) dan
itu dilaksanakan mulai tanggal 10 Zulhijjah hingga akhir hari tasyriq
dimana jamaah haji sedang berada di Mina.
2. Apabila dalam menjalankan putusan tersebut menimbulkan haraj dan
masyaqqah dengan lingkungan masyarakat, seperti: benturan dengan
masyarakat, fitnah, perpecahan. Maka dalam melaksanakan seluruh ibadah Idul
Adha dapat mengikuti keputusan Departemen Agama RI bersama ormas-ormas
Islam atau melaksanakan shaum Arafah sesuai hari wukuf sedangkan sholat Idul
Adha bersama masyarakat.
3. Untuk dapat merealisasikan kebersamaan dalam menunaikan hari raya maka
seluruh kader mengikuti panduan ini.

Demikian panduan penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha dibuat agar
menjadi acuan bagi kader, anggota dan simpatisan Partai Keadilan Sejahtera.
Mudah-mudahan dengan panduan ini potensi persatuan umat dalam melaksanakan
shaum Ramadhan, merayakan Idul Fitri dan Idul Adha secara serentak dan bersama-sama
menjadi lebih dimungkinkan.
Dengan dikeluarkannya panduan ini maka panduan yang sebelumnya dinyatakan
tidak berlaku lagi.

Wallahu a’lam bishsawab.

Jakarta, 3 Dzulhijjah 1431 H


10 November 2010 M

Anda mungkin juga menyukai