Anda di halaman 1dari 3

Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif baik bagi ibu maupun bayinya.

Manfaat memberikan ASI


bagi ibu tidak hanya menjalin kasih sayang, tetapi dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan,
mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, mengurangi risiko terkena kanker payudara, dan
merupakan kebahagiaan tersendiri bagi ibu.  Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu Anak, dr. Budiharja, DTM&H, MPH dalam sambutannya pada seminar tentang “Peningkatan
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif Bagi Bayi Dalam Mendukung MDGs” di Jakarta, Selasa 29 Maret 2011.
Lebih lanjut dr. Budiharja menjelaskan, pemberian ASI dapat membentuk perkembangan emosional karena
dalam dekapan ibu selama disusui, bayi bersentuhan langsung dengan ibu sehingga mendapatkan kehangatan,
kasih sayang dan rasa aman. 

“Delapan puluh persen perkembangan otak anak dimulai sejak dalam kandungan sampai usia 3 tahun yang
dikenal dengan periode emas, oleh karena itu diperlukan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan dan dapat
diteruskan sampai anak berusia 2 tahun. Hal tersebut dikarenakan ASI mengandung protein, karbohidrat, lemak,
dan mineral yang dibutuhkan bayi dalam jumlah yang seimbang”, ujar dr. Budiharja.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan pemberian ASI di Indonesia saat ini
memprihatinkan, persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 persen. Hal ini
disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah. Padahal
kandungan ASI kaya akan karotenoid dan selenium, sehingga ASI berperan dalam sistem pertahanan tubuh bayi
untuk mencegah berbagai penyakit. Setiap tetes ASI juga mengandung mineral dan enzim untuk pencegahan
penyakit dan antibodi yang lebih efektif dibandingkan dengan kandungan yang terdapat dalam susu formula.

Menurut Dirjen Gizi dan KIA masalah utama masih rendahnya penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial
budaya, kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI, serta jajaran
kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI). Masalah ini diperparah
dengan gencarnya promosi susu formula dan kurangnya dukungan dari masyarakat, termasuk institusi yang
memperkerjakan perempuan yang belum memberikan tempat dan kesempatan bagi ibu menyusui di tempat
kerja (seperti ruang ASI). Keberhasilan ibu menyusui untuk terus menyusui bayinya sangat ditentukan oleh
dukungan dari suami, keluarga, petugas kesehatan, masyarakat serta lingkungan kerja.

Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak yang akan berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan kualitas SDM secara umum. Seperti diketahui bayi yang tidak diberi ASI dan
makanan pendamping setelah usia 6 bulan yang teratur, baik dan tepat, dapat mengalami kekurangan gizi. 

“Pemberian ASI secara baik, benar dan makanan pendamping yang diolah sendiri merupakan upaya untuk
cegah tangkal yang utama dalam mengatasi masalah kekurangan gizi pada anak”, kata dr. Budiharja

Berkaitan dengan peningkatan pemberian ASI, telah ditandatangani Peraturan Bersama antara Menteri
Kesehatan, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang
Peningkatan Pemberian ASI Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja yang disaksikan Presiden RI pada Peringatan
Hari Ibu ke-80 tanggal 22 Desember 2008. Peraturan ini sekaligus mendorong pimpinan perusahaan untuk
menyediakan ruang laktasi atau “ruang ASI” di tempat kerja bagi karyawatinya.

Pada kesempatan tersebut dr. Budiharja memberikan penghargaan kepada Pimpinan Perusahaan dan Pusat
Perbelanjaan yang telah menyediakan Ruang Laktasi bagi karyawatinya sehingga mereka dapat memerah
ASInya dengan nyaman dan karyawati tetap dapat bekerja dengan tenang, selain itu juga menghimbau kepada
para direktur rumah sakit dan direktur rumah bersalin untuk memfasilitasi program Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
dan Rawat Gabung, sehingga Ibu dapat memberikan ASI kepada bayinya kapan saja tanpa harus dijadwal.

Dirjen Gizi dan KIA mengajak semua komponen masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi
agent of change dalam pembangunan kesehatan, menjadi pelopor yang mampu membawa masyarakat menuju
masyarakat yang sehat dan mandiri. Semuanya bisa dimulai dari keluarga dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari termasuk dalam pemberian ASI Eksklusif. Dirjen menegaskan bahwa ASI bukanlah persoalan kaum
perempuan saja, tetapi kaum laki-lakipun dapat memberikan dorongan, spirit untuk menjadi agent of change
dalam peningkatan pemberian  ASI Eksklusif

vakarta ( Berita ) : Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia
Sari Gumelar mengatakan, tingkat pemberian air susu ibu di Indonesia masih rendah.
“Sangat disayangkan, tingkat pemberian ASI di negara kita masih cukup rendah,” kata Linda
Amalia Sari Gumelar saat melakukan sosialisasi tentang Peraturan Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlidungan Anak Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh Langkah
Menuju Keberhasilan Menyusui, di Jakarta, Selasa [03/08] .

Menteri menjelaskan, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun
2007-2008 cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia nol hingga enam bulan di
Indonesia menunjukkan penurunan dari 62,2 persen pada 2007 menjadi 56,2 persen pada
2008.

Sedangkan cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai enam bulan turun dari 28,6
persen pada 2007 menjadi 24,3 persen pada 2008, sementara jumlah bayi di bawah enam
bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7 persen pada 2002 menjadi 27,9 persen
pada 2003.

Menteri menyebutkan, ada beberapa hal yang menghambat pemberian ASI di Indonesia.

Salah satunya, rendahnya pengetahuan para ibu dan orang tua tentang manfaat ASI dan
cara menyusui yang benar, termasuk menyusui dini dan kurangnya dukungan dari tenaga
dan pelayanan kesehatan.

Selain itu, pemasaran agresif oleh perusahaan produsen susu bayi ke ibu-ibu hamil dan
petugas kesehatan, misalnya pemberian contoh dan penyediaan makanan pengganti ASI di
sarana pelayanan kesehatan juga dinilai ikut menghambat.

“Ditambah lagi adanya mitos-mitos yang tidak mendukung pemberian ASI sejak dini, seperti
kolostrum tidak baik atau bahkan berbahaya untuk bayi. Bayi membutuhkan teh khusus atau
cairan lain sebelum menyusui, bayi tidak mendapat cukup makanan atau cairan bila hanya
diberi ASI,” katanya.

Untuk itu, menurut Linda, perlu kerjasama yang baik antarpemangku kepentingan di dalam
mensosialisasikan pentingnya ASI bagi bayi di berbagai kelompok masyarakat secara
konsisten dan berkelanjutan.

“Karena itu kami mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penerapan Sepuluh Langkah Menuju
Keberhasilan Menyusui,” katanya.

http://hileud.com/pemberian-asi-di-indonesia-masih-rendah.html
Rendahnya pengetahuan ibu mengenai manfaat ASI pada satu hari pertama bayak ibu-ibu tidak
memberikan ASI pada satu hari pertama kepada bayinya, karena ASI pada satu hari pertama
merupakan ASI yang kotor (karena warnanya kekuningan), jika diberikan kepada bayi maka bayi
menjadi tidak sehat dan sering sakit-sakitan (Hapsari, 2000).
Bayi yang diberi ASI, Terlindungi dari penyakit, terlindungi dari reaksi alergi, asma, eksem dan lain-
lain, dapat mencegah kuman penyakit masuk ke dalam tubuh, membuat bayi lebih cerdas dikemudian
hari. Mencegah bakteri penyebab panyakit lainnya untuk bertumbuh dalam saluran percernaan dan
karena itu mencegah diare dan mencegah pertumbuhan kuman penyakit (Savitri, 2006). Bayi yang
tidak diberi ASI dua kali lebih sering sakit dibandingkan bayi yang diberi Air Susu Ibu (ASI),
kemungkinan dirawat di rumah sakit karena infeksi bekteri hampir empat kali lebih sering
dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI, juga lebih sering menderita penyakit muntaber, kematian
bayi yang mendadak, penyakit hati dan penderitaan-penderitaan lain seperti kurang gizi dan busung
lapar (Roesli, 2000).
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002, hanya 3,7% bayi yang
memperoleh ASI pada hari pertama. Hasil susenas 2003 yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik
(BPS) menyajikan informasi mengenai persentase anak usia 2-4 tahun yang disusui selama 0 bulan
adalah 0,23%. Untuk Propinsi Lampung adalah 0,61%.
Di Kabupaten Lampung Tengah balita yang mendapatkan ASI menurut lamanya disusui adalah
13.6% selama lebih dari 25 bulan (Dinkes, 2006). Berdaarkan hasil perhitungan data, persentase bayi
0-6 bulan yang menerima Air Susu Ibu ASI eksklusif diwilayah punggur dengan jumlah bayi 790 jiwa,
tetapi yang diberikan ASI eksklusif adalah 39 bayi dengan persentase 4,94% (Dinkes Lampung
Tengah, 2006).

Baca Selengkapnya di » kti bidan: Gambaran perilaku ibu menyusui tentang pemberian ASI pada
satu hari pertama di RB | kti kebidanan terbaru 
donasi seikhlasnya pulsa 3 ke 08981286133 

Anda mungkin juga menyukai