Anda di halaman 1dari 12

PERFORMANCE APPRAISAL

Comparative Evaluation Approaches


Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seorang karyawan dengan karyawan lain
dengan kegiatan yang sejenis. Perbandingan ini dipandang bermanfaat bagi manajemen SDM dengan
lebih rasional dan efektif. Empat metode yang sering digunakan dalam penerapan pendekatan
Komparatif adalah sebagai berikut : Metode peringkat (ranking mathod), Distribusi terkendali (forced
distribution), metode alokasi angka (point allocation method), dan perbandingan dengan karyawan lain
(paired comparisons).
Metode peringkat (ranking mathod), yaitu penilai menentukan peringkat bagi sejumlah karyawan
mulai dari yang berprestasi hingga yang paling tidak berprestasi. Kekuatan metode ini adalah dapat
terlihat klasifikasi para karyawan ditinjau dari prestasi kerjanya. Kelemahannya adalah peringkat yang
dibuat tidak memberikan gambaran yang jelas tentang makna peringkat tersebut. Misanya, sepuluh
pegawai diurutkan dengan : 1. A, 2. C, 3. D, 4. E, 5. F, 6. G, 7. H, 8. I, 9. J
Distribusi kendali (forced distribution) dilakukan dengan cara penilai menggolongkan karyawan ke
dalam klasifikasi yang berbeda berdasarkan berbagai faktor penting yang berlainan seperti prestasi
kerja, ketaatan, disiplin, pengendalian biaya dan sebagainya yang dinyatakan dalam presentase
Kemudian seluruh pegawai dimasukkan ke dalam kategori atau klasifikasi dimana seseorang
termasuk. misalnya :
1. 12,5% terbaik.

2. 25% baik.

3. 50% cukup.

4. 12,5% cukup.

Kekuatannya adalah tersedianya berbagai klasifikasi sehingga cenderung menyamaratakan prestasi


kerja karyawan, dan sikap penilai (sikap terlalu lemah atau keras) dapat dihindari. Kelemahannya
terletak pada tidak jelasnya perbedaan antara satu golongan dengan golongan lainnya.

Metode alokasi angka (point allocation method), adalah bahwa penilai memberi nilai dalam bentuk
angka kepada semua karyawan yang dinilai. Karyawan yang mendapat nilai tertinggi dipandang
sebagai karyawan ‘terbaik’ dan karyawan yang mendapat angka terendah dinilai paling tidak mampu
bekerja. misalnya 0-100.
1. A 89

2. B 81

3. C 76

4. D 70

5. E 60 dan seterusnya.
Perbandingan dengan karyawan lain (paired comparisons). Metode ini membandingkan setiap
pegawai dengan pegawai lain untuk menentukan siapa yang terbaik, kemudian pegawai yang terbaik
adalah pegawai yang memiliki jumlah terbaik dibandingkan dengan yang lain. Namun kelemahan dari
metode ini Metode ini lebih memakan waktu.

WAGES AND SALARIES

Major Phases Of Compensation Management

Job Analysis and Evaluations

Analisa jabatan adalah menganalisis & mendesain pekerjaan-pekerjaan apa saja yang harus dikerjakan,
bagaimana mengerjakannya, dan mengapa pekerjaan itu harus dilakukan. Analisa jabatan akan
memberikan informasi mengenai uraian pekerjaan, spesifikasi pekerjaan dan evaluasi pekerjaan
bahkan kita juga dapat memperkirakan pemerkayaan pekerjaan, perluasan pekerjaan, dan
penyederhanaan pekerjaan pada masa yang akan dating analisis jabatan berguna untuk menentukan
Kompensasi (compensation) Informasi analisa jabatan memberikan pemahaman yang jelas tentang
latar belakang (pendidikan, usia, pengalaman, dll) orang yang akan menjabat jabatan itu, sehingga kita
dapat menentukan gajinya.

Diskripsi jabatan adalah suatu dokumen singkat dari informasi faktual yang merupakan tugas-tugas
yang harus dilakukan dan merupakan pertanggungjawaban yang melekat erat pada sebuah jabatan
tertentu. beberapa manfaat yang bisa ditarik dalam penyusunan diskripsi jabatan antara lain sebagai
berikut khususnya dalam kompensasi :

• Sebagai bahan untuk mengadakan perbandingan antara tugas dan pekerjaan dalam suatu perusahaan
dengan tugas dan pekerjaan pada perusahaan yang lainnya (termasuk sistem kompensasi yang
berlaku).
• Sebagai dasar berpijak untuk penentuan sistem kompensasi di dalam perusahaan melalui proses
evaluasi jabatan.

Analisis Jabatan memiliki aplikasi ketiga: job standards. Standar ini melayani dua fungsi. Pertama,
mereka menjadi target untuk usaha karyawan. Tantangan dari kebanggaan dalam tujuan pertaemuan
dapat memotivasi karyawan. Setelah standar dipenuhi, pekerja mungkin merasakan perasaan dari
prestasi. Hasil ini memberikan kontribusi terhadap kepuasan karyawan. Tanpa standar, kinerja
karyawan mungkin terbengkalai.

Standar adalah kriteria keberhasilan pekerjaan yang terukur. Mereka sangat diperlukan untuk manajer
dan spesialis HR yang mencoba untuk mengontrol kinerja. Tanpa standar, tidak ada sistem kontrol
yang dapat mengevaluasi kinerja kerja. Semua sistem kontrol memiliki empat fitur: standar,
pengukuran, koreksi, dan umpan balik. Ketika mengukur kinerja mengacu dari standar pekerjaan,
diperlukan ahli HR atau campur tangan manager lini dan aksi yang korektif. Tindakan yang berfungsi
sebagai umpan balik mengenai standar dan kinerja aktual. umpan balik menyebabkan perubahan baik
di dalam standar (jika mereka tidak tepat) atau kinerja kerja.

KEADILAN INTERNAL

Keadilan internal merupakan suatu criteria keadilan dari kompensasi yang diterima karyawan
dari pekerjaannya dikaitkan dengan nilai internal masing-masing pekerjaan. Keadilan internal juga
mengidentifikasikan bahwa posisi yang lebih disukai atau karyawan dengan kualifikasi lebih tinggi
dalam perusahaan haruslah diberi kompensasi yang lebih tinggi pula (Smith, 1990). internal ini
membutuhkan perhatian baik karyawan maupun pengusaha. Atau dengan kata lain, keadilan internal
ini berkaitan dengan “Equal Pay for equal Work” atau Comparable Pay for Comparable Work yang
disebut dengan Comparable Worth. Dari konsep ini diharapkan seorang pemimpin akan memberikan
kompensasi yang sama untuk pekerjaan yang memiliki nilai sama. Selain itu, Comparable Worth ini
diterapkan juga dalam rangka mengeliminasi historical gap antara kompensasi yang diterimanya oleh
karyawan berjenis kelamin laki-laki dengan perempuan, dimana secara tradisional perempuan sering
diberi kompensasi lebih rendah (The Economist, 1993). Nilai suatu pekerjaan haruslah
menggambarkan: (a) nilai social budaya suatu masyarakat, (b) nilai produk dan jasa yang dibuat, (c)
investasi yang dilakukan dalam pendidikan, pelatihan, dan pengalaman yang dibutuhkan oleh suatu
pekerjaan, (d) posisi pekerjaan dalam hirarki organisasional. Dalam prakteknya, organisasi biasanya
memfokuskan pada isi dan kontribusi suatu pekerjaan dalam menentukan nilai pekerjaan tersebut. Isi
pekerjaan (job content) berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, pengalaman, dan
usaha yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan tersebut. Contoh, suatu pekerjaan yang
membutuhkan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi (misal lulusan S1 atau yang sederajat) akan
memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan suatu pekerjaan yang hanya membutuhkan tenaga kerja
dengan ijazah diploma.Kontribusi suatu pekerjaan menunjukkan kontribusi pekerjaan tersebut terhadap
nilai ekonomis dari produk atau jasa, atau kontribusi pekerjaan tersebut dalam mencapai tujuan unit
kerja atau tujuan organisasi yang ditunjukkan dalam bentuk laba, produksi, atau beberapa ukuran yang
sejenis.Item kompensasi yang penting yang sangat mempengaruhi keadilan internal adalah gaji pokok
yang diterimanya, maka mereka akan mengalami penurunan valensi. Sebagaimana diprediksikan oleh
teori pengharapan, menurunnya valensi akan menghasilkan turunnya daya motivasional. Akibatnya,
gaji pokok tidak akan memiliki dampak motivasional. Kerugian akan dirasakan apabila investasi suatu
organisasi pada gaji pokok merupakan suatu bagian yang substansial dari sumber biaya. Dampak dari
keputusan strategic yang mengarah pada terwujudnya keadilan internal ini terlihat pada peningkatan
efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya fisik, financial, sumber daya manusia dari suatu
organisasi. Proses penting untuk menentukan nilai dari suatu pekerjaan secara relatif terhadap
pekerjaan lain dalam suatu organisasi disebut job evaluation. Untuk mengevaluasi suatu pekerjaan,
suatu organisasi harus memiliki data yang cukup mengenai nilai dan perbedaan gaji di antara pekerjaan
tersebut. Pengumpulan data tersebut dilakukan melalui suatu proses yang disebut dengan job analysis.
Tanpa adanya penilaian pekerjaan,suatu organisasi tidak akan dapat mengembangkan suatu pendekatan
yang rasional untuk menetapkan program dan besarnya kompensasi yang diberikan kepada
karyawannya (Quaid: 1993). Job analysis merupakan proses pengumpulan informasi mengenai suatu
pekerjaan. Proses ini dilakukan secara sistematis dengan mengumpulkan informasi mengenai tugas,
tanggung jawab, kondisi kerja, perilaku kerja yang diinginkan, dan kompetensi. Dengan kata lain,
proses ini berusaha

mengumpulkan data-data sebagai berikut:

1. Apa yang dikerjakan dalam suatu pekerjaan termasuk di dalamnya tugas dan operasi yang terkait.

2. Bagaimana pekerjaan tersebut dilakukan, termasuk di dalamnya perilaku

bagiaman yang harus ditunjukkan dalam pekerjaan tersebut.

3. Dalam kondisi bagaimana pekerjaan tersebut harus dilakukan, termasuk di dalamnya pertimbangan
lingkungan fisik dan social yang harus ada agar pekerjaan dapat dilakukan secara baik.

4. Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang bagaimana yang dibutuhkan oleh seorang
karyawan agar dia dapat menjalankan pekerjaan tersebut.

Data yang dihasilkan dalam job analysis akan disajikan dalam suatu job description dan job
spesification. Dalam job description akan dijelaskan mengenai isi dan kontribusi suatu, pekerjaan,
sedangkan dalam job spesification akan dijelaskan mengenai pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu pekerjaan. Oleh karena hasil suatu penilaian
(termasuk job evaluation) seringkali bersifat subyektif, maka sebaiknya evaluasi ini haruslah dilakukan
oleh seorang evaluator yang terlatih. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh analis pekerjaan atau analis
kompensasi. Atau dapat juga evaluasi ini dilakukan oleh suatu tim yang biasa disebut dengan job
evaluation committee. Komite ini akan melihat informasi yang didapat dari analisis pekerjaan dan
dengan pengetahuan yang telah mereka miliki, mereka akan menyusun pekerjaan-pekerjaan yang ada
ke dalam suatu hirarki dengan mempertimbangkan bobot kerja relatif. Penentuan bobot kerja ini dapat
dilakukan denganmenggunakan metode seperti: job ranking, job grading, foctor comparison dan point
system (Madigan, 1986). Selain itu, untuk mewujudkan keadilan internal ini, suatu organisasi harus
mentaati undang-undang maupun peraturan penggajian yang telah ditetapkan oleh pemerintah baik
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Perubahan undang-undang atau peraturan dalam system
penggajian membutuhkan adanya penyesuaian dalam sistem kompensasi yang telah diterapkan.

Job evaluations merupakan prosedur sistematis untuk menentukan nilai relatif dari pekerjaan.
Walaupun ada pendekatan yang berbeda, masing-masing mempertimbangkan responsibilites,
keterampilan, upaya, dan kondisi kerja yang melekat dalam pekerjaan. Tanpa evaluasi pekerjaan,
departemen SDM akan sulit mengembangkan pendekatan rasional untuk menentukan kompensasi.
Dengan pengetahuan ini, pekerjaan yang dimasukkan ke dalam hirarki akan sesuai dengan nilai relatif
mereka melalui penggunaan metode evaluasi pekerjaan. Metode yang paling umum adalah job
ranking, job grading, factor comparison, dan poin system.
A. Job ranking

Metode yang paling sederhana dan paling tepat dari evaluasi pekerjaan adalah penyusunan
peringkat pekerjaan. Sistem ini memberikan peringkat keseluruhan, meskipun penilai dapat
mempertimbangkan faktor individu seperti, keterampilan, keahlian, upaya, tanggung jawab, dan
kondisi kerja yang terlibat dalam setiap pekerjaan. Namun peringkat ini tidak dapat membedakan
antara pekerjaan dengan kepentingan mereka. Sebagai contoh, pekerjaan petugas kebersihan mungkin
peringkat 1, pekerjaan secretarys mungkin mendapatkan 2, dan manajer kantor peringkat 3. Tetapi
posisi sekretaris mungkin tiga kali sama pentingnya dengan pekerjaan kebersihan dan sama pentingnya
dengan tugas manajer kantor. Dengan sistem ini dapat dipastikan bahwa pekerjaan yang penting akan
dibayar lebih, tetapi tidak melihatdari perbedaan relatif antara pekerjaan. Akibatnya,
pembayaran/kompensasi mungkin tidak akurat.

B. Job grading

Job grading, atau klasifikasi pekerjaan, sedikit lebih memuaskan dari job ranking walaupun masih
belum terlalu tepat. Deskripsi standar yang digunakan hampir sepadan dengan deskripsi pekerjaan
yang menentukan nilai relarif yang diekspresikan sebagai kelas pekerjaan. Semakin penting sebuah
pekerjaan semakin besar pembayarannya. Namun, jika ukuran presisinya kurang, seperti halnya
dengan penentuan peringkat pekerjaan, klasifikasi pekerjaan pun akan menghadapi ketidak akuratan
dalam penentuan tingkat pekerjaan. Sebagai ilustrated 13-4. Standar deskripsi pada gambar yang
paling cocok dengan deskripsi pekerjaan akan menentukan nilai relatif tersebut, yang dinyatakan
sebagai nilai pekerjaan.

Job grade I: pekerjaan sederhana dan sering berulang, dilakukan dibawah pengawasan yang ketat,
membutuhkan pelatihan yang minimal dan tanggung jawab atau inisiatif yang sedikit. Ex: petugas
kebersihan, file clerk

Job grade II: pekerjaan sederhana dan berulang-ulang, dilakukan di bawah pengawasan yang ketat,
membutuhkan beberapa pelatihan atau keterampilan. Karyawan diharapkan mempunyai tanggung
jawab atau jarang memperlihatkan inisiatif. Ex: petugas-pengetik, pembersih mesin.

Job kelas III: pekerjaan sederhana, dengan sedikit variasi, dilakukan di bawah pengawasan umum.
Pelatihan atau keterampilan sangat diperlukan. Karyawan memiliki tanggung jawab yang minimum
dan harus mengambil inisiatif untuk memberika kepuaskan. Ex: bagian ekspeditur, pedagang minyak
mesin, clerk-typist II.

Job grade IV: pekerjaan ini cukup kompleks, dengan beberapa variasi, dilakukan di bawah
pengawasan umum. Keterampilan tingkat tinggi sangat diperlukan. Karyawan bertanggung jawab
untuk peralatan atau keselamatan; dapat memperlihatkan inisiatif. Ex: mesin operator 1, alat, dan die
apprentice.
Job kelas V: pekerjaan sangat kompleks, bervariasi, dilakukan di bawah pengawasan umum.
kemajuan tingkat keterampilan sangat diperlukan. Karyawan bertanggung jawab untuk peralatan dan
keselamatan; menunjukkan inisiatif yang tinggi. Ex: mesin operator II, alat, dan die specialist

C. Faktor Perbandingan

Dengan metode perbandingan faktor, komite evaluasi pekerjaan membandingkan antara faktor-faktor
pekerjaan yang saling terikat. Faktor-faktor ini meliputi unsur-unsur yang umum untuk semua
pekerjaan yang dievaluasi, seperti tanggung jawa, keahlian/keterampilan, mental dan fisik, dan syarat-
syarat pekerjaan lainnya. Tiap faktor diperbandingkan, pada suatu waktu, dengan faktor yang sama
terhadap pekerjaa kunci yang lain dan kemudian evaluasi yang terpisah dikombinasikan oleh komite
untuk menentukan kepentingan relatif dari setiap pekerjaan.

Metode ini melibatkan lima langkah-langkah berikut:

Langkah 1: menentukan faktor-faktor kritis. Analis harus dapat menentukan faktor-faktor yang umum
dan penting dalam berbagai pekerjaan. Beberapa organisasi menggunakan faktor berbeda untuk
manajerial, profesional, penjualan, dan jenis-jenis pekerjaan.

Langkah 2: menentukan pekerjaan utama. Pekerjaan utama adalah pekerjaan yang umum ditemukan
di seluruh organisasi dan di pasar tenaga kerja pengusaha. Pekerjaan umum dipilih karena lebih
mudah ditemukan. Idealnya, pekerjaan ini harus diselenggarakan secara luas dan diterima oleh
empployees sebagai pekerjaan utama dan harus mencakup berbagai faktor kritis.

Langkah 3: membagi upah saat pekerjaan utama. panitia evaluasi jabatan lalu mengalokasikan bagian
dari setiap tingkat upah pekerjaan utama, saat ini untuk masing-masing faktor kritis. Proporsi dari
setiap upah ditugaskan untuk faktor compensable yang berbeda, tergantung pada pentingnya faktor
individu.

Langkah 4: pekerjaan utama merupakan tempat untuk grafik perbandingan faktor. Setelah faktor
compensable, setiap pekerjaan utama telah diberi perbandingan dari tingkat upah. Pekerjaan utama
ditempatkan di collomns sesuai dengan jumlah upah untuk tiap faktor kritis.

Langkah 5: mengevaluasi pekerjaan lain.

D. Sistem Poin.

Penelitian menunjukkan bahwa sistem pemberian angka lebih banyak digunakan daripada metode
lainnya. Sistem ini mengevaluasi faktor-faktor penyeimbang tiap pekerjaan dengan menggunakan
angka-angka. Meskipun pada awalnya lebih sulit untuk mengembangkannya, sistem poin ternyata
lebih tepat daripada metode pembanding faktor karena sistem posin ini dapat mengatasi faktor-faktor
pengimbang dan soal penting lebih rinci lagi.
Langkah 1: menentukan faktor-faktor kritis. Sistem point dapat menggunakan faktor yang sama dalam
metode perbandingan faktor, tetapi umumnya hanyan untuk menambahkan rincian dengan
memecahkan faktor-faktor tersebut ke dalam subfaktor.

Langkah 2: menentukan tingkat faktor. Karena jumlah tanggung jawab atau lainnya mungkin
bervariasi dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain, sistem point ini menciptakan beberapa tingkatan yang
terkait dengan masing-masing faktor. Seperi faktor tanggung jawab, keterampilan, dan faktor-faktor
penting lainnya.

Langkah 3: mengalokasikan point ke subfaktor. Dengan faktor-faktor yang tercantum di satu sisi dan
tingkat usaha di bagian atas. Hasilnya adalah sistem poin matriks. Dimulai dengan tingkat 4, komite
evaluasi pekerjaan subyektif memberikan poin maksimum untuk subfactor masing-masing.

Langkah 4: mengalokasikan poin ke level. Setelah total poin maksimum untuk setiap elemen
pekerjaan yang ditugaskan di bawah tingkat 4, analis mengalokasikan poin di setiap baris untuk
mencerminkan pentingnya tingkat yang berbeda.

Langkah 5: mengembangkan manual poin. Analis kemudian mengembangkan sebuah manual poin
yang berisi penjelasan tertulis dari setiap elemen kerja. Ini juga mendefinisikan apa yang diharapkan
untuk empat tingkat subfactor masing-masing. Informasi ini diperlukan untuk menetapkan pekerjaan
ke tingkat yang sesuai.

Langkah 6: menerapkan sistem poin. Ketika poin matriks dan manual siap, nilai relatif setiap
pekerjaan dapat ditentukan. Proses ini sangat subjektif, membutuhkan spesialis untuk membandingkan
deskripsi pekerjaan dengan manual deskripsi poin standar untuk subfactor masing-masing. Poin untuk
setiap subfactor ditambahkan untuk menemukan jumlah total poin untuk pekerjaan

WAGES AND SALERY SURVEY

KEADILAN EKSTERNAL

Keadilan eksternal atau sering disebut daya saing eksternal merupakan posisi kompensasi yang
diberikan oleh suatu organisasi terhadap seorang karyawan dibandingkan dengan kompensasi yang
diberikan oleh perusahaan pesaing, tentunya untuk seorang karyawan dengan suatu pekerjaan yang
bernilai sama. Kebijakan yang memperhatikan daya saing eksternal ini mempunyai 2 pengaruh
terhadap tujuan, yaitu:

1. Mendorong penetapan tingkat gaji yang mencukupi/memenuhi kebutuhan karyawan dalam rangka
menghargai dan mempertahankan karyawan.

2. Mengendalikan biaya tenaga kerja sehingga harga produk yang dihasilkan oleh perusahaan dapat
tetap bersaing.

Daya saing eksternal ini secara langsung berpengaruh terhadap efisiensi dan keadilan tujuan,
dimana pelaksanaanya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku. Daya saing eksternal ditetapkan
berdasarkan penetapan tingkat kompensasi yang diberikan pesaing pada pekerjaan yang sejenis.
Tingkat kompensasi ini ditentukan dengan mengetahui kondisi pasar tenaga kerja yang relevan dan
melakukan pengamatan terhadap tingkat kompensasi yang diberikan oleh perusahaan lain, kemudian
menggunakan dan mengaitkan kedua informasi tersebut dengan keputusan kebijaksanaan perusahaan
untuk menghasilkan suatu program kompensasi. Program kompensasi ini akan mempengaruhi
bagaimana organisasi secara efisien akan dapat mempertahankan tenaga kerja yang kompeten dan
mengendalikan biaya tenaga kerja tersebut. Berkaitan dengan daya saing eksternal ini, suatu organisasi
dituntut untuk dapat bersaing dengan organisasi lainnya. Tentunya hal ini tergantung pada posisi
penawaran dan permintaan tenaga kerja di pasar tenaga kerja ini akan menentukan tingkat kompensasi
(khususnya gaji) di pasar tenaga kerja. Mampu tidaknya organisasi untuk menghargai karyawan sesuai
(lebih tinggi) dari tingkat kompensasi di pasar tenaga kerja akan menentukan kemampuan organisasi
tersebut untuk menarik dan mempertahankan tenaga kerja yang dibutuhkan. Hal lain yang sering
terjadi berkaitan dengan keadilan eksternal ini adalah bahwa persepsi karyawan mengenai keadilan
eksternal seringkali tidak didukung dengan data yang akurat. Hal ini terjadi karena karyawan
seringkali membandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai nama sama tetapi nilai kerjanya belum
tentu sama bagi satu perusahaan dengan perusahaan lain sehingga tentu saja kompensasi yang
diterimanya juga tidak sama.

Oleh karena itu, tugas organisasi adalah meluruskan persepsi karyawan yang seringkali keliru
berkaitan dengan keadilan eksternal dengan: (1) menentukan pasar tenaga kerja yang relevan dengan
organisasi dan (2) mengumpulkan data tingkat kompensasi dari pasar tenaga kerja yang relevan.

Berdasarkan data tersebut, organisasi harus menentukan struktur kerja dan data
kebijaksanaan kompensasi yang ada di pasar tenaga kerja yang relevan (organisasi-organisasi lain yang
relevan). Pasar tenaga kerja yang relevan ini didefinisikan sebagai organisasi-organisasi yang berada
dalamsatu daerah geografi dimana karyawan-karyawannya dapat dengan mudah berpindah kerja. Oleh
karena terbatasnya data hasil survei kompensasi yang dipublikasikan dan mahalnya biaya yang harus
dikeluarkan apabila survey dilakukan oleh perusahaan, maka survei kompensasi ini biasanya dilakukan
hanya untuk pekerjaan-pekerjaan kunci (penting) saja. Untuk menghemat biaya ini, perusahaan dapat
memilih perusahaan pesaing yang relevan dan kemudian dengan menggunakan telpon ataupun surat,
menanyakan item kompensasi apa dan berapa jumlah yang diberikan perusahaan untuk pekerjaan-
pekerjaan kunci tersebut. Dengan asumsi bahwa semua perusahaan sudah memahami pentingnya
keadilan eksternal ini, sebagian besar perusahaan akan bersedia membantu karena mereka juga
membutuhkan informasi tersebut (Conway, 1984). Selanjutnya, untuk mempertahankan keadilan
eksternal, organisasi harus menggunakan kenaikan gaji sebagai suatu alat untuk menyesuaikan tingkat
gaji mereka sesuai dengan perubahan biaya hidup dan atau tingkat gaji secara umum (pasar). Tentunya
hal ini harus didukung dengan melakukan survei kompensasi secara periodik.

A. Sumber Data Kompensasi

Data survei tentang upah dan gaji merupakan data dasar dalam penerapan tinggi rendahnya upah/gaji
yang dilakukan para analis untuk membandingkan level/tingkatan kompensasi. Salah satu sumber data
adalah dari Departemen Tenega Kerja dan atau Badan Pusat Statistik yang secara periodik melakukan
survei pasar kerja. Kadang-kadang survei ini sudah tidak sesuai lagi dalam menghadapi perubahan
pasar yang cepat. Oleh karena itu, sumber dala lain dapat digunakan. Data juga dapat diperoleh dari
asosiasi pengusaha yang berasal dari berbagai perusahaan. Sementara sumber data lain berasal dari
asosiasi profesional, yang secara khusus data ini untuk jenis pekerjaan spesialisasi tinggi.

B. Prosedur Survei

Untuk mengatasi keterbatasan hasil survei yang dipublikasikan, beberapa departemen SDM melakukan
survei upah dan gaji sendiri. Namun, survei ini biayanya mahal, biasanya hanya untuk pekerjaan-
pekerjaan kunci saja yang digunakan. Sebuah contoh dari beberapa perusahaan dari pasar kerja
diseleksi, dan mereka dikontak melalui telepon atau surat untuk mempelajari berapa yang mereka
bayarkan untuk pekerjaan kunci mereka. Kebanyakan perusahan berkeinginan untuk bekerja sama
karena mereka juga membutuhkan informasi ini. Asosiasi profesional dapat membantu proses ini.
Sebagai sebuah hasil dari proses evaluasi pekerjaan, semua pekerjaan diurut sesuai dengan nilai relatif
dari pekerjaan. Melalui survei, tingkat untuk pekerjaan-pekerjaan kunci di pasar kerja juga diketahui.

Pricing Jobs

Dalam menentukan nilai pekerjaan, nilai evaluasi pekerjaan disepadankan dengan nilai yang ada di
pasar kerja. Ada dua kegiatan yang terkait dalam hal ini, yaitu (1) mengembangkan tingkat
pembayaran yang tepat untuk tiap pekerjaan dan (2) pengelompokkan tingkat pembayaran yang
berbeda ke dalam subuah struktur yang dapat dikelola secara efektif.

Merit Pay adalah pembayaran imbalan yang dikaitkan dengan kinerja. Semakin tinggi kinerja,
semakin tinggi imbalan yang dibayarkan. Tujuan utama setiap organisasi merancang sistem imbalan
(rewards) adalah untuk memotivasi karyawan dalam meningkatkan kinerja serta mempertahankan
karyawan yang berkompeten. Dengan merancang sistem imbalan yang baik akan memiliki dampak
ganda, bagi
organisasi dan perilaku serta sikap karyawan. Perusahaan harus dapat merancang system berdasarkan
job evaluation terdapat kendala seperti perubahan desain pekerjaan, skill tenaga kerja yang beragam
sehingga mempersulit keakuratan penilaian kinerja. Maka untuk menjembatani kepentingan dua belah
pihak digunakan sistem merit. Konsep merit pay merupakan sistem pembayaran yang mengkaitkan
imbalan (reward) dengan prestasi (performance) karyawan, antara lain: Pembayaran yang didasarkan
prestasi/kinerja merupakan sistem pembayaran regular dimana pekerja harus dievaluasi secara reguler
kinerjanya.

Tantangan-tantangan Dalam Kompensasi


menjelaskan tantangn-tantangan dalam kompensasi sebagai berikut: Sebagian besar metode-metode
untuk menentukan pembayaran harus bisa melakukan keputusan yang tepat ketika tantangan timbul.
Implikasi inilah yang menjadi alasan analisis membuat penyesuaian lebih lanjut untuk menentukan
kompensasi.
a. Tujuan Strategik
Manajemen kompensasi tidak hanya dibatasi pada keadilan internal dan eksternal saja. Hal itu juga
dapat digunakan untuk strategi perusahaan yang lebih jauh. Misalnya, sebuah perusahaan akan
menekankan sistem pembayarannya yang sangat didasarkan pada tingkat pengetahuan dan keahlian
karyawan; tidak inheren pada nilai permintaan pekerjaan. Makin tinggi keahlian dan pengetahuan
yang dimiliki karyawan, makin tinggi pula tingkat pembayarannya. Namun, ada juga perusahaan
yang menghubungkan tingkat pembayarannya dengan hubungan nilai relatif dari pekerjaan dengan
tingkat yang berlaku di pasar kerja.
b. Tingkat Upah Berlaku
Tekanan pasar dapat menyebabkan beberapa pekerjaan dibayar lebih mahal daripada nilai relatif
pekerjaan mereka. Pergeseran demografi dan hubungan suplai dan permintaan tenaga kerja relatif
mempengaruhi kompensasi. Sesuai dengan teori, kelebihan permintaan tenaga kerja untuk bidang-
bidang tertentu akan meningkatkan nilai pembayaran terhadap pekerjaan tersebut. Hal ini akan
terjadi sebaliknya jika terjadi kelebihan suplai tenaga kerja.
c. Kekuatan Serikat Pekerja
Serikat pekerja memiliki kekuatan daya tawar yang relatif tinggi dalam penentuan upah karyawan,
khususnya untuk anggota serikat. Termasuk didalamnya serikat berperan sebagai pemasok calon-
calon karyawan yang bermutu. Penentuan upah tersebut dapat dengan bentuk tekanan, tidak saja
dalam bentuk konsep tertulis, tetapi juga dalam bentuk pemogokan-pemogokan jika terjadi stagnasi
perundingan. Di sinilah, perusahaan harus mempertimbangkan secara matang sejauh mana untuk
ruginya perusahaan manakala harus memilih antara menangani pemogokan karena menuntut
kenaikan upah ataukah perlu dinaikkannya tingkat upah karyawan. Dalam hal ini perusahaan sering
dihadapkan pada posisi dilematis. Jika kenaikan tingkat upah/gaji dipenuhi, maka akan terjadi
peningkatan biaya produksi yang pada gilirannya akan mengurangi keuntungan atau efisiensi.
Padahal perusahaan berkepentingan dengan penggunaan karyawan yang memiliki keterampilan
tinggi yang dipasok oleh serikat. Dalam situasi tertentu perusahaan bisa jadi mengubah strateginya
dari pendekatan padat karyawa ke padat modal atau relatif bayak menggunakan faktor produksi
otomatisasi yang hemat tenaga kerja.
d. Kendala Pemerintah
Kendala pemerintah dapat berupa undang-undang ketenagakerjaan, peraturan pemerintah, dan
kebijakan yang dianggap kurang adil, baik ditinjau dari segi kepentingan perusahaan maupun
karyawan itu sendiri. Misalnya, dalam hal penentuan upah minimum regional, jaminan sosial,
perselisihan ketenagakerjaan, dan sebagainya. Termasuk di dalamnya peraturan larangan
penggunaan tenaga kerja di bawah usia kerja. Oleh karena itu, dalam penetapan hal-hal tadi,
pemerintah perlu mempertimbangkan perkembangan demografi, pasar kerja, biaya hidup,
perkembangan tingkat upah di pasar internasional, dan sebagainya.
e. Pemerataan Pembayaran
Pemerataan pembayaran yang dilakukan tiap perusahaan sangat didasarkan pada persamaan hak dan
persamaan pekerjaan. Misalnya, jangan sampai terjadi ada undang-undang dan peraturan
pemerintah yang mengikat yang membedakan pemberian pembayaran hanya karena adanya
perbendaan seks. Seharusnya yang lebih ditekankan adalah sistem merit dari pembayaran, bukan
faktor yang lain. Namun, yang jauh lebih penting dari pemerataan pembayaran adalah banyak
mempertimbangkan faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya jurang yang lebar dalam hal
pembayaran dari satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya. Untuk itu dibutuhkan evaluasi pekerjaan,
termasuk evaluasi beban, secara cermat dan mampu dibandingkan secara objektif.
f. Penyesuaian dan Strategi Kompensasi
Kebanyakan perusahaan memiliki strategi dan kebijakan kompensasi dimana gaji dan upah dapat
disesuaikan setiap waktu. Sebuah strategi umum adalah memberi pekerja yang bukan anggota
serikat pekerja gaji yang sama dengan mereka yang menjadi anggota. Hal ini sering dilakukan untuk
mencegah terjadinya unionisasi labih jauh. Insentif atau bonus untuk tugas-tugas internasional
merupakan bentuk penyesuaian-penyesuaian lainnya.
g. Tantangan Kompensasi Internasional
Globalisasi bisnis mempengaruhi manajemen kompensasi. Analis kompensasi harus memfokuskan
tidak hanya pada aspek keadilan, tetapi juga pada daya saing. Perusahaan-perusahaan yang mampu
berkompetisi secara global dapat memanfaatkan survei gaji lokal di negaranya yang mungkin
menjamin terdapatnya keadilan di pasar kerja. Akan tetapi, hal lain yang mungkin terjani adalah
upah dan gaji patokan di negara lain, misalnya di negara maju yang memiliki daya saing tinggi
mungkin malah dapat menyebabkan terjadinya komponen biaya tenaga kerja yang lebih mahal di
banding di negara yang kurang maju. Implikasinya adalah perusahaan domestik harus melakukan
restrukturisasi komponen biaya produksinya agar terjadi efisiensi produksi.
h. Produktivitas dan Biaya
Dalam keadaan apa pun sebuah perusahaan memiliki komitmen untuk memperoleh keuntungan
usaha agar dapat tetap hidup.

Daftar Pustaka

http://journal.uii.ac.id/index.php/JSB/article/viewFile/972/881 diunduh pada (Minggu, 03 April 2011.


13:00)

http://ab-fisip-upnyk.com/files/bab_8_kompensasi.pdf diunduh pada (Minggu, 03 April 2011. 13:00)

Major Phases Of Compensation Management


PHASE 1

Indentify and study jobs

Job Analysis

Pisition Job
Job standard
description description

PHASE II

Internal equity

Job Evaluation

Job ranking Job grading Factor Point


comparison system

PHASE III

External Equity

Wage and Salary Surveys


U.S.Dept.of State unemployment Employer Proffesional Self
labor offices associations associations conducted
surveys

Phase IV

Matching internal and external worth

Pricing Jobs
Job Match Labor
evaluation market
worth worth

Hate Range For Each Job

Anda mungkin juga menyukai