Anda di halaman 1dari 8

Performance Appraisal

A. Konsep Dasar Performance Appraisal


Pengertian Performance Appraisal/Penilaian Kerja
Performance Appraisal adalah proses peforma karyawan yang dievaluasi oleh organisasi
dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan. Istilah lain dari performance appraisal
yaitu prestasi menurut Prabowo (2005). Definisi Lawler tentang prestasi kerja adalah hasil yang
diperoleh seorang karyawan dari menyelesaikan tugas atau bekerja secara efisien dan efektif.
Selanjutnya, Lawler dan Porter menemukan bahwa hasil kerja adalah keberhasilan kerja yang
dicapai seseorang dari perilaku atau hasil yang bersangkutan. Dalam konteks yang lebih luas,
Jewell dan Siegall (1990) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil dari derajat kerja yang
dilakukan oleh anggota suatu organisasi untuk memuaskan organisasi. Menurut Hasibuan (1990),
prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang
diberikan berdasarkan kompetensi, pengalaman, integritas, dan waktu.
Dari semua definisi di atas, jelaslah bahwa prestasi kerja lebih menitikberatkan pada hasil
atau hasil yang diperoleh dari pekerjaan daripada pada kontribusi kepada perusahaan. Prestasi
kerja atau kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai oleh individu, unit, atau
departemen dengan menggunakan keterampilan yang ada dan batasan yang ditetapkan untuk
mencapai tujuan organisasi.

Tujuan Penilaian Kerja


Tujuan penilaian kerja yaitu sebagai berikut.
a. Tujuan Strategis
Tujuan strategis penilaian kinerja adalah untuk menghubungkan aktivitas karyawan dengan
tujuan perusahaan. Dengan kata lain, organisasi mengevaluasi apakah karakteristik, perilaku, dan
prestasi kerja yang ditunjukkan oleh karyawannya mengarah pada pencapaian tujuan yang
ditetapkan oleh organisasi. Hasil evaluasi kinerja juga dapat digunakan untuk mendiagnosis
masalah organisasi seperti unit kerja tertentu kurang produktif dan harus diambil langkah-
langkah strategis untuk mengelola organisasi. Selain itu, hasil evaluasi kinerja digunakan untuk
memvalidasi tes yang digunakan untuk memilih karyawan sehingga organisasi dapat
memutuskan apakah akan mempertahankan tes yang telah mereka gunakan.
b. Tujuan Keputusan Administratif
Penilaian unjuk kerja juga dilakukan untuk keputusan-keputusan administratif, seperti
peningkatan gaji, promosi, mutasi, pemutusan hubungan kerja, dan pemberian penghargaan atas
prestasi kerja. Karena tujuan administrasi ini, atasan merasa penilaian unjuk kerja sebagai
sesuatu yang tidak menyenangkan karena mereka mempertimbangkan dampak penilaian tersebut
terhadap hubungannya dengan bawahan.
c. Tujuan Pengembangan Karyawan
Tujuan ketiga penilaian unjuk kerja adalah mengembangkan karyawan. Dalam tujuan
pengembangan ini, hasil penilaian unjuk kerja digunakan untuk memberikan konseling dan
bimbingan serta merancang program pelatihan dan pengembangan bagi karyawan yang dianggap
kurang berprestasi. Penilaian unjuk kerja tidak hanya melihat defisiensi dalam hasil kerja
karyawan, tetapi juga penyebab defisiensi tersebut, misalnya kurangnya keterampilan, masalah
motivasi kerja, atau beberapa hal lain, baik di dalam maupun di luar diri karyawan, yang
menghambat karyawan untuk menampilkan unjuk kerja yang optimal.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1984 terhadap 600 organisasi,
penilaian unjuk kerja paling banyak digunakan untuk penetapan kompensasi (85%), umpan balik
hasil kerja (65,1%), pelatihan (64,3%), promosi (45,3%), perencanaan sumber daya manusia
43,1%), pemutusan hubungan kerja (30,3%), dan penelitian (17,2%).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi/Penilaian Kerja


Zeitz (Baron dan Byrne, 1994) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua hal
utama, yaitu sebagai berikut.
a. Faktor organisasional meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai
dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja. Di antara berbagai faktor
organisasional tersebut, faktor yang paling penting adalah faktor sistem imbal jasa, yang
diberikan dalam bentuk gaji, bonus, ataupun promosi. Faktor lain yang juga penting
adalah kualitas pengawasan (supervision quality), yaitu seorang bawahan dapat
memperoleh kepuasan kerja jika atasannya lebih kompeten daripada dirinya.
b. Faktor personal meliputi ciri sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja,
kemampuan, ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan
kepuasan hidup. Untuk. faktor personal, faktor yang juga penting dalam memengaruhi
prestasi kerja adalah faktor status dan masa kerja. Pada umumnya orang yang telah
memiliki status pekerjaan yang lebih tinggi telah menunjukkan prestasi kerja yang baik.
Status pekerjaan tersebut dapat memberikan kesempatan baginya untuk memperoleh
masa kerja yang lebih baik sehingga kesempatannya untuk semakin me nunjukkan
prestasi kerja juga semakin besar.
Blumberg dan Pringle menyatakan beberapa faktor yang menentukan prestasi kerja
seseorang, yaitu sebagai berikut.
a. Kapasitas terdiri atas usia, kesehatan, keterampilan, inteligensi, keterampilan motorik, tingkat
pendidikan, daya tahan, stamina, dan tingkat energi.
b. Kesempatan meliputi alat, materiel, pasokan, kondisi kerja, tindakan rekan kerja, perilaku
pimpinan, mentorisme, kebijakan, peraturan, prosedur organisasi, informasi, waktu, dan gaji.
c. Kemauan terdiri atas motivasi, kepuasan kerja, status pekerjaan, kecemasan, legitimasi,
partisipasi, sikap, persepsi atas karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, citra diri,
kepribadian, norma, nilai, persepsi atas ekspektasi peran, dan rasa keadilan. Prestasi kerja inilah
yang akan diukur melalui performance appraisal. Penilaian prestasi kerja (performance appraisal)
adalah proses mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat
memperbaiki keputusan departemen personalia dan mem berikan feedback kepada para
karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.

B. Komponen Penilaian Kerja


Komponen yang Dievaluasi dalam Penilaian Kerja
a. Penilaian Hasil Kerja
Evaluasi hasil kerja dilakukan jika yang diperhitungkan adalah keluaran dari pekerja tersebut.
Misalnya, jumlah batang rokok yang dapat dilinting oleh petugas lintingan rokok atau volume
penjualan yang dihasilkan oleh seorang tenaga penjual.
b. Penilaian Perilaku
Tidak mudah untuk melakukan penilaian hasil kerja jika karyawan berada dalam posisi
manajerial atau karyawan bekerja dalam suatu kelompok. Cara yang sering digunakan adalah
penilaian terhadap perilaku. Hal yang diukur dari seorang manajer penjualan, misalnya ketepatan
waktu dalam menyerahkan laporan penjualan atau gaya kepemimpinan yang dijalankannya.
Salah satu kelemahan penilaian perilaku adalah karyawan cenderung memusatkan perhatian pada
aspek tertentu dari perilaku dan mengabaikan perilaku lain.
c. Penilaian terhadap Karakteristik Pribadi
Bentuk penilaian ini adalah penilaian terlemah. karena karakteristik pribadi tidak
berhubungan langsung dengan prestasi seseorang. Namun, bentuk penilaian ini adalah yang
paling sering digunakan karena dapat dengan mudah digunakan untuk posisi yang berbeda atau
organisasi yang berbeda. Karakteristik pribadi sering digunakan, seperti sikap yang baik,
kepercayaan diri, kemampuan untuk bekerja dengan atau pengalaman.

Kriteria Alat Penilaian Kerja


Tujuan penilaian unjuk kerja, semua bentuk penilaian harus memiliki kriteria karakteristik alat
penilaian yang baik sebagai berikut.
a. Valid, yaitu mengukur hal-hal yang hendak diukur. Hal yang akan diukur adalah unjuk
kerja yang ditampilkan karyawan dalam periode waktu tertentu.
b. Reliabel atau dapat diandalkan, yaitu alat penilaian secara konsisten mengukur hal-hal
yang hendak diukur. Artinya, penilaian terhadap unjuk kerja karyawan akan memperoleh
hasil yang lebih kurang sama jika dilakukan oleh penilaian yang berbeda.
c. Praktis, dalam arti alat penilaian sudah tersedia, masuk akal, dan dapat diterima oleh
mereka yang akan menggunakan penilaian unjuk kerja sebagai alat pengambil keputusan.
d. Relevansi, yaitu seberapa baik alat penilaian merefleksikan kriteria dari unjuk kerja yang
akan dinilai. Kriteria berkaitan dengan semua perilaku dan hasil kerja dalam pekerjaan
yang dianggap sebagai standar keunggulan yang harus ditampilkan oleh setiap karyawan
untuk mencapai tujuan organisasi.
e. Diskriminatif, yaitu alat penilaian dapat membedakan unjuk kerja antara satu karyawan
dan karyawan lainnya.
f. Adil, yaitu alat penilaian harus bebas dari bias gender dan minoritas serta memberikan
penilaian yang sesuai dengan yang ditampilkan oleh karyawan.

Pelaku Penimbang dalam Penilaian Kerja


a. Atasan Langsung
Pada umumnya penilaian kerja dilakukan oleh atasan langsung dari karyawan yang dinilai.
Masalah yang muncul dalam proses evaluasi yang dilakukan oleh atasan langsung adalah atasan
merasa kurang mampu untuk melakukan evaluasi sehingga penilaian yang diberikan tidak
konsisten atau atasan langsung merasa tidak nyaman ketika meremehkan seorang karyawan,
apalagi jika dilakukan penilaian kinerja. melibatkan kenaikan gaji atau bonus.
b. Rekan Kerja atau Teman Sejawat
Rekan kerja juga dapat merupakan penilai yang dapat diandalkan dalam penilaian unjuk kerja
karena rekan kerja sehari-hari berinteraksi dengan karyawan yang dinilai sehingga lebih
mengenalnya. Selain itu, penilaian yang dilakukan oleh beberapa rekan kerja dapat
meningkatkan konsistensi penilaian dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan hanya oleh
seorang penilai. Akan tetapi, penilaian oleh rekan kerja juga mengandung kelemahan, antara lain
rekan kerja enggan untuk saling mengevaluasi dan kemungkinan adanya bias karena kedekatan
hubungan atau persahabatan.
c. Karyawan
Penilaian unjuk kerja juga dapat dilakukan oleh karyawan sendiri (self-evaluation). Penilaian
pribadi ini merupakan penilaian yang lebih sesuai untuk tujuan pengembangan daripada
evaluatif. Pada sisi lain, penilaian pribadi ini akan mengurangi sikap defensif karyawan terhadap
penilaian yang dilakukan orang lain dan merupakan alat yang baik untuk menstimulasi
munculnya diskusi antara karyawan dan atasan mengenai hasil kerja serta hambatan dan
dukungan yang dialami karyawan dalam menjalankan pekerjaannya. Kelemahan penilaian
pribadi ini, antara lain adanya penilaian yang cen derung lebih tinggi daripada jika dilakukan
oleh orang lain dan sering tidak ada kesepakatan mengenai tingkat unjuk kerja berdasarkan
penilaian karyawan dengan penilaian dari atasan.
d. Bawahan Langsung
Meskipun tidak terlalu sering dilakukan, penilaian unjuk kerja juga dapat dilakukan oleh
bawahan langsung. Dengan kata lain, unjuk kerja seorang atasan dinilai oleh bawahannya.
Melalui penilaian ini, dapat diperoleh informasi yang lebih akurat dan terperinci mengenai
perilaku atasan karena bawahan sering bertemu dengan atasan. Masalah yang paling jelas dari
penilaian oleh bawahan adalah bawahan tidak berani menilai atasannya karena takut jika
atasannya akan "balas dendam: Oleh karena itu, anonimitas merupakan hal yang penting dalam
penilaian oleh bawahan.
Cara penilaian yang dianggap paling komprehensif saat ini adalah penilaian dari berbagai
pihak, yang dikenal dengan istilah 360 degree evaluation. Dengan cara ini, penilaian unjuk kerja
dapat dilakukan oleh atasan langsung, rekan kerja, bawahan, karyawan dari departemen lain
yang berhubungan dengan karyawan yang dinilai, serta orang lain di luar organisasi, seperti
pemasok atau konsumen. Jumlah penilai dalam penilaian ini berkisar antara 3-4 orang penilai
sampai dengan 25 orang penilai. Bentuk penilaian 360 derajat ini merupakan bentuk yang paling
tepat untuk meningkatkan partisipasi berbagai pihak dalam kegiatan penilaian unjuk kerja serta
meningkatkan keakuratan hasil penilaian unjuk kerja.

C. Kesalahan, Optimalisasi, dan Penilaian Kerja


Kesalahan Penilaian Kerja
Dalam melakukan penilaian unjuk kerja, siapa pun yang akan menjadi penilai sering tidak
dapat melakukan penilaian secara objektif. Dipboyedkk. (1994) menyebutkan sejumlah
kesalahan yang umumnya dilakukan oleh seorang penilai 12 Munandar (2011) mengelompokkan
kesalahan tersebut menjadi sebagai berikut.
A. Kesalahan Konstan
Kesalahan konstan meliputi:
1. kesalahan kelembutan (leniency error), yaitu kecenderungan untuk memberikan nilai
murah dalam penilaian unjuk kerja.
2. kesalahan kekerasan (strictness/severity error), yaitu kecenderungan untuk terlalu keras
atau pelit dalam menilai karyawan
3. kesalahan kecenderungan berpusat (central tendency), yaitu kecenderungan yang
memberikan nilai rata-rata kepada semua karyawannya sehingga tidak ada karyawan
yang menonjol baik atau tidak baik.
B. Kesalahan Faktor Dominan
Kesalahan faktor dominan meliputi:
1. Dampak halo, yaitu penilai memberikan penilaian berdasarkan kesan-kesan global serta
memberikan nilai yang sama pada semua dimensipenilaian.
2. Dampak kesan pertama, yaitu penilai memberikan nilai berdasarkankesan pertama yang
dibentuknya terhadap karyawan,bukan berdasarkan unjuk kerjanya selama periode
penilaian;
3. Dampak perilaku terakhir, yaitu penilai memberikan penilaian hanya berdasarkan
perilaku yang terlihat pada akhir periode penilaian unjuk kerja;
4. Dampak hasil penilaian sebelumnya,yaitu penilaian dilakukan hanya berdasarkan hasil
penilaian yang sebelumnya,dan bukan unjuk kerjapada periode penilaian yang berjalan.

C. Kesalahan Egosentrik
Kesalahan egosentrik meliputi:
1. Kesalahan kontras,yaitu kecenderungan untuk menilai orang lainberdasarkan
perbandingan dengan diri penilai sendiri atau dengan orang lain, dan bukan berdasarkan
standar objektif;
2. Kesalahan kesamaan (similar to me effect), yaitu penilai cenderung menilai orang lain
sesuai dengan persepsi penilai.

Optimalisasi Penilaian Kerja


Perilaku dalam menjalankan pekerjan,serta karakteristik pribadi karyawan untuk tujuan
strategis, tujuan administratif dan tujuan pengembangan karyawan. Setiap organisasi atau
perusahaan memiliki tujuan dan budaya yang berbeda dengan organisasi atau perusahaan lain.
organisasi tidak dapat begitu saja mengambil alat penilaian unjuk kerja yang digunakan
organisasi lain untuk digunakan pada organisasinya. Organisasi perlu menyusun alat penilaian
yang paling tepat dan paling sesuai untuk organisasinyasehingga alat tersebut merupakan alat
yang valid,yaitu mengukur sesuatuyang hendak diukur. Hal penting kedua dalam penilaian unjuk
kerja adalah penilai.yaitu orang yang melakukan penilaian. Karena setiap penilai
memilikikarakteristik pribadi dan kemampuan yang berbeda, penilai dapat me-lakukan berbagai
kesalahan dalam melakukan penilaian.

Efektivitas Penilian Kerja


Efektivitas dari penilaian unjuk kerja juga ditentukan oleh kepribadianpenilai,
kepribadian karyawan yang dinilai, serta hubungan antara penilaidan yang dinilai. Oleh karena
itu, diperlukan adanya sikap saling percaylsaling terbuka,saling menghormati, dan saling
menghargai antara penilauidan orang yang dinilai. Dengan demikian, hasil penilaian lebih mudah
diterima dan dirasakan manfaatnya oleh karyawan. Selain itu, karyawandan penilai dapat
mendiskusikan berbagai hal yang mendukung dan menghambat unjuk kerja serta merencanakan
berbagai hal untuk meningkatkan unjuk kerja karyawan.
D. Metode Teknik Penilaian Kerja
Management By Objective (MBO)
Teknik management by objective (MBO) didasarkan pada adanyasasaran atau tujuan
yang secara objektif dapat diukur dan disepakatibersama oleh karyawan dan atasannya. Karena
secara aktif berpartisipasidalam menentukan sasaran, karyawan memiliki arah yang lebih jelas
danlebih termotivasi dalam menjalankan pekerjaannya. Selain itu, sasaran ini akan membantu
karyawan dan atasan untukmendiskusikan unjuk kerja yang ditampilkan karyawan serta cara
yangdapat dilakukan untuk meningkatkan unjuk kerja. Karena penilaiandilakukan terhadap hasil
kerja yang ditunjukkan karyawan, dan bukankepribadiannya, bias subjektif dalam pengukuran
MBO dapat dikurangi.Akan tetapi, teknik MBO memiliki kelemahan, antara lain sasaran
yangditetapkan terlalu ambisius atau terlalu spesifik sehingga sulit untuk di-capai karyawan.
Dalam penilaian unjuk kerja berdasarkan perilaku, salah satu teknikyang digunakan
adalah critical incident method. Dalam metode ini penilaimenuliskan berbagai pernyataan yang
menggambarkan perilaku yangbaik dan buruk yang berkaitan dengan unjuk kerja karyawan.
Criticalincident (kejadian-kejadian kritis) yang dituliskan dalam pernyataanjuga meliputi
penjelasan singkat mengenai hal-hal yang terjadi.

Behaviorally Anchored Rating Scales (BARS)


Skala ini merupakan gabungan kejadian kritis yang di uraikan secara naratif dengan
peringkat kualitatif berkaitan dengan prilaku kerja yang baik dan buruk. Penilaiyan untuk kerja
Berdasarkan prilaku dapat menjadi pendekataan yang paling efektif karena memberikan arahan
dan umpan balik yang spesifik bagi karyawan mengenai untuk kerja yang diharapkan.
Kelemahan utama dalam pendekatan ini adalah pengukuran prilaku ini harus selalu dimonitor
dan direvisi untuk meyakinkan bahwa prilaku tersebut mengarah pada pencapaiyan organisasi.

Grafic Rating Scales


Pada Teknik ini setiap karakteristik dinilai berdasarkan skala tertentu misalnya skala 1
sampai dengan 5.

Hubungan Performance Appraisal dengan Asesmen


Hubungan performance appraisal atau penilaian kerja dengan asesmen yaitu sebelum
dilakukkannya penilaian kerja pasti akan adanya proses asesmen atau proses dalam
mendapatkan/mengelola informasi atau data. Sehingga jika informasi-informasi yang dibutuhkan
dalam proses penilaian kerja sudah didapatkan atau dikelola, maka proses penilaian kerja dapat
dilakukan guna mengetahui apakah karakteristik, perilaku, dan hasil kerja karyawan sudah
mengarah ke tujuan suatu perusahaan atau organisasi. Maka dari itu data atau informasi tersebut
sangatlah penting untuk dilakukannya penilaian kerja.
References
Marliani, R. (2015). PSIKOLOGI INDUSTRI DAN ORGANISASI. BANDUNG: CV. PUSTAKA SETIA.

Anda mungkin juga menyukai